Analisa Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Analisa Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis selama praktek laut di atas kapal MV. RAFFLESIA dalam pelaksanaan pemuatan container yang diterapkan di kapal berdasarkan atas perintah nahkoda dan mualim I sesuai dengan instruksi dari perusahaan pemilik kapal. Penulis membagi aspek yang dibahas yaitu masih terjadinya leaking container. Penggunaan container dimaksudkan untuk memperlancar arus pengangkutan muatan dalam jumlah yang banyak dengan cepat tanpa menimbulkan resiko. Container sangat berguna untuk mengangkut barang-barang mutan kering ataupun juga muatan cair atau muatan dingin. Penggunaan container tidaklah berarti menghilangkan sama sekali resiko-resiko dalam pengangkutan, melainkan hanya memperkecil resiko pengangkutan yang sangat bergantung kepada cuaca selama masa angkutan dilakukan dan sistem stowage atau penataan muatan container. Pada proses pemuatan MV.RAFFLESIA jumlah container yang dimuat relatif banyak. Hal itu menyebabkan tingkat kerusakan terhadap container karena crew jaga harus mengawasi dan memperhatikan muatan tersebut. Crew harus melakukan pengawasan saat proses bongkar muat container. Pengawasan harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan muatan dan container. Khususnya pengawasan terhadap muatan yang berbahaya dangerous goods yang akan dimuat harus benar-benar diperhatikan. Untuk pemuatan dangerous goods pastikan bahwa label dan placards berbahaya terlihat dengan jelas. Container yang akan dimuat harus disesuaikan letaknya sesuai dengan bay plan. Bay plan merupakan sebuah gambaran informasi mengenai rencana pengaturan muatan di atas kapal yang dapat menunjukkan letak muatan, jumlah muatan, dan berat muatan dan nama pelabuhan tujuan yang berada pada palka. Bay plan ini harus benar-benar dilakukan agar terjadi kerusakan terhadap container dapat diminimalkan. Kerusakan atas container karena teknik handling container oleh para forklift driver atau crane operator tidak cekatan karena kurangnya pengalaman dapat juga terjadi. Pada saat pemuatan biasanya crane operator ingin cepat dalam melaksanakan pemuatan sehingga tidak mempedulikan proses pemuatan yang baik. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya leaking container adalah: 1. Penanganan bongkar muat tidak tepat Pada saat kapal mendekati pelabuhan yang dituju, maka semua crew bersiap untuk melaksanakan proses bongkar muat. Segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan ini haruslah disiapkan, termasuk bay plan. Di dalam bay plan inilah berisi tentang letak, jumlah, dan berat muatan yang akan dimuat beserta dengan pelabuhan bongkar yang akan dituju. Dalam proses bongkar muat harus mengikuti prosedur agar pemuatan atau bongkar dapat berjalan dengan baik. Penanganan muatan atau stowage adalah suatu pengetahuan tentang memuat dan membongkar suatu muatan dari dan ke atas kapal agar terwujud prinsip kerja yang baik. Penanganan muatan harus dilakukan dengan baik untuk menghindari timbulnya kerusakan muatan dan kecelakaan terhadap anak buah kapal. Ada resiko besar apabila penanganan muatan dilakukan oleh pekerja atau orang yang tidak terlatih. Faktor jam kerja yang kurang dan faktor kelelahan dapat menjadikan proses penanganan muatan tidak berjalan dengan baik dan lancar. Pada beberapa pelabuhan, crane operator sengaja melakukan proses bongkar muat dengan tempo yang cepat karena lebih banyak container yang diangkat maka bayaran yang dihasilkan juga bertambah. Ada juga crane operator yang baru masih belajar sehingga kurang mahir dalam melakukan pengangkatan container menggunakan crane. Operator baru ini harus beradaptasi untuk membiasakan diri mengangkat container dengan baik. Berat muatan dan container harus dipastikan aman diangkat dengan alat berat crane sebelum cargo operation dimulai. Penanggungjawab dari pelabuhan akan memberi instruksi kepada foreman yang ada di atas kapal. Kemudian foreman akan menghubungi crane operator sehingga cargo operation dapat dimulai. Container yang tidak diketahui beratnya, maka container itu harus dianggap memiliki kapasitas maksimum. Proses pengangkatan harus diperhatikan untuk mengangkat secara hati-hati karena muatan di dalam container belum tentu rata sehingga tidak stabil ketika container diangkat. Crane operator dalam pemuatan harus jelas dan tidak terhalang. Jika terjadi kerusakan pada saat proses muat maka segera mencatat dan melaporkan kepada officer yang bertugas. Kasus yang pernah terjadi saat kapal berada di pelabuhan Ningbo, China. Pada saat crane operator mengangkat container untuk dibongkar ke darat. Crane operator hendak mengangkat container yang berada di hold dalam palka. Pada saat itu cadet jaga dengan second officer, waktu malam hari. Foreman yang seharusnya berada di samping container untuk membantu proses bongkar muat, malah berada di pinggir railing. Sehingga foreman tidak memberi instruksi atau aba-aba terhadap crane operator untuk memperlancar kegiatan bongkar muat. Maka terjadilah kerusakan terhadap container. Kerusakan itu akibat speader yang ada pada crane yang harusnya masuk pada ujung lubang bagian atas container, tidak sepenuhnya masuk. Sehingga waktu crane hendak mengangkat container, container tersebut penyok. Saya melaporkan kejadian ini kepada officer jaga yang dilanjutkan ke chief officer. Kemudian chief officer memeriksa dan berdiskusi dengan foreman yang ada di kapal untuk kemudian dibuat berita acara. Dari kejadian ini dapat diambil kesimpulan bahwa penanganan muatan yang tidak tepat seperti kurangnya kedisiplinan kerja oleh foreman yang mengakibatkan kerusakan container. Seharusnya setiap pekerja yang berada di kapal ataupun di darat, dapat melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Harus ada rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, sehingga kerusakan muatan atau bahkan kecelakaan terhadap kapal ataupun crew kapal. Menurut chief officer penanganan bongkar muat tidak tepat dapat terjadi dikarenakan oleh keterlambatan stuffing muatan saat di gudang, jumlah trailerpengangkut muatan yang minim, jarak gudang yang jauh dari pelabuhan, terjadinya trouble alat bongkar muat di kapal, cuaca buruk hujan lebat, human error saat pengaturan muatan. Dalam observasi penulis selama melaksanakan praktek di MV. RAFFLESIA penanganan muatan harus benar-benar disesuaikan dengan bay plan yang ada saat pemuatan. Bay plan ini tentunya sudah dihitung jumlah dan berat muatan agar dapat dimuat dengan baik tanpa mengurangi sistem stabilitas kapal. Bay plan tersebut telah disiapkan oleh chief officer sebelum melakukan cargo operation. Proses bongkar muat dilakukan sesuai dengan bay plan yang ada. Terkadang ada tambahan muatan tetapi itu dapat ditambahkan oleh chief officer ke tempat yang telah diperhitungkan aman. Ketika penulis bertugas sebagai cadet jaga, saat itu kegiatan yang dilakukan oleh para stevedore yaitu mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk memuat muatan container. Penulis kaget melihat cara kerja para stevedore yang sangat tidak sesuai dengan standar prosedur pelasingan, dimana para stevedore meletakkan twistlock-twistlock secara sembarangan yaitu dibagian sisi dalam container dan yang lebih parah lagi container yang letaknya paling luar dari lambung kapal tidak iberi twistlock, kadang mereka memberi twistlock tapi yang tidak mempunyai pin pengunci. Ada juga twistlock yang diletakkan di kaki container yang berada disisi terluar dari lambung kapal yang mempunyai pin pengunci tapi pin tersebut tidak dikunci. Penulis pernah mengalami suatu kejadian yaitu muatan container yang terletak disisi paling luar dari lambung kapal terjatuh kelaut, itu dikarenakan container yang akan dimuat menabrak salah satu container yang sudah dimuat diatas kapal dan penyebab lainnya adalah twistlock yang berada dikaki Container tersebut tidak dikunci. Hal ini akan sangat membahayakan muatan-muatan petikemas yang akan dibawa dan keselamatan kapal selama pelayaran, karena akan sangat riskan atau sangat berbahaya sekali muatan-muatan petikemas yang dimuat diatas deck bila mengalami gaya-gaya olengan kekiri ataupun kekanan serta gaya-gaya lainnya akibat dari kapal terkena ombak dan muatan tidak dilasing sesuai dengan standar prosedur dari pelasingan. Oleh karena itu penulis mencoba untuk mengatasi dan membenahi kesalahan tersebut dengan cara memberitahukan kepada stevedore bahwa cara kerja mereka salah dan tidak sesuai dengan prosedur pelasingan dan akan sangat membahayakan kapal selama pelayaran. Tetapi kadang para stevedore menolaknya dan mereka sering berkata bahwa pekerjaan mereka sudah benar dan mereka sudah biasa mengani pelasingan dengan system ini dikapal lainnya. Yang ternyata dikapal tersebut terdapat twistlock yang mempunyai pin pengunci otomatis dan biasanya kapal-kapal tersebut mempunyai cell guide-cell guide yang sudah berada diatas deck kapal. Penulis mencoba menjelaskan pada stevedore bahwa cara tersebut akan sangat berbahaya bagi keselamatan kapal, bila cara tersebut masih diterapkan diatas kapal penulis karena dikapal penulis masih menggunakan twistlock menggunakan pin pengunci secara manual dan dikapal penulis tidak mempunyai cell guide-cell guide yang berada diatas palka. Maka bila cara tersebut tetap dilakukan akan membuat muatan mudah bergerak atau bahkan bergeser dan bisa menyebabkan muatan jatuh kelaut. Lalu penulis melaporkan hal tersebut kepada Chief Officer, kemudian penulis diperintahkan oleh Chief Officer untuk mencari foreman dan menjelaskan kepadanya bahwa telah terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam penanganan pelasingan. Kemudian foreman mengerti dan setuju untuk merubah system pelasingan di kapal. Foreman memanggil para stevedore dan segera memberitahu mereka. Para stevedore pun lalu menuruti dan mau mengikuti system pelasingan yang sesuai dengan standar. Tapi tugas dari stevedore kali ini hanya mempersiapkan dan menempatkan twistlock sepatu container sesuai dengan letaknya yang akan ditempati oleh container saja dan penulis atau perwira jaga hanya memperhatikan cara kerja mereka, apabila ada kesalahan kita hanya cukup memberitahu mereka dan menyuruh untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Pemuatan petikemas di atas dek berbeda dengan pemuatan di dalam palka. Pemuatan di dalam cukup dengan cell guide yang berfungsi agar petikemas tidak bergeser atau goyang. Sedangkan pemuatan di atas dek haruslah menggunakan pelashingan yang harus sesuai dengan prosedur karena berhubungan langsung dengan lingkungan luar serta agar muatan dapat terjaga dengan aman selama pelayaran. Untuk masalah yang terjadi saat peneliti berada di atas kapal MV. RAFFLESIA adalah adanya beberapa stevedore dan foreman yang tidak melakukan tugasnya dengan baik. Yaitu meninggalkan tempat atau lokasi palka yang sedang melakukan pemuatan. Terkadang malah dijumpai beberapa stevedore asik berkumpul atau bahkan tidur. Mereka tidak mengerti bahwa yang mereka perbuat dapat berakibat fatal terhadap proses bongkar muat. Terjadi kerusakan container atau bahkan kecelakaan lain yang terjadi akibat kelalaian tersebut. Seharusnya mereka memiliki rsa tanggung jawab dan kesadaran terhadap tugas dan kewajibannya. Ada juga masalah yang terjadi yaitu tidak adanya komunikasi yang baik antara crane operator dengan foreman yang berada di kapal. Terkadang foreman meninggalkan pos jaganya padahal proses pemuatan masih berlanjut. Crane operator harus melakukan sendiri pengangkatan container tanpa diarahkan oleh foreman. Seringkali di dalam penggunaan container dijumpai barang atau muatan di dalam container rusak. Padahal dalam proses pemuatan tampak sekali container dalam keadaan bagus. Ketika container datang, tak tampak kerusakan pada fisik container. Hal ini sering terjadi dan biasanya dinamakan container bocor. 2. Kurangnya pengawasan crew saat pemuatan Pengawasan merupakan salah satu hal penting yang menunjang keselamatan. Baik keselamatan jiwa manusia yaitu crew kapal, keselamatan muatan, ataupun keselamatan kapal. Pengawasan dilakukan pada saat adanya kegiatan kerja sehingga semua kegiatan dapat dikontrol dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur yang ada. Pengawasan harus difokuskan pada hal-hal yang baru dan rawan terjadi kesalahan misalnya pengawasan terhadap anak buah kapal yang baru dan terhadap anak buah kapal yang kurang mengerti dengan aturan dan prosedur yang ada. Bukan pada manusia saja, pengawasan juga dilakukan pada benda-benda atau alat-alat yang dipakai dalam proses bongkar muat. Terpenting yaitu pengawasan saat proses muat berlangsung. Anak buah kapal harus memperhatikan setiap container yang dimuat di atas kapal. Adanya pergantian crew dan dengan pergantian itu menyebabkan ada beberapa crew baru yang belum memiliki pengalaman bisa juga merupakan pengalaman pertama bagi crew baru tersebut. Hal ini sering menjadi faktor penghambat dalam proses pengawasan saat pemuatan. Karena sebelum memulai mengerjakan sesuatu crew baru tersebut harus diberikan penjelasan terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena belum adanya pengetahuan sehingga masih kurang mampu mengikuti dalam proses pengawasan saat pemuatan. Dampak yang ditimbulkan yaitu proses bongkar muat menjadi terhambat dan berjalan tidak lancar. Untuk menghindari kejadian yang dapat mengahambat terjadinya proses bongkar muat terkhusus dalam pelaksanaan pemuatan, maka alangkah baiknya apabila crew kapal yang baru naik diberikan pembekalan maupun pengarahan dan penjelasan begitu pertama kali tiba di atas kapal untuk bekerja. Hal ini bertujuan agar bila ada sesuatu yang tidak diketahui oleh crew kapal baru bisa langsung dijelaskan tentang tata cara pengoperasian bongkar muat. Diperlukan familiarization untuk crew baru naik kapal. Karena crew di atas kapal harus mengenal tugas pokok dan mengenal seluruh pengaturan kapal juga tugas-tugas yang harus dikerjakan apabila terjadi keadaan darurat. Awak kapal yang akan memulai pekerjaan diatas kapal harus ada kerja sama dari awak kapal lainnya untuk menjelaskan kepadanya mengenai segala sesuatu mengenai kondisi kapal tersebut, tugas – tugasnya dan bahaya-bahaya yang akan dihadapinya serta cara – cara untuk menghindari dengan melakukan pekerjaan secara baik dan mematuhi keselamatan kerja. Petunjuk – petunjuk keselamatan harus dijelaskan dan ia harus mematuhi keseluruhan penjelasan tersebut. Pada saat penerimaan atau perekrutan tenaga baru perlu diadakan pembinaan atau training agar pada waktu bergabung di kapal dan pada saat melaksanakan tugasnya tidak mengalami masalah dan sesuai dengan prosedur. Misalnya memperkenalkan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh crew tersebut. Memberitahu cara pengoperasian peralatan di atas kapal dan apa yang harus dilakukan, karena jika terjadi kesalahan dapat berakibat fatal. Memberitahu masalah yang sering terjadi dan cara menanggulanginya. Selalu mengadakan pengawasan saat bongkar muat berlangsung. Selalu mengadakan pengecekan pada saat muatan berada di dalam palka. Dengan melakukan pengecekan terhadap muatan, kerusakan muatan yang ditimbulkan dapat diminimalkan. Berbagai cara memang harus dikerahkan untuk mengurangi penghambat kelancaran proses bongkar muat. Di dalam STCW Seafarers Training Certification and Watchkeeping 2010:15 Any person conducting in-service assessment of competence of a seafarer, either on board or ashore, which is intended to be used in qualifying for certification under the Convention, shall: 1 have an appropriate level of knowledge and understanding of the competence to be assessed, 2 be qualified in the task for which the assessment is being made, 3 have received appropriate guidance in assessment methods and practice, 4 have gained practical assessment experience, and 5 if conducting assessment involving the use of simulators, have gained practical assessment experience on the particular type of simulator under the supervision and to the satisfaction of an experienced assessor. Yang terjemahan bebasnya: Setiap orang melaksanakan kajian dari kompetensi pelaut, baik di kapal atau darat, yang dimaksudkan untuk digunakan dalam kualifikasi untuk sertifikasi di bawah konvensi, harus: 1 memiliki tingkat pengetahuan dan pemahaman mengenai kompetensi yang akan dikaji, 2 berkualitas dalam pekerjaan untuk yang penilaian sedang dibuat, 3 telah menerima bimbingan dalam bentuk metode dan praktek, 4 telah memiliki nilai praktis pengalaman, dan 5 jika melakukan penilaian melibatkan penggunaan simulator, memiliki praktis pengalaman mengenai simulator di bawah pengawasan dan penilai yang berpengalaman. Dari kutipan di atas, penulis mengartikan bahwa setiap crew harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang apa yang akan dilakukan saat di kapal. Perlu dilakukan pembekalan atau training sebelum naik ke kapal waktu di darat ataupun saat praktis di atas kapal untuk memberi gambaran tentang tugas dan pekerjaan yang akan dilakukan di atas kapal. Sehingga setelah crew berada di atas kapal dapat mengaplikasikan segala yang telah diterima, baik mengenai tugas jaga ataupun mengenai pekerjaan lain di kapal. Termasuk pada saat proses bongkar muat berlangsung. Dapat melaksanakan tugas jaga mengawasi proses bongkar muat dengan baik. Sehingga dapat mengurangi resiko timbulnya kecelakaan pada crew dan kapal ataupun kerusakan terhadap muatan. Menurut sudarsono dalam buku operasi peti kemas: kelengkapan alat dan fasilitas khusus dalam handling container belum merupakan jaminan sepenuhnya bagi pengamanan operasi container, melainkan faktor manusia pelaksana sebagai faktor yang perlu diperhitungkan. Menurut chief officer bahwa pengawasan saat proses bongkar muat harus dilakukan dengan memperhatikan peletakan muatan container sesuai dengan bay plan. Kurangnya pengawasan crew saat pemuatan berlangsung dikarenakan adanya kegiatan-kegiatan lain yang timbul pada saat kegiatan bongkar muat. Seperti pengawasan bersamaan pada saat isi air tawar fresh water, pengawasan bersamaan pada saat menerima amprahan provision dari kantor dll. Menurut observasi peneliti saat melaksanakan praktek di atas kapal MV. RAFFLESIA pengawasan yang dilakukan saat proses bongkar muat sudahlah sesuai dengan kemampuan. Yaitu melakukan pengawasan dengan memperhatikan container yang akan dimuat atau dibongkar. Akan tetapi dalam kenyataan di atas kapal, biasanya crane yang bekerja lebih dari dua gantry crane sedangkan crew yang jaga hanya satu officer jaga beserta satu jurumudi dan satu deckboy. Proses pemuatan yang begitu cepat mengakibatkan proses pengawasan terhadap container yang naik dan turun dari kapal tidak dapat terawasi dengan baik. Di samping itu adakalanya jurumudi harus mengukur tangki ballast atas perintah chief officer. Belum lagi kalo ada kegiatan lain seperti mengisi fresh water, ataupun menerima provision untuk bahan makanan. Agar dalam kegiatan bongkar muat tidak terjadi kerusakan karena dapat mengganggu jalannya proses bongkar muat sehingga perlu adanya ketelitian dan kerjasama antara perwira dan jurumudi. Termasuk koordinasi antar keduanya terhadap pengawasan saat proses bongkar muat.