ANALI SI S KARAKTERI STI K CURAH HUJAN DI DAERAH ALI RAN SUNGAI (DAS) WAY KANDI S

(1)

A L I R A N S U N G A I ( D A S ) W A Y K A N D I S Oleh:

Bernard Immanuel

Masalah air terutama banjir dan kekeringan merupakan dua hal yang selalu datang sesuai dengan datangnya musim. Terlihat dengan adanya kejadian kelangkaan atau defisit air pada musim kemarau dan terjadinya surplus air dalam bentuk banjir dan tanah longsor di musim hujan. Curah hujan adalah faktor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi di suatu DAS. Faktor curah hujan yang penting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi hujan.

DAS Way Kandis merupakan salah satu DAS yang terletak di Propinsi Lampung. DAS Way Kandis ini mencakup beberapa wilayah administrasi kecamatan dan kabupaten/kota, yaitu Kecamatan Gedong Tataan di Kabupaten Pesawaran, Kecamatan Natar dan Kecamatan Jati Agung di Kabupaten Lampung Selatan, Kecamatan Kemiling, Kecamatan Kedaton dan Kecamatan Tanjung Seneng di Kota Bandar Lampung, serta Kecamatan Kibang, Kecamatan Batanghari, Kecamatan Marga Tiga, dan Kecamatan Sekampung Udik di Kabupaten Lampung Timur, dengan total luas daerah pengaliran sebesar 449 km2.

Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi curah hujan di DAS Way Kandis dan mengetahui curah hujan di DAS Way Kandis yang direncanakan untuk periode ulang 2, 5, 10, 20, 50, 100 tahun, sehingga didapatkan pengelolaan DAS yang tepat pada daerah tersebut. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan dari stasiun pencatat curah hujan selama 10 tahun. Perhitungan curah hujan rencana pada penelitian ini dihitung menggunakan analisis frekuensi metode Log Pearson III.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui Rata -rata curah hujan dengan menggunakan metode thiessen adalah sebesar 1842,54 mm/tahun, dengan rata-rata curah hujan bulanan antara 53,45 mm/bulan hingga 281,08 mm/bulan. Konsentrasi hujan terbesar terjadi pada Stasiun PH -034 Dam Kandis Lampung Selatan dan konsentrasi hujan yang terendah terjadi pada Stasiun PH-032 Bumi Sari Natar. Melalui hasil perhitungan nilai-nilai parameter sebaran frekuensi, maka Metode Log Pearson III adalah jenis sebaran yang paling cocok digunakan untuk curah hujan


(2)

periode ulang maka akan semakin besar pula hujan ren cana. Untuk metode Log Pearson III, periode ulang 2 tahun diperoleh curah hujan rencana sebesar 49,507 mm; Untuk periode ulang 5 tahun diperoleh curah hujan rencana sebesar 63,980 mm; Untuk periode ulang 10 tahun diperoleh curah hujan rencana sebesar 74,203 mm; Untuk periode ulang 20 tahun diperoleh curah hujan rencana sebesar 87,862 mm; Untuk periode ulang 50 tahun diperoleh curah hujan rencana sebesar 98,612 mm; Untuk periode ulang 100 tahun diperoleh curah hujan rencana sebesar 109,852 mm.


(3)

A L I R A N S U N G A I ( D A S ) W A Y K A N D I S By :

Bernard Immanuel

Water problems, especially floods and drought are two things that always comes in accordance with the coming season. Seen with the occurrence of water shortage or deficit in the dry season and the surplus water in the form of floods and

landslides in the rainy season. Rainfall is the major factor controlling the

hydrologic cycle process in a watershed. Rainfall factors that are important in the design manufacture and distribution plan is the rain.

Way kandis watershed is one of the watershed is located in Lampung Province. Way kandis watershed includes some of the administrative area of the subdistrict and district / city, the subdistrict Gedong in Tataan Pesawaran District, subdistrict Natar and subdistrict Jati Agung in South Lampung district, subdistrict Kemiling, subdistrict Kedaton and subdistrict Tanjung Seneng in Bandar Lampung, and the subdistrict Kibang , subdistrict Batanghari, subdistrict Marga Tiga, and the subdistrict Sekampung hicks in East Lampung District, with a total drainage area of 449 km2.

This study aimed to identify the concentration of rainfall in the Way kandis watershed and find out the rainfall in Way Kandis watershed planned for periods 2, 5, 10, 20, 50, 100 years, to obtain proper watershed management in the area. Rainfall data used are rainfall data from rainfall recording station for 10 years. Calculation of rainfall in the study plan are calculated using frequency analysis method Log Pearson III.

Based on the analysis conducted, known to average rainfall by using the Thiessen method amounted to 1842.54 mm / year, with average monthly rainfall of 53.45 mm / month up to 281.08 mm / month. Through the calculation of the parameter values of the frequency distribution, then the Log Pearson III method is most suitable type of distribution used for rainfall plan in the Way Kandis watershed. Based on the analysis conducted, known to average rainfall by using the Thiessen method amounted to 1842.54 mm / year, with average monthly rainfall of 53.45 mm / month up to 281.08 mm / month. The concentration of the largest rainfall occurred at Station PH-034 Dam Kandis South Lampung and the lowest

concentration of rainfall occurs in Station PH-032 Bumi Sari Natar. Through the calculation of the parameter values of the frequency distribution, then the Log Pearson III method is most suitable type of distribution used for rainfall plan in the Way kandis watershed


(4)

gained rainfall plan amounted to 74,203 mm; For the period 20 years gained rainfall plan amounted to 87,862 mm; For the period 50 years gained rainfall plan amounted to 98,612 mm; For the period 100 years gained rainfall plan amounted to 109,852 mm.


(5)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan puncak maksimum curah hujan rata-rata bulanan yang terjadi pada bulan Januari dan Desember dan yang terendah terjadi pada bulan Agutus maka Pola curah hujan pada DAS Way Kandis secara umum adalah Pola A atau Pola Monsun.

2. Konsentrasi hujan di DAS Way Kandis yang terbesar terjadi pada daerah pada Stasiun PH-034 Dam Kandis, Lampung Selatan dengan jumlah 663,89 mm/tahun. Hal ini disebabkan oleh luasan Stasiun PH-034 dalam DAS Way Kandis adalah yang terbesar, mencapai 36,23 % walaupun rata-rata curah hujan tahunan di Stasiun PH-034 bukanlah yang terbesar.

3. Konsentrasi hujan di DAS Way Kandis yang terendah terjadi pada daerah pada Stasiun PH-032 Bumi Sari, Natar dengan jumlah 107,58 mm/tahun. Hal ini disebabkan oleh luasan Stasiun PH-032 dalam DAS Way Kandis adalah yang terkecil, hanya mencapai 4,69 % walaupun rata-rata curah hujan tahunan di Stasiun PH-032 adalah yang terbesar.

4. Dari hasil perhitungan nilai-nilai parameter sebaran frekuensi, maka

didapatkan bahwa jenis sebaran frekuensi hujan yang cocok untuk DAS Way Kandis adalah Metode Log Pearson III.


(6)

5. Curah hujan rencana metode Log Pearson III pada periode ulang 2 tahun sebesar 49,507 mm; pada periode ulang 5 tahun sebesar 63,980 mm; pada periode ulang 10 tahun sebesar 74,203 mm; pada periode ulang 20 tahun sebesar 87,862 mm; pada periode ulang 50 tahun sebesar 98,612 mm, dan pada periode ulang 100 tahun sebesar 109,852 mm.

6. Untuk perencanaan dan pemanfaatan konstruksi bangunan air sebaiknya dilakukan pada Stasiun PH-034 Dam Kandis Lampung Selatan dengan mempertimbangkan bahwa konsentrasi yang terbesar terjadi di wilayah ini

B. Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai intensitas curah hujan rencana yang kemudian digunakan dalam perhitungan debit rencana sehingga dampak terjadi banjir dapat diminimalisir serta penanganan yang sesuai dengan kondisi di daerah tersebut.


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Air merupakan sumber daya alam yang paling berharga, karena tanpa air, tidak mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan manusia, hewan dan tanaman, tetapi juga merupakan media pengangkutan, sumber energi, dan berbagai keperluan lainnya. Pada suatu saat dalam bentuk hujan lebat dan banjir, air juga dapat menjadi benda perusak, menimbulkan kerugian harta dan jiwa, serta menghanyutkan berjuta-juta ton tanah subur (Arsyad, 1989).

Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km3air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi dan

pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Tetapi sirkulasi air ini tidak merata, karena kita melihat perbedaan besar presipitasi dari tahun ke tahun, dari musim ke musim yang berikut dan juga dari wilayah ke wilayah yang lain. Air permukaan tanah dan air tanah yang dibutuhkan untuk kehidupan dan


(8)

merata (hal mana memang terjadi demikian), maka akan terjadi bermacam-macam kesulitan. Jika terjadi sirkulasi yang lebih, seperti banjir, maka harus diadakan pengendalian banjir. Jika terjadi sirkulasi yang kurang, maka kekurangan air ini harus ditambah dalam suatu usaha pemanfaatan air (Sosrodarsono dan Takeda, 1999).

DAS Way Kandis merupakan salah satu bagian dari sistem DAS Sekampung, mencakup areal seluas 438 175,28 km2dan 4 (empat) wilayah administratif pemerintahan daerah yaitu Kabupaten Lampung Timur, Lampung Selatan, Pesawaran, dan Kota Bandar Lampung. Setiap tahun DAS Way Kandis ini senantiasa mengalami kekeringan pada musim kemarau namun pada musim penghujan tidak luput dari kejadian banjir dengan genangan yang cukup luas. Fenomena alam yang sering tidak menentu pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan masyarakat petani dalam wilayah DAS Way Kandis kurang memanfaatkan lahan usahatani secara optimal sehingga tingkat pendapatan usahatani dan kesejahteraan keluarga petani umumnya rendah.

Das Way Kandis memiliki jaringan sungai yang cukup rendah dengan tingkat kerapatan sungai sebesar 0,407 km/km2, dengan jumlah total panjang seluruh sungai 178,30 km. Sungai utama adalah Way Kandis dengan panjang sungai dari hulu hingga titik pertemuan dengan sungai Way Sekampung sepanjang 21,55 km. Anak-anak sungai Way Kandis meliputi Way Kandis Besar, Way Kandis Lunik, Way Kandis, Way Tl Bunut, Way Rilau, dan Way Limus. Bentuk DAS

berdasarkan nilai faktor bentuk (SF) sebesar 0,76 yang berarti pola aliran sungai DAS Way Kandis berbentuk lateral menyerupai lingkaran (Hermawan, 1991).


(9)

Dengan bentuk aliran tersebut maka DAS Way Kandis mempunyai sifat banjir yang besar pada titik-titik pertemuan anak-anak sungainya.

Kegiatan usahatani masyarakat yang tinggal di dalam DAS Way Kandis sebanyak 71% diantaranya memiliki lahan usahatani yang memperoleh layanan irigasi baik teknis maupun semi teknis, sedangkan sisanya sebanyak 29% hanya merupakan lahan tadah hujan. Pola pemanfaatan lahan usahatani oleh masyarakat petani umumnya disamping mengikuti anjuran pola tanam yang diberikan oleh petugas penyuluh lapangan (PPL) Cabang Dinas Pertanian kecamatan setempat, juga disesuaikan dengan kondisi iklim dan modal yang tersedia untuk usahatani yang akan dilakukan. Pada beberapa tempat, pola tanam yang dilakukan seringkali mengacu kepada prakiraan petani terhadap kondisi curah hujan selama musim tanam yang akan datang. Jika diperkirakan akan terjadi musim hujan yang cukup panjang maka petani akan menanam padi, sedangkan jika dirasakan curah hujan akan berkurang atau bahkan tidak akan turun maka petani hanya berani menanam palawija dan bahkan tidak mengolah tanah dan berusahatani pada kondisi iklim tersebut. Sebagian besar petani akan menanam jenis komoditas hortikultura sayuran seperti sawi, selada, kangkung darat, tomat, rampai, terong, kacang panjang, kacang tanah, dan cabai merah, dan ada juga petani yang menanam jenis padi ladang (gogo). Adapun luas lahan yang ditanam pada saat tidak ada hujan umumnya juga tidak sesuai dengan jumlah luas lahan yang dimiliki, dan rata-rata kecenderungan lebih kecil dari yang dimiliki. Keadaan tersebut berkaitan dengan resiko yang mungkin akan diterima oleh petani.


(10)

Pada umumnya petani skala kecil cenderung tidak akan berani menanggung resiko kegagalan yang besar akibat kondisi iklim

Faktor curah hujan yang tinggi merupakan salah satu faktor utama penyebab banjir. Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim di daerah tropis mempunyai curah hujan yang sangat tinggi. Dengan didominasi oleh adanya awan-awan konvektif dan orografik maka intensitas curah hujan yang terjadi sangat besar. Curah hujan yang tinggi, lereng yang curam di daerah hulu disertai dengan perubahan ekosistem dari tanaman tahunan atau tanaman keras berakar dalam ke tanaman semusim berakar dangkal mengakibatkan berkurangnya air yang disimpan dalam tanah, memperbesar aliran permukaan serta menyebabkan terjadinya tanah longsor. Curah hujan yang tinggi dalam kurun waktu yang singkat dan tidak dapat diserap tanah akan dilepas sebagai aliran permukaaan yang akhirnya menimbulkan banjir (Nugroho, 2002)

Menurut Asdak (1995), pemahaman proses-proses hidrologi menjadi penting dalam perencanaan konservasi tanah dan air untuk menentukan (1) perilaku hujan dalam kaitannya dengan proses terjadinya erosi dan sedimentasi; (2) hubungan curah hujan dan air larian (run off); (3) debit puncak (peak flow) untuk keperluan merancang bangunan-bangunan banjir; (4) hubungan karakteristik suatu DAS dengan debit puncak yang terjadi di daerah tersebut, sehingga dapat diambil langkah pengendalian terhadap arus debit tersebut.


(11)

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konsentrasi curah hujan di DAS Way Kandis, mengetahui nilai periode ulang di DAS Way Kandis.

C. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui nilai curah hujan bulanan, tahunan dan luasan thiessen sehingga dari nilai-nilai tersebut dapat diketahui konsentrasi hujan sehingga dapat digunakan untuk pemanfaatannya dan nilai-nilai curah hujan rancangan untuk berbagai periode ulang sehingga nantinya dapat digunakan dalam perencanaan konstruksi bangunan air di DAS Way Kandis.


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Siklus Hidrologi

Ilmu hidrologi berhubungan dengan keterdapatan dan pergerakan air di atas dan melalui permukaan bumi. Ilmu itu berhubungan dengan berbagai bentuk

kelengasan yang ada, dan beralihnya wujud zat cair, zat padat dan bentuk gas itu di udara dan di lapisan permukaan darat. Ilmu itupun menyangkut lautan, sumbernya dan kumpulan semua air yang member hidup di planet ini (Hadiwidjoyo, 1993).

Menurut Asdak (1995), hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuk (cairan, gas, padat) pada, dalam, dan di atas permukaan tanah termasuk di dalamnya adalah penyebaran, daur dan perilakunya, fisik dan kimianya serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri.

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1999), hidrologi adalah ilmu yang

mempelajari presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation), aliran permukaan (surface stream flow) dan air tanah (ground water). Sedangkan menurut Seyhan (1990), hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya, peredarannya, dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisikanya, dan reaksi dengan lingkungannya termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup.


(13)

Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir ke laut kembali (Soemarto, 1986).

Air yang kita gunakan sehari-hari berasal dari hasil daur hidrologi yang juga melibatkan hujan. Bila terjadi hujan, air akan tertahan oleh tajuk vegetasi

sebelum sampai ke permukaan tanah, sebagian akan tersimpan di permukaan tajuk dan sebagian lainnya akan jatuh ke permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon (stemflow). Namun, sebagian kecil air hujan tidak akan pernah sampai ke permukaan tanah karena terevaporasi kembali ke atmosfer (interception). Air hujan yang sampai ke permukaan tanah, sebagian akan mengalami infiltrasi. Sedangkan air hujan yang tidak terinfiltrasi akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian

mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff) menuju ke sungai. Air hujan yang terinfiltrasi akan bergerak secara horizontal untuk

selanjutnya pada tempat tertentu akan ke luar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Air hujan yang terinfiltrasi dapat pula bergerak vertical ke tanah yang lebih dalam menjadi bagian air tanah

(groundwater) yang akhirnya mengalir ke sungai. Namun, tidak semua air

infiltrasi mengalir ke sungai, melainkan sebagian tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah (evaporation) dan melalui permukaan tajuk vegetasi (transpiration) (Asdak, 1995).


(14)

Presipitasi adalah curahan atau turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang, mengingat bahwa di daerah tropis presipitasi hanya ditemui dalam bentuk curah hujan, maka presipitasi dalam konteks daerah tropis adalah sama dengan curah hujan. Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi di suatu DAS (Asdak, 1995).

Presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi. Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). Presipitasi atau curah hujan dibagi atas Curah hujan terpusat (Point Rainfall) dan Curah hujan daerah (Areal Rainfall). Curah hujan terpusat (Point Rainfall) adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan alat pengukur hujan atau data curah hujan yang akan diolah berupa data kasar atau data mentah yang tidak dapat langsung dipakai. Curah Hujan Daerah (Arael Rainfall) adalah curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir yaitu curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu Curah hujan daerah ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dinyatakan dalam mm. Bila dalam suatu daerah terdapat beberapa stasiun atau pos pencatat curah hujan, maka untuk mendapatkan curah hujan areal adalah dengan mengambil harga rata-ratanya (Naumar, 2004)

Menurut Harto (1993), hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan


(15)

(surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow).

Menurut Ariyoga (2009), presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan adalah suatu proses jatuhnya cairan (air) dari atmosfir ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya.

Hujan digambarkan sebagai air di udara yang mencapai permukaan tanah. Hujan merupakan komponen utama dari siklus hidrologi. Hujan diperoleh dari air yang berada di atmosfer dalam wujud uap air (Suroso, 2006).

Di Indonesia terdapat tiga pola curah hujan, yaitu curah hujan moonsunal, ekuatorial dan lokal. Pola curah hujan moonsunal terjadi akibat proses sirkulasi udara yang berganti arah setiap enam bulan sekali yang melintas di wilayah Indonesia, yang dikenal sebagai monsun barat dan monsun timur. Monsun barat umumnya menimbulkan banyak hujan (musim hujan), sedangkan monsun timur umumnya menyebabkan kondisi kurang hujan (musim kemarau). Untuk wilayah yang berkarakteristik pola curah hujan ini akan terlihat jelas perbedaan antara periode musim hujan dan musim kemarau. Umumnya pola ini juga bercirikan dengan satu puncak hujan maksimum pada bulan basahnya. Sedangkan daerah yang memiliki pola ekuatorial umumnya memiliki dua kali puncak hujan maksimum dalam setahunnya. Hal ini berkaitan dengan pergerakan matahari yang melintas garis ekuator sebanyak dua kali dalam setahun. Oleh karena itu,


(16)

umumnya wilayah yang berarakteristik ekuatorial ini cenderung berada pada daerah sekitar ekuator. Untuk pola curah hujan lokal umumnya berlawanan dengan pola curah hujan monsunal. Kondisi ini terjadi akibat posisi secara geografis dan topografi daerah setempat (Nurhayati, 2008).

Secara garis besar di wilayah Indonesia terdapat tiga pola curah hujan, yaitu (Tjasyono, 2004):

1. Pola A atau Pola Monsun, dipengaruhi oleh monsun, karakteristik distribusi bulanannya berbentuk huru V‟. Curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni, Juli atau bulan Agustus. Pola ini terdapat di sebelah Utara dan Selatan garis ekuator. Daerahnya meliputi Jawa, Nusa Tenggara,Kalimantan Selatan, Maluku Tenggara, Aceh serta Irian Jaya bagian Utara dan Selatan.

2. Pola B atau Pola Ekuatorial, distribusi curah hujan dengan dua maksimum yaitu sekitar bulan April dan Oktober, tidak selalu jelas perbedaannya pada distribusi curah hujan bulanannya. Pola ini terdapat di daerah ekuatorial yang meliputi daerah bagian tengah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.

3. Pola C atau Pola Lokal, dimana distribusi curah hujan bulanannya berlawanan dengan pola A. Pola ini banyak dipengaruhi oleh kondisi lokal (efek orografi). Dijumpai di daerah Sulawesi Selatan bagian Timur, Sulawesi Tengah bagian Timur, dan sekitar Ambon -Seram.

C. Distribusi Curah Hujan

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah


(17)

yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan (Sosrodarsono dan Takeda, 1999)

Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi hujan di seluruh DAS, maka di seluruh daerah itu dipasang alat penakar hujan, semakin banyak akan semakin baik. Dari pencatatan hujan di tempat-tempat itu dapat diketahui distribusi

hujannya. Di daerah-daerah besar keadaan demikian jarang terjadi, besarnya pun tidak sama. Oleh sebab itu, akan sulit menentukan banyaknya air hujan rata-rata daerah untuk suatu periode tertentu (Subarkah, 1980).

Menurut Hermawan (1991), Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :

1. Cara-cara aljabar

Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di sekitar daerah yang bersangkutan.

(R

1

+ R

2 n

)

(2.1)

Keterangan :

: curah hujan daerah (mm)

n

: jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan

R

1

, R

2

, R

n : curah hujan di setiap titik pengamatan (mm)

Cara hitungan dengan rata-rata aljabar (mean arithmetic method) ini merupakan cara yang sederhana, akan tetapi memberikan hasil yang tidak teliti. Hal tersebut diantaranya karena setiap stasiun dianggap mempunyai bobot yang sama. Cara ini


(18)

dapat digunakan bila hujan yang terjadi dalam DAS homogen dan variasi setiap tahunnya tidak terlalu besar.

2. Cara Thiessen

Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Curah hujan daerah dapat dihitung dengan persamaan.

(2.2)

Keterangan :

= Curah hujan daerah

R

1

, R

2

, R

n = Curah hujan di tiap titik pengamatan dan

n adalah jumlah titik- titik pengamatan

A

1

, A

2

,

A

n = Bagian daerah yang mewakili tiap titik

pengamatan


(19)

Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara aljabar rata-rata. Cara ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu, dan luas tersebut merupakan faktor koreksi (weighing factor) bagi hujan di stasiun yang bersangkutan.

3. Cara Garis Isohyet

Isohyet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai kedalaman hujan yang sama pada saat yang bersamaan. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut :

(2.3)

Keterangan :

= Curah hujan daerah

R

1

, R

2

, R

n = Curah hujan rata-rata pada bagian

A

1

, A

2

,

A

n


(20)

Gambar 2. Cara Ishoyet

Cara ini adalah cara yang paling teliti, tetapi membutuhkan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat guna memungkinkan untuk membuat garis-garis isohyet. Kesulitan yang dijumpai adalah kesulitan dalam setiap kali harus menggambarkan garis isohyet, dan juga masuknya unsur subjektifitas dalam penggambaran

isohyet. Jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohyet ini akan terdapat

kesalahan pribadi (individual error) si pembuat peta. Jadi untuk membuat peta yang baik, diperlukan pengetahuan/keahlian yang cukup

D. Analisis Frekuensi

Analisis data hidrologi memerlukan perhitungan-perhitungan statistik, terutama yang bersifat probabilistik seperti perhitungan analisis curah hujan dan banjir. Analisis frekuensi digunakan untuk peramalan dalam arti menentukan probabilitas terjadinya suatu peristiwa dengan tujuan perencaan di masa mendatang. Namun, waktu atau saat terjadinya peristiwa itu sebenarnya tidak ditentukan. Karena data-data pengamatan umumnya pendek, maka kita tidak mungkin menentukan

distribusi yang sebenarnya yang dapat digunakan bagi probabilitas hujan dan banjir. Oleh sebab itu, digunakan teoritis sebagai pendekatannya (Subarkah, 1980).


(21)

Cara probabilistik mengenalkan konsep probabilistik kejadian suatu besaran tertentu atau frekuensi kejadian dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, urutan kejadian diabaikan, akan tetapi yang penting adalah bahwa suatu besaran itu akan disamai atau dilampaui sekali dalam sekian tahun. Periode ulang (return period) yang dihitung tidak mempunyai pengertian periode ulang yang

sebenarnya.

Analisis frekuensi adalah suatu analisis data hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang tertentu. Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran disamai atau dilampaui. Sebaliknya,kala ulang (return period) diartikan sebagai waktu di mana hujan atau debit dengan satuan besaran tertentu rata-rata akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama jangka waktu ulang itu (misalnya T tahun) hanya sekali kejadian yang menyamai atau melampaui, tetapi merupakan perkiraan bahwa hujan atau debit tersebut akan disamai atau dilampaui K kalii dalam jangka panjang L tahun, dimana K/L kira-kira sama dengan 1/T (Harto 1993).

Analisis frekuensi atas data hidrologi menurut syarat tertentu untuk data yang bersangkutan, yaitu harus seragam (homogenous),independent, dan mewakili (representative). Data yang seragam berarti bahwa data tersebut harus berasal dari populasi yang sama. Dalam arti lain, stasiun pengumpul data yang bersangkutan, baik stasiun hujan atau stasiun hidrometri harus tidak pindah, DAS tidak akan berubah menjadi DAS perkotaan (urban catchment), maupun tidak ada gangguan-gangguan lain yang menyebabkan data yang terkumpul menjadi lain sifatnya. Batasanindependentdisini berarti bahwa besaran data ekstrim tidak terjadi lebih


(22)

dari sekali. Syarat lain adalah bahwa data harus mewakili untuk perkiraan kejadian yang akan datang, misalnya tidak terjadi perubahan akibat tangan manusia secara besar-besaran, dibangun konstruksi yang mengganggu

pengukuran, seperti bangunan sadap dan perubahan tata guna tanah (Harto, 1993).

Pengamatan distribusi frekuensi digunakan untuk menduga kejadian-kejadian sebelumnya terulang kembali. Dalam analisis frekuensi tidak dipermasalahkan metode yang digunakan, tetapi yang terpenting adalah lamanya pencatatan data yang digunakan untuk analisa harus menghasilkan hasil akhir yang dapat dipercaya. Kepercayaan terhadap frekuensi akan meningkat dengan bertambah lamanya pencatatan data (Noersyachbana, 1984).

Perhitungan data hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan. Dalam praktek sering kita jumpai perhitungan yang kurang pas, yaitu dengan mencari hujan maksimum harian setiap pos hujan dalam satu tahun, kemudian merata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS. Cara ini tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan atas hujan masing-masing pos yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang dari yang seharusnya (Suripin, 2004).

Dalam praktek analisis hidrologi, terdapat empat macam distribusi yang banyak digunakan dalam analisis frekuensi (Harto, 1993), yaitu

Distribusi Normal Distribusi Log-Normal

Distribusi Log-Pearson Type III Distribusi Gumbel


(23)

Dalam analisis frekuensi data hidrologi baik data hujan maupun data debit sungai terbukti sangat jarang dijumpai seri data yang sesuai dengan distribusi normal. Sebaliknya, sebagian besar data hidrologi sesuai dengan tiga distribusi lainnya. Masing-masing distribusi memiliki sifat-sifat khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat stastistik masing-masing distribusi

tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat mengandung kesalahan

overestimated undersetimated

keduanya tidak diingini. Dengan demikian, jelas bahwa pengambilan distribusi secara sembarang untuk analisis tanpa pengujian data hidrologi sangat tidak dianjurkan, meskipun dalam praktek harus diakui bahwa besar kemungkinan banyak dilakukan analisis frekuensi dengan menggunakan analisis tertentu (Harto, 1993).

Menurut Subarkah (1980), untuk hujan dan banjir banyak digunakan distribusi Gumbel dan distribusi Log-Pearson III. Untuk hujan harian atau hujan tiap jam, biasanya digunakan distribusi Log-Normal, Gumbel, Log-Pearson.

Penentuan hujan rencana meliputi :

a. Parameter sebaran frekuensi

Parameter dengan komponen yang perlu dicari adalah standar deviasi ( ), koefisien variasi (Cv), koefisien skewness(Cs), dan koefisien kurtosis (Ck). Persamaan yang digunakan adalah :

Standar deviasi ( ) = ...(2.9)


(24)

Koefisien skewness (Cs) = (2.11)

Koefisien kurtosis (Ck) = (2.12)

Keterangan :

X = Curah hujan harian maksimum (mm) = Curah hujan rata-rata (mm)

n = jumlah tahun data hujan

b. Pemilihan jenis sebaran frekuensi hujan

Pemilihan jenis sebaran frekuensi disesuaikan dengan nilai parameter yang didapatkan.

 Sebaran Normal : digunakan jika Cs = 0 dan Ck = 3

 Sebaran Log Normal 2 : digunakan jika nilai Cs = 3Cv atau Cs(lnX) = 0 dan Ck(lnX) = 3

 Sebaran Pearson III : digunakan jika Cs > 0 dan Ck = 1,5 Cs2+ 3  Sebaran Log Pearson III : digunakan jika Cs(lnX) > 0 dan Ck(lnX) =

1,5(Cs(lnX)2)+3

 Sebaran Gumbel : digunakan jika Cs = 1,4 dan Ck = 5,4

E. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirnya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.


(25)

Menurut Sulistiorini (1999), daerah aliran sungai(watershed catchment area, river basin, drainage basin)merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama dan kemudian mengalir ke danau atau ke laut.

Menurut Asdak (1995), daerah aliran sungai atau DAS adalah daerah yang

dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah itu akan ditampung oleh punggung-punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. Dari definisi diatas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbanganinflowdanoutflowdari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan

kehutanan optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun. Dalam pendefenisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan melalui beberapa cara. Konsep daur hidrologi DAS mrnjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.


(26)

Ditinjau dari segi hidrologi, sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan dan mengalirkannya sampai ke laut. Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah air tangkapan hujan yang biasanya disebut daerah aliran hujan (DAS). Dengan demikian, DAS dapat dipandang sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan mengumpul ke sungai menjadi aliran sungai. Garis batas antara DAS ialah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagi air hujan menjadi aliran permukaan ke masing-masing DAS. Garis batas tersebut ditentukan berdasarkan perubahan kontur dari peta topografi, sedangkan luas DAS dapat diukur dengan alat planimeter. Setiap DAS besar merupakan gabungan dari beberapa DAS sedang/sub DAS dan sub DAS adalah gabungan dari Sub DAS kecil-kecil (Soewarno, 1991).


(1)

Cara probabilistik mengenalkan konsep probabilistik kejadian suatu besaran tertentu atau frekuensi kejadian dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, urutan kejadian diabaikan, akan tetapi yang penting adalah bahwa suatu besaran itu akan disamai atau dilampaui sekali dalam sekian tahun. Periode ulang (return period) yang dihitung tidak mempunyai pengertian periode ulang yang

sebenarnya.

Analisis frekuensi adalah suatu analisis data hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang tertentu. Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran disamai atau dilampaui. Sebaliknya,kala ulang (return period) diartikan sebagai waktu di mana hujan atau debit dengan satuan besaran tertentu rata-rata akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama jangka waktu ulang itu (misalnya T tahun) hanya sekali kejadian yang menyamai atau melampaui, tetapi merupakan perkiraan bahwa hujan atau debit tersebut akan disamai atau dilampaui K kalii dalam jangka panjang L tahun, dimana K/L kira-kira sama dengan 1/T (Harto 1993).

Analisis frekuensi atas data hidrologi menurut syarat tertentu untuk data yang bersangkutan, yaitu harus seragam (homogenous),independent, dan mewakili (representative). Data yang seragam berarti bahwa data tersebut harus berasal dari populasi yang sama. Dalam arti lain, stasiun pengumpul data yang bersangkutan, baik stasiun hujan atau stasiun hidrometri harus tidak pindah, DAS tidak akan berubah menjadi DAS perkotaan (urban catchment), maupun tidak ada gangguan-gangguan lain yang menyebabkan data yang terkumpul menjadi lain sifatnya. Batasanindependentdisini berarti bahwa besaran data ekstrim tidak terjadi lebih


(2)

dari sekali. Syarat lain adalah bahwa data harus mewakili untuk perkiraan kejadian yang akan datang, misalnya tidak terjadi perubahan akibat tangan manusia secara besar-besaran, dibangun konstruksi yang mengganggu

pengukuran, seperti bangunan sadap dan perubahan tata guna tanah (Harto, 1993).

Pengamatan distribusi frekuensi digunakan untuk menduga kejadian-kejadian sebelumnya terulang kembali. Dalam analisis frekuensi tidak dipermasalahkan metode yang digunakan, tetapi yang terpenting adalah lamanya pencatatan data yang digunakan untuk analisa harus menghasilkan hasil akhir yang dapat dipercaya. Kepercayaan terhadap frekuensi akan meningkat dengan bertambah lamanya pencatatan data (Noersyachbana, 1984).

Perhitungan data hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan. Dalam praktek sering kita jumpai perhitungan yang kurang pas, yaitu dengan mencari hujan maksimum harian setiap pos hujan dalam satu tahun, kemudian merata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS. Cara ini tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan atas hujan masing-masing pos yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang dari yang seharusnya (Suripin, 2004).

Dalam praktek analisis hidrologi, terdapat empat macam distribusi yang banyak digunakan dalam analisis frekuensi (Harto, 1993), yaitu

Distribusi Normal Distribusi Log-Normal

Distribusi Log-Pearson Type III Distribusi Gumbel


(3)

Dalam analisis frekuensi data hidrologi baik data hujan maupun data debit sungai terbukti sangat jarang dijumpai seri data yang sesuai dengan distribusi normal. Sebaliknya, sebagian besar data hidrologi sesuai dengan tiga distribusi lainnya. Masing-masing distribusi memiliki sifat-sifat khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat stastistik masing-masing distribusi

tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat mengandung kesalahan overestimated undersetimated

keduanya tidak diingini. Dengan demikian, jelas bahwa pengambilan distribusi secara sembarang untuk analisis tanpa pengujian data hidrologi sangat tidak dianjurkan, meskipun dalam praktek harus diakui bahwa besar kemungkinan banyak dilakukan analisis frekuensi dengan menggunakan analisis tertentu (Harto, 1993).

Menurut Subarkah (1980), untuk hujan dan banjir banyak digunakan distribusi Gumbel dan distribusi Log-Pearson III. Untuk hujan harian atau hujan tiap jam, biasanya digunakan distribusi Log-Normal, Gumbel, Log-Pearson.

Penentuan hujan rencana meliputi :

a. Parameter sebaran frekuensi

Parameter dengan komponen yang perlu dicari adalah standar deviasi ( ), koefisien variasi (Cv), koefisien skewness(Cs), dan koefisien kurtosis (Ck). Persamaan yang digunakan adalah :

Standar deviasi ( ) = ...(2.9)


(4)

Koefisien skewness (Cs) = (2.11)

Koefisien kurtosis (Ck) = (2.12)

Keterangan :

X = Curah hujan harian maksimum (mm) = Curah hujan rata-rata (mm)

n = jumlah tahun data hujan

b. Pemilihan jenis sebaran frekuensi hujan

Pemilihan jenis sebaran frekuensi disesuaikan dengan nilai parameter yang didapatkan.

 Sebaran Normal : digunakan jika Cs = 0 dan Ck = 3

 Sebaran Log Normal 2 : digunakan jika nilai Cs = 3Cv atau Cs(lnX) = 0 dan Ck(lnX) = 3

 Sebaran Pearson III : digunakan jika Cs > 0 dan Ck = 1,5 Cs2+ 3

 Sebaran Log Pearson III : digunakan jika Cs(lnX) > 0 dan Ck(lnX) = 1,5(Cs(lnX)2)+3

 Sebaran Gumbel : digunakan jika Cs = 1,4 dan Ck = 5,4

E. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirnya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.


(5)

Menurut Sulistiorini (1999), daerah aliran sungai(watershed catchment area, river basin, drainage basin)merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama dan kemudian mengalir ke danau atau ke laut.

Menurut Asdak (1995), daerah aliran sungai atau DAS adalah daerah yang

dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah itu akan ditampung oleh punggung-punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. Dari definisi diatas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbanganinflowdanoutflowdari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan

kehutanan optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun. Dalam pendefenisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan melalui beberapa cara. Konsep daur hidrologi DAS mrnjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.


(6)

Ditinjau dari segi hidrologi, sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan dan mengalirkannya sampai ke laut. Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah air tangkapan hujan yang biasanya disebut daerah aliran hujan (DAS). Dengan demikian, DAS dapat dipandang sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan mengumpul ke sungai menjadi aliran sungai. Garis batas antara DAS ialah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagi air hujan menjadi aliran permukaan ke masing-masing DAS. Garis batas tersebut ditentukan berdasarkan perubahan kontur dari peta topografi, sedangkan luas DAS dapat diukur dengan alat planimeter. Setiap DAS besar merupakan gabungan dari beberapa DAS sedang/sub DAS dan sub DAS adalah gabungan dari Sub DAS kecil-kecil (Soewarno, 1991).