Mangrove Ecosystem Management Based on Silvofishery (The Case of RPH-Tegal Tangkil, KPH Purwakarta, Blanakan Subang

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERBASIS
MINAWANA (STUDI KASUS: KAWASAN MANGROVE RPH
TEGAL-TANGKIL KPH PURWAKARTA, BLANAKAN,
SUBANG, JAWA BARAT)

AHMAD MUHTADI RANGKUTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul Pengelolaan
Ekosistem Mangrove Berbasis Minawana (Studi Kasus: Kawasan Mangrove RPH
Tegal-Tangkil KPH Purwakarta, Blanakan, Subang, Jawa Barat) adalah hasil karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Maret 2013

Ahmad Muhtadi Rangkuti
NIM C252100031

ABSTRACT
AHMAD MUHTADI RANGKUTI. Mangrove Ecosystem Management Based on
Silvofishery (The Case of RPH-Tegal Tangkil, KPH Purwakarta, Blanakan Subang,
West Java). Under direction of KADARWAN SOEWARDI and TARYONO.
Mangrove ecosystem management based on silvofishery has been already known and
practiced widely, both in Indonesia and abroad. However, today it’s difficult to find
silvofishery application that comply the right principles, even on biotechnical,
ecologies, and institutions aspect. The aims of this research were: 1) to know ecology
status, biotechnical, and economics of silvofishery system at RPH Tegal-Tangkil; 2)
to formulate silvofishery management at RPH Tengal-Tangkil, Blanakan, Subang.
The data were collected related to ecology, economic, and social-institution aspect.
Results of this research were: 1) mangrove ecosystem has given significant
contribution on shrimp catches; 2) water quality condition still suitable for fish
aquaculture activities, even though there was indication of heavy metal content, so

that need to improve tendon system for better water quality; 3) as biotechnical, many
of the farmers still use traditional aquaculture and not implement good standards and
aquaculture principles. 4) as economics, silvofishery system still can be developed to
increase peoples income. Good silvofishery application can increase peoples income
up to 509. 60%; 5) institute management of silvofishery was still deficient. It’s
showed from fact condition in the field. Improvement the silvofishery management
must be focus on organization system and rules of the game.
Key words: biotechnical, institutional, silvofishery, RPH Tegal-tangkil

RINGKASAN
AHMAD MUHTADI RANGKUTI. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis
Minawana (Studi Kasus: Kawasan Mangrove RPH Tegal-Tangkil KPH Purwakarta,
Blanakan Subang Jawa Barat). Dibimbing oleh KADARWAN SOEWARDI dan
TARYONO.
Pengelolaan ekosistem mangrove berbasis minawana ini sudah banyak
dikenal dan dipraktekkan baik di dalam maupun di luar negeri. Namun, penerapan
pola minawana yang memenuhi prinsip-prinsip yang benar, baik dari segi bioteknis,
ekologi maupun kelembagaan belum terwujud. Minawana pertama kali
diperkenalkan di Burma dan di Indonesia. Minawana yang diterapkan di Indonesia
diperkenalkan oleh Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Penerapan

minawana ini dengan maksud, masyarakat diberikan kesempatan untuk
memanfaatkan ekosistem mangrove. Pemanfaatan ini ditujukan untuk usaha
perikanan tanpa merusak ekosistem mangrove. Sehingga, diharapkan kesejahteraan
masyarakat meningkat. Pada saat yang sama ekosistem mangrove tetap lestari.
Namun dalam penerapannya di lapangan, pola minawana yang telah diterapkan oleh
Departemen Kehutanan RI maupun yang dipraktekkan oleh masyarakat belum dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, ekosistem mangrove cenderung
rusak (contoh; di pesisir Blanakan). Penelitian ini mengambil kasus di Perairan
Pesisir Blanakan, dimana sudah ada percontohan tambak pola minawana yang dibuat
oleh Perhutani. Namun ternyata tidak diacu oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui kondisi ekologis, bioteknis, dan
ekonomis sistem minawana RPH Tegal-Tangkil dan 2) Merumuskan pola
pengelolaan kawasan minawana di RPH Tegal-Tangkil. Penelitian ini diharapkan
dapat menjadi model pengelolaan kawasan pesisir berbasis minawana yang dapat
diterapkan di tempat lain. Lokasi penelitian difokuskan pada kawasan minawana di
Desa Jayamukti, Blanakan dan Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten
Subang, Provinsi Jawa Barat. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan
penelitian ini adalah 8 bulan (Agustus 2011 – Maret 2012).
Analisa yang dilakukan terhadap penelitian ini, terdiri dari analisa ekologis,
bioteknik, ekonomis dan sosial kelembagaan. Analisa status ekologis dilakukan

dengan mempelajari kondisi ekosistem mangrove baik dari pengamatan langsung di
lapangan maupun penelusuran hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan
lokasi kajian. Analisa status ekologis dengan melihat hubungan antara penutupan
mangrove dengan keberadaan udang (hasil tangkapan udang harian) menggunakan
analisa ragam (anara) rancangan acak lengkap. Analisa kualitas air bagi budidaya
dilakukan secara deskriptif berdasarkan hasil pengamatan dan hasil penelitian
sebelumnya. Analisa bioteknik kawasan dilakukan dengan kajian penerapan
minawana berdasarkan kondisi existing tambak dengan menggunakan analisa
deskriptif. Analisa ekonomi dilakukan dengan menganalisa kelayakan usaha
minawana. Analisa sosial, dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi dan persepsi
masyarakat petambak terhadap penerapan sistem minawana yang dinyatakan dalam
satuan persentase. Analisa kelembagaan dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi
kelembagaan saat ini meliputi seluruh aktor yang terkait dalam pengelolaan
ekosistem mangrove. Analisa kelembagaan dalam penelitian ini dilakukan secara

deskriptif berdasarkan Ostrom (2011). Selanjutnya dilakukan analisa pengelolaan
mangrove berdasarkan Ruddle (1998). Pengelolaan tersebut nantinya diharapkan
dapat menjadi acuan dalam pengelolaan mangrove di lokasi tersebut dan di tempat
lain.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa penutupan mangrove

memberikan kontribusi yang nyata terhadap hasil tangkapan udang harian (Selang
kepercayaan 99%). Hasil pengukuran kualitas air insitu tahun 2012 didapatkan
bahwa kondisi perairan masih layak untuk kegiatan budidaya. Akan tetapi adanya
kandungan logam berat yang terdeteksi pada air, maka diperlukan sistem tandon
untuk mengurangi/memperkecil kandungan logam berat sebelum masuk ke tambak
(minawana). Sistem budidaya yang dilaksanakan penggarap minawana di RPH
Tegal-Tangkil saat ini tradisional. Pengisian air pada tambak tergantung pasangsurut, sehingga ada kemungkinan air laut yang masuk pada saat pasang adalah
salinitas rendah. Hal ini dikarenakan air laut yang bersalinitas lebih tinggi berada
dibagian dasar perairan. Dengan demikian, terdapat perbedaan salinitas di kawasan
pertambakan antara bagian hilir (dekat dengan laut), tengah dan hulu. Pada bagian
hulu tingkat salinitas lebih rendah dibanding bagian tengah maupun bagian hilir.
Pada kondisi ini seharusnya komoditas yang dibudidayakan tidak sama antara bagian
hulu maupun hilir. Akan tetapi, komoditas yang dibudidayakan cenderung sama baik
pada salinitas tinggi maupun rendah.
Konsep minawana di Blanakan saat ini, belum benar dan tidak layak. Hal ini
dilihat dari kondisi pengelolaan tambak yang tidak sesuai prosedur standar. Untuk
itu, perlu perbaikan pengelolaan minawana baik ekologi, bioteknik dan kelembagaan.
Perbaikan minawana dimulai dari perbaikan desain minawana terkait proporsi
mangrove dan tambak. Berdasarkan studi pustaka, diperoleh bahwa perbandingan
empang parit 60% mangrove dan 40% cukup ideal untuk peningkatan produksi

perikanan baik budidaya maupun non budidaya. Langkah selanjutnya berikutnya
adalah perbaikan/penerapan tata cara budidaya perikanan yang baik (Good
Aquaculture Practices). Oleh karena itu, berdasarkan hasil perhitungan ekonomi
pengembangan minawana di RPH Tegal-Tangkil dapat meningkatkan pendapatan
penggarap maupun sekitarnya. Peningkatan pendapatan masyarakat mencapai
509.60% pada sistem polikultur antara udang dan bandeng serta meningkat hingga
449.72% pada sistem polikultur antara bandeng dan mujaer.
Perbaikan pengelolaan minawana setidaknya fokus terhadap kelembagaan
yakni sistem organisasi dan aturan main. Perbaikan dalam struktur organisasi
pengelolaan minawana menjadi langkah pertama dalam perbaikan pengelolaan. Oleh
karena itu, Perhutani tentunya perlu memberikan kewewenangan terhadap LMDH
sebagai organisasi resmi yang mengatur pengelolaan di lapangan. Langkah
selanjutnya adalah perbaikan pengelolaan minawana dengan perbaikan aturan main
dalam pengelolaan. Selanjutnya, mempertegas penegakan hukum dan penerapan
sanksi menjadi point penting dalam pengelolaan minawana. Oleh karena itu
pencabutan hak garap akan memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran.
Kata kunci:

bioteknik, kelembagaan, RPH Tegal-tangkil, minawana.


© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penulisan kritik atau tinjauan masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERBASIS
MINAWANA (STUDI KASUS: KAWASAN MANGROVE RPH
TEGAL-TANGKIL KPH PURWAKARTA, BLANAKAN,
SUBANG, JAWA BARAT)

AHMAD MUHTADI RANGKUTI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Isdradjat Setyobudiandi, M.Sc.

Judul Tesis

: Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis Minawana (Studi
Kasus: Kawasan Mangrove RPH Tegal-Tangkil KPH
Purwakarta, Blanakan Subang Jawa Barat).

Nama

: Ahmad Muhtadi Rangkuti

NIM


: C252100031

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi
Ketua

Taryono, S.Pi., M.Si.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi


Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Tanggal Ujian:16 Januari 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Lulus: 20 Maret 2013

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas selesainya
penulisan tesis yang berjudul Pengelolaan Sumberdaya Ekosistem Mangrove
Berbasis Minawana (Studi Kasus: Kawasan Mangrove RPH Tegal-Tangkil KPH
Purwakarta, Blanakan Subang Jawa Barat).
Pengelolaan suatu kawasan akan efektif jika pemangku kepentigan
(pemerintah, perhutani dan masyarakat) merasakan pentingnya suatu organisasi
(kelembagaan) berjalan sesuai peraturan demi tujuan bersama. Penelitian ini
mengkaji aspek biofisik (ekologi) sebagai pondasi awal bagaimana kondisi suatu
ekosistem (sumberdaya) apakah masih baik atau masih layak digunakan atau

dikembangkan. Aspek lainnya yaitu aspek bioteknik yang dikembangkan dalam
pengembangan minawana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun
aspek ekonomi dikaji untuk mengetahui untung rugi suatu pemanfaatan sumberdaya
dalam konteks minawana. Aspek terakhir yang mendukung kelanjutan sumberdaya
adalah bagaimana sistem kelembagaan (tata aturan) yang berlaku di dalam
masyakarat. Pesan yang ingin disampaikan adalah pentingnya sinergisitas ekologi,
ekonomi dan sosial dalam pemanfaatan suatu sumberdaya agar lestari.
Penyusunan tulisan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, untuk itu
penulis dengan setulus hati mengucapkan terima kasih kepada:
1) Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi, sebagai ketua komisi pembimbing atas
kepercayaan yang diberikan kepada penulis untuk memimpin tim penelitian ini
serta motivasi yang diberikan dan kesabarannya dalam membimbing penulis
2) Bapak Taryono Kodiran, S.Pi, M.Si, sebagai anggota komisi pembimbing atas
segala masukan, kritikan, saran dan motivasi demi penyempurnaan tesis ini baik
dari segi substansi maupun penulisan
3) Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA, sebagai Ketua Prodi SPL atas segala
masukan, kritikan dan saran demi penyempurnaan dari mulai proposal penelitian
hingga penulisan tesis ini
4) Dr. Ir. Isdradjat Setyobudiandi, M.Sc sebagai penguji luar komisi atas segala
pengetahuan, motivasi, masukan, dan saran-saran yang telah diberikan baik pada
saat perkuliahan maupun ujian pada ujian tesis
5) Keluarga besar Rangkuti (ayah/ibu, abang/kakak, adik-adikku dan bouk) di
Tanah Mandailing atas dukungan dan doanya
6) Saudara Armansyah Rangkuti di Malaysia atas bantuan finansialnya
7) KPH Purawakarta dan Kesbang Linmas kabupaten Subang atas izin penelitian di
Blanakan
8) Keluarga Yayan di Jayamukti atas tumpangan hidup dan bantuannya selama
penulis melakukan penelitian
9) Tim penelitian silvo (Agoy, Oci, Deo, Jhon, Tyson dan Yona serta Popy) atas
bantuan penelitian di lapangan dan laboratorium
10) Keluarga Harsono dan ibu di Bogor atas tumpangan hidup sealam penulis tinggal
di Bogor
11) Dr. Yonvitner, Ali Mashar, M.Si dan Mujio, M.Si serta teman-teman perjuangan
lantai 5 (mbak Dewi, mbak Desti, dan Helmi), atas segala masukan dan
dukungannya

12) Sahabat-sahabatku SPL angkatan 17 (2010) dan SDP 2010, terutama teman
terbaikku Anir dan Aay atas kerjasama dan persahabatannya yang tulus
13) Gadis kecilku Ennie Setyani Rahayu, yang selalu memberikan dukungan moril
dan spritual
Penulis menyadari adanya keterbatasan pemikiran, sehingga memungkinkan
terjadinya kesalahan dan kekeliruan dalam penyusunan tesis ini. Untuk itu kritik,
saran dan masukan adalah hal yang paling berarti untuk penyempurnaan penulisan
tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat, terutama bagi penulis dan kampus
untuk pengembangan ilmu serta bagi pihak-pihak yang bersedia menerapkan hasil
penelitian ini, Amin
Bogor, Maret 2013
Ahmad Muhtadi Rangkuti

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanah Mandailing, pada tanggal 04 Juni 1985 dari ayah
H. Muhammad Yunus Rangkuti dan Ibu (alm) Sarianun Pulungan. Penulis
merupakan putra keempat dari enam bersaudara. Pada umur empat tahun ibunda
penulis meninggal dunia, sehingga selama 2 tahun penulis hanya diasuh oleh ayah
seorang diri. Pada umu 6 tahun ayah penulis kemudian menikah lagi dengan Hj.
Masdalima Pulungan. Sehingga, sejak umur 6 tahun sampai saat ini penulis
merasakan kembali kasih sayang seorang ibu. Walaupun ibu pengganti, akan tetapi
sudah seperti ibu kandung sendiri.
Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1998 di SD Negeri
144454 Rumbio Kecamatan Panyabungan Kabupaten Tapanuli Selatan, SLTP Negeri
5 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2001, SMA Negeri 1
Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2004. Pada Tahun 2009,
penulis berhasil menyelesaikan pendidikan strata satu (S-1) pada Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Pada tahun 2008, penulis pernah bekerja sebagai dosen asisten pada Program
Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Program Diploma IPB.
Kemudian pada tahun 2009, penulis bekerja pada perusahaan PT. Karsa Buana
Lestari sebagai Asisten Tenaga Ahli penyusunan Analisis Mengenai Dampak
lingkungan (AMDAL) di DKI Jakarta. Sejak tahun 2010 sampai sekarang penulis
bekerja sebagai tenaga lepas pada berbagai konsultan di Bogor maupun di Jakarta.
Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan strata dua (S-2) pada Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan strata dua (S-2) ini penulis
mendapatkan bantuan dana dari saudara Armansyah Rangkuti (saudara penulis yang
bekerja di Malaysia).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

xvii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

xix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xxi

1. PENDAHULUAN ....................................................................................

1

1.1. Latar Belakang .....................................................................................
1.2. Kerangka Pikir dan Perumusan Masalah ...............................................
1.3. Tujuan dan Manfaat ...............................................................................

1
2
5

2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................

7

2.1. Ekosistem Mangrove..............................................................................
2.1.1. Habitat Mangrove.......................................................................
2.1.2. Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove.................................
2.1.2.1. Mangrove dan Produktivitas Serasah ..........................
2.1.2.2. Asosiasi Mangrove dengan Biota Terestrial ...............
2.1.2.3. Mangrove dan Produktivitas Perikanan ......................
2.2. Kualitas Perairan ....................................................................................
2.3. Minawana...............................................................................................
2.4. Sosial-Ekonomi Masyarakat ..................................................................
2.4.1. Karakteristik Masyarakat Pesisir................................................
2.4.2. Aspek Ekonomi dan Analisa Kelayakan Minawana ..................
2.5. Kelembagaan dan Pola Pengelolaan Pesisir .........................................

7
7
8
8
8
9
9
9
13
13
13
14

3. METODOLOGI .........................................................................................

17

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................
3.2. Rancangan Penelitian.............................................................................
3.3. Pengumpulan Data .................................................................................
3.3.1. Alat dan Bahan ...........................................................................
3.3.2. Metode pengumpulan Data ........................................................
3.4. Analisa Data...........................................................................................
3.4.1. Analisa Status Ekologis dan Kualitas Air Bagi Budidaya ........
3.4.1.1. Analisa status ekologis................................................
3.4.1.2. Analisa kualitas air .....................................................
3.4.2. Analisa Bioteknik Pengelolaan Budidaya Ikan dan Udang .......
3.4.3. Analisa Usaha dan Kelayakan Usaha.........................................
3.4.3.1. Analisa Pendapatan Usaha ..........................................
3.4.3.2. Analisa Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) .......
3.4.3.3. Break Event Point (BEP) ...........................................
3.4.3.4. Analisa Kriteria Investasi............................................
3.4.4. Analisa Kelembagaan Pengelolaan Minawana ..........................

17
17
18
18
18
20
20
20
21
21
21
22
23
23
24
25

4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN.........................................

27

4.1. Letak Geografis......................................................................................

27

xiii

xiv

4.2. Ekosistem Mangrove ..............................................................................
4.2.1. Vegetasi Mangrove .....................................................................
4.2.1. Pembagian Blok..........................................................................
4.2.3. Tambak Milik .............................................................................
4.2.4. Tambak Tumpangsari/Minawana ...............................................
4.3. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat...............................................
4.3.1. Kependudukan ............................................................................
4.3.2. Pendidikan Penduduk .................................................................
4.3.3. Mata pencaharian Penduduk.......................................................

28
28
29
29
30
33
33
33
34

5. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................

37

5.1. Analisa Ekologis Ekosistem Minawana .................................................
5.1.1. Fauna Perairan ............................................................................
5.1.2. Hubungan Luas Tutupan Mangrove Terhadap Produksi
Perikanan....................................................................................
5.1.2.1. Mangrove dan Keberadaan Udang Harian ..................
5.1.2.2. Mangrove dan Produksi Udang Windu .......................
5.1.2.3. Mangrove dan Produksi Ikan Bandeng .......................
5.1.2.4. Mangrove dan Keberadaan Kepiting Dan Wideng .....
5.1.2.5. Mangrove dan Keberdaan Belut ..................................
5.1.3. Kualitas perairan .........................................................................
5.2. Analisa Bioteknik Sistem Minawana .....................................................
5.2.1. Kondisi Eksisting .......................................................................
5.2.2. Pemulihan Kawasan Minawana..................................................
5.2.2.1. Perbaikan Pola Minawana ...........................................
5.2.2.2. Perbaikan Jalur Hijau...................................................
5.2.2.3. Pembuatan Bak Penampung Air (Tandon)..................
5.2.2.4. Perbaikan Akses Jalan .................................................
5.2.2.5. Perbaikan Saluran ........................................................
5.2.2.6. Pengembangan Sistem Budidaya ................................
5.2.2.3. Pengembangan Pengelolaan Budidaya Perikanan ......
5.3. Analisa Ekonomi Sistem Minawana.......................................................
5.3.1. Analisa Ekonomi Eksisting ........................................................
5.3.1.1. Analisa Usaha ..............................................................
5.3.1.2. Analisa Kelayakan Usaha............................................
5.3.2. Analisa Pengembangan Ekonomi Minawana .............................
5.3.2.1. Analisa Usaha ..............................................................
5.3.2.1.1. Struktur biaya ...............................................
5.3.2.1.2. Penerimaan ...................................................
5.3.2.1.3. Keuntungan...................................................
5.3.2.2. Analisa kelayakan usaha..............................................
5.3.2.2.1. Net Present Value .........................................
5.3.2.2.2. Net benefit Cost Ratio (Net B/C) ..................
5.3.2.2.3. Internal Rate Of Return (IRR)......................
5.3.3. Perbandingan Sistem Minawana Eksisting dan Setelah
Dikembangkan ...........................................................................
5.4. Analisa Kelembagaan Sistem Minawana ...............................................
5.4.1. Kondisi Kelembagaan Saat Ini ..................................................

37
37
38
38
38
39
39
40
41
41
41
44
44
45
47
48
48
48
49
51
51
51
52
53
53
53
55
54
57
57
57
58
58
59
59

5.4.1.1. Tata aturan pengelolaan kawasan minawana ..............
5.4.1.2. Arena Aksi Dalam Pengelolaan Kawasan Minawana.
5.4.1.3. Pola Interaksi Antar Aktor Dalam Pengelolaan
Minawana di RPH Tegal-Tangkil ...............................
5.4.1.4. Luaran/Dampak Dalam Terhadap Sumberdaya..........
5.4.2. Persepsi Masyarakat Dalam Pengelolaan Minawana RPH
Tegal-tangkil ............................................................................
5.5. Perbaikan Pengelolaan Minawana .........................................................
5.5.1. Format Lembaga ........................................................................
5.5.2. Mekanisme Pengambilan Keputusan ........................................
5.5.3. Kewenangan LMDH ..................................................................
5.6. Perbaikan Pengelolaan Kawasan Minawana .........................................
5.6.1. Kewenanngan Pengelolaan (authority)......................................
5.6.2. Sistem Tata Aturan (rules) ........................................................
5.6.3. Sistem Hak (right)......................................................................
5.6.4. Sistem Monitoring dan.Evaluasi ................................................
5.6.5 Sistem Sanksi (sanctions) ...........................................................

59
60

6. SIMPULAN DAN SARAN........................................................................

89

6.1. Simpulan ................................................................................................
6.2. Saran ......................................................................................................

89
90

7. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

91

xv

63
64
64
67
67
71
72
73
74
77
80
82
84

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Keuntungan dan kerugian pada masing-masing pola minawana ...............

12

2. Uraian bagian-bagian penelitian dan pengumpulan data ...........................

19

3. Anara dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) ......................................

20

4. Luas wilayah studi di RPH Tegal-tangkil ..................................................

27

5. Kondisi saluran/kalen di lokasi penelitian .................................................

31

6. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin ..................................................

33

7. Klasifikasi umur penduduk Kecamatan Blanakan .....................................

33

8. Klasifikasi tingkat pendidikan formal penduduk Kecamatan Blanakan....

34

9. Fasilitas pendidikan Kecamatan Blanakan ................................................

34

10. Mata pencaharian penduduk di lokasi penelitian.......................................

35

11. Jenis ikan dan udang yang ditemukan di ekosistem minawana .................

37

12. Hasil tangkapan udang harian di lokasi penelitian.....................................

38

13. Jumlah hasil tangkapan kepiting dan wideng serta rata-rata pendapatan/
Orang..........................................................................................................

40

14. Jumlah hasil tangkapan belut serta rata-rata pendapatan/orang.................

40

15. Sistem budidaya dan pengelolaan tambak di lokasi penelitian..................

42

16. Hasil panen udang di lokasi penelitian ......................................................

43

17. Hasil panen ikan bandeng di lokasi penelitian...........................................

43

18. Hasil ikan mujaer/nila di lokasi penelitian.................................................

43

19. Estimasi hasil produksi dan nilai produksi tambak minawana di
RPH Tegal-tangkil (polikultur ikan bandeng dan nila/mujaer) .................

50

20. Estimasi hasil produksi dan nilai produksi tambak minawana di
RPH Tegal-tangkil (polikultur ikan bandeng dan udang)..........................

51

21. Analisa usaha tambak eksisting .................................................................

52

22. Analisa kelayakan usaha tambak eksisting ................................................

52

23. Keuntungan dari perbaikan sistem minawana ...........................................

57

24. Identitas pemangku kepentingan dan peranannya .....................................

61

25. Persentase pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang mangrove,
empang, PHBM dan LMDH ......................................................................
26. Persentase pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan
manfaat KUD, LMDH dan Kelompok Cinta Mangrove ...........................

66

27. Perolehan hak garapan empang di RPH Tegal-Tangkil.............................

76

xvii

65

xviii
28. Kondisi dan persepsi penggarap terhadap system aturan main di RPH
Tegal-Tangkil .............................................................................................

78

29. Kondisi dan persepsi penggarap terhadap sistem hak di RPH Tegal-Tangkil 81
30. Kondisi dan persepsi penggarap terhadap pemantauan yang
dilakukan oleh mandor di lapangan............................................................

84

31. Kondisi dan persepsi penggarap terhadap pelaksanaan sistem sanksi .......

86

32. Permasalahan kelembagaan, kondisi ideal dan usaha yang diperlukan
untuk mengurangi kesenjangan ................................................................

87

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian .................................................

5

2. Tipe atau model tambak pada sistem minawana........................................

12

3. Kerangka pikir kelembagaan .....................................................................

16

4. Lokasi penelitian ........................................................................................

17

5. Tahapan kegiatan pengelolaan tambak ......................................................

22

6. Kondisi umum mangrove di minawana lokasi penelitian;(a) mangrove
dibiarkan, (b) mangrove di tebang untuk memperluas areal tambak.........

28

7. Kondisi umum mangrove di dekat laut (sempadan pantai) di lokasi
penelitian; (a) mangrove dibiarkan (ketebalan 10 – 20 m),
(b) sempaadan pantai jadi tambak..............................................................

29

8. Salah satu contoh kondisi tambak murni di lokasi penelitian....................

30

9. Kondisi minawana saat ini (a) sistem minawana di penangkaran buaya
(konsep lama) (b) penutupan sekitar 75%; (c) penutupan mangrove 50%;
(d) penutupan mangrove hanya 30% .........................................................

31

10. Kondisi Kali Malang (kanan) dan kalen/saluran (kiri) ..............................

32

11. Tampilan petak minawana pola 60% mangrove dan 40% tambak ............

45

12. Pola tanam banjar secara merata................................................................

46

13. Tampilan pemulihan kawasan minawana di RPH Tegal-tangkil...............

46

14. Ilustrasi sistem tandon dalam mengairi tambak.........................................

47

15. Buku anggota penggarap empang di RPH Tegal-tangkil ..........................

60

16. Arena aksi dalam pengelolaan kawasan minawana RPH Tegal-tangkil....

63

17. Kegiatan wawancara terhadap responden ..................................................

65

18. Struktur organisasi LMDH .......................................................................

71

19. Organisasi pengelolaan kawasan minawana ..............................................

73

xix

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Peta titik pengambilan contoh...................................................................

95

2.

Prosedur pengambilan contoh...................................................................

96

3.

Pengukuran/perhitungan kualitas air ........................................................

97

4.

Kuisioner pengumpulan data ....................................................................

98

5.

Gambaran umum kawasan minawana ...................................................... 104

6.

Foto jenis flora dan fauna yang ditemukan di kawasan minawana .......... 105

7.

Foto alat tangkap kepiting, wideng, belut, dll........................................... 107

8.

Foto kegiatan di lapangan ......................................................................... 108

9.

Hasil tangkapan udang harian................................................................... 109

10. Hasil uji Anara hubungan kerapatan mangrove dengan udang ................ 110
11. Hasil tangkapan kepiting dan wideng....................................................... 111
12. Hasil tangkapan belut................................................................................ 113
13. Kualitas air hasil pengukuran ................................................................... 114
14. Kondisi umum responden ........................................................................ 116
15. Tahapan budidaya ramah lingkungan ....................................................... 118
16. Analisa ragam R/C tambak eksisting........................................................ 123
17. Analisa kelayakan usaha tambak pengembangan minawana ................... 124

xxi

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan wilayah yang berfungsi sebagai jembatan
antara daratan dan lautan. Ekosistem mangrove sangat penting sebagai tempat
untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak bagi berbagai berbagai
jenis ikan, udang dan moluska. Hal ini karena lingkungan mangrove menyediakan
perlindungan. Ekosistem mangrove juga merupakan pemasok bahan organik,
sehingga dapat menyediakan makanan untuk organisme yang hidup pada perairan
sekitarnya (Mann 2000). Dengan demikian, penurunan kualitas dan kuantitas
ekosistem mangrove dapat mengancam kelestarian mangrove sebagai habitat flora
dan fauna. Selanjutnya akan mengancam kehidupan fauna yang menggantungkan
kehidupannya pada ekosistem mangrove. Pemanfaatan mangrove yang tidak
memperhatikan kelestarian lingkungan akan mengakibatkan kemunduran terhadap
fungsi-fungsi dari ekosistem mangrove.
Kegiatan penebangan mangrove untuk diambil kayu bagi pembuatan arang
atau pembukaan untuk areal tambak dapat mengurangi atau bahkan akan merusak
fungsi ekosistem mangrove. Oleh karena itu, dalam rangka pemanfaatan
ekosistem mangrove diperlukan suatu pengelolaan ekosistem mangrove yang baik
dan benar. Salah satu pengelolaan wilayah pesisir di kawasan mangrove adalah
dengan konsep minawana. Pengelolaan sumberdaya mangrove berbasis minawana
ini sudah banyak dikenal dan dipraktekkan baik di dalam maupun di luar negeri.
Namun, penerapan pola minawana yang memenuhi prinsip-prinsip yang benar,
baik dari segi bioteknis, ekologi maupun kelembagaan belum terwujud.
Minawana pertama kali diperkenalkan di Burma dan di Indonesia.
Minawana yang diterapkan di Indonesia diperkenalkan oleh Departemen
Kehutanan Republik Indonesia. Minawana yang diperkenalkan di Indonesia, pada
awalnya dikenal dengan istilah tambak tumpangsari, tambak empang parit, atau
hutan tambak (Primavera 2000). Saat ini konsep minawana ini dikenal luas
dengan istilah silvofishery. Pada awalnya pengembangan minawana didasari oleh
adanya konversi ekosistem mangrove secara ilegal menjadi tambak sejak tahun
1970-an. Untuk mengurangi potensi konflik antara pembangunan tambak dan

2

konservasi mangrove, Departemen Kehutanan RI melalui Perum Perhutani
kemudian mengembangkan program Kehutanan Sosial (Social Forestry) pada
tahun 1976. Program tersebut kemudian dikenal dengan minawana. Pada program
ini, masyarakat diberikan kesempatan untuk memanfaatkan ekosistem mangrove.
Pemanfaatan ini ditujukan untuk usaha perikanan tanpa merusak ekosistem
mangrove. Sehingga, diharapkan kesejahteraan masyarakat meningkat. Pada saat
yang sama ekosistem mangrove tetap lestari.
Namun dalam penerapannya di lapangan, pola minawana yang telah
diterapkan oleh Departemen Kehutanan RI maupun yang dipraktekkan oleh
masyarakat belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan,
ekosistem mangrove cenderung rusak, contohnya di pesisir Blanakan. Penelitian
ini dengan maksud untuk mencari sebab-sebab kegagalan penerapan minawana
baik dari segi ekologi, bioteknis budidaya perikanan, sosial ekonomi, dan
kelembagaan. Sehingga nantinya diperoleh rumusan pola pengelolaan minawana
yang tepat dan benar.
Penelitian ini mengambil studi kasus di Perairan Pesisir Blanakan. Pada
areal ini sudah terdapat percontohan tambak pola minawana yang di buat oleh
Perum Perhutani. Namun diduga tidak diaplikasikan oleh masyarakat dengan
benar. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa rumusan pola pengelolaan
pesisir berbasis minawana yang berlaku umum dan dapat diterapkan di tempat
lain
1.2. Kerangka Pikir dan Perumusan Masalah
Wilayah pesisir Kabupaten Subang memiliki potensi ekosistem mangrove.
Wilayah ini merupakan hutan negara yang pengelolaannya dalam otoritas Perum
Perhutani, Kesatuan Pemangkuan Hutan Purwakarta (KPH Purwakarta). Luas
hutan mangrove di wilayah KPH Purwakarta mencapai 14,535.08 ha. Agar hutan
tersebut lestari dan mampu meningkatkan kesejahtraan masyarakat, maka
kemudian dikembangkan pola pemanfaatan minawana. Pola pemanfaatan ini
diperoleh dari KPH Purwakarta, sebagai pemegang otoritas wilayah.
Pada awalnya model minawana tersebut dikenal dengan empang parit
tradisional dengan komposisi 80 % mangrove dan 20 % tambak. Sejak krisis
moneter melanda Indonesia pada tahun 1997, mangrove tersebut ditebang oleh

3

masyarakat sekitar, sehingga luasan tambak lebih besar proporsinya dibanding
luasan mangrovenya. Penebangan mangrove di tambak (modifikasi empang)
bertujuan untuk memperluas areal budidaya dan diharapkan produksi ikan
meningkat. Akan tetapi yang terjadi adalah semakin rusaknya ekosistem
mangrove. Selain itu, produksi perikanan pun menurun, baik hasil budidaya
maupun non budidaya (hasil tangkapan udang harian).
Berdasarkan uraian diatas, untuk mengembalikan fungsi dan tujuan awal
dikembangkannya pola minawana, maka perlu perbaikan sistem minawana.
Perbaikan ini harus dilakukan secara menyeluruh baik dari aspek ekologi,
bioteknik maupun aspek kelayakan ekonomi. Dengan demikian, akan didapatkan
pola minawana yang dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat dan ekosistem
mangrove tetap lestari. Perbaikan sistem ini nantinya diharapkan dapat menjadi
pola pengelolaan minawana yang berkelanjutan. Untuk itu, perbaikan sistem
kelembagaan mutlak dilakukan, agar pola minawana berjalan sesuai dengan
aturan yang ditetapkan.
Berdasarkan uraian diatas, diperlukan penelitian pengelolaan ekosistem
mangrove berbasis minawana. Penelitian ini nantinya diharapkan mampu
mengidentifikasi faktor-faktor kegagalan penerapan minawana baik dari segi
ekologi, bioteknis budidaya perikanan, sosial ekonomi, dan kelembagaan.
Pemecahan

permasalahan akan diuraikan

sebagai berikut: Pertama, untuk

mengetahui penurunan produksi perikanan dari kegiata non budidaya, maka aspek
yang dilihat adalah hubungan antara mangrove (kerapatan/penutupan mangrove)
dengan hasil tangkapan udang harian. Penelitian ini akan membandingkan hasil
tangkapan udang harian pada berbagai rasio minawana yang berbeda. Selain itu,
melakukan pengamatan terhadap hasil tangkapan kepiting, wideng dan belut di
kawasan minawana untuk mendukung kontribusi mangrove terhadap produksi
minawana dari non budidaya.
Kedua, untuk melihat produksi perikanan dari budidaya ada 2 hal yang
dilakukan yaitu: 1) mengukur sebaran salinitas di kawasan pertambakan
minawana; 2) mengukur kualitas air di tambak. Pengukuran sebaran salinitas
dengan maksud untuk melihat apakah komoditas yang dibudidayakan sudah tepat
atau belum. Pengukuran kualitas air tambak meliputi kualitas air in situ dan logam

4

berat. Pengukuran kualitas air ini dengan maksud mengetahui apakah kondisi
perairan masih layak atau tidak untuk kegiatan budidaya. Selain itu, untuk
mendapatkan hasil produksi yang optimal baik hasil budidaya maupun non
budidaya, perlu dilakukan kajian terhadap proporsi mangrove dan tambak serta
prosedur standar budidaya yang layak dan berlaku umum. Kajian terhadap
proporsi mangrove dan tambak ini akan dilakukan studi literatur terhadap hasil
penelitian yang relevan. Untuk prosedur standar budidaya akan dilakukan dengan
prosedur standar yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui instansi yang terkait.
Ketiga, untuk melihat atau mengukur fungsi dan manfaat mangrove
terhadap produksi perikanan, dilakukan perhitungan aspek biaya (cost) dan
penerimaan (revenue) dari kegiatan minawana. Perhitungan biaya dan penerimaan
ini mencakup hasil budidaya maupun hasil tangkapan udang harian. Sehingga
dapat dibandingkan bagaimana kontribusi nilai ekonomi mangrove secara
langsung. Selain itu, dilakukan perhitungan kelayakan ekonomi tangkap kondisi
eksisting dan kondisi mendatang dengan berbagai perbaikan teknis.
Keempat, untuk melihat alasan atau latar belakang mengapa masyarakat
berani melakukan penebangan maupun modifiksasi minawana untuk memperluas
areal budidaya, maka dilakukan analisis terhadap aturan main yang berlaku.
Sistem aturan main ini dengan menganalisis terhadap kondisi eksisting dan
kondisi ideal yang seharusnya dijalankan.
Setelah, menganalisis permasalahan ekologi, bioteknik, sosial ekonomi
dan kelembagaan serta solusinya, langkah selanjutnya dengan memperbaiki
pengelolaan minawana secara sistemik yang menitik beratkan pada disain
pengelolaan minawana. Dengan demikian diperlukan desain kelembagaan yang
adaptif

didasarkan

pada

karakteristik

sumberdaya,

lingkungan

maupun

pengelolaannya. Perbaikan dalam struktur organisasi pengelolaan minawana
menjadi langkah pertama dalam perbaikan pengelolaan. Langkah selanjutnya
dalam perbaikan pengelolaan minawana adalah perbaikan dalam aturan main
pengelolaan (Taryono 2009). Kerangka pemikiran kajian Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Berbasis Minawana (studi kasus ekosistem mangrove di RPH TegalTangkil, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat) disajikan pada Gambar 1.

5

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
1.3. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kondisi ekologi, bioteknik, dan ekonomi sistem minawana RPH
Tegal-Tangkil
2. Merumuskan pola pengelolaan kawasan minawana di RPH Tegal-Tangkil.
Penelitian ini diharapkan menjadi contoh pengelolaan kawasan pesisir
berbasis minawana yang dapat diterapkan di tempat lain.

6

7

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Mangrove
Tomlinson (1986) dan Wightman (1989) in Giesen et al. (2006)
mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang
surut. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang
khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger et al. 1983 in
Giesen et al. 2006). Menurut Nybakken (1992) mangrove atau mangal adalah
sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu jenis komunitas
pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau
semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang pada
perairan asin. Secara ringkas mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe
tanaman yang tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut (terutama di pantai
yang terlindung, laguna, dan muara sungai). Ekosistem mangrove merupakan
suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi
dengan faktor lingkungan di dalam suatu habitat mangrove (Nybakken 1992).
Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove,
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44
jenis epifit, dan 1 jenis paku. Sebanyak 43 jenis, dari 202 jenis tersebut
(diantaranya 33 jenis pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai
mangrove sejati (true mangrove). Sementara jenis lain ditemukan di sekitar
mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan (associate mangrove)
(Giesen et al. 2006).
2.1.1. Habitat Mangrove
Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah
berlumpur (Chapman 1977 in Giesen et al. 2006; Nybakken 1992). Hogarth
(2007) menyebutkan bahwa mangrove tumbuh pada daerah pantai berlumpur,
yang dapat beradaptasi terhadap pasang surut, perubahan salinitas, oksigen
rendah, dan suhu yang tinggi (daerah tropis). Ekosistem mangrove umumnya
berkembang di daerah intertidal (daerah pasang surut) sehingga daerahnya
tergenang air laut secara berkala (setiap hari maupun saat pasang purnama),
menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat, terlindung dari gelombang

8

besar dan arus pasang surut yang kuat. Mangrove banyak ditemukan di pantaipantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung.
2.1.2. Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove
Secara fisik, vegetasi mangrove berperan dalam melindungi pantai tetap
stabil. Selain itu mangrove juga berperan sebagai perangkap zat-zat pencemar dan
limbah (Naamin 1991). Mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari
sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai. Mangrove juga mampu dalam
menekan laju intrusi air laut ke arah daratan (Sukresno dan Anwar 1999 in Anwar
dan Gunawan 2006). Kajian lain yang berkaitan dengan polutan dilaporkan oleh
Anwar dan Gunawan (2006) yang menemukan bahwa tambak tanpa mangrove
mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari
perairan ekosistem mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang
masih bermangrove (minawana).
2.1.2.1. Mangrove dan Produktivitas Serasah
Peranan mangrove dalam menunjang kegiatan perikanan pantai dapat
disimpulkan dalam dua hal. Pertama, mangrove berperan penting dalam siklus
hidup berbagai jenis ikan, udang dan moluska (Giessen et al. 2006). Hal ini
karena lingkungan mangrove menyediakan tempat perlindungan. Kedua,
mangrove merupakan pemasok bahan organik, sehingga dapat menyediakan
makanan untuk organisme yang hidup pada perairan sekitarnya.
2.1.2.2. Asosiasi Mangrove dengan Biota Teresterial
Hubungan ekosistem mangrove dengan biota teresterial juga sangat
penting termasuk burung (lokal maupun burung migran), mamalia, reptil, amphibi
maupun hewan lainnya. Keberadaan mangrove menjadi sangat penting terhadap
biota teresterial karena umumnya sebagai tempat mencari makan maupun
persinggahan (burung migrasi) ataupun mangrove adalah tempat hidupnya.
Adapun berbagai jenis satwa liar yang dapat dijumpai pada mangrove Blanakan di
RPH Tegal-Tangkil sebelum meluasnya petak lokasi tambak meliputi berbagai
burung, mamalia, dan reptil (Perhutani 1995).

9

2.1.2.3. Mangrove dan Produktivitas Perikanan
Banyak jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi menghabiskan sebagian
siklus hidupnya pada habitat mangrove (Burhanuddin 1993 in Giessen et al.
2006). Kakap (Lates calcacifer) dan kepiting mangrove (Scylla serrata)
merupakan jenis ikan dan krustase yang secara langsung bergantung kepada
habitat mangrove (Griffin 1985 in Giessen et al. 2006). Menurut Djamali (1991)
beberapa jenis udang penaeid di Indonesia sangat tergantung pada ekosistem
mangrove. Lebih lanjut Djamali (1991) mengemukakan adanya hubungan linier
positif antara luas ekosistem mangrove dengan produksi udang, dimana makin
luas ekosistem mangrove makin tinggi produksi udangnya dan demikian
sebaliknya.
2.2. Kualitas Perairan
Parameter kualitas air laut merupakan faktor penting bagi kelangsungan
hidup organisme. Adanya perubahan kualitas air di laut dapat menyebabkan
perubahan komposisi komunitas (komposisi dan kelimpahan) organisme di
perairan. Perairan yang ideal adalah perairan yang dapat mendukung kehidupan
organisme dengan optimal. Kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan
lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air
yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Penentuan kualitas air
dapat ditentukan dengan melihat faktor fisik, kimia, biologi maupun kandungan
logam beratnya (Effendi 2003).
2.3. Minawana
Kegiatan minawana berupa empang parit pada kawasan ekosistem
mangrove, terutama di areal Perum Perhutani telah dimulai sejak tahun 1976.
Pada tahun 1977 di kawasan mangrove di Cilacap, minawana sudah mulai
dikembangkan sebagai upaya reboisasi dan memberikan lapangan kerja bagi
masyarakat. Sementara itu sejak tahun 1986 BPKH Ciasem Pamanukan telah
menerapkan strategi Perhutanan Sosial (PS) yang pelaksanaannya dilakukan
dengan melibatkan masyarakat secara aktif sebagai penggarap tambak dan udang
serta wajib memelihara ekosistem mangrove. Pola ini kemudian disempurnakan
pada tahun 1988 dengan program minawana (Perhutani 1984).

10

Definisi istilah minawana atau silvofishery atau tambak sistem tumpang sari
bermacam-macam, akan tetapi menunjukkan pengertian yang sama. Sukardjo
(1989) mendefinisikan tambak tumpang sari sebagai pendekatan dengan menjaga
keberadaan mangrove untuk mendukung produksi perikanan yang dibuat berupa
kolam di sekitar mangrove tersebut. Nugroho et al. (1990) mengemukakan
minawana dalam gagasan Coupled Ecosystem Silvosishery (CES) yang mengacu
pada gagasan Coupled Ecosystem Agroforestry (CEA) adalah penggunaan lahan
dimana kedua ekosistem hutan dan pertanian (termasuk perikanan) baik dalam
skala mikro maupun makro saling berpasangan dan menguntungkan (mutually
complement). Pada kondisi tersebut ekosistem hutan dan pertanian dapat saling
mempertukarkan energi dan unsur hara untuk saling mendukung dan melindungi.
Lebih lanjut Salim (1986) in Nugroho et al. (1990) mengemukan penerapan CES
didasarkan pada prinsip pokok: (1) kesinambungan fungsi ekosistem mangrove,
(2) terpeliharanya jaringan kehidupan ekosistem mangrove, (3) terpeliharanya
kemungkinan

keanekaragaman

kehidupan,

(4)

diindahkannya

kedudukan

mangrove sebagai “milik bersama”, dan (5) diindahkannya prinsip pengendalian
dampak negatif pembangunan.
Soewardi (1994) mendefinisikan minawana atau sering disebut sebagai
silvofishery adalah suatu bentuk kegiatan yang terintegrasi (terpadu) antara
budidaya

perikanan

dan

konservasi

mangrove.

Konsep

minawana

ini

dikembangkan sebagai salah satu bentuk budidaya perikanan berkelanjutan
dengan input yang rendah. Pendekatan antara konservasi dan pemanfaatan
kawasan mangrove ini memungkinkan untuk mempertahankan keberadaan
mangrove yang secara ekologi memiliki produktivitas relatif tinggi dengan
keuntungan ekonomi dari kegiatan budidaya perikanan. Berdasarkan Fitzgerald
(1997); Sofiawan (2000); Suryadiputra dan Telly (2006), minawana merupakan
sebuah kombinasi antara kolam/tambak budidaya ikan dengan ekosistem
mangrove secara berdampingan.
Sualia et al. (2010) mendefinisikan minawana sebagai suatu rangkaian
kegiatan terpadu anta