PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA ANGGOTA YANG DIMODERASI OLEH SUBTITUSI KEPEMIMPINAN PADA DETASEMEN A PELOPOR SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA ANGGOTA YANG DIMODERASI OLEH SUBTITUSI KEPEMIMPINAN

PADA DETASEMEN A PELOPOR SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA

THE INFLUENCE OF LEADERSHIP TRANSFORMATIONAL TO SATISFACTION WORK MEMBERS MODERATED

BY SUBTITUTION LEADERSHIP IN DETACHMENT A PIONEER SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA

TESIS

Diajukan Oleh : MUHAMAD SHOLEH

20131020071

Kepada :

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

PADA DETASEMEN A PELOPOR SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA

THE INFLUENCE OF LEADERSHIP TRANSFORMATIONAL TO SATISFACTION WORK MEMBERS MODERATED

BY SUBTITUTION LEADERSHIP IN DETACHMENT A PIONEER SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA

TESIS

Diajukan Oleh : MUHAMAD SHOLEH

20131020071

Kepada :

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii TESIS

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA ANGGOTA YANG DIMODERASI OLEH SUBTITUSI KEPEMIMPINAN

PADA DETASEMEN A PELOPOR SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA

THE INFLUENCE OF LEADERSHIP TRANSFORMATIONAL TO SATISFACTION WORK MEMBERS MODERATED BY

SUBTITUTION LEADERSHIP IN DETACHMENT A PIONEER SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA

Diajukan Oleh : MUHAMAD SHOLEH

20131020071 Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing


(4)

iii

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA ANGGOTA YANG DIMODERASI OLEH SUBTITUSI KEPEMIMPINAN

PADA DETASEMEN A PELOPOR SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA

Diajukan Oleh : MUHAMAD SHOLEH

20131020071

Tesis ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Dewan Penguji Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Tanggal 8 Desember 2016 Yang terdiri dari,

Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono Ketua Tim Penguji

Prof. Dr. Siswoyo Haryono, MM, MPd. Fauziyah, SE, M.Si Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji

Mengetahui

Ketua Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(5)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini bukan merupakan hasil plagiat karya orang lain, melainkan hasil karya sendiri dan belum pernah diterbitkan oleh pihak manapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ada yang mengklaim bahwa karya ini adalah milik orang lain dan dibenarkan secara hukum, maka saya bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Yogyakarta, 8 Desember 2016 Yang Membuat Pernyataan,

MUHAMAD SHOLEH 20131020071


(6)

v

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allh SWT yang telah memberikan rahmatdan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasan Kerja Anggota yang dimoderasi oleh Subtitusi Kepemimpinan pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta”. Tesis ini diajukan untuk memperoleh Gelar Sarjana S-2 Magister Manajemen pada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan, hal ini karena keterbatasan penulis. Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak. Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahyono, selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Fauziyah, SE.,M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang juga


(7)

vi

selaku pembimbing II yang juga tidak pernah lelah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis.

3. Bapak. Prof. Dr. Siswoyo Haryono, MM, MPd., selaku pembimbing I yang telah memberikan ilmu-ilmunya kepada penulis untuk kesempurnaan tesis ini.

4. Rekan-rekan anggota Kepolisian di Detasemen A Pelopor Satbrimobda D.I.Yogyakarta khususnya dan Satbrimobda D.I.Yogyakarta pada umumnya yang telah membantu dan mengijinkan tempat kerjanya menjadi subyek dan objek penelitian. 5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Manajemen

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu yang berharga bagi penulis dan membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Kepada Kedua Orangtua kami yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini, terima kasih atas motivasi, dukungan, semangat dan doa-doa yang diberikan.

7. Kepada istri dan anak-anakku tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa-doa yang diberikannya.

8. Semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, penulis tidak mampu sebutkan satu persatu, semoga mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT. Amin.


(8)

vii

Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 2016

Penulis


(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. ... 1

B. Identifikasi Masalah. ... 10

C. Pembatasan Masalah. ... 10

D. Rumusan Masalah. ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Teori ... 13

1. Definisi Kepuasan Kerja (Y) ... 13

2. Definisi Kepemimpinan Transformasional (X1). ... 28

3. Substitusi Kepemimpinan (X2) ... 44

B. Penelitian Terdahulu ... 49

C. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan. ... 59

B. Populasi dan Sampel. ... 60

C. Metode Pengumpulan Data. ... 63

D. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel. ... 63

1. Kepuasan Kerja Anggota. ... 64

2. Substitusi Kepemimpinan. ... 66

3. Kepemimpinan Transformasional. ... 69

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen. ... 72

1. Uji Validitas Kuesioner... 72

2. Uji Reliabilitas Kuesioner. ... 74


(10)

ix

3. Model Pengukuran Variabel ... 76

4. Merancang Model Struktural (Inner Model) ... 78

G. Pengujian Hipotesis. ... 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 82

1. Konstruk Kepuasan Kerja. ... 83

2. Konstruk Kepemimpinan Transformasional. ... 84

3. Konstruk Substitusi Kepemimpinan. ... 86

B. Analisis Deskriptif ... 87

1. Gambaran Profil Tempat Penelitian... 87

2. Gambaran Umum Responden. ... 89

C. Analisis Jawaban Responden Terhadap Variabel Penelitian .. 94

D. Analisis Data dengan Smart-PLS. ... 95

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Konstruk. ... 96

2. Pengujian Hipotesis ... 103

E. Pembahasan ... 105

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Kesimpulan. ... 109

B. Implikasi Kebijakan ... 109

C. Keterbatasan. ... 110

D. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Anggota Departemen A Pelopor Satbrimobda

D. I. Yogyakarta ... 3

Tabel 1.2 Daftar Pangkat Anggota Detasemen A Pelopor ... 3

Tabel 1.3 Kegiatan Operasional Detasemen A Pelopor ... 4

Tabel 1.4. Perbandingan Tingkat Kehadiran Kerja dengan Standar Minimal Kehadiran Anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta pada bulan Februari 2016... 4

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ... 49

Tabel 3.1. Populasi Anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D.I.Y ... 60

Tabel 3.2. Populasi dan Sampel Anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D.I.Y ... 61

Tabel 3.3. Kisi-kisi Variabel Kepuasan Kerja Anggota (Y) ... 65

Tabel 3.4. Kisi-kisi Variabel Substitusi Kepemimpinan (X2) ... 67

Tabel 3.5. Kisi-kisi Variabel Kepemimpinan Transformasional (X1) ... 70

Tabel 3.6. Decision Rule (Kriteria Pengujian Hipotesis) ... 79

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Kepuasan Kerja ... 82

Tabel 4.2. Hasil Uji Reliabilitas Konstruk Kepuasan Kerja ... 83

Tabel 4.3. Hasil Uji Validitas Kepemimpinan Transformasional ... 84

Tabel 4.4. Hasil Uji Reliabilitas Konstruk Kepemimpinan Transformasional ... 85

Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Substitusi Kepemimpinan ... 85

Tabel 4.6. Hasil Uji Reliabilitas Konstruk Substitusi Kepemimpinan ... 86

Tabel 4.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 89

Tabel 4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 90

Tabel 4.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 91

Tabel 4.10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pangkat... 92

Tabel 4.11. Kategori Jawaban Responden... 94

Tabel 4.12. Kategori Rata-rata Jawaban Responden ... 94

Tabel 4.13. Loading Factor Model Fit ... 96

Tabel 4.14. Uji Reliabilitas ... 100

Tabel 4.15. Tabel R Square ... 101

Tabel 4.16. Tabel Path Coefficient ... 102


(12)

xi

Gambar 2.1 Kerangkan Pemikiran ... 58 Gambar 3.1 Diagram Jalur (Path Diagram) ... 75


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian.

Lampiran 2. Data Uji Coba Instrumen Penelitian (30 Responden). Lampiran 3. Data Penelitian (100 Responden).

Lampiran 4. Hasil Uji Coba Instrumen. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 5. Model_1 s.d Model Fit. Pengolahan dengan Software Smart-PLS.


(14)

iii

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA ANGGOTA YANG DIMODERASI OLEH SUBTITUSI KEPEMIMPINAN

PADA DETASEMEN A PELOPOR SATBRIMOBDA D. I. YOGYAKARTA

Diajukan Oleh : MUHAMAD SHOLEH

20131020071

Tesis ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Dewan Penguji Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Tanggal 8 Desember 2016 Yang terdiri dari,

Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono Ketua Tim Penguji

Prof. Dr. Siswoyo Haryono, MM, MPd. Fauziyah, SE, M.Si Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji

Mengetahui

Ketua Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(15)

xiii ABSTRAK

Muhamad Sholeh (2016). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasan Kerja Anggota yang dimoderasi oleh Subtitusi Kepemimpinan pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Program Magister Manajemen. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Siswoyo Haryono, MM, MPd.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota yang dimoderasi oleh subtitusi kepemimpinan pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan kausalitas yang dianalisis dengan SEM

(Structural Equation Modeling) menggunakan software Smart-PLS 3.

SEM merupakan gabungan dari analisis faktor dan analisis jalur sehingga terdiri dari dua jenis model analisis yaitu model analisis faktor konfirmatori dan model struktural. Sampel dalam penelitian berjumlah 100 orang yang merupakan anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta. Teknik sampling yang digunakan adalah secara acak bertingkat proporsional (proportionate stratified random sampling).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta dan 2) Substitusi kepemimpinan tidak memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

Berdasarkan hasil penelitian juga diperoleh temuan sebagai berikut : 1) kepemimpinan transformasional merupakan faktor paling dominan untuk meningkatkan kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta. 2) Dalam penelitian ini substitusi kepemimpinan tidak dapat memoderasi kepemimpinan transformasional dalam meningkatkan kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

Kata Kunci : Kepemimpinan Transfromasional, Substitusi Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja.


(16)

xiv

Muhamad Sholeh (2016). Influence of Transformational Leadership on Job Satisfaction Members moderated by substitution of Detachment A Leadership at Pioneer Satbrimobda D. I. Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Master of Management Program. Under the guidance of Prof. Dr. Siswoyo Haryono, MM, MPd.

This study aims to analyze the influence of transformational leadership on job satisfaction moderated by members of the Detachment A Substitution Leadership Satbrimobda D. I. Pioneers of Yogyakarta. The method used is survey method with approach causality analyzed by SEM (Structural Equation Modeling) software using Smart-PLS 3. SEM is a combination of factor analysis and path analysis that consists of two types of models of analysis, confirmatory factor analysis model and the structural model, Samples of 100 people who are members of Detachment A Pioneer Satbrimobda D. I. Yogyakarta. The sampling technique used is random stratified proportional (proportionate stratified random sampling).

The results showed that: 1) There is the influence of transformational leadership on job satisfaction to the members of Detachment A Pioneer Satbrimobda D. I. Yogyakarta and 2) substitution of leadership does not moderate the influence of transformational leadership on job satisfaction to the members of Detachment A Pioneer Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

Based on the research results are also obtained the following findings: 1) the transformational leadership is the most dominant factor to improve the job satisfaction of members of Detachment A Pioneer Satbrimobda D. I. Yogyakarta. 2) In this study substitution can not moderate leadership transformational leadership in improving job satisfaction of members of Detachment A Pioneer Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

Keywords : Transformational Leadership, Leadership Substitution and Job Satisfaction


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Manajer dan penyelia sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam mengelola dan mengembangkan seluruh sumber daya organisasi. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai jiwa kepemimpinan, memiliki daya inovasi, kreativitas yang tinggi, agar organisasi yang dipimpinnya dapat berkembang dan terjaga kelangsungan hidupnya. Untuk bisa mencapai kondisi ideal tersebut, tentunya dibutuhkan dukungan yang positif dari para anggota. Agar anggota berperilaku positif maka anggota harus terpuaskan, karena ada kecenderungan bahwa anggota yang terpuaskan akan berperilaku positif dan lebih produktif (Podsakoff et al., 1996:67).

Robbins (2001:103) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang secara konsisten negatif antara kepuasan kerja dan tingkat kemangkiran kerja. Anggota yang tidak puas lebih besar kemungkinannya untuk tidak kerja. Pekerja dengan skor kepuasan


(18)

yang tinggi mempunyai tingkat kehadiran yang jauh lebih tinggi daripada mereka yang memiliki kepuasan kerja yang rendah.

Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta berkantor di Jl. Imogiri Timur No. 237 Tamanan Banguntapan Bantul Yogyakarta dan memiliki 4 Kompi terdiri dari 3 (tiga) Kompi yang organik dan 1 (satu) Kompi belum organik karena belum adanya personil yang mengisi, yang memback up tugas di wilayah Kabupaten Bantul, Kotamadya Yogyakarta dan Kabupaten Gunung Kidul.

Satuan Brimob Polda D.I.Y yaitu terutama Detasemen A Pelopor harus selalu siap dan mampu dalam menjaga dan mengamankan wilayah hukum Polda D.I.Y. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai sejarah sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia mempunyai istana presiden Gedung Agung yang setiap saat digunakan oleh pejabat tinggi negara khususnya kunjungan kepresidenan. Disamping itu Kota Yogyakarta juga merupakan kota pelajar, kota budaya dan kota yang heterogen komunitasnya dari Sabang sampai Merauke, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum. Detasemen A Pelopor yang mempunyai kemampuan khusus Pengendalian Huru Hara harus mampu untuk menjaga stabilitas


(19)

3

keamanan ketertiban masyarakat, terutama saat ada kerusuhan massa sehingga tidak sampai berlarut-larut dan segera kembali normal aman serta kondusif. sehingga diperlukan seorang pemimpin yang dapat mengendalikan pasukannya dan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab.

Berikut disajikan Daftar Anggota Departemen A Pelopor Satbrimobda D.I.Y seperti Tabel 1.1. di bawah ini:

Tabel 1.1 Daftar Anggota Departemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta

No Nama Jumlah

1 Staf Departemen 75

2 Kompi 1 80

3 Kompi 2 78

4 Kompi 3 82

Total 315

Tabel 1.2 Daftar Pangkat Anggota Detasemen A Pelopor

No Jabatan Pangkat Jumlah

1 Pamen Kompol 2

2 Pama

AKP IPTU IPDA 6 5 10 3 Bintara Tinggi AIPTU

AIPDA

49 8

4 Bintara

BRIPKA BRIGADIR BRIPTU BRIPDA 52 144 7 26


(20)

Tabel 1.3 Kegiatan Operasional Detasemen A Pelopor

No Jenis Kegiatan Jumlah

1 Dinas 28

2 Yanmas/Pengawalan 33

3 BKO Pos Lantas 24

4 Dikbangspes Dasar Brimob 7

5 Dikbangspes Bahasa 1

6 Pemantapan Bahasa Perancis 1

Tabel 1.4. Perbandingan Tingkat Kehadiran Kerja dengan Standar Minimal Kehadiran Anggota Detasemen A Pelopor

Satbrimobda D. I. Yogyakarta pada bulan Februari 2016

No Indikator Jumlah Standar

Kerja

1 Terlambat kerja 35 0

2 Permisi saat kerja 25 0

3 Cuti sakit 3 0

4 Tugas belajar 7 0

5 Tidak masuk kepentingan pribadi 12 0

6 Tidak masuk karena sakit 36 0

Berdasarkan tingkat kehadiran kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta pada bulan Februari 2016 terlihat bahwa masih banyak anggota yang terlambat kerja dan tidak masuk kerja. Hal ini diduga karena masalah kepuasan kerja para anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta masih rendah.

Dipilihnya organisasi Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta sebagai obyek penelitian karena untuk mengelola organisasi ini dibutuhkan seorang manajer yang mempunyai visi ke


(21)

5

depan dengan jelas sehingga mampu membawa organisasi untuk menciptakan keamanan, ketertiban masyarakat di wilayah Yogyakarta yang heterogen dan dinamis serta mampu mengembangkan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusianya.

Berdasarkan tingkat kehadiran kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta dapat diduga pula disebabkan oleh kurangnya pengawasan, tidak tersampaikannya visi organisasi kepada anggota sehingga para anggota menjadi kurang antusias dan tidak termotivasi dalam bekerja. Kemudian hal ini diduga nilai kepemimpinan transformasional dalam organisasi Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta masih perlu ditingkatkan.

Selama ini untuk meningkatkan kemampuan memahami efektivitas kepemimpinan digunakan jalur teori dan riset. Dari pendekatan teori dan riset berfokus pada identifikasi serta pengkajian perilaku para pemimpin yang mempengaruhi nilai dan aspirasi anggota, memotivasi kebutuhan mereka ke tingkat yang lebih tinggi, memotivasi mereka untuk mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan organisasi. Perilaku transformasional diyakini mampu memperbesar dampak bentuk transaksional dari perilaku pemimpin pada variabel hasil kerja,


(22)

karena para anggota merasakan kepercayaan dan respek terhadap pemimpin maka mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan dari mereka (Podsakoff, MacKenzie, & Bommer, 1996:260).

Riset tentang pendekatan kepemimpinan transformasional telah terbukti. Bryman (1992) mengutip beragam studi organisasional yang mengungkapkan bahwa perilaku pemimpin transformasional terkait secara positif dengan kepuasan pekerja. Howell & Frost (1989:262) menemukan bahwa perilaku pemimpin transformasional menghasilkan kepuasan yang lebih besar dibandingkan dengan perilaku pemimpin direktif.

Menurut Kerr & Jermier (1998:377), kunci untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan adalah mengidentifikasi variabel-variabel situasional yang mampu mensubsitusi, menetralkan atau meningkatkan efek perilaku seorang pemimpin.

Kerr & Jermier (1998) mengembangkan sebuah model untuk mengidentifikasi aspek situasi yang mengurangi pentingnya kepemimpinan oleh para manajer dan para pemimpin formal lainnya. Teori ini membuat sebuah perbedaan antara dua jenis variabel siatuasional: pengganti dan netralisatori. Pengganti membuat perilaku pemimpin menjadi tidak perlu dan berlebihan.


(23)

7

Teori ini meliputi suatu karakteristik dari bawahan, tugas atau organisasi yang memastikan bawahan akan lebih jelas memahami peran mereka. Para bawahan lebih mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan, lebih termotivasi dan puas dengan pekerjaan mereka.

Teori ini memiliki beberapa kelemahan konseptual. Teori ini tidak memiliki dasar pemikiran yang rinci untuk setiap pengganti dan netralisator dalam hal proses sebab akibat. Tidak seperti pendekatan transformasional yang mengasumsikan perilaku transformasional, pemimpin yang menjadi kunci untuk peningkatan efektivitas kepemimpinan. Sedangkan pendekatan substitusi kepemimpinan mengasumsikan bahwa kunci riil efektivitas kepemimpinan adalah “mensubstitusi” perilaku pemimpin, sehingga pemimpin dapat mengadaptasi perilakunya agar sesuai. Secara khusus, situasi kepemimpinan (karakteristik anggota, karakteristik tugas, dan karakteristik organisasional) dapat mengganti atau mengimbangi perilaku pemimpin dalam mempengaruhi kepuasan dan kinerja anggota (Luthans, 1995:317).

Model substitusi telah menarik sejumlah besar minat riset. Akan tetapi, hasil dari riset ini menunjukkan bahwa variabel substitusi berperilaku agak berbeda daripada yang diharapkan oleh


(24)

Kerr & Jermier (1978:377). Asumsi dasar yang dibuat oleh Kerr & Jermier (1978:377) menyatakan bahwa variabel substitusi diprediksikan dapat memoderasi hubungan antara perilaku pemimpin dan variabel kriteria anggota.

Akan tetapi, riset terbaru yang didesain untuk menguji prediksi ini tidak semuanya mendukung. Meskipun ada fakta bahwa substitusi kepemimpinan memiliki sejumlah efek utama yang penting dan menjelaskan sebagian besar dari variasi dalam variabel kriterianya, relatif sedikit dari substitusi tersebut yang memiliki efek samping yang konsisten dengan prediksi Howell et al. (Podaskoff et al., 1996:262) yaitu kepuasan anggota, komitmen organisasional, kepercayaan kepada pemimpin, kejelasan peran, konflik peran, kinerja-dalam, altruisme, kehati-hatian, sportivitas, kesopanan, dan civic virtue.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Podsakoff et al. (1996:262) untuk variabel perilaku kepemimpinan transformasional dan enam variabel substitusi kepemimpinan memiliki efek utama secara signifikan pada kepuasan anggota. Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan anggota ditentukan secara lebih kuat oleh substitusi kepemimpinan daripada oleh perilaku kepemimpinan transformasional.


(25)

9

Berdasarkan hasil penelitian Podsakoff et al. (1996:262) tersebut, peneliti ingin menguji ulang dengan hanya mengambil salah satu variabel kriteria anggota dari sebelas variabel yang diuji Podsakoff et al., yaitu variabel kepuasan kerja anggota. Penelitian replikasi ini ingin menguji pengaruh variabel perilaku kepemimpinan transformasional, dan variabel substitusi kepemimpinan terhadap kepuasan anggota yang diukur melalui persepsi anggota langsung penyelia/atasan Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta. Pemimpin yang diamati dalam penelitian ini adalah penyelia/atasan Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta, sedangkan yang mengamati (responden) adalah anggota langsung penyelia.

Selain itu pula, diperkuat oleh pendapat Burns yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional dapat ditunjukkan oleh siapapun dalam organisasi serta berbagai tipe posisi dalam suatu organisasi. Oleh karena peneliti bekerja di Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta sehingga diharapkan peneliti tidak akan menemukan banyak kesulitan dalam melakukan penelitian dan dapat bermanfaat terkait dengan posisi peneliti selaku anggota di Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.


(26)

Dari penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk mangadakan penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasan Kerja Anggota yang dimoderasi oleh Subtitusi Kepemimpinan pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah.

1. Intensitas rendahnya kepemimpinan transformasional diduga mempengaruhi kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

2. Rendahnya tingkat kepuasan kerja anggota diduga dipengaruhi oleh tingkat kepemimpinan transformasional pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

3. Subtitusi kepemimpinan diduga berpengaruh terhadap kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

4. Rendahnya kepuasan kerja para anggota diduga disebabkan oleh kepemimpinan transformasional dan substitusi kepemimpinan pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta. C. Pembatasan Masalah.

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi pada pengaruh kepemimpinan


(27)

11

transformasional terhadap kepuasan kerja anggota yang dimoderasi oleh subtitusi kepemimpinan pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta ?

2. Apakah substitusi kepemimpinan memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta ? E. Tujuan Penelitian

Sejumlah tujuan yang melandasi dilaksanakan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis :

1. Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

2. Subtitusi kepemimpinan dalam memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja


(28)

anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi para akademisi, dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang dampak tingkat intensitas perilaku kepemimpinan transformasional dan tingkat intensitas substitusi kepemimpinan pada kepuasan kerja anggota.

2. Bagi Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta, memberikan pengetahuan pada pemimpin tentang bagaimana mereka dapat memperbaiki perilaku kepemimpinan, variabel situasi yang mampu mensubstitusi kepemimpinan, serta tentang kepuasan kerja anggota untuk mencapai efektivitas organisasi. 3. Bagi para peneliti, memberikan kontribusi terhadap

perkembangan kajian (teori) tentang pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional, substitusi kepemimpinan terhadap kepuasan kerja anggota.


(29)

13 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Teori

1. Definisi Kepuasan Kerja (Y)

Secara komprehensif Locke mendefinisikan kepuasan kerja sebagai rasa senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan seseorang berdasarkan pengalaman kerja (Locke yang dikutip oleh Luthans, 1995:408). Kepuasan kerja merupakan hasil persepsi dari anggota terhadap seberapa baik pekerjaan mereka akan menghasilkan, dimana hal ini mencerminkan ungkapan perasaan (sikap) seseorang terhadap pekerjaannya, mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya, serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan (Wexley & Yukl, 1992:421). Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap pekerjaannya, mengindikasikan mempunyai tingkat kepuasan pekerjaan yang tinggi. Sebaliknya seseorang yang mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaannya, mengindikasikan orang tersebut tidak puas dengan pekerjaannya (Luthans, 1995:409).


(30)

Menurut Gibson (1995:92), kepuasan kerja adalah sikap yang dipunyai individu dalam pekerjaannya. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya, didasarkan pada faktor lingkungan kerja, seperti gaya supervisor, kebijakan dan prosedur, afiliasi kelompok kerja, kondisi kerja, serta tunjangan. Sebagai kumpulan perasaan, kepuasan kerja bersifat dinamis. Para manajer tidak dapat menciptakan kondisi yang menimbulkan kepuasan kerja sekarang dan kemudian mengabaikannya selama beberapa tahun. Kepuasan kerja dapat menurun secepat timbulnya (biasanya lebih cepat), sehingga mengharuskan para manajer untuk memperhatikannya setiap saat (Wekley & Yukl, 1992:421).

Menurut Robbins dan Judge (2008) kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi, secara umum dimensinya adalah kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan, hubungan antara supervisor dengan tenaga kerja, dan kesempatan untuk maju.


(31)

15

Suatu organisasi dimana sebagian besar pekerjanya memperoleh kepuasan kerja, namun tidak tertutup kemungkinan terdapat sebagian kecil diantaranya merasakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan pekerja dapat ditunjukkkan dalam sejumlah cara yaitu dalam dimensi konstruktif/destruktif dan aktif/pasif. Menurut Robbins dan Judge (2008) respon-respon tersebut didefenisikan sebagai berikut :

a. Exit. Ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada

meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.

b. Voice. Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara

aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.

c. Loyalty. Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi

optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.

d. Neglect. Ditunjukkan melalui tindakan secara pasif


(32)

kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.

Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2010) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu :

a. Need Fulfillment (Pemenuhan Kebutuhan)

Faktor ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

b. Discrepancies (Perbedaan)

Faktor ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar dari pada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapan.

c. Value attainment (Pencapaian Nilai)

Gagasan value attainment adalah kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.


(33)

17

d. Equity (Keadilan)

Dalam faktor ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya.

e. Dispotional/genetic Components (Komponen Genetik)

Faktor ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

Menurut Smith, Kendall, & Hulin yang dikutip oleh Luthans (1995:411) mengemukakan lima indikator yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:

a. Pekerjaan.

Content (isi) dari pekerjaan itu sendiri merupakan

sumber kepuasan pekerjaan. Pekerjaan yang dianggap menantang, membutuhkan variasi ketrampilan, tidak membosankan (bersifat rutin) dan mempunyai tingkat


(34)

otonomi serta umpan balik yang tinggi akan mempengaruhi secara positif terhadap kepuasan kerja (Jane yang dikutip oleh Luthans, 1995:411). Katzel dkk. yang dikutip oleh Robbins, 1996:342), mengungkapkan bahwa anggota cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuannya, menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakannya. Karakteristik ungkapan ini membuat pekerjaan secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang dapat menciptakan kebosanan, tetapi pekerjaan yang terlalu banyak tantangan dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan anggota akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

b. Pimpinan.

Kepuasan kerja anggota merupakan hasil dari kemampuan pimpinan dalam meminta pendapat dan partisipasi anggota. Demikian juga karakteristik pribadi pimpinan juga sangat mempengaruhi kepuasan kerja anggota (Luthans, 1995:413).


(35)

19

c. Upah.

Tingkat upah merupakan faktor multi dimensi yang signifikan tetapi kompleks dalam kepuasan pekerjaan (Judge yang dikutip oleh Luthans, 1996:411). Dalam upah yang diterima, orang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dan dengan melihat tingkat upah yang diterimanya, orang dapat mengetahui sejauh mana manajemen menghargai kontribusi pekerjaan seseorang dalam organisasi tempat kerjanya. Anggota cenderung menginginkan sitem upah dan kebijaksanaan promosi yang adil dan sesuai dengan pengharapannya. Bila upah dirasakan adil sesuai dengan tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, maka kemungkinan besar kepuasan pekerjaan akan tercapai. Tentu saja, tidak semua orang hanya mengejar uang. Banyak orang dapat menerima uang yang lebih kecil untuk bekerja dilokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut, ataupun mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan. Perlu diketahui bahwa upah yang besar bukan


(36)

merupakan kunci kepuasan, yang lebih penting adalah persepsi keadilan (Lowler III, 1973:64).

d. Promosi.

Kesempatan promosi tampaknya memiliki efek yang beragam terhadap kepuasan pekerjaan (Luthans, 1995:412). Hal ini dikarenakan promosi menggunakan sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki penghargaan yang beragam. Misalnya, promosi dapat berdasar senioritas, dan atau promosi berdasarkan pada tingkat kinerja. Para anggota menginginkan kebijakan promosi yang mereka persepsikan adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka (Witt & Nye yang dikutip oleh Robbins, 1996:343).

e. Rekan Kerja.

Dukungan sosial rekan kerja atau kelompok kerja dapat menimbulkan kepuasan pekerjaan bagi seorang


(37)

21

anggota, karena merasa diterima dan dibantu dalam memperlancar penyelesaian tugasnya. Kondisi kelompok kerja akan memiliki efek terhadap kepuasan pekerjaan. Kondisi kelompok kerja yang saling mendukung akan berpengaruh secara positif terhadap kepuasan anggota. Kelompok kerja yang bagus dapat membuat seseorang bekerja dengan senang. Oleh karena itu, kelompok kerja dapat merupakan sumber dukungan, kesenangan, nasehat, dan bantuan bagi pekerja secara individual (Luthans, 1995:413).

Kondisi kerja merupakan faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan pekerjaan. Anggota akan dapat bekerja lebih baik dalam kondisi kerja yang baik, bersih, dan menarik. Sebaliknya jika kondisi kerja kurang baik, berisik dan kotor, anggota akan merasa ada hambatan dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan kata lain pengaruh kondisi kerja terhadap kepuasan kerja sama dengan pengaruh dari rekan kerja. Jika kondisi kerja baik, maka akan baik pula pengaruhnya pada kepuasan kerja dan sebaliknya jika kondisi kerja buruk, maka kepuasan kerja akan rendah (Luthans, 1995:314). Beberapa studi tentang


(38)

kondisi kerja mengungkapkan bahwa anggota lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak merepotkan (Robbins, 1996:344). Temperatur, cahaya dan faktor-faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrem (terlalu dalam atau terlalu sedikit), misalnya terlalu panas atau terlalu remang-remang.

f. Pengaruh Kepuasan Kerja Anggota terhadap Pimpinan Perilaku pimpinan langsung merupakan determinan penting terhadap kepuasan kerja anggota. Namun, tanggapan pekerja terhadap pimpinan kerja langsung biasanya akan tergantung pada karakteristik pimpinannya. Jarang sekali terdapat hubungan yang sederhana dan konsisten antara karakteristik pemimpin dan kepuasan anggota. Hasil dari sebagian riset menunjukkan bahwa para pekerja lebih puas dengan pimpinan yang bijaksana dan Tut Wuri Handayani dibanding dengan pimpinan yang selalu berbeda atau bermusuhan dengan anggotanya. Penemuan ini tidaklah mengherankan, karena orang yang hangat dan bijaksana biasanya lebih banyak disukai, apakah mereka pemimpin atau bukan.


(39)

23

Pengaruh – pengaruh dari pemimpin yang berorientasi pada pekerjaan terhadap kepuasan kerja kurang dapat diprediksi. Dalam beberapa riset, para pekerja lebih banyak mendapatkan kepuasan dengan pemimpin yang tidak terlalu berorientasi pada pekerjaan. Ketidakselarasan hasil-hasil ini dapat mencerminkan perbedaan-perbedaan diantara studi yang berkaitan dengan kesukaan pekerja dengan kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan. Dalam situasi pekerjaan dimana anggota melakukan peran-peran yang sangat kabur atau membingungkan, para anggota akan lebih menyukai seorang pemimpin yang memperjelas ketentuan-ketentuan perannya. Maksudnya jika anggota tidak mampu mencari kejelasan perannya dalam melaksanakan kerjanya, anggota akan cenderung menyukai seorang pemimpin yang memberikan petunjuk dan ketentuan-ketentuan yang memadai. Di pihak lain, pemimpin yang tidak mengawasi dengan ketat lebih disukai pada kondisi peran kerja ditentukan dengan jelas dan para anggota sangat cakap melaksanakan pekerjaannya tanpa terlalu sering diberikan petunjuk dan perintah.


(40)

Berikutnya, jika motivasi anggota rendah dan mereka mendapatkan pekerjaan yang tidak menyenangkan, mereka akan lebih menyukai seorang pemimpin yang tidak terlalu menekankan untuk memelihara tingkat pelaksanaan tingkat kerja yang tinggi. Banyaknya partisipasi anggota juga dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Kesukaan anggota untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan akan berbeda-beda tergantung pada tipe keputusan, kepribadian, kebutuhan anggota, dan sejauh mana para anggota mempercayai pemimpinnya. Dalam studi Morse di tahun 1953 yang dikutip oleh Wekley & Yukl (1992:423), para pekerja sangat terpuaskan bila banyaknya partisipasi sama dengan jumlah partisipasi yang diinginkan, tanpa memperhatikan seberapa banyak yang diinginkan. Namun demikian para peneliti telah memulai mengidentifikasi sifat-sifat individu dan variabel-variabel situasional tertentu yang membentuk kesukaan pekerja terhadap pengawasan partisipatif (Wexley & Yukl, 1992:423).

g. Pentingnya Kepuasan Kerja yang Tinggi

Pentingnya kepuasan kerja itu jelas. Para manajer seharusnya peduli akan tingkat kepuasan kerja dalam


(41)

25

organisasi mereka, karena sekurang-kurangnya ada tiga alasan (Robbins, 1996:345) yaitu: (1) ada bukti yang jelas bahwa anggota yang tak terpuaskan lebih sering melawan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri; (2) telah diperagakan bahwa anggota yang terpuaskan mempunyai kesehatan yang lebih baik dan usia yang lebih panjang; (3) kepuasan pada pekerjaan dibawa ke kehidupan anggota di luar pekerjaan.

Anggota yang terpuaskan mempunyai tingkat keluar maupun kemangkiran yang lebih rendah. Bagaimanapun, jika kita mempertimbangkan kedua perilaku tersebut secara terpisah, kita dapat lebih yakin mengenai pengaruh kepuasan terhadap keluarnya anggota. Secara khusus, kepuasan dihubungkan secara negatif dengan kuat dan konsisten terhadap keputusan seorang anggota untuk meninggalkan organisasi. Meskipun kepuasan dan absensi juga dihubungkan secara negatif, kesimpulan mengenai hubungan ini hendaknya diterima dengan lebih hati-hati.

Suatu dimensi yang sering diabaikan dari kepuasan kerja adalah hubungan dengan kesehatan anggota. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa anggota yang tidak


(42)

terpuaskan dengan pekerjaan mereka cenderung lebih mudah menderita kemunduran kesehatan, mulai dari sakit kepala sampai penyakit jantung. Beberapa riset bahkan menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan peramal yang lebih baik dari panjangnya usia daripada kondisi fisik. Studi ini menyarankan bahwa kepuasan kerja tidak semata-mata gejala psikologis. Stress yang dihasilkan dari ketidakpuasan tampaknya meningkatkan kerawanan seseorang terhadap serangan jantung. Bagi para manajer, ini berarti bahwa jika kepuasan tidak menghantar ke keluarnya anggota dan absensi, tujuan dari suatu angkatan kerja yang terpuaskan mungkin dapat dibenarkan karena hal itu akan mengurangi biaya medis dan hilangnya secara dini anggota yang dihargai akibat penyakit jantung.

Hal penting lainnya dalam mendukung kepuasan kerja adalah efek yang dikenakan oleh kepuasan kerja terhadap masyarakat keseluruhan. Bila para anggota bahagia dengan pekerjaannya, hal itu akan memperbaiki hidup mereka diluar pekerjaan. Kontras dengan itu, anggota yang tidak terpuaskan membawa pulang sikap negatif. Beberapa manfaat dari kepuasan kerja timbul pada semua


(43)

27

warga dalam masyarakat. Anggota yang terpuaskan akan lebih besar kemungkinan menjadi warga yang terpuaskan. Orang-orang ini akan menunjukkan suatu sikap yang lebih positif terhadap hidup pada umumnya dan menjadi orang-orang yang secara psikologis lebih sehat untuk suatu masyarakat.

Kepuasan kerja itu penting. Bagi manajemen, suatu angkatan kerja yang terpuaskan akan memberikan produktivitas yang lebih tinggi karena gangguan yang lebih sedikit yang disebabkan oleh kemangkiran atau berhentinya anggota, rendahnya biaya medis, maupun rendahnya biaya asuransi jiwa. Disamping itu, terdapat manfaat bagi masyarakat pada umumnya. Kepuasan kerja akan terbawa pada saat diluar pekerjaan. Jadi, tujuan kepuasan kerja yang tinggi untuk anggota dapat dibela baik dalam rupiah maupun dalam tanggungjawab sosial.

Berdasarkan uraian-uraian di atas kepuasan kerja merupakan hasil persepsi dari anggota terhadap seberapa baik pekerjaan mereka akan menghasilkan, dimana hal ini mencerminkan ungkapan perasaan (sikap) seseorang terhadap pekerjaannya, mencerminkan pengalaman yang


(44)

menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya, serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan (Wexley & Yukl, 1992, h. 421).

Variabel kepuasan kerja dalam penelitian ini diukur dengan 5 dimensi pertanyaan yang diambil dari The

Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) yaitu, (1)

pekerjaan, parasaan anggota terhadap pimpinan dalam menghadapi masalah pekerjaan, (2) pimpinan, penilaian tentang kemampuan pimpinan dalam mengambil keputusan, (3) pendapat anggota mengenai peraturan dan tata kerja yang diterapkan organisasi, (4) kesempatan promosi yang anggota alami pada organisasi, (5) mengenai kondisi lingkungan kerja anggota. MSQ telah ditunjukan dalam penelitian sebelumnya memiliki sifat psikometris yang pada umumnya baik, dan berkorelasi dengan baik dengan ukuran-ukuran kepuasan pekerjaan lainnya (Podsakoff, MacKenzie & Bommer, 1996:270).

2. Definisi Kepemimpinan Transformasional (X1).

Konsep kepemimpinan transformasional dirumuskan oleh Burns yang dikutip oleh Yukl (1994, h. 346) dari riset deskriptif tentang para pemimpin politik. Burns


(45)

29

mendeskripsikan kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses dimana “pimpinan dan pengikut dapat saling meningkatkan level-level moralitas dan motivasi masing-masing ke tingkat yang lebih tinggi”. Pemimpin itu berupaya menimbulkan kesadaran pengikutnya dengan mengajukan idealisme-idealisme dan nilai moral yang lebih tinggi seperti kebebasan, keadilan, kesetaraan, kedamaian, dan kemanusiaan, bukan dengan menumbuhkan emosi yang lebih dasar seperti ketakutan, keserakahan, kecenderungan, atau kebencian.

Istilah transformational leadership dimunculkan pertama kali pada tahun 1973 oleh Downton. Kemudian James McGregor Burns, seorang sosiolog politik, menulis buku

leadership di tahun 1978 menyatakan bahwa pemimpin

menangkap motivasi para pengikutnya dengan tujuan untuk mencapai tujuan bersama (Lensufiie, 2010).

Kepemimpinan transformasional menurut Burns dalam Yukl (2009) menyerukan nilai-nilai moral dari pada pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi.


(46)

Menurut Robbins (2006) bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu strategi atau kemampuan dalam mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.

Bass dalam Yukl (2009) mendefenisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Adanya penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pemimpinnya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan.

Dengan kepemimpinan transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka. Menurut Bass, pemimpin mengubah dan memotivasi pengikut dengan membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas, membujuk mereka untuk mementingkan kepentingan tim atau organisasi mereka dibandingkan dengan kepentingan pribadi dan mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi.


(47)

31

Kepemimpinan transformasional dewasa ini dianggap sebagai kepemimpinan efektif yang relevan diterapkan di mana pun untuk segala jenis situasi, serta mampu menghasilkan suatu prestasi kerja yang luar biasa bagi sebuah organisasi (Yukl, 2009).

Dimensi perilaku kepemimpinan transformasional menurut Yukl (2009) adalah :

a. Stimulasi Intelektual (intellectual stimulation)

Pemimpin transformasional menstimulasi usaha bawahannya untuk berlaku inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi, pembatasan masalah dan pendekatan kecerdasan, mengutamakan rasionalitas dan melakukan pemecahan masalah secara teliti.

b. Konsiderasi Individual (individualized consideration) Pemimpin transformasional memiliki perhatian khusus terhadap kebutuhan individu dalam pencapaiannya dan pertumbuhan yang mereka harapkan dengan berprilaku sebagai pelatih atau mentor dan memberikan nasehat. c. Motivasi Inspirasional (inspirational motivation)

Pemimpin transformasional berprilaku dengan tujuan untuk member motivasi dengan inspirasi terhadap orang-orang


(48)

disekitarnya. Mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menggunakan slogan-slogan untuk memfokuskan usaha mengungkapkan sesuatu yang penting secara sederhana. d. Pengaruh Idealis (Idealized influence)

Pemimpin transformasional berprilaku sebagai model bagi bawahannya. Pemimpin seperti ini biasanya dihormati dan dipercaya, cenderung kharismatik, melalui perumusan visi dan misi secara jelas, memperoleh dukungan dan kepercayaan dari bawahan/anggota organisasi dan/atau rekan kerja.

Menurut istilah Maslow mengenai jenjang kebutuhan, para pemimpin transformasional mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan ke jenjang yang lebih tinggi pada para pengikutnya. Para pengikut diangkat dari “pribadi sehari-hari” mereka menjadi “pribadi yang lebih baik”. Menurut Burns yang dikutip oleh Yukl (1994:347), kepemimpinan transformasional dapat ditunjukkan oleh siapapun dalam organisasi pada setiap posisi. Pemimpin transformasional adalah orang yang mempengaruhi rekan sekerja, atasan, dan anggota. Pemimpin transformasional dapat muncul dalam tindakan sehari-hari orang biasa, tetapi ia bukanlah pemimpin yang biasa atau umum.


(49)

33

Burns yang dikutip oleh Yukl (1994:347) mempertentangkan kepemimpinan transformasional dengan kepemimpinan transaksional. Pada kepemimpinan transaksional, pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempertukarkan reward dengan prestasi kerja pengikutnya. Hal ini mengindikasikan peminpin transaksional menekankan pertukaran yang bernilai ekonomis dan menguntungkan kedua pihak. Sebagai contoh, pimpinan organisasi menjanjikan bayaran dan jabatan yang lebih tinggi untuk hasil kerja. Kepemimpinan transaksional memang juga menyangkut nilai-nilai, tetapi nilai-nilai yang relevan dengan proses jual beli, seperti kejujuran, kesederhanan, tanggung jawab dan ketimbal-balikan. Burns juga membedakan kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional dari pengaruh yang didasarkan pada otoritas birokrasi. Pada organisasi-organisasi birokratis, pemimpin menekankan kekuasaan sah dan penghargaan pada aturan dan tradisi, bukannya mendasarkan pada pertukaran gagasan.

Menurut Burns, kepemimpinan adalah suatu proses, bukan seperangkat tindakan yang terpisah-pisah. Burns mendeskripsikan kepemimpinan sebagai ”suatu arus interrelasi


(50)

yang berkembang yang mana para pemimpin secara terus-menerus merangsang respon motivasional dari para pengikut dan memodifikasi perilaku mereka saat mereka menemui penolakan, dalam suatu proses aliran dan aliran balik tanpa henti. Kepemimpinan transformasional dapat dipandang baik sebagai suatu proses pengaruh level mikro antara individu dan sebagai suatu proses level makro pemobilisasian kekuasaan untuk mengubah sistem sosial dan mereformasi intitusi-intitusi. Pada level makro, kepemimpinan transformasional melibatkan pembentukan, pengekspresian, pengaruh konflik di antara kelompok-kelompok orang, serta pemotivasian individu-individu.

Bass yang dikutip oleh Yukl (1994:348) mengusulkan teori kepemimpinan transformasional yang dikembangkan dari gagasan Burns. Tingkat sejauh mana seorang pemimpin disebut pemimpin transformasional, bisa diukur terutama dari pengaruh pemimpin itu terhadap pengikutnya. Pengikut dari pemimpin yang transformasional akan merasakan kepercayaan, kekaguman, setia dan hormat kepada sang pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari yang pada mulanya diharapkan untuk mereka lakukan. Pemimpin akan


(51)

35

mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan membuat mereka lebih menyadari akan pentingnya hasil-hasil pekerjaan, mendorong mereka untuk mengesampingkan kepentingan diri mereka sendiri demi organisasi atau tim, memotivasi jenjang kebutuhannya (hierarki Maslow) ke jenjang yang lebih tinggi.

Pada awalnya menurut teori Bass, perilaku kepemimpinan transformasional mencakup tiga komponen, yaitu kharisma, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual. Kharisma didefinisikan sebagai suatu proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi perilaku dengan membangkitkan emosi yang kuat dan identifikasi dengan sang pemimpin. Stimulasi intelektual adalah suatu proses dimana pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut untuk memandang masalah-masalah itu dari perspektif baru. Pertimbangan individual mencakup penyediaan dukungan, dorongan, dan pengalaman-pengalaman yang membangun bagi para pengikut.

Sebuah revisi terbaru terhadap teori tersebut menambahkan sebuah perilaku transformasional lain yang disebut inspirasi (atau “motivasi inspirasional”), yang


(52)

didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana seorang pemimpin mengkomunikasikan suatu visi yang menarik, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha anggota, dan memodelkan perilaku yang tepat. Komponen perilaku kepemimpinan transformasional berinteraksi untuk mempengaruhi perubahan-perubahan pada para pengikutnya, dan efek kombinasinya membedakan antara kepemimpinan transformasional dan kharismatik.

Ada enam dimensi dalam kepemimpinan transformasional yaitu:

a. Pengartikulasian suatu visi.

Dalam dimensi manajer dalam suatu organisasi akan berusaha mencari peluang baru bagi organisasi tersebut, manajer memberikan gambaran yang menarik tentang masa depan organisasi, manajer memiliki suatu pemahaman yang jelas tentang tujuan yang akan dicapai oleh organisasi, manajer memberikan inspirasi orang lain tentang rencana masa depan suatu organisasi, dan manajer mampu menjadikan orang lain berkomitmen terhadap cita-cita terhadap organisasi di masa yang akan datang.


(53)

37

b. Penyediaan suatu model yang tepat.

Dalam dimensi ini manajer memberikan pengarahan pada anggota untuk bekerja dengan cara-cara yang lebih sederhana, manajer memberikan suatu model yang bagus untuk menjalankan usaha atau bekerja, dan manajer mengarahkan anggota dengan memberikan suatu contoh dalam suatu pekerjaan.

c. Pemupukan penerimaan terhadap sasaran kelompok.

Manajer memberikan dorongan pada anggota untuk bekerja dalam kelompok, manajer memupuk kerjasama diantara kelompok kerja, manajer menjadikan kelompok kerja dapat bekerjasama untuk mencapai sasaran yang sama, dan manajer akan mengembangkan suatu sikap dan semangat tim kerja diantara anggotanya

d. Harapan-harapan terhadap kinerja yang tinggi.

Manajer menunjukan bahwa ia berharap memperoleh banyak masukan dari anggota, manajer menyatakan dengan tegas mengenai prestasi kerja (kinerja) terbaik yang harus dicapai anggota, dan manajer selalu ingin menjadi nomer satu.


(54)

e. Pemberian dukungan individual.

Manajer bertindak dapat mempertimbangkan perasaan anggota, manajer menunjukkan perhatian terhadap perasaan-perasaan pribadi anggota, manajer memberikan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan pribadi anggota, dan manajer memperlakukan anggota dengan mempertimbangkan perasaan-perasaan pribadi anggotanya. f. Stimulasi intelektual.

Manajer memberikan cara-cara baru untuk menyelesaikan masalah yang sebelumnya dianggap sulit oleh anggota, manajer mempunyai wawasan baru yang memaksa anggota untuk berpikir kembali, dan manajer akan memotivasi anggota untuk berpindah tentang cara menyelesaikan suatu masalah dengan cara-cara baru.

Berikut ini disajikan beberapa pendapat ahli tentang kepemimpinan transformasional yang baik untuk diterapkan dalam organisasi, diantaranya radalah sebagai berikut:

a. Kepemimpinan Transformasional vs Kharismatik

Menurut Bass yang dikutip oleh Yukl (1994, h. 349), “Kharisma merupakan unsur penting dari kepemimpinan transformasional, tetapi secara sendirian


(55)

39

tidaklah cukup untuk menjelaskan proses transformasional”. Beberapa individu yang kharismatik, seperti bintang musik rock, bintang film, dan atlet terkenal, tidak memiliki efek transformasional apapun pada para pengikut. Para pengikut dapat mengidentifikasi seorang selebritis yang kharismatik, meniru perilaku dan penampilan seseorang, tetapi mereka jarang termotivasi untuk mentransformasikan kepentingan pribadi mereka demi manfaat dari suatu sebab yang abstrak.

Para pemimpin transformasional mempengaruhi para pengikut dengan membangkitkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi pada sang pemimpin, tetapi mereka juga bisa mentransformasikan para pengikut dengan berfungsi sebagai pelatih, guru, dan mentor. Para pemimpin transformasional berusaha memperdayakan dan meningkatkan para pengikut, sementara dalam kepemimpinan karismatik hal sebaliknya yang kadang terjadi. Maksudnya, para pemimpin kharismatik berusaha menjadikan para pengikut tetap lemah dan tergantung serta merangsang kesetiaan dan bukannya komitmen pada idealisme.


(56)

Menurut Bass, para pemimpin kharismatik lebih sekedar yakin pada kepercayaan-kepercayaan mereka, mereka memandang diri sendiri memiliki suatu tujuan dan takdir supranatural. Para pengikut, di lain pihak, bukan saja percaya dan respek kepada sang pemimpin, mereka dapat mengidolakan dan memuja sang pemimpin sebagai seorang pahlawan maha-manusia atau figur spiritual. Dipandang lebih besar ketimbang kehidupan, seorang pemimpin kharismatik menjadi katalis untuk mekanisme-mekanisme psikodinamis para pengikut, seperti proyeksi, represi, dan regresi.

Psikodinamika individual muncul bila para pengikut berbagai norma, kepercayaan, dan fantasi yang sama yang dapat berfungsi sebagai basis daya tarik emosional dan rasional oleh sang pemimpin. Akan tetapi, Bass juga menekankan bahwa respon orang terhadap pemimpin kharismatik akan dicintai oleh sebagian orang dan dibenci oleh sebagian lainnya. Respon terpolarisasi ini membantu menjelaskan mengapa sedemikian banyak pemimpin politis yang kharismatik yang menjadi sasaran pembunuhan.


(57)

41

Menurut Bass, para pemimpin transformasional dapat dijumpai dalam setiap organisasi pada setiap level. Sebaliknya, pemimpin kharismatik itu jarang. Mereka mungkin muncul bila suatu organisasi berada dalam keadaan stress karena otoritas formal gagal mengatasi suatu krisis yang parah dan nilai-nilai serta kepercayaan tradisional sedang dipertanyakan. Para pemimpin kharismatik lebih mungkin dijumpai dalam suatu organisasi baru yang sedang berjuang untuk bertahan, atau suatu organisasi lama yang gagal, bukannya suatu organisasi tua yang sangat sukses.

b. Kepemimpinan Transformasional vs Pentransformasi Kepemimpinan transformasional serupa dalam banyak kepemimpinan pentransformasi, tetapi ada juga beberapa perbedaan. Burns membatasi kepemimpinan pentransformasi pada para pemimpin yang mendapat pencerahan (enlightened) yang menyerukan nilai-nilai moral positif dan kebutuhan-kebutuhan berordo-lebih tinggi dari para pengikut. Bagi Bass, seorang pemimpin yang mengaktifkan motivasi pengikut dan meningkatkan komitmen pengikut adalah transformasional, tanpa


(58)

memandang apakah efek-efeknya pada akhirnya bermanfaat bagi pengikut. Bass tidak mengecualikan para pemimpin yang mengajukan kebutuhan berordo-lebih rendah seperti keamanan, dan kebutuhan ekonomis. Jadi, para pemimpin seperti Adolf Hitler dan Joseph Stalin dianggap transformasional walaupun efek mereka negatif.

Konsep kepemimpinan transformasional dirumuskan oleh Burns yang dikutip oleh Yukl (1994:346) dari riset deskriptif tentang para pemimpin politik. Burns mendeskripsikan kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses dimana “pimpinan dan pengikut dapat saling meningkatkan level-level moralitas dan motivasi masing-masing ke tingkat yang lebih tinggi”.

Kepemimpinan transformasional ini diukur dengan alat ukur Transformasional Leadership Behavior Inventory

(TLI) yang dikembangkan oleh Podsakoff et al., (1990:11).

Instrumen ini didesain untuk mengukur enam dimensi perilaku kepemimpinan transformasional yang telah diidentifikasi dalam literatur riset (Conger & Kanungo, 1987:640).


(59)

43

Enam dimensi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pengartikulasian suatu visi, dengan 2 indikator:

a) Mencari peluang b) Masa depan organisasi

2) Penyediaan suatu model yang tepat, dengan 2 indikator:

a) Pengarahan b) Role model

3) Pemupukan penerimaan terhadap sasaran kelompok, dengan 2 indikator:

a) Motivasi/dorongan b) Bekerjasama

4) Harapan-harapan terhadap kinerja yang tinggi, dengan 2 indikator :

a) Ide-ide/gagasan yang baik b) Prestasi kerja

5) Pemberian dukungan individual, dengan 2 indikator: a) Perasaan dalam bekerja

b) Perhatian dalam bekerja

6) Stimulasi intelektual, dengan 2 indikator: a) Cara baru dalam menyelesaikan masalah b) Wawasan baru dalam pekerjaan.


(60)

3. Substitusi Kepemimpinan (X2)

Secara khusus, Kerr & Jermier (1978) yang dikutip oleh Podsakoff et al., (1996:262) mengusulkan bahwa kepemimpinan bisa terdapat “substitusi” tertentu untuk kepemimpinan yang mencegah pemimpin agar tidak berkelakuan dalam suatu cara tertentu atau yang akan mengimbangi perilaku. Menurut pendekatan ini, kunci untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan adalah mengidentifikasi variabel-variabel situasional yang bisa mensubstitusi, menetralkan, atau meningkatkan efek perilaku seorang pemimpin.

Variabel-variabel yang telah diidentifikasi Kerr & Jermier (1978) yang dikutip oleh Podsakoff et al., (1996:262) sebagai substitusi potensial untuk kepemimpinan adalah empat karateristik anggota (1. kemampuan, pengalaman, pelatihan, dan pengetahuan; 2. orientasi profesional; 3. ketidakpedulian terhadap reward organisasional; 4. kebutuhan akan independensi), tiga karateristik tugas (1. umpan balik; 2. tugas-tugas rutin yang secara metodologis; 3. tugas-tugas-tugas-tugas yang secara instrinsik memuaskan), serta enam karateristik organisasional (1. formalisasi organisasi; 2. infleksibibilitas organisasional; 3.


(61)

45

kohesivitas kelompok; 4. besarnya dukungan staf; 5. reward di luar kontrol pemimpin; 6. derajat jarak spasial antara supervisor dengan anggota).

Tidak seperti pendekatan transformasional yang mengasumsikan perilaku transformasional, pemimpinlah yang menjadi kunci untuk peningkatan efektivitas kepemimpinan. Sedangkan pendekatan substitusi kepemimpinan mengasumsikan bahwa kunci riil efektivitas kepemimpinan adalah “mensubstitusi” perilaku pemimpin, sehingga pemimpin dapat mengadaptasi perilakunya agar sesuai. Secara khusus, situasi kepemimpinan (karakteristik anggota, karakteristik tugas, dan karakteristik organisasional) dapat mengganti atau mengimbangi perilaku pemimpin dalam mempengaruhi kepuasan dan kinerja anggota (Luthans, 1995:317).

Riset tentang kepemimpinan yang mengabaikan efek pengganti dapat gagal untuk menyingkap hubungan yang dihipotesiskan. Substitusi bisa dikorelasikan dengan prediktor dan kriteria, tetapi cenderung untuk meningkatkan koefisien yang valid ketika dimasukkan seperangkat prediktor. Prediktor itu tidak hanya cenderung akan mempengaruhi, dimana sikap pemimpin berpengaruh, tetapi juga cenderung untuk


(62)

mempengaruhi terhadap variabel kriteria. Kerr & Jermier (1978) yang dikutip oleh Podsakoff et al., (1996:262) secara eksplisit mengusulkan bahwa substitusi kepemimpinan dapat memoderatkan dampak perilaku supportif, yang dipandang oleh banyak orang sebagai suatu bentuk kepemimpinan transformasional. Hipotesis ini selanjutnya menemukan dukungan parsial dalam karya Dobbins & Zaccaro yang dikutip oleh Podsakoff et al., (1996:262), yang menentukan bahwa kohesivitas kelompok memoderatkan dampak dari dukungan individual pada kepuasan kerja.

Penggantian lain untuk kepemimpinan instrumental adalah tugas yang sederhana dan berulang. Bawahan dapat belajar keterampilan yang tepat untuk jenis tugas ini secara cepat tanpa pelatihan dan arahan yang luas oleh pemimpin mereka. Saat tugas itu memberikan umpan balik otomatis mengenai bagaimana baiknya pekerjaan itu dilakukan, pemimpin tidak perlu memberikan banyak umpan balik. Sebagai contohnya sebuah studi menemukan bahwa para pekerja dalam sebuah perusahan yang memiliki jaringan sistim komputer dan pabrikasi yang terintegrasi secara komputerisasi tidak membutuhkan banyak pengawasan karena mereka mampu


(63)

47

memperoleh umpan balik atas produktifitas dan kualitas secara langsung dari sistem informasi, dan mereka dapat memperoleh bantuan dalam memecahkan masalah dengan menanyakan orang lain dalam jaringan itu (Lawlwr, 1988 dalam Yukl Gary; 2010).

Dalam organisasi yang memiliki peraturan, regulasi dan kebijakan yang tertulis dengan rinci, hanya diperlukan sedikit arahan saat peraturan dan kebijakan telah dipelajari oleh bawahan. Peraturan dan kebijakan dapat berfungsi sebagai netralisator dan juga sebagai pengganti jika mereka begitu tidak fleksibel sehingga mencegah seorang pemimpin membuat perubahan dalam pemberian tugas atau prosedur kerja untuk memudahkan upaya bawahan. Pengganti lainnya untuk kepemimpinan suportif adalah kelompok kerja yang amat kohesif dimana bawahan mendapatkan dukungan psikologis satu sama lain saat dibutuhkan. Kohesivitas kelompok dapat menggantikan upaya kepemimpinan untuk memotifasi bawahan jika terdapat tekanan sosial bagi setiap anggota untuk membuat sebuah konstribusi yang penting kepada tugas kelompok. Di sisi lain kohesivitas dapat berfungsi sebagai netralisator jika


(64)

hubungan dengan manajemen ternyata buruk, dan tekanan sosial digunakan untuk membatasi produksi (Yukl Gary; 2010).

Berdasarkan uraian-uraian di atas konsep substitusi kepemimpinan adalah teori kepemimpinan yang menekankan pada situasi tertentu, bawahan, tugas dan organisasi dapat mengganti perilaku seorang pemimpin. (Robbin dan Judge, 2008:67).

Dimana konsep ini merupakan kunci untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan dengan mengidentifikasi variabel-variabel situasional yang bisa mensubstitusi, menetralkan, atau meningkatkan efek perilaku seorang pemimpin.

Delapan dimensi substitusi kepemimpinan yang diidentifikasi oleh Kerr & Jermier (1978) dikembangkan oleh Podsakoff, Mac Kenzie & Fetter (1993:10) adalah sebagai berikut; 1) Kemampuan, pengalaman, pelatihan, 2) Orientasi profesional, 3) Ketidakpedulian terhadap reward, 4) Tugas-tugas yang secara intrinsik memuaskan, 5) Formalitas organisasi, 6) Infleksibilitas organisasional, 7) Kelompok


(65)

49

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Judul Penelitian

Penulis / Peneliti Persamaan dengan penelitian ini Hasil 1 Pengaruh

kepemimpinan tranformasional dan

kepemimpinan traksaksional serta motivasi kerja terhadap kinerja dan kepuasan

individual

karyawan dalam organisasi perusahaan industri telekomunikasi Dadi Komaradi, Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol.7 No 1, 2009)

Kepemimpinan transformasional , kepuasan kerja

Hasil penelitian ini adalah bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

2 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap

Kepuasan Kerja Karyawan,

Yenny Anggraeni dan T. Elisabeth Cintya Santosa, Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis Vol. 10 No. 1 Maret 2013

Kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja

Hasilnya

menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan


(66)

Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Judul Penelitian

Penulis / Peneliti Persamaan dengan penelitian ini Hasil 3 Pengaruh

Kepemimpinan dan Kompensasi terhadap

Kepuasan Kerja Karyawan PT. Pasoka Sumber Karya Padang, Fischa Oktaviane, 2013, Jurnal Elektronik Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang, Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa:(1) Kepemimpinan berpengaruh signifikan

terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Pasoka Sumber Karya Padang

4 Gaya

Kepemimpinan Dan Lingkungan Kerja

Pengaruhnya Terhadap Kepuasan

Kerja Karyawan Pada PT. Pos Indonesia (Persero) Manado, Pegi Plangiten, 2013, Jurnal EMBA Vol.1 No.4 Desember 2013

Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja

Hasil penelitian menunjukan gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh

terhadap kepuasan kerja. Pimpinan sebaiknya

memperhatikan gaya kepemimpinan dan menciptakan

lingkungan kerja yang kondusif guna meningkatkan

kepuasan kerja karyawan pada PT. Pos Indonesia (Persero) Manado.


(1)

11 Hipotesis kedua

Substitusi kepemimpinan memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta, hasil nilai t statistik adalah 1.259 ≤ 1.96, sehingga disimpulkan substitusi kepemimpinan tidak memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

PEMBAHASAN

Terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta

Pengujian terhadap hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta ternyata terbukti. Artinya Kepemimpinan Transformasional mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta. Hal ini dapat ditunjukkan dengan koefisien estimasi dari indicator kepemimpinan transformasional yang paling dominan mempengaruhi kepuasan kerja adalah indicator (KT07) dengan pernyataan “atasan mempertimbangkan perasaan anda”. Dimana hal ini menunjukkan bahwa pimpinan diharapkan mampu memberikan rasa aman dan pimpinan sebagai problem solving atau pemecah masalah bagi para anggota anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta dimana hal ini akan mempengaruhi kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta secara signifikan.

Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dadi Komaradi (2009) Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol.7 No 1, dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Transaksional serta Motivasi Kerja dan Kepuasan Individual Karyawan dalam Organisasi Perusahaan Industri Telekomunikasi”, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

Kondisi ini sesuai dengan yang diutarakan Luthans (1995) bahwa seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap pekerjaannya, mengindikasikan mempunyai tingkat kepuasan pekerjaan yang tinggi. Sebaliknya seseorang yang mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaannya, mengindikasikan orang tersebut tidak puas dengan pekerjaannya.


(2)

12 Substitusi kepemimpinan tidak memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta

Pengujian terhadap hipotesis kedua yang menyatakan bahwa Substitusi kepemimpinan tidak memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta ternyata tidak terbukti. Artinya substitusi kepemimpinan tidak mempunyai pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa subtitusi kepemimpinan bukan sebagai pemoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja para anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta. Semakin tinggi substitusi kepemimpinan, maka pengaruh positif antara kepemimpinan transformasional terhadap kinerja akan semakin meningkat. Sebaliknya, semakin rendah substitusi kepemimpinan maka pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja akan semakin menurun.

Dengan kata lain, naik atau turunnya substitusi kepemimpinan tidak mempengaruhi secara signifikan pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja para anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:

1) Terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

2) Substitusi kepemimpinan tidak memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta.

KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan sebagai berikut:

1. Peneliti tidak mempertimbangkan seluruh faktor yang mungkin mempengaruhi kepuasan kerja anggota pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda D. I. Yogyakarta dan mengasumsikan bahwa kepuasan kerja hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor kepemimpinan transformasional dan substitusi kepemimpinan. Untuk selanjutnya bisa dilakukan penelitian dengan mempertimbangkan lebih banyak lagi variabel yang diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja.


(3)

13 2. Subyek pada penelitian ini sangat terbatas sehingga tidak bisa digunakan untuk menggeneralisasi untuk lingkup yang lebih besar. Jika memungkinkan penelitian selanjutnya bisa dilakukan dengan sampel yang lebih besar dengan karakteristik responden yang lebih beragam.

SARAN

Berdasarkan hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini, maka dapat diberikan saran sebagai berikut: Kepemimpinan transformasional pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda DIY dalam penelitian ini berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja sehingga gaya kepemimpinan transformasional pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda DIY harus dipertahankan. Hal ini dikarenakan setiap ada peningkatan pada gaya kepemimpinan transformasional maka akan diikuti pula oleh peningkatan kepuasan kerja anggota Detasemen A Pelopor Satbrimobda DIY. Untuk lebih meningkatkan peran substitusi kepemimpinan terhadap kepuasan kerja anggota kepolisian di Detasemen A Pelopor Satbrimobda DIY, maka hal yang harus dilakukan pimpinan pada Detasemen A Pelopor Satbrimobda DIY pimpinan harus lebih bijak dalam melihat dan membaca situasi yang terjadi pada keadaan anggota setelah mendapatkan gaya kepemimpinan terdahulu dengan menstimulasi bawahannya untuk berlaku inovatif dan kreatif pendekatan situasi yang lama dengan cara yang baru, menggunakan kecerdasan, mengutamakan rasionalitas dan melakukan pemecahan masalah secara teliti.

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D. 1991. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian. Dalam Singarimbun dan Effendi, S. (Editor). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Arikunto, S. 1992. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Bandura, A. 1977. Social learning theory. Englewood Cliffs. NJ: Prentice-Hall. Dalam Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., and Bommer, W.H. 1996. Transformational leader behaviors and Substitutes for leadership as determinants of employee satisfaction, commitment, trust, and organizational citizenship behaviors. Journal of management. Vol.22 No.2: 259-298. Bass, B.M. 1985. leadership and performance beyond expectation. New York: Free Press. Bryman, A. 1992. Charisma and leadership in organizations. London: Sage.

Burn, J.M. 1978. leadership. New York: Harper & Row.

Conger, J.A. and Kanungo, R.N. 1978. Toward a behavioral theory of charismatic leadership in organizational settings.Academy of Management Review, 12: 637-647.


(4)

14 Cooper, R.D. end emory, W.C. 1995. Business research Menthods (5th ed.). London: Richard D.

Irwin, Inc.

Davis, K. and Newstorm, J.W. 1995. Human Behavior at Work: Organizations Behavior (7th ed.) alih bahasa: Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.

Dobbins, G.H. and Zaccaro, S.J. 1986. The effect of group cohesion and leader behavior on subordinate satisfaction. Dalam Podsakoff, P.M., Mackenzie, S.B., and Bommer, W.H. 1996. Transformational leader behavior and substitutes for leadership as determinants of employee satisfaction, commitment, trust, and organizational citizenship behavior. Journal

of Management. Vol.22 No.2: 259-298.

Dubinsky, A.J. Yammarino, F.J. and Jolson, M.A.1995. An Examination of Linkages Between Personal Characteristics and Dimensions of Transformational Leadership. Journal of Business and Psychology. Vol. 9 No.3: 315-335.

Ghozali, Imam, 2008, Model Persamaan Structural, Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 16, Semarang. BP Undip.

Ghozali, Imam,2011, SEM dengan PLS, Semarang: Universitas Diponegoro.

Gibson, J.L. Ivancevich, J.M. 1997. Organizations: Behavior, Structure, Processes (9th ed.). USA: Richard D. Irwin.

Hair, F.J.Jr., R.E. Anderson, Tatham, R.L., and Black, W.G. 1995. Multivariate Data Analysis: with Reading (4th ed.). USA: Prentice Hall International Inc.

Handoko, H. dan Tjiptono, F. 1996. Kepemimpinan Transformasional dan pemberdayaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 11, No. 1 Yogyakarta: BPFE.

Haryono, Siswoyo 2012, Metodologi Penelitian Bisnis, Teori Dan Aplikasi, Palembang, Badan Penerbit MM UTP

Howell, J.M. and Frost, P.J. 1989. A laboratory study of charismatic leadership. Dalam Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., and Bommer, W.H. 1996. Transformational leader behaviors and substitutes for leadership as determinants of employee satisfaction, commitment, trust, and organizational citizenship behaviors. Journal of Management. Vol. 22 No. 2: 259-298. Kerr, S. and Jermier, J.M. 1978. Substitutes for leadership: Their meaning and measurement.

Organizational Behavior and Human Performance. 22: 375-403.

Komaradi, Dadi, 2009. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional serta Motivasi Kerja terhadap Kinerja dan Kepuasan Individual Karyawan dalam Organisasi

Perusahaan Industri Telekomunikasi, Jurnal Aplikasi Manajemen Vol. 7 No.1, Riau, Dinas


(5)

15 Lawler III, E.E.1973. Job Satisfaction and Expression of Emotion in Organizations. Dalam Staw, M.D. 1991. Psycological Dimension of Organizational Behavior. New York: Macmilan Publishing Company.

Lensufiie, Tikno.(2010). Leadership untuk Profesional dan Mahasiswa. Jakarta: Esensi. Luthans, F. 1995. Organizational Behavior (7th ed.). Singapore: MacGraw-Hill

Mantra, I.B. dan Kasto. 1989. Penentuan Sampel. Dalam Singarimbun, M. dan Effendi, S. (Editor).

Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Nonis Sarath A, Sager Jeffrey K, and Kumar Kamlesh. 1996. Salespeople’s Use of Upward

Influence Tactics (UITs) in Coping With Role Stress. Journal of the Academy of Marketing Science. Vol.24, No.1, 44-56.

Podsakoff, P.M. and Mackenzie, S.B. 1994. And Examination of the Psychometric Properties and Nomological Validity of Some Revised and Reduced Substitutes for leadershipScales. Journal of Applied Psycology. VI. 79, No. 5: 702-713.

Podsakoff, P.M. and Mackenzie, S.B., and Bommer, W.H. 1996. Transformational leader behaviors and substitutes for leadership as determinants of employee satisfaction, commitment, trust, and organizational citizenship behaviors. Journal of Management.

Vol.22 No.2: 259-298.

Podsakoff, P.M. Mackenzie, S.B., and Fetter, R. 1990. Substitutes For Leadership And The Management Professionals.Leadership Quaterly. 4: 1-44.

Podsakoff, P.M. Niehoff, B.P., Mackenzie, S.B., and Williams, M.L. 1993. Do Substitutes For Leadership Really Substitutes For Leadership? An Empirical Examination Of Kerr And Jermier’s Situational Leadership Model. Professionals. Organizational Behavior and Human Decision Processes. 54:1-44.

Robbins dan Judge. 2008. PerilakuOrganisasi, Buku2. Jakarta : Salemba Empat.

Robbins, P.S. 1996. Organizational Behavior : Concepts, Controversies, Aplication. Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: Prenhallindo.

Robbins, P.S. 2001. Perilaku Organisasi. Edisi Kedelapan, Jilid I, Jakarta: Prenhallindo. Robbins, Stephen. 2006. Prilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Jakarta : PT. Indeks.

Santosa, S. 2001. SPSS : Mengolah Data Statistik Secara professional (ed. 4). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Tjiptono, F. dan Syakhroza, A. 1999. Kepemimpinan Transformasional. Usahawan. No. 09Th, XXVIII, September 1999. Jakarta: UI-Pres.

Usman, H. dan Akbar P.R. 1995. Pengantar Statistika (ed. 1) Vol.22 No.2: 259-298. Jakrta: Bumu Aksara.


(6)

16 Wexley, K.N. and Yukl, G.A. 1992. Organizational Behavior and Personnel Psycology. Alih

bahasa Shobaruddin. Jakarta: Rineka Cipta.

Wibowo. 2010. Budaya Organisasi; Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. Jakarta: Rajawali Pers.

Wibowo. 2010. Manajemen Kinerja. Jakarta : Rajawali Pers.

Wijaya Tony, 2009, Analisis Structural Equation Modeling, Yogyakarta, Atmajaya.

Yamin, Sofyan, Kurniawan, 2011, Partial Least Square Path Modeling, Jakarta, Salemba Infotek. Yenny Anggraeni dan T. Elisabeth Cintya Santosa, 2013, Pengaruh Kepemimpinan

Transformasional Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan, Jurnal Jurnal Dinamika Ekonomi

& Bisnis Vol. 10 No. 1.

Yukl Gary. 2010. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta :Indeks

Yukl, A.G. 2009. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Edisi kelima. Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Indeks.

Yukl, G.A. 1994. Leadership in organizations (3rd ed.). Singapore: Prentice-Hall.


Dokumen yang terkait

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PROYEK KONSTRUKSI.

0 8 13

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KEPUASAN PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT. MADU BARU YOGYAKARTA.

0 4 17

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN BALAI PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN BALAI PELESTARIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL.

0 4 15

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KEPUASAN KERJA Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Kepuasan Kerja.

0 3 16

Analisis Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening pada Analisis Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Interven

0 2 22

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN KUD MUSUK BOYOLALI.

0 1 5

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA CV. MANGGALA JATI KLATEN.

0 1 15

Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap Kinerja Kerja yang Dimediasi oleh Kerjasama Tim.

0 8 37

Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dan Efektivitas Kepemimpinan.

0 5 22

Pengaruh Kepemimpinan Transformasional d. pdf

0 0 16