Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove (Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris) Sebagai Bahan Alami Antibakterial: Pada Patogen Udang Windu, Vibrio harveyi

EKSTRAKSI DAN MANFAAT EKSTRAK MANGROVE
(Soniteratin nlba dan Sonneratia caseolaris) SEBAGAI
BAHAN ALAMI ANTIBAKTERJAL: PADA PATOGEN
UDANG WINDU, Vibrio Itnrveyi

OLEH
PARSIHOLAN EFFENDY NAIBORHU

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK

PARSIHOLAN EFFENDY NAIBORHU. Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove
(So~u~eralia
alba dan Sonneratia caseolaris) Sebagai Bahan Alami Antibakterial:
Pada Patogen Udang Windu, Vibrio harveyi. Dibimbing oleh Dr. Ir. DARNAS
DmA, M.Sc dan Dr. Ir. SUKENDA, M.Sc.
Ulltuk mengetahui peranan ekstrak mangrove Sonneralia alba dan
S. ca.reolnris (daun, kelopak, buah dan biji) sebagai bahan alarni antibakterial

terhadap I/. haweyi, telah dilakukan percobaan uji daya hambat dengan difusi agar
metode Kirby-Barier; metode hitu17gatl cmua17, metode n7ikrokoson7 dan analisis
kualitatif senyawa aktif ekstrak mangrove. Dari hasil metode KirIy-barter denzan
10.0; 15.0; dan 20.0 (gll) diperoleh
konsentrasi perlakuan 0.0 ; 0.3; 0.5; 1 . 0 0
bahwa daya hambat ekstrak buah dan ekstrak kelopak kedua jenis So1717emlia
terhadap pertumbuhan bakteri K harijeyi yang ditulijukkan dengan diameter zona
hambat bakteri, lebih besar dibanding ekstrak biji dar! ekstrak daun. Konsentrasi
terendah ekstrak yang dapat menghsmbat pertumbu'nzn bakteri V. harl~eyi pada
metode ini adalah 1.0 g/l. Selanjutnya hasil ini dipertegas pada metode hitlingan
cawa17 dengan konsentrasi perlakuan yang dicobakan 0.5; 1.0; dan 3.0 (g ekstrak/l
SWC), dimana pada konsentrasi 1.0 g/l perlakuan ekstrak buah dan kelopak
S. caseolaris tidak ditumbuhi koloni K harveyi sementara pada ekstrak buah dan
kelopak S. alba, masing-masing terdapat 2 koloni sedangkan pada kontrol tanpa
perlakuan ekstrak, terdapat 82 koloni K harveyi pada masa inkubasi 24-96 jam.
Ekstrak buah dan kelopak S. caseolaris ini selanjutnya dicobakan pada metode
n~ikrokoson~dengan konsentrasi perlakuan 0.5; 1.0; dan 3.0 (g/l). Hasil yang
diperoleh adalah, bahwa pada semua konsentrasi ekstrak yang dicobakan dapat
membunuh bakteri sehingga tejadi penurunan jumlah sel bakteri. Konsentrasi 1.0 g/l
adalah konsentrasi terendah ekstrak yzng dapat membunuh bakteri V. harveyi masa

inkubasi 48 jam, dimana pada konsentrasi ini tidak terdapat koloni V. harveyi yang
tumbuh pada cawan petri pada perhitungan pengenceran yang dilakukan. Bahan aktif
yang terdapat pada ekstrak kelopak dan buah S. caseolaris tersebut sama yaitu
flavonoid, steroid, fenol hidrokuinon dan tanin.

SURAT PERNIrATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

EKSTRAKSI DAN MANFAAT EKSTRAK MANGROVE
( S o t ~ n c r ~ ~nlbn
t i n dan Sonnerntin cnseolnris) SEBAGAI BAHAN ALAMI
ANTIBAKTERIAL: PADA PATOGEN UDANG WINDU, Vibrio hnr~leyi

Adalah benar merupakan hasil k a ~ y a saya sendiri dan belum pernal~
dipublikasikan oleh orang lain. Semua sumber data dan inforn~asiyang
digr~nakantelah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

PARSIHOLAN E ~ E N D YNAIBORHU
NRP. P 1 9 5 0 0 0 2 2


EKSTRAKSI DAN MANFAAT EKSTRAK MANGROVE
(Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris) SEBAGAI
BAHAN ALAIMI ANTIBAKTERIAL: PADA PATOGEN
UDANG WINDU, Vibrio Iznrveyi

PARSIHOLAN EFFENDY NAIBORHU

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Umu Perairan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove (Sontlelzrtin nlbn dan


Sotmeratin cnseolcwis) Sebagai Bahan Alami Antibakterial: Pada
Patogen Udang Windu, Vibrio hm~jeyyi
Na~na
: Parsiholan Effendy Naiborhu
: P19500022
NRP
Program Studi . Ilmu Perairan

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan

Tanggal Lulus : 24 Desember 2002

r Program Pascasarjana


RIWAYAT HIDUP

PARSIHOLAN EFFENDY NAmORHU dilahirkan pada tanggal
9 November 1975 di Penlatang Siantar, Sumatera Utara. Mempakan anak ketujuh
dari delapan bersaudara dari pasangan yang berbahagia Alm. Bapak S. Naiborhu dan
Ibu R. br Sianipar.
Penulis mengikuti pendidikan formal di SD Negeri 125556 Sinaksak
Pematang Siantar, lulus tahun 1988. Pada tahun yang sarna penulis melanjutkan ke
SMF Katolik Cinta Rakyat 4 Sinaksak Pematang Siantar, lulus tahun 1991.
Selanjutnya penulis melanjutkan studi ke SMA Negeri 2 Pematang Siantar dan lulus
tahun 1994. Pada tahun 1995 penulis diterima melalui jalur UMPTN di Fakultas
Perikanan Universitas P.iau, Pekanbarx pada Program ~t;di Budidaya Perairan, dan
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada tanggal 25 Maret 1999. Pada tahun 2000,
penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan stlidi Magister S2 di Program
Studi Ilniu Perairan pada Program Pascasarjana IPB dan memperoleh beasiswa dari
BPPS (Beasiswa Program Pascasarjana) serta dinyatakan lulus pada tanggal 24
Desember 2002. Selama menempuh program pascasarjana, penulis mendapat
kesempatan mengikuti International Symposium on Crustacean Fisheries 2002 dan
sebagai pemakalah pada Seminar Nasional Crustacea ke-2 tahun 2002 yang diadakan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Adapun judul penelitian
yang dilakukan sejak bulan Mei - Oktober 2002 ini ialah Ekstraksi dan Manfaat
alba dan Sonnerntia caseolwis) Sebagai Bahan Alami
Ekstrak Mangrove (Sot~treratia
Antibakterial: Pada Patogen Udang Windu, Vibrio hnrileyi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada orang tua, abang, kakak-kakakku dan adek Maria Manurung serta keluarga
lainnya atas dukungan, perhatian dan doa yang tulus yang telah diberikan. Kepada
Bapak Dr. Ir. Darnas Dana, M.Sc selaku Ketua Komisi pembimbing dan Bapak
yang telah banyak
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembin~bi~g,
membel-ikan himbingan, pexgarahan dan. motivasi yang tulus selan~a penelitian
berlangsung hingga selesainya penulisan tesis ini.
Ucapan terimakasih juga peaulis sampaikan kepada pimpinan, staf, karyawan
pada Program Pascasarjana. IPB serta seluruh jajaran dosen pada Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan IPB, khususnya pada Program Studi Ilmu Perairan. Tidak lupa
saya juga mengucapkan terimakasih kepada kepala dan teknisi Laboratorium

Kesehatan Ikan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
IPB, Laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor,
Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB, yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan
selama penelitian dilaksanakan.
Ungkapan rasa terimakasih juga disampaikan kepada seluruh rekan-rekan
ALR 2000, Bang Daniel Manurung, Lae Herbert, Ria, Shanty, KO Tigran-Lenny,
Bapak Frankie, Bapak Gurgur, Bapak galung, Bapak Asda, Bapak sahala, Bapak
Harold, Bapak Limbong, dan rekan-rekan laimya yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu, yang telah banyak memberikan dukungan selama studi, penelitian dan
penyususan tesis ini. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada beasiswa BPPS yang
memberikan keringanan biaya selama penulis menempuh program S2 di IPB.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan
banyak terimakasih

Bogor, Desember 2002
Penulis

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL .....................................................................................................
DAFTAR GAMEL4R ................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ......................................

vi
vii

...
.
.
VIII

PENDAHULUAN
Latar Belakan
Perurnusan Masalah ......................................................................................
Tujuan dan Manfaat .....................................................................................
Hipotesis ..................................................................................

1
1

2
3
4

TMJAUAN PUSTAKA.......................................................................................

5

METODOLOGI ..............................................................................................
Waktu dan Tempat ......................................................................
Bahan dan Metode ......................................................................
Penyediaan Sampel ...................................................................................
Ekstraksi ....................................................................................................
Uji Daya Hambat Dengan D i s i Agar Metode Kirby-Bauer.................
Uji Daya Hambat Dengan Metode Hitungan Cawan............................
Uji Daya Mematikan Dengan Metode Mikrokosom.............................
Analisis Kualitatif kandungan Bahan Aktif Ekstrak Mangrove................
Analisis Data .............................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................
Penyediaan Sampel

Ekstraksi ........................................................................................................
Uji Daya Hambat Dengan Dihsi Agar Metode Kirby-Bauer ..........................
Uji Daya Hambat Dengan Metode Hitungan Cawan ...................................
Uji Daya Mematikan Dengan Metode Mikrokosom................................
Kandungan Bahan Aktif Ekstrak

30
30
31
33
37
45
48

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

56

DAFTAR TABEL
Halaman

1. Perbandingan Berat Sampel Segar dengan Sampel Hasil Pengeringan ........

30

2. Berat Sampel Sebelum dan Sesudah Ekstraksi Menggunakan Soxhlet .........

32

3. Rata-rata diameter zona hambat pertumbuhan bakteri V. harveyi yang
diberi perlakuan ekstrak mangrove setelah inkubasi 24 jam pada suhu 25°C

33

4. Jumlah Koloni Bakteri V. harveyi yang tumbuh pada Uji Antibakterial
dengan Pemberian Ekstrak Keiopak dan Ekstrak Buah dengan Konsentrasi
0.5 g/I (ekstraW SWC padat) ............................................................................38
5. Jumlah Koloni Bakteri V. harveyi yang tumbuh pada Uji Antibakterial
dengan Pemberian Ekstrak Kelopak dan Ekstrak Buah dengan Konsentrasi
1.0 g/l (ekstraW SWC padat) ............................................................................ 41
6. Jumlah Koloni Bakteri V. harveyi yang tumbuh pada Uji Antibakterial
dengan Pemberian Ekstrak Kelopak dan Ekstrak Buah dengan Konsentrasi
3.0 g/I (ekstraM SWC padat) ..........................................................................43
7. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kelopak dan EkstrakBuah S. caseolaris
terhadap Pertumbuhan bakteri V. harveyi pada Media Air Laut ..................

45

8. Kandungan Senyawa Bahan Alami Ekstrak Kelopak dan Ekstrak Buah
S. caseoloris .................................................................................................. 48

DAFTAR GAMBAR

1. Komunitas Hutan Mangrove Muara .4ngke...................................................
2. Mangrove So1n1erafiaalba .........................................................,,....,...,........
3. Mangrove So1717erafincaseolaris... ................................................................
4. Perakaran Jenis mangrove So17r7eratia (Pidada) ........ ... ...... ..... ....... .... .... .. ....
5. Sampel S. caseolaris ........................
6. Sampel S. alba
7. Soxhlet
8. Penguap Putar Rotavapor (rotavapor) .........................................................
9. Inkubator Water Bath
. ............................................
10. Diagaram Perbandingan Diameter Zona Hambat Ekstrak S. alba ................
11. Diagaram Perbandingar. Diameter Zona Hambat Ekstrak S. caseolaris.......
12. Diagram Jumlah Koloni V. harbeyi yang Tumbuh Pada Media Agar
Dengan Konsentrasi Ekstrak 0.5 gA ...............................................................
13. Diagram Jumlah Koloni V: harbeyi yang Tumbuh Pada Media Agar
Dengan Konsentrasi Ekstrak 1.0 g11
14. Diagram Jumlah Koloni V. harbeyi yang Tumbuh Pada Media Agar
Dengan Konsentrasi Ekstrak 3.0 g/i...............................................................
15. Grafik Fluktuasi Pertumbuhan Bakteri pada Perlakuan Ekstrak Buah
. .
S. caseolaris pada Med~aAtr Laut........... ............... .... ....... .... ........ ............. ...
16. Grafik Fluktuasi Pertumbuhan Bakteri pada Perlakuan Ekstrak Kelopak
......................
S. caseo1nr.i~pada Media Air Laut
17. Hasil Ekstraksi
18. Zona Hambat (Clear Zone ) Disekitar Kertas Cakaram ................................
19. Media Mikrokosom (air laut) yang Telah Diberi J? har~jeyi.........................
20. Uji Ekstrak Mangrove pada Metode Mikrokosom ........................................
21. Tidak Ditemukannya Koloni V. hanreyi pada Perlakuan Ekstrak Kelopak
S. caseolmis pada Pengenceran 10-1........... ............... ........... ......... ......... .........
22. Tidak Ditemukannya Koloni V. hanleyi pada Perlakuan Ekstrak Buah
-1
S. caseolnlis pada Pengenceran 10 .............. ..... . ...... ......... .............

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

I . Prosedur Pembuatan Media SWC (Sea Water Complete) Padat 100 %
Untuk 1000 ml .....................................................................................

61

2. Prosedur Pembuatan Media Mikrokosom ...........................................

62

3. Prosedur Pembuatan Media SWC Cair 25 % Untuk 100 mi ..............

63

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit vibriosis pada udang baik itu di pembenihan maupun di tambak,
merupakan salah satu jenis penyakit yang sering menyebabkan kerugian besar akibat
kematian yang ditimbulkannya. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Vibr-io sp. dan
serangannya dapat menyebar dalam waktu yang cepat. Beberapa spesies i~ibr-ioyang
ditemukan dan sering menimbulkan penyakit pada udang di tambak adalah Vibr-ic
hnrileyi, V. par-ahaenrolyticrrs, K algi?lolylicrrs, K a~~griillnr-rim,
% i~rih~inicris,
dan
j7iii~inlis(Lightner, 1988 ; Boer dan Zafran, 1992).
Pencegahan penyebaran penyakit perlu dilakukan secara dini. Hal ini
memerlukan diagnosis dan penanganan yang tepat. Upaya pencegahan dapat
dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan bahan kimia lainnya, namun dalam
jangka waktu yang lama dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan
perairan dan menimbulkan resistensi patogen.
Sampai saat ini pencegahan penyakit vibriosis dengan menggunakan bahan
kimia dan obat-obatan masih banyak dilakukan, dan cara ini dapat memperkecil
risiko kematian. Namun belum ada jenis bahan antibakterial yang efektif mampu
membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri Vibr-iosp. yang ramah lingkungan
serta mudah terurai di perairan. Oleh karena itu perlu dikaji penggunaan bahan
antibakterial

yang

bakteri tersebut.

bersifat

alami

dan

efektif

untuk

mencegah

serangan

Salah satu bahan alami yang diketahui mengandung senyawa antibakterial
adalah tumbuhan mangrove. Effendi dan Suhardi (1998) telah melakukan penelitian
terhadap beberapa jenis mangrove (Xhizophora apinnrlata, Ai.ice17nia alba,

Brrrgrriera aynlnorrhiza, dan Nypa fnrticans), dan tumbuhan ini mampu membunuh
serta menghambat pertumbuhan bakterl V. han~eyidan V. parahaen7olyticrrs. Selain
jenis mangrove tersebut, Sotn~eratiaovata juga inerupakan jenis tumbuhan mangrove
yang dapat membunuh serta menghambat pertumbuhan bakteri Aerontonns

hydrophila (Naiborhu ef al., 1999).
Tumbuhan mangove selain dapat meningkatkan kesuburan perairan melalui
serasah yang dihasilkannya, juga menghasilkan senyawa aktif seperti: saponin,
flavonoid, oktakosil alkohol yang aktif sebagai senyawa antimikroba (Nursal

el al., 1998)

Perurnusan Masalah
Kematian udang di tambak, sebagai akibat serangan penyakit yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, merupakan salah satu permasalahan yang timbul dalam usaha
budidaya udang windu. Salah satu j e ~ i sbakteri yang sering menyebabkan kematian
pada udang, khususnya pada tingkat larva, pascalarva dan juvenil, adalah

Vibrio hnrileyi.
Berbagai cara telah banyak dilakukan untuk mengatasi infeksi bakteri ink.
Penggunaan bahan-bahan kimia dan obat-obatan sudah banyak dilakukan, namun
belum ada jenis bahan antibakterial yang efektif untuk mengatasi serangan bakteri

tersebut Penggunaan bahan kimia dapat menimbulkan resistensi patogen, dampak
lingkungan dan bahaya residu bagi konsumen
Untuk menghindari serangan infeksi bakteri tersebut, salah satu altematif
yang dapat dilakukan adalah penggunaan bahan antibakterial lain yang bersifat alami
dan efektif untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri, ramah
lingkungan dan mudah terurai di perairan.
Dari beberapa penelitian terhadap tumbuhan mangrove, diketahui bahwa
tumbuhan ini merupakan bahan alami yang mengandung senyawa bioaktif seperti:
saponin, tanin, flavonoid, diterpenoid, oktakosil alkohol yang aktif sebagai bahan
antimikroba (Nursal el al., 1998)
Sor7neratia alba dan S. caseolaris adalah beberapa jenis tumbuhan mangrove

yang dapat ditemui di daerah pesisir sekitar tambak, namun keberadaan tumbuhan ini
sebagai bahan antibakterial belum banyak diketahui. Untuk mengetahui potensi bahan
aktif tumbuhan ini, sangat perlu dilakukan penelitian untuk mengendalikan infeksi
bakteri V. han~eyi,patogen pada udang windu (Penaeus monodon).

Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menghasilkan ekstrak mangrove (So1717eratia alba dan S. caseolaris) serta

mengetahui potensinya sebagai bahan alami antibakteri terhadap V. harveyi.
2. Mendapatkan bagian tumbuhan mangrove yang dicobakan yang memiliki

kemampuan terbaik untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri

V. harveyi.

5. Mengetahui senyawa bahan aktif yang terdapat pada tumbuhan mangrove terbaik
yang telah dicobakan.

4. Mendapatkan konsentrasi terendah yang nyata dapat menghambat dan tnembunuh
bakteri I.: hnrljeyi.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting tentang
kemampuan bahan alami antibakteri yang terdapat pada tumbuhan Sot~neratiasp.
dalam mengatasi masalah penyakit, khususnya akibat serangan bakteri V. har~~eyi.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah jika bahan aktif ekstrak
mangrove bersifat antibakterial, maka pada konsentrasi tertentu akan mampu
membunuh bakteri K harveyi, sehingga dapat digunakan dalam pengendalian
penyakit bakterial pada udang windu.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Penyakit Bakterial
Pengendalian penyakit merupakan faktor yang sangat penting dalarn usaha
budidaya perairan. Jika tidak ditangani secara dini dapat rnenirnbulkan kerugian yang
besar (Sunaryanto dan Mintardjo, 1980). Usaha pengendalian harna dan penyakit ikan
sebaiknya lebih ditekankan pada sistem pengendalian harna dan penyakit secara
terpadu, tanpa rnensganggu ekosistern dan masyzrakat yang mengkonsumsinya.
Dengan kata lain, jika masih ada cara yang dilakukar. untuk rnengztasinya dan
ternyata rnasih rnemberikan hasil yang baik, tidak perlu digunakan obat-obatan kimia
yang memiliki daya racun yang sulit terurai sehingga dapat mengganggu konsumen,
baik cepat atau pun lambat (Taslihan, 1988).
Dalam kegiatan usaha budidaya ikan dan udang, penyakit dapat rnenyebabkan
kerugian ekonomi akibat kematian yang ditimbulkannya. Tingkat kematian ikan dan
udang selama di
yakni 30%

-

pembenihan maupun selama perneliharaan masih relatif tinggi

70% (Atmomarsono et al., 1993). Kematian ini terutama disebabkan

adanya serangan parasit, virus maupun bakteri (Lightner, 1988)
Banyak

cara yang

dilakukan

oleh panti-panti

pembenihan

rnaupun

pembesaran di Indonesia untuk mengatasi infeksi bakteri. Beberapa diantaranya
adalah penggunaan obat-obatan dan antibiotik. Tingkat keberhasilan cara ini sangat
bervariasi menurut lokasi dan waktu, bahkan penggunaan antibiotik secara

\p

berkelanjutan dan tidak terkontrol dapat menimbulkan resistensi bakteri terhada
obat-obatan dan bahan kimia tersebut (Roza et al., 1997 ;Rukyani, 1993).

Penggunaan bahan-bahan kimia seperti pestisida juga banyak digunakan
dalam pengendalian infeksi bakteri di tambak. Namun cara ini akan berbahaya jika
tidak dilakukan secara terkontrol. Untuk meghindari akibat buruk yang disebabkan
oleh pestisida keras, dapat digunakan pestisida organik atau pestisida alami. Pestisida
alami mempunyai banyak keuntungan di antaranya mudah terdegragasi di perairan,
sehingga dapat mengurangi pencemaran dan tidak membahayakan bagi lingkungan
perairan (Suyanto dan Mudjiman, 1994 ; Nursal et a/., 1998). Lingkungan perairan
yang tercemar akan mengganggu proses budidaya, oleh karena it9 air yang digllnakan
untuk pemeliharaan biota air harus bersih dari segala bahan pencemar baik itu yang
berasal dari mahbak hidup maupan dari komponen kimia lainnya (Murachman, 1995).

Bakteri Vibrio harveyi
Bakteri Vibrio tergolong dalam divisi Bakteria, klas Shyzomycetes, ordo
Eubacterial, family Vibrionaceae dan genus Vibrio. Bakteri ini merupakan bakteri
gram negatif, berbentuk sel tunggal, berbentuk batang pendek yang bengkok (koma)
atau lurus, bersifat motil, oksidase positif, ukuran sel 1-4 mikron, fermentatif
karbohidrat, berpendar dan mempunyai flagella di salah satu kutubnya (Kreig and
Peter, 1984)
Bakteri Vibrio sp. merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi udang
windu. Bakteri patogen dapat dibedakan atas dua tipe yaitu patogen obligate dan

patogen non abligate. Patogen obligate yaitu patogen yang dapat menimbulkan
penyakit setiap kali kontak dengan inangnya atau dengan kata lain bakteri ini dapat
hidup dan berkembang jika mendapatkan inang., sedangkan pathogen non obligate

yaitu patogen yang dapat hidup dan berkembang baik itu di dalam inang maupun
bebas diluar inang, seperti Vibrio sp.
Penularan penyakit bakterial dalam lingkungan perairan, dapat tejadi melalui
kontak langsung dengan inang yang sakit, alat-alat yang digunakan, bagian sisa tubuh
ikan, melalui hewan dan tumbuhan air serta air bekas ikan sakit (Dana dan Angka,
1990). 'Permukaan tubuh seperti kulit dan sirip adalah beberapa tempat media

masuknya bakteri ke dalam tubuh inang, dan daerah ini dapat menjadi gerbang utama
untuk menyebabkan infeksi. Pada saat kondisi kulit inang (kutikula) atau permukaan
tubuh lainnya mengalami luka, maka sangat memungkinkan bakteri patogen untuk
masuk (Sukenda and Wakabayashi, 2001 ; Gilda et al., 1990). Beberapa spesies
bakteri Vibrio sp. yang sering menyebabkan kematian pada fase larva, pasca larva
adalah: Vibrio han~eyi,V. parahaemolyticus, ?l alginolyticus, V. anguillaruni, V.

ioili~inicus,dan V.fluvialis (Boer dan Zafran, 1992).
Kendala utama yang dihadapi panti benih dalam memproduksi benih udang
windu (Penaezis nzonodon ) adalah terjadinya serangan penyakit pada stadia larva.
Salah satu penyakit yang terkenal adalah penyakit kunang-kunang atau "li~niinescent

iibriosi.~"(Lightner et a/., 1990 dalam Roza et al., 1997). Larva yang terinfeksi pada
tingkat parah terlihat bercahaya pada kondisi gelap dan penyebabnya telah
diidentifikasi sebagai V. harveyi. Selain menyebabkan hnang-kunang V. harveyi
juga dapat menyebabkan bercak merah pada dasar bak pemeliharaan larva (Lavilla
Pitogo et al., 1992; Roza et al., 1997).
Bakteri Vibrio sp. melakukan infeksinya ke dalam cairan tubuh larva dan
udang dewasa dengan tanda-tanda kelainan wama pada udang karena ekspansi

kromatofor, erosi eksoskeleton dan bentuk tubuh tidak normal (Sunaryanto ei al..
1987) Sedangkan menurut Taslihan dan Sunaryanto (1992) kematian pada udang saat
stadia larva sampai pasca larva ditandai dengan ciri-ciri: larva kelihatan lemah, tidak
aktif berenang, nafsu makan kurang, tubuh dan antena benvarna merah, dan larva
udang kelihatan menyala seperti yang disebabkan oleh bakteri V. harveyi.
Zoea adalah stadium yang paling rawan terhadap infeksi V. harveyi, karena
pada stadia ini larva sudah mempunyai saluran pencernaan dan mulai aktif makan
terjadi penyusutan
dengan cara menyaring air. Pada larva yang terinfeksi !l har~~eyi
hepatopankreas dan perubahan warna menjadi coklat kehitaman (Roza et a/., 1997).
Menurut Zafran dan Roza (1993) V. harveyi akan bersifat patogen bagi larva udang
windu apabila kepadatannya dalam air pemeliharaan mencapai 8.35 x lo4cWml. Hal
ini senada dengan Prajitno (1995) yang mengatakan bahwa dengan kepadatan bakteri

Vrbrio sp. lo4 seVml, dapat menyebabkan kematian larva udang windu dalam
waktu 24 jam.
Prajitno (1995) mengatakan bahwa pada media agar V. harveyi dapat
menghasilkan cahaya. Cahaya yang dihasiikan oleh bakteri ini diatur oleh sistem
kerja enzim, yaitu enzim luciferase yang berfungsi sebagai katalisator di dalam proses
pengoksidasian asam lemak dan cahaya. Bakteri

V. harveyi akan tumbuh

baik dan membentuk koloni warna hijau dan bercahaya pada kondisi gelap
(Koesharyanti, 1993).

Mangrove Sebagai Antimikrobial
Hutan mangrove atau hutan bakau adalah hutan yang terdapat pada areal
pesisir dengan tanah lumpur atau pasir yang selalu dipengaruhi keadaan pasang sumt
air laut. Ekosistem mangrove merupakan daerah peralihan (ekoton) yang unik, yang
menghubungkan biota daratan dan lautan, dan hngsi hutan mangrove sangat khas
yang kedudukannya tidak tergantikan oleh ekosistem lainnya (Nugroho el a/., 1991).
Melalui beberapa penelitian yang telah dilakukan, tumbuhan mangrove juga
mem~likimanfaat yang besar sebagai bahan antihakterial melalui serasah yang jatuh
ke perairan. Naiborhu el al. (1999) telah menemukan adanya zat antibakterial yang
terdapat pada kelopak putik Sonneratia ovala yang dapat menghambat serta
membunuh bakteri Aeromonas hydrophila, dengan zona hambat bakteri 4 mm pada
kondisi in vilro. Demikian pula halnya Nursal et al. (1998) juga telah menguji adanya
kemampuan antibakterial mangrove Acanthus ilicifolius terhadap bakteri Vibrio sp.
Selain secara ekoiogi, mangrove mempunyai peranan untuk meningkatkan
kesuburan perairan, melalui serasah yang dihasilkannya, tumbuhan ini dilaporkan
banyak menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang aktif sebagai senyawa
antimikrobial. Ekstrak beberapa jenis tumbuhan mangrove, seperti Rhizophora

sfylosa, Sonneratia griffilhi, Kendelia candel, Aegiceras ,floridunr, don Excoecaria
ngnllochn terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri Stophylococczls aureus
(Leswara et al., 1987). Senyawa metabolit sekunder tersebut diduga tumt berperan
dalam mengendalikan populasi mikroorganisme patogen, sehingga akan dapat
mempertahankan kelangsungan hidup biota temtama ikan dan udang yang hidup di
dekat hutan mangrove.

Dari

hasil

studi

fitokimia diketahui

beberapa

tumbuhan

mangrove

mengandung senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada berbagai organ
tumbuhan terutama pada daun, akar dan bijinya. Misalnya pada akarnya dapat

- 2- one, stignlasteril
mengandung senyawa oktakosil, sligmasterol, bet~zoksnzolit~
g l z ~ k ~ p i l ~ ~ saponin
~ o s i a . danflavonoid (Kokpol and Chittawong, 1987 ;Minocha and
Tiwari, 1981). Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan mangrove
tersebut dapat dilepaskan ke lingkungan n~elaluipenguapan, eksudat akar, pencucian
dan pembusukan bagian tumbuhan yang telah mati (Rice, 1984).
Saenger et al. (1983) mencatat 67 macam produk yang dapat dihasilkan oleh
ekosistem hutan mangrove dan sebagian besar telah dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat, misalnya untuk bahan bakar (kayu api, arang dan alkohol), bahan
bangunan, alat penangkapan ikan, makanan dan minuman, obat-obatan (gula, alkohol,
minyak sayur dan cuka), peralatan mmah tangga, pupuk pertanian, produk kertas dan
sumber daya d a m (ikan, udang, kerang, kepiting, bumng, mamalia dan reptil).
Salisbury and Ross (1995) mengatakan, sekitar tahun 1960, berbagai senyawa
antimikrobial yang disintesis dari tumbuhan bila terinfeksi oleh suatu mikroba
tertentu telah ditemukan. Kelompok senyamra dinamakan fitoaleksin. Rowe (1989)
mencatat

senyawa-senyawa

kimia

dari

tumbuhan

yang

berperan

sebagai

antimikrobial yaitu: golongan alkaloid yang merupakan kristal putih yang agak larut
dalam air yang dikenal dengan nama berberii~e,entitine, quinine dan tetramethil
pyrazine; golongan fen01 yang biasanya pada jaringan kayu terdapat senyawa asam
amino aromatik yang dengan asam sikmatnya dapat berperan sebagai herbisida, serta
tanin yang biasa dikenal untuk menyamak kulit karena berperan mendenaturasi

protein serta mencegah proses pencemaan bakteri; flavonoid yaitu senyawa yang
mudah larut dalam air b e h n g s i untuk k e j a antimikroba dan antivirus, serta
isoprenoid dengan turunan saponin titerpenoid yang merupzkan iritan yang kuat dan
berperan sebagai antimikrobial.
Suatu senyawa antimikrobial yang terdapat pada tumbuhan mangrove dapat
bersifat

bakteristatik dan baskterisidal,

bergantung kepada mekanisme dan

konsentrasi obat. Obat dapat bersifat bakteristatik pada konsentrasi minimum tertentu
dan jika bahan antimikrobial dihilangkan, perkembangbiakan bakteri akan berjalan
kembali seperti semula (hanya b e h n g s i menghambat pertumbuhan bakteri). Akan
tetapi obat yang bersifat bakterisidal akan mempunyai kemampuan untuk membunuh
bakteri (Bailey and Scott, 1982).
Pertumbuhan bakteri dapat terhambat oleh beberapa ha1 di antaranya:
perbedaan tekanan osmosis antara cairan di dalam dan di luar sel, tejadinya
penggumpalan, terdenaturasinya protein di dalam sel bakteri, rusaknya membran sel
karena iritasi, perubahan pH, tejadinya emulsi dan diksi cairan sel bakteri serta
terhambatnya pertumbuhan sel vegetatif dan spora dari bakteri (Salle, 1961 dalam
Zulfarina, 1999). Senyawa yang dapat menyebabkan ha1 seperti tersebut di atas yaitu
senyawa organik dan anorganik seperti: asam tenolat, glikosida, alkaloid, protein,

safoitin, ,flni~oiioid, terpenoid, steroid dan senya-*a logam yang terikat pada
senyawa organik.
Beberapa bahan aktif yang b e h n g s i sebagai bahan antimikroba yang terdapat
dalam tumbuhan mangrove, seperti: $avonoid, saponin, diterpenoid, triterpenoid,

fenolik, tanin. M e k a ~ s m ekerja bahan aktif dalam mematikan bakteri dilakukan

dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri dengan cara
melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel. Senyawa ini mampu melakukan
migrasi dari fase cair ke fase lemak. Tejadinya kerusakan pada memb:an
mengakibatkan terhambatnya &ivitas

sel

dan biosintesa enzym-enzym spesifik yang

diperlukan dalam reaksi metabolisme dan kondisi ini pada akhirnya menyebabkan
kematian pada bakteri (Judis , 1962 dalan~Astuty, 1997).

METODOLOGI
Waktu da11 Tenipat
Penelitiari ini dilakukan selama enam bulan, dari bulan Mei sanipai dengan
Oktober 2002. Sarnpel mangrove Sotitierntin nlba dan S. cnseolnris diarnbil dari
komunitas hutan mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Proses pengekstrakan
dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor.

Uji antibakterial dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Jurusan Budidaya
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan
analisis kimia golongan ekstrak dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam , Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Metode
Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan kerja yaitu:
(1) penyediaan sampel (2) ekstraksi. Sedangkan untuk mengetahui peranan ekstrak

mangrove (Sotnierntin nlbn dan S. cnseolaris), sebagai antibakterial terhadap bakteri

I.: hnrveyi dilakukan: (3) uji daya hambat ekstrak mangrove terhadap V. hflr~~eyi
dengan dihsi agar metode Kirby-Bnter (4) uji daya hambat ekstrak mangrove
cntvnti (5) uji daya mematikan
terhadap bakteri V. ha1 i~eyidengan metode h~tln?gm~
ekstrak mangrove terhadap bakteri V. hni?~eyi pada metode niikrokosoni dan
(6) analisis kimia golongan pada ekstrak sampel yang terbaik.

Sampel diambil dari komunitas hutan mangrove Muara Angke, Jakarta Utara
(Gnmbar 1). Jenis mangrove yang diambil adalah S. alba dan S. caseolaris (Gambar
2, 5 dan 4), sedangkan bagian tumbuhan yang diambil adalah: daun, kelopak, buah

dan biji (Gambar 5 dan 6). Setelah sampel diambil, selanjutnya dibersihkan dari
kotoran dengan menggunakan akuades dan kemudian dimasukkan ke dalam kantong
plastik yang telah diberi label untuk seianjutnya dilakukan pengeringan.
Sebelum dilakukan pioses pengeringan, sampel mangrove segar tersebut
ditimbang sebagai data perbandingan berat dengan sampel setelah kering nantinya.
Proses pengeringan dilakukan dalam udara terbuka (kering udara) tanpa terkena
cahaya matahari secara langsung, untuk rnenghindari kerusakan bahan aktif yang
terdapat pada sampel (Harborne, 1984). Pengeringan dilakukan sarnpai sampel dapat
diblender untuk dijadikan tepung halus, kira-kira selama 1 bulan. Berat sarnpel yang
sudah kering tersebut kemudian dicatat dan selanjutnya dijadikan serbuk halus
dengan cara diblender dan diayak dengan saringan halus.

2. Ekstraltsi
Proses pengekstrakan untuk mendapatkan bahan aktif sampel mangrove
dilakukan dengan soxhlet menggunakan pelarut aseton (Gambar 7). Sebelum proses
pengekstrakan dilakukan terlebih dahulu ditimbang berat kering labu ekstrak kosong.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui berat hasil ekstraksi nantinya dengan menghitung
selisih berat labu ekstrak sesudah ekstraksi dan sebelum ekstraksi.

Pengekstrakan dilakukan dengan memasukkan serbuk halus sebanyak 15 g
yang sudah dibungkus dengan kertas saring ke dalam tabung kaca soxhlet yang sudah
berisi pelarut aseton. Selanjutnya proses ekstraksi dapat diamati dengan adanya
mekanisnie pengikatan bahan aktif dan penguapan pelarut. Bahan aktif yang diikat
o!eh pelarut aseton tersebut dialirkan ke dalam labu ekstrak Ekstraksi ini dilakukan
sampai bahan aktif yang terdapat pada sampel habis terikat oleh aseton, kira-kira
S jam. Hal ini ditandai dengan tidak terdapatnya lagi warna pada pelarut aseton saat
pengikatan (bening tidak berwarna).
Setelah proses pengekstrakan, maserat kental yang dihasilkan selanjutnya
dievaporasi menggunakan penguap putar (rotavapor) pada temperatur 5O0c untuk
menghilangkan

pelarut yang masih tersisa (Gambar

8). Selanjutnya untuk

mendapatkan berat kering ekstrak tersebut, dilakukan pengeringan dalam oven.
Berat hasil ekstraksi dari 15 gram sampel serbuk halus yang diekstrak
diketahui dengan cara menghitung selisih berat labu ekstrak yang berisi hasil ekstrak
dengan berat labu ekstrak kosong sebelum dilakukan proses ekstraksi.
Ekstrak kering ini selanjutnya dilamtkan dalam akuades dan diaduk merata
sampai homogen hingga diperoleh konsentrasi stok ppm (mg/l) yang diinginkan.
Sampel ekstrak mangrove yang tersedia inilah yang kemudian dicobakan pada uji
antibakterial pada tahap selanjutnya. Untuk penggunaan dalam waktu yang relatif
lama, larutan ekstrak ini dapat disimpan dalam lemari es.

3. Uji Daya Hambat Dengan Difusi Agar Metode Kirby-Bnuer

Setelah s e l u ~ hekstrak sampel selesai, kemudian dilakukan pengujian. Uji
antibakterial sampel dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan media agar
SWC (Sea Water Complete) padat sebanyak 1000 ml sebagai media hidup! l hnrveyi
dengan cara menghomogenkan bakto pepton sebanyak 5 g, yeast extract sebayak 1 g,
3 ml gliserol, 15-20 g agar bacto dan 250 ml akuades serta 750 ml air laut saring
(Lampiran 1).
Setelah media SWC padat selesai, selanjiltnya bakteri V. hnrl~eyidiambil dari
stok kultur murni lalu diinokulasikan pada meciia agar yang diberi label pada setiap
cawan petri. Isolat bakteri diambil dengan menggunakan jamm ose yang telah
dipanaskan pada api bunsen. Bakteri yang diperoleh diencerkan pada 10 ml larutan
garam fisiologis dalam tabung reaksi dar, diaduk merata. Dengan menggunakan
metode sebar pemukaan, bakteri dengan kepadatan 10' CFUIml diinokulasikan ke
dalam media yang telah disiapkan sebanyak 0.1 ml dan diratakan dengan spreader
(batang kaca bengkok) yang steril, kemudian cawan petri ditutup dan didiamkan
selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan uji antibakterial.
Pengujian dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan kertas cakram
berdiameter 6 mm yang memiliki daya serap 0.02 ml, kemudian setiap kertas cakram
direndam dalam lamtan sampel ekstrak mangrove yang memiliki konsentrasi 0.3; 0.5;
1.0; 3.0; 5.0; 10.0; 15.0; dan 20.0 g/l (ekstraklakuades) dan kontrol (menggunakan
akuades tanpa ekstrak). Masing-masing percobaan dilakukan densan ulangan 3 kali.
Selanjutnya kertas cakram tersebut diletakkan di atas cawan petri yang telah

diinokulasikan bakteri, kemudian diinkubasi pada suhu 25°C selama 24 jam. Respon
adanya potensi antibakterial diketahui dengan mengkur diameter zona bebas bakteri
di sekeliling kertas cakram yang kelihatan bening dan diukur luas daerah hambatnya
(Lay. 1994).
Dari uji yang dilakukan ini, kemudian dipilih 4 contoh bagian mangrove yang
memiliki kemampuan antibakterial terbaik. Keempat sampel yang diperoleh,
selanjutnya dicobakan kembali dengan menggunakan metode hilrrnfgn~lcmontr.

4. Uji Daya Hambat Dengan Metode Hitutzgan Caivnn

Sampel mangrove yang telah diperoleh pada metode Kirby-Batrer, selanjutnya
diuji pada metode hitii~igancawan menurut Hadioetomo (1989). Setelah formulasi
media SWC padat selesai (Lampiran 1) dan sudah disterilisasikan serta didinginkan,
pada saat kondisi cair tersebut setiap sampel mangrove dengan konsentrasi yang telah
ditentukan berdasarkan hasil pada metode Kirby-Bazter dicampur merata sedemikian
rupa pada media SWC sehingga diperoleh konsentrasi perlakuan yang diinginkan.
Selanjutnya media ini dituangkan pada cawan petri dan ditutup dibiarkan membeku.
Setelah itu bakteri i/. hnnleyi dengan kepadatan 10' CFUIml yang diambil dari stok
kultur murni yang telah diencerkan pada 10 ml larutan garam fisiologis
diinokulasikan sebanyak 0.1 ml pada media agar yang telah diberi label pada setiap
cawan petri, diratakan dengan spreader (batang kaca bengkok) yang steril, setelah itu
cawan petri ditutup lalu diinkubasi pada suhu 25°C selama 24-96 jam;

Respon adanya potensi antibakteri diketahui dengan menghitung jumlah
koloni bakteri yang tumbuh pad2 media dengan membandingkan antara media yang
diberi ekstrak mangrove dengan kontrol (tanpa pemberian ekstrak mangrove), serta
membandingkan jumlah koloni antar periakuan konsentrasi sampel mangrove. Pada
tahap ini percobaan dilakukan dengan ulangan 3 kali.
Dari tahap ini, kemudian diperoleh sampel mangrove yang memiliki
kemampuan antibakterial terbaik untuk selanjutnya dicobakan pada media air laut
yalig telah diturnbuhi bakteri T/: han~eyi.

5. Uji Daya Mematikan Dengan Ivletode Mikrokosonz

Sebelum percobaan ini dilakukan, terlebih dahulu dipersiapkan media
mikrokosom. Media ini dibuat dengan menggunakan air laut steril sebagai media uji
pertumbuhan bakteri (Lampiran 2). Setelah media mikrokosom selesai, selanjutnya
sampel ekstrak mangrove dengan konsentrasi yang sudah disiapkan yang diperoleh
berdasarkan acuan hasil pada metode hiturzgan cawart, dihomogenkan ke dalam
mikrokosom tersebut. Selanjutnya bakteri T/: haweyi diambil dari stok yang telah
ditumbuhkan pada media SWC cair (Lampiran 3) yang telah disaker selama 18 jam
pada inkubator water bath (Gambar 9), dan dimasukkan pada media mikrokosom
sehingga kepadatan bakteri pada media mikrokosom adalah 10' CFUIrnl.
Untuk melihat pengamh ekstrak mangrove terhadap laju kematian bakteri,
populasi bakteri dihitung setelah beberapa jam kemudian (0, 1, 3, 6, 12, 24, 48 jam).
Respon antibakterial diperlihatkan dengan adanya penurunan populasi bakteri dalam

mikrokosom (media air laut) dan dapat dibandingkan dengan kontrol tanpa diberi
ekstrak mangrove. Dari tahap ini, dapat pula diperoleh konsentrasi ekstrak mangrove
terkecil yang dapat membunuh bakteri dalam waktu 24 dan 48 jam.

6. Analisis Kualitatif Kandungan Bahan Aktif Ekstrak Mailgrove

Analisa kualitatif kandungan bahan aktif golongan ekstrak mangrove yang
juga berlaku untuk senyawa bahan alam, dilakukan iuengacu kepada prosedur
Harborne (1 984).
Untuk analisa kualitatif adanya

nlknloid, dilakukan dengan menyediakan

1 gram sampel serbuk halus mangrove dan digiling bersama-sama pasir sambil
dibasahi dengan 5 ml kloroform yang mengandung beberapa tetes amonia.
Tambahkan lagi 5 ml kloroform dan beberapa tetes amonia, kemudian disaring ke
dalam tabung reaksi. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes
HzS04 2 M, kemudian dipisahkan lapisan asarnnya ke dalam tabung reaksi lain. Spot
diteteskan pada spot plate dan ditambahkan 3 pereaksi Dragendrof, Mayer, dan
Wagner yang akan menirnbulkan wama bertumt-tumt endapan merah jingga,
endapan putih dan endapan coklat. Sebagai standar digunakan daun tapak dara.
Untuk analisa jlavon~iddan senyawafenolik,dilakukan dengan menyediakan
1 gram serbuk halus mangrove dan dimasukkan ke dalam wadah, kemudian
ditambahkan

metanol

sampai semua contoh

sampel terendam,

selanjutnya

dipanaskan. Lamtan dipipet dan diteteskan pada 2 spot plate masing-masing 5 tetes.

Pada spot plate pertama ditambahkan NaOH 10 %, timbulnya warna merah
menandakan positif senyawa fenol hrdrokuinon. Pada spot plate kedua ditambahkan
1 tetes H2S04 pekat, timbulnya warna merah menandakan positif senyawaflnvonoid.
Untuk mengetahui adanya senyawa triterpenoid dan steroid, dilakukan
dengan menyediakan 1 gram serbuk halus mangrove dan ditambahkan etanol,
kemudian dipanaskan dan disaring. Selanjutnya filtrat diuapkan dan ditambahkan
eter Lapisan eter yang terbentuk dipipet dan diteteskan pada spot plate lalu ditambah
pereaksi LB (3 tetes asetat anhidrat dan 1 tetes &So4 pekat). Adanya friferperrord
ditandai dengan timbulnya warna merah atau ungu. Sedan~kan adanya sterold
ditandai dengan timbulnya warna hijau.
Uji flnl~onord, saponin, dan tanin dilakukan dengan menyediakan 1 gram
serbuk halus mangrove dan dimasukkan ke dalam gelas piala lalu ditambah 12 ml air
panas kemudian dididihkan selama 5 menit. Masukkan masing-masing 3 ml larutan
ke dalam 2 tabung reaksi. Pada tabung reaksi 1 dimasukkan serbuk M g dan beberapa
tetes HC1 pekat dan amil alkohol. Campuran dikocok dan dibiarkan memisah.
Adanya fln~~orroidditunjukkan dengan timbulnya warna merah coklat pada lapisan
amil alkohol. Pada tabung reaksi 2 dilakukan pengocokan secara vertikal selama 10
detik dan dibiarkan selama 10 menit. Adanya busa yang stabil menunjukkan positif

saponn7. Sisa campuran tadi dididihkan lagi selama 10 menit kemudian disaring.
Pada filtrat ditambahkan beberapa ml larutan FeC13 1%. Timbulnya wama biru tua
atau hijau kehitaman menunjukkan positif tanin.

Analisis Data
Dari tahapan yang dilakukan dalam percobaan di atas, maka analisis data yang
dilakukan adalah:
1. Pada uji antibakterial metode Kirby-Bailer, variabel dan pengukuran yang
dilakukan untuk mengevaluasi perlakuan adalah dengan mengukur diameter
daerah jernih (zona bebas bakteri) yang tidak ditumbuhi bakteri disekeliling
kertas cakram pada cawan petri (Lay, 1994). Data hasil pengainatan disajikan
dalam bentuk tabel berdasarkan bagian ekstrak yang dicobakan, selanjutnya
dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA). Bila uji menunjukkan perbedaan yang
nyata dimana F hitung > F tabel, maka kemudian dilakukan uji lanjut untuk
menentukan perlahian rnana yang terbaik (Mattjik dan Sumertajaya, 2000)
2. Pada uji antibakterial rnetode hiiurzgan cawan, variabel dan pengukuran yang
dilakukan adalah dengan menghitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada
media agar yang telah diinokulasi bakteri dan telah diberi ekstrak mangrove serta
membandingkannya

dengan

kontrol.

Perhitungan

jumlah

sel

bakteri

menggunakan colony forming units (CFUIml) dengan pengenceran (Lay, 1994)

Jumlah sel bakterilml

=

Jumlah koloni bakteri x Faktor pengencer

i

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan bagian ekstrak
yang dicobakan, selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA). Bila uji
menunjukkan perbedaan nyata dimana F hitung > F tabel, maka kemudian
dilakukan uji lanjut untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik (Mattjik dan
Sumertajaya, 2000).
3. Pada metode mikrokosom variabel dan pengukuran yang dilakukan adalah sama

dengan prinsip metode hitungan cawan yaitu menghitung jumlah sel bakteri yang
hidup pada media air laut (mikrokosom) yang telah diberi ekstrak dan yang tidak
diberi ekstrak, dengan menggunakan colony forming units (CFUIml). Data hasil
pengamatan disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan perlakuan yang dicobakan,
selanjutnya digambarkan pada grafik. Respon antibakterial pada tahap ini dilihat
dari grafik laju kematian bakteri berdasarkan selang waktu yang telah ditentukan.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan antara
perlakuan

dan membandingkamya

dengan kontrol. Respon antibakterial

diperlihatkan dengan adanya penurunan populasi bakteri dalam mikrokosom.
v

Gambar 1. Komunitas hutan mangrove Muara Angke.

Gambar 2. Mangrove, Soi7neratia alba

Gambar 3 . Mangrove, Sotn~eratiacaseolmis.

Gambar 4. Perakaran jenis mangrove So~lneratia(Pidada). Akar tumbuhan ini
berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul ke permukaan sebagai akar
nafas berbentuk kerucut tumpul dan tingginya dapat mencapai 30 cm.

Gambar 5. Sortrter(lti(l ~(~seoloris.
Jenis mangrove ini ditandai dertgan gagang atau
tangkai daun yang benvama kemerahan dan daunnya yang lebih
memanjang yang membedakannya dengan S. alba.

Gambar 6. Sorznerrrtin nlbn. Jenis mangrove ini ditandai dengan tangkai daun
benvarna putih kecoklatan dan daunnya agak melebar yang
membedakannya dengan S. caseolaris

Gambar 7. Soxhlet, yang digunakan untuk proses ekstraksi.

Gambar 8. Penguap putar (rotavapor), yang digunakan untuk evaporasi

I

Gambar 9. Inkubator Water Bath, yang digunakan untuk menumbuhkan dan
memperbanyak bakteri V. ha~veyi pada gelas Erlemeyer yang berisi
media SWC cair.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyediaan Sampel
Sampel mangrove yang diambil adalah Sotitlern/in nlbn dan S. cnseolnris.
Bagian tumbuhan yang dicobakan: daun, kelopak, buah dan biji. Sebelum dilakukan
proses pengekstrakan, sampel tumbuhan mangrove segar yang ban! diambil dari
komunitasnya ditimbang beratnya, selanjutnya dikering udarakan selama 1 bulan
tanpa terkena cahaya matahari secara langsung, kemudian ditimbang kembali
beratnya setelah pengeringan.
Dari tahap pengeringan sampel mangrove ini, perbandingan berat sampel
mangrove segar sebelum dilakukan proses pengeringan dengan sampel yang sudah
kering yang akan dijadikan bubuk halus untuk diekstrak, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan berat sampel segar dengan sampel hasil proses pengeringan
Berat gram sampel kering
(Persentase)

Berat sampel segar (g)

Jenis sampei
Sonneratin alba:
Daun
Kelopak
Buah
Biji
I

Sonneratia caseolaris:
Daun
Kelopak
Buah
Biji

1

I

Dari Tabel 1 di atas, terlihat bahwa sampel mangrove yang sudah dikering
udarakan memiliki persentase kisaran berat antara 30 % sampai 36 % dari berat
sampel awal (kondisi segar sebelum proses pengeringan). Batas proses pengeringan
sampel mangrove ini dilakukan sampai sampel dapat dihaluskan dengan blender.
Sampel yang sudah kering tersebut kemudian dijadikan serbuk halus dengan cara
diblender dan diayak dengan saringan halus. Serbuk halus inilah yang kemudian
akan diekstrak.
Hafborne (1987) mengatakan bahwa sebelum ekstraksi, tumbuhan dapat
dikeringkan. Bila ini dilakukan, maka pengeringan tersebut hams dilakukan dalam
keadaan terawasi untuk mencegah tejadinya perubahan kimia yang terlalu banyak.
Bahan hams dikeringkan secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih
baik dengan aliran udara. Setelah kering, sampel ini dapat disimpan dalam waktu
yang lama sebelum dilakukan analisis. Cara ini banyak dilakukan untuk analisis
bahan aktif seperti flavonoid, alkaloid, kuinon dan terpenoid.

Dari proses ekstraksi yang di!akukan dengan soxhlet tnenggunakan pelarut
aseton, maka diperolehlah ekstrak kering mangrove yang merupakan bahan aktif yang
Untuk mengetahui
nantinya akan dicobakan pada uji antibakterial pada K hffri~eyi.
berat sampel sebelum dan sesudah ekstraksi selama 8 jam menggunakan soxhlet,
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Berat sampel sebelum dan sesudah ekstraksi menggunakan soxhlet.

Sampel

yang akan

sebelum

setelah

105.45863
95.87029
104.82725
92.33475

106.17922
96.40666
105.43355
93.59395

106.62709
105.30456
104.66109
102.48721

107.37647
105.80586
105.14546
104.22883

Berat hasil
ekstraksi
(9)

S. ctlba:
Daun
Kelopak
Buah
Biji

S. cctseolrtris:
Daun
Kelopak
Buah
Biji

15
15
15

Tabel 2 menunjukkan bahwa berat hasil ekstraksi berbeda-beda untuk tiap
jenis sampel, meskipun waktu yang digunakan dalam proses ekstraksi sama (8 jam)
dan berat awal bubuk sampel sebelum diekstraksi juga sama (15 gram bubuk halus).
Dan kedua jenis Sonneratia tersebut, sampel biji memiliki berat hasil
ekstraksi terbanyak dibandingkan dengan jenis sampel lainnya, sedangkan berat hasil
ekstraksi terkecil untuk S. alba adalah kelopak, dan untuk S. caseolaris adalah buah.
Besarnya berat hasil ekstraksi disebabkan oleh kemampuan pelarut aseton mengikat
lebih banyak bahan aktif dari sarrpel.
Ekstrak kering ini selanjutnya dilarutkan dalam akuades dan dihomogenkan
sampai diperoleh konsentrasi stok ppm (mgll) yang diinginkan. Ekstrak yang tersedia
dari masing-masing jenis Sonneratia ini adalah: ekstrak daun, kelopak, buah, dan biji
(Gambar 17). Ekstrak inilah yang selanjutnya dicobakan pada uji antibakterial.

Uji Daya Hambat Dengan Difusi Agar Metode Kirby-Bauer

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap ekstrak yang dicobakan
dengan metode Kirby-Rnrrel; diketahui bahwa seluruh sampel ekstrak (daun, kelopak,
buah dan biji) dapat menghambat pertumbuhan bakteri V. hnrveyi kepadatan
10' CFUIml yang disebar pada media SWC padat pada cawan petri, meskipun respon
daya hambat berbeda pada setiap konsentrasi. Respon daya hambat terlihat dengan
terbentuknya zona hambat (clear zone) disekitar kertas cakram (Gambar 18)

-

Hasil pengukuran diameter zona hambat bebas baktxi (clear zone) setelah

diinkubasi 24 jam pada suhu 25"c dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Rata-rata diameter zona hambat pertumbuhan bakteri K hnn~eyiyang diberi
perlakuan ekstrak mangrove setelah inkubasi 24 jam pada suhu 25%
Diameter zona hambat (mm) pada masing-masing
konsentrasi ekstiak (dl)

Ekstrak sampel

0.0
(Ak)

0

Dokumen yang terkait

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PIDADA (Sonneratia alba) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Aeromonas salmonicida DAN Vibrio harveyi SECARA IN VITRO

0 8 52

Peranan Ekstrak Kelopak dan Buah Mangrove Sonneratia caseolaris (L) terhadap Infeksi Bakteri Vibrio harveyi (Johnson and Shunk) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fab.)

0 13 10

Peranan Ekstrak Kelopak dan Buah Mangrove Sonneratia caseolaris (L) terhadap Infeksi Bakteri Vibrio harveyi (Johnson and Shunk) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fab.)

0 9 89

Potensi Ekstrak Mangrove Sonneratia caseolaris dan Avicennia Marina Untuk Pengendalian Bakteri Vibrio harveyi Pada Larva Udang Windu (Panaeus monodon Fabr.)

0 9 57

Manfaat Bahan Aktif Hidrokuinon dari Buah Sonneratia caseolaris untuk Mengendalikan Infeksi Buatan Vibrio harveyi Pada Udang Windu, Penaeus monodon Fab

0 9 127

Flavonoid dari Buah Sonneratia caseolaris Engl. Dan Kegunaannya Sebagai Antibakterial : Studi Laboratoris Infeksi Vibrio Harveyi Pada Udang Windu, Penaeus monodon Fab

0 3 106

Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove (Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris) Sebagai Bahan Alami Antibakterial Pada Patogen Udang Windu, Vibrio harveyi

0 3 75

Peranan Ekstrak Kelopak dan Buah Mangrove Sonneratia caseolaris (L) terhadap Infeksi Bakteri Vibrio harveyi (Johnson and Shunk) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fab )

0 4 79

Flavonoid dari Buah Sonneratia caseolaris Engl. Dan Kegunaannya Sebagai Antibakterial Studi Laboratoris Infeksi Vibrio Harveyi Pada Udang Windu, Penaeus monodon Fab

0 5 96

Manfaat Bahan Aktif Hidrokuinon dari Buah Sonneratia caseolaris untuk Mengendalikan Infeksi Buatan Vibrio harveyi Pada Udang Windu, Penaeus monodon Fab

0 7 117