Respon Seleksi dan Terkorelasi Sifat Pertumbuhan dan Produksi Puyuh Pada Seleksi Jangka Panjang (Direct and Correlated Responses of Growth and Production Traits in Japanese Quail Following Long-Term Selection)

Hamdan: Respon Seleksi dan Terkorelasi Sifat Pertumbuhan dan Produksi...

Respon Seleksi dan Terkorelasi Sifat Pertumbuhan dan Produksi Puyuh
Pada Seleksi Jangka Panjang
(Direct and Correlated Responses of Growth and Production Traits
in Japanese Quail Following Long-Term Selection)
Hamdan*
*

Staf Pengajar Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Jalan
Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Medan 20155

Abstract: Direct and correlated responses of growth and production traits in Japanese Quail
following long-term selection, were obtained from 38.578 records of two lines of quail over 21
generations selection, from 1993 to 2001 in Merbiz Research Station University of Martin Luther,
Germany. The purposes of this study were 1) to examine genetics gain based on direct and
correlated responses 2) to estimate the selection limit of growth and production traits in Japanese
Quail following long-term selection. The first line of quail was selected on high-body weight and
low-egg weight while the second line was selected only on high-egg weight. Direct and correlated
responses as well as selection limit were examined and estimated by using logarithmic regression
analysis procedure using MS-EXEL program. Almost non-selected traits have positive correlation,

except the number of eggs laid between 42 days and 200 days of age (JT200). Selection responses
of body weight at age of 42 days (BB42) was higher than the trait of body weight at age of 200 days
(BB200). Selection responses of body weight at age of 42 days (BB42) was higher in female than
male of quail, while for the trait of body weight at age of 200 days (BB200), responses selection
was higher in male than female. Selection responses of the last 12 weeks (BT12) egg weight was
higher than egg weight at the first 11 weeks (BT11). Even, results have shown that genetic gain
was higher in line 2 of quail, which have been selected based on high-egg weight than line 1, which
was selected on both high-body weight and low-egg weight. Following 21 generations of selection,
the genetics gain is still remaining on all of selected trait, although the response rate is already
declining. According to estimation of selection limit based on direct and correlated responses
following 100 generations, selection of low-egg weight give a lower response than high-egg weight.
Key words: Japanese quail, long-term selection, response selection, correlated response, genetics
gain, selection limit.
Abstrak: Respon seleksi dan terkorelasi sifat pertumbuhan dan produksi puyuh pada seleksi jangka
panjang, diperoleh dari 38.578 data dua galur puyuh selama 21 generasi seleksi dari tahun 1993
sampai 2001 di Stasiun Penelitian Merbiz, Universitas Martin Luther, Jerman. Tujuan penelitian ini
adalah 1) menghitung kemajuan genetik berdasarkan respon seleksi dan terkorelasi 2) menduga
batas seleksi sifat pertumbuhan dan produksi puyuh pada seleksi jangka panjang. Galur pertama
diseleksi berdasarkan sifat bobot telur yang besar, sedangkan galur kedua diseleksi berdasarkan
sifat bobot badan yang besar dan telur yang kecil. Respon seleksi dan terkorelasi serta batas seleksi

diuji dan diduga menggunakan prosedur analisis regresi logaritma menggunakan program MS-EXEL.
Hampir semua sifat yang tidak diseleksi, memiliki korelasi yang positif kecuali sifat jumlah telur
selama umur 42 hari sampai 200 hari (JT200). Respon seleksi sifat bobot badan pada umur 42 hari
(BB42) lebih tinggi dibandingkan sifat bobot badan pada umur 200 hari (BB200). Respon seleksi BB42
lebih tinggi pada puyuh betina daripada puyuh jantan, sebaliknya pada sifat BB200, respon seleksi
lebih tinggi pada puyuh jantan daripada puyuh betina. Respon seleksi untuk sifat bobot telur 12
minggu terakhir masa produksi lebih tinggi dibanding pada sifat bobot telur 11 minggu pertama
masa produksi (BT 11). Bahkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kemajuan genetik lebih tinggi
dicapai pada puyuh galur 2 yang diseleksi berdasarkan sifat bobot telur yang besar daripada galur 1
yang diseleksi berdasarkan sifat bobot badan yang besar dan bobot telur yang kecil. Selama 21
generasi seleksi, kemajuan genetik masih tetap bertahan pada semua sifat yang diseleksi, walaupun
kecepatan respon seleksi sudah mulai menurun. Berdasarkan pendugaan batas seleksi dari hasil
perhitungan respons seleksi dan terkorelasi selama 100 generasi, seleksi pada bobot telur yang kecil
memberikan respon yang lebih kecil jika dibandingkan sifat bobot telur yang besar.
Kata kunci: Puyuh, seleksi jangka-panjang, respon seleksi, respon terkorelasi, kemajuan genetik,
batas seleksi.

27

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.1, April 2005


Pendahuluan
Perbaikan
mutu
genetik
ternak
merupakan salah satu faktor penting dalam
peningkatan produksi. Perbaikan mutu genetik
dapat dilakukan melalui berbagai cara,
diantaranya adalah melalui seleksi. Tentu saja
untuk mencapai kualitas genetik ternak yang
baik seperti yang diharapkan, dibutuhkan
waktu yang berbeda tergantung pada jenis
ternak. Semakin lama jarak interval generasi
maka semakin lama waktu yang dibutuhkan.
Oleh karena itu penelitian seleksi lebih sering
menggunakan model hewan percobaan yang
interval generasinya lebih singkat.
Puyuh (Coturnix coturnix japonica)
yang sudah dikenal sejak abad ke-11 sebagai

penghasil daging dan telur, mungkin tidak
pernah sepopuler ayam karena ukuran
tubuhnya yang kecil. Di Indonesia sampai saat
ini, puyuh terkesan masih dianaktirikan jika
dibanding unggas lain seperti ayam dalam
menghasilkan telur dan daging. Hal ini dapat
dilihat bahwa sampai sekarang data laporan
statistik peternakan tidak mencantumkan data
populasi dan produksi produksi puyuh. Padahal
jika dilihat dari sisi yang lain, puyuh memiliki
banyak keunggulan jika dibandingkan dengan
beberapa unggas lain. Diantaranya karena
ukuran tubuhnya yang kecil puyuh mudah
dipelihara pada kandang pembibitan, prolifik,
interval generasi singkat, keragaman genetik
dan produktivitas tinggi, serta kemiripan antara
puyuh dengan beberapa spesies unggas lainnya
menjadikan puyuh sebagai model hewan
percobaan yang ideal dalam penelitian seleksi
unggas, khususnya untuk penelitian seleksi

jangka panjang
Percobaan seleksi jangka panjang
dapat mengukur kecepatan respon setiap
generasi dan waktu respon, studi penyebab
batas seleksi, dan plateau. Percobaan seleksi
jangka panjang juga dapat menguji teori yang
berhubungan dengan ukuran populasi dan
intensitas seleksi untuk menduga respon
terkorelasi jangka panjang, khususnya sifatsifat fitness, untuk menduga frekuensi dan
jumlah gen yang mempengaruhi sifat-sifat dari
pola respon dan untuk mengembangkan galur
untuk berbagai studi fisiologi, biokimia, dan
genetika
molekuler,
sehingga
dapat
dikembangkan pendekatan yang tepat untuk
keberlanjutan kemajuan genetik. Paling tidak
dibutuhkan 30 generasi untuk mencapai tujuan
dari percobaan seleksi jangka panjang tersebut

(Reddy, 1996).
Respon seleksi adalah perubahan nilai
rata-rata fenotipe dari generasi berikutnya,
sebagai akibat dari adanya seleksi terhadap
populasi. Respon seleksi (R) juga merupakan

28

kenaikan mutu genetik ternak, sehingga sering
pula dinyatakan dengan simbol ΔG, yang
melambangkan perubahan (Δ) dari nilai genetik
(G) (Hardjosubroto, 1994). Respon seleksi
menjelaskan suatu perubahan antargenerasi
yang linear, diikuti dengan penurunan respon
sampai batas seleksi tercapai. Penurunan
respon selanjutnya muncul karena adanya
random drift dalam populasi terbatas ketika
pengaruh dominan muncul. Respon seleksi dan
batas seleksi sangat tergantung pada intensitas
seleksi, struktur genetik dalam populasi, dan

lingkungan tempat seleksi dilakukan (Reddy,
1996).
El Ibiary et al. (1966) memperoleh
rataan jumlah telur puyuh sampai umur 100
hari 45,7 butir pada generasi tetua dan 41,1
butir pada generasi pertama hasil seleksi.
Sementara Kuswahyuni (1983) memperoleh
rataan jumlah telur puyuh sampai umur 100
hari 27,99 butir pada generasi tetua dan 29,99
butir pada generasi pertama hasil seleksi.
Generasi F-1. Woodard et al. (1973)
memperoleh rataan jumlah telur puyuh umur
16 minggu hasil seleksi selama 16 generasi
meningkat dari 43,0 menjadi 44,3 butir.
Moritsu
et
al.
(1997)
telah
mengklasifikasikan bobot telur pada dua tipe

yakni tipe berat dan tipe ringan dengan rataan
bobot telur masing-masing 11,9 dan 8,3 g.
Kuswahyuni (1983) memperoleh rataan
bobot telur puyuh sampai umur 100 hari
masing-masing 10,14 g generasi tetua dan
10,23 g pada generasi F1. Sedangkan Woodard
et al. (1973) memperoleh rataan bobot telur
sampai umur 20 minggu selama 16 generasi
seleksi meningkat dari 10,7 menjadi 11,1 g.

Materi dan Metode Penelitian
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan
di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika
Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, mulai bulan Desember 2003 sampai April
2004.
Materi

Materi penelitian berasal dari catatan

produksi puyuh dua galur hasil seleksi selama
21 generasi mulai dari tahun 1993 sampai 2001.
Dari generasi 1 sampai 2 puyuh dipelihara di
kandang penelitian di Leipzig, kemudian dari
generasi 3 sampai 21 ditempatkan di Stasiun
Percobaan Merbiz, Universitas Martin Luther,
Jerman.
Metode

Puyuh dipelihara pada kandang beterai
tiga lantai dalam satu kandang. Pakan yang

Hamdan: Respon Seleksi dan Terkorelasi Sifat Pertumbuhan dan Produksi...

digunakan selama penelitian ada tiga jenis
yakni: 1) Deuka- Putenstarter-P1, kandungan
protein kasar 29.80% diberikan pada umur 1-4
minggu;
2)
Deuka-Landkornendmast,

kandungan protein kasar 21.50% diberikan pada
umur 5-6 minggu ; 3) Deuka-all-mash-LC,
kandungan protein kasar 17.00% diberikan pada
umur 7 minggu sampai selesai. Dari generasi 1
sampai 10 puyuh terdiri atas 110 pasang tetua
dan pada generasi 11 sampai 21 jumlah
pasangan tetua dikurangi menjadi 80 pasang.
Sifat
yang
dianalisis
adalah
dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yakni
sifat yang diukur dari betina saja dan sifat
bobot badan yang diamati pada jantan dan
betina. Pengamatan dilakukan pada sifat bobot
badan umur 42 hari pada betina (BB42B) dan
jantan (BB42J), jumlah telur yang diproduksi
dari umur 42 hari sampai 200 hari (JT200),
rataan bobot telur pada 11 minggu pertama
(BT11) dan rataan bobot telur pada 12 minggu

terakhir selama periode bertelur (BT12), bobot
badan betina (BB200B) dan jantan (BB200J)
pada umur 200 hari.
Galur pertama diseleksi berdasarkan
bobot badan yang tinggi dan bobot telur yang
kecil, sementara galur kedua diseleksi hanya
berdasarkan pada bobot telur yang besar. Pada
galur pertama seleksi didasarkan pada indeks
sifat dari JT200 , BT11, dan BT12, dengan
persamaan indeks I = Bobot Badan – (11 x Bobot
Telur). Pada galur kedua kriteria seleksi hanya
didasarkan pada BT11 dan BT12. Setiap
generasi diseleksi dengan intensitas seleksi
sebesar 50%. Ternak yang terseleksi dikawinkan
dengan perbandingan 1:1 serta menghindarkan
perkawinan saudara kandung dan saudara tiri.

Analisis Data
1. Kemajuan Genetik
a) Nilai respon seleksi dengan persamaan:

(

ΔR i = h 2 E Y (ij) − Y (i )

)

i > 1; j = i+1

keterangan:
ΔRi= respon seleksi yang diharapkan dari
generasi i ke generasi ke i+1
h2 = heritabilitas sifat yang diukur

(

)

E Y (ij) − Y (i ) = differensial seleksi (DS)
atau perbedaan antara rataan populasi
terseleksi generasi ke i+1 dan rataan
populasi generasi ke i (Sorensen dan
Johanson, 1992).
b) Respon terkorelasi
Dapat dihitung dengan menentukan nilai
korelasi genetik antarsifat, yakni dengan
persamaan:

Cov(A x , A y )

rA (x, y) =

rA (x, y)

(σ 2 A x )(σ 2 A y )
= korelasi genetik sifat 1 dan sifat
2

Cov(A x , A y ) = peragam aditif sifat 1 dan
sifat 2
2

(σ A x ) = ragam aditif sifat 1

(σ 2 A y ) = ragam aditif sifat 2
Selanjutnya respon terkorelasi dapat
dihitung dengan persamaan:
CRy,x =

(

⎛ σA
⎞ 2
rA(x,y) ⎜ y
⎟h x E X (i +1) − X (1)
σA
x⎠


)

keterangan:
CRy,x = respon terkorelasi sifat 2 terhadap
seleksi sifat 1

(

)

E X (i +1) − X (1) = differensial seleksi (DS)

atau perbedaan antara rataan populasi
terseleksi generasi ke i+1 dan rataan
populasi generasi ke i sifat 1.
rA(x,y) = korelasi genetik sifat 1 dengan

σA y

sifat 2
= akar ragam aditif sifat 2

σA x

= akar ragam aditif sifat 1

h 2x

= heritabilitas sifat 1 generasi ke-i
(Sorensen dan Johanson, 1992).
2. Pendugaan Batas Seleksi (Plateau)
Pendugaan plateau dari dan kemajuan
genetik ditentukan berdasarkan kecenderungan
kurva yang mendatar dari ragam aditif dan
kemajuan genetik (respon seleksi dan respon
terkorelasi) dengan menggunakan persamaan
logaritma regresi Y = a + b log X (Steel dan
Torrie, 1995).

Hasil dan Pembahasan
Respon Seleksi
Seleksi selama 21 generasi terhadap
sifat produksi puyuh dengan kriteria bobot
badan besar dan bobot telur yang kecil
memberikan pengaruh respon seleksi kumulatif
positif pada sifat bobot badan puyuh umur 42
hari dan bobot badan puyuh umur 200 hari
pada puyuh galur 1 (gambar 1), dengan rataan
respon seleksi masing-masing sebesar 3,12
g/generasi dan 2,85 g/generasi. Peningkatan
respon seleksi bobot badan puyuh umur 42 hari

29

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.1, April 2005

hari lebih besar pada betina dibanding pada
jantan masing-masing sebesar 3,65 g/generasi
dan 2,52 g/generasi.
Bobot badan puyuh umur 200 hari,
pada puyuh betina mengalami peningkatan
rataan respon seleksi sebesar 2,74 g/generasi
dan jantan sebesar 2,97 g/generasi.
80.00
70.00

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

-10.00
Generasi
BB42B

BB42J

BB42

BB200B

BB200J

BB200

Gambar 1. Respon seleksi kumulatif BB42 dan
BB200 pada puyuh 21 generasi seleksi
Hasil yang diperoleh menunjukkan
capaian respon seleksi per generasi pada sifat
bobot badan puyuh umur 42 hari lebih tinggi
dibanding dengan bobot badan puyuh umur 200
hari. Respon seleksi lebih besar pada puyuh
betina dibandingkan jantan untuk sifat bobot
badan puyuh umur 42 hari dan lebih besar pada
jantan untuk sifat bobot badan puyuh umur 200
hari. Kecenderungan respon dari generasi ke
generasi juga menunjukkan masih terus terjadi
peningkatan respon seleksi untuk sifat bobot
badan umur 42 dan 200 hari.
Seleksi selama 21 generasi memberikan
respon seleksi kumulatif yang positif pada sifat
BT11 dan BT12 pada puyuh betina galur 2,
sedangkan pada galur 1, respon seleksi untuk
sifat BT11 selama 21 generasi seleksi
menunjukkan kecenderungan garis mendatar,
atau tidak adanya kemajuan genetik (gambar
2).
3

Respon Bobot Telur (g)

2.5
2
1.5
1
0.5
0
-0.5

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

-1
-1.5
Generasi
G1-BT11

G1-BT12

G2-BT11

G2-BT12

Gambar 2. Respon seleksi kumulatif BT11 dan
BT12 pada puyuh 21 generasi seleksi
Walaupun terjadi peningkatan respon
pada sifat BT12 galur 1, namun nilainya lebih
kecil jika dibanding dengan galur 2. Dari
gambar 11 juga dapat dilihat bahwa respon
seleksi kumulatif sifat BT12 lebih besar

30

Respon Terkorelasi
Untuk sifat yang tidak diseleksi,
kemajuan
genetik
dihitung
berdasarkan
besarnya respon terkorelasi akibat adanya
korelasi terhadap satu sifat yang diseleksi.
Respon Jumlah Telur (Butir)

Respon Bobot badan (g)

60.00

daripada BT11 dan pada puyuh galur 2 yang
diseleksi berdasarkan bobot telur yang besar,
respon seleksi lebih besar daripada puyuh galur
1 yang diseleksi berdasarkan bobot badan yang
besar dan bobot telur yang kecil untuk sifat
BT11 dan BT12.

0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
-0.02
-0.04
-0.06
-0.08

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Generasi
G1(JT200-BT11)

G1(JT200-BT12)

G2(JT200-BT11)

G2(JT200-BT12)

Gambar 3. Respon terkorelasi jumlah telur
umur 200 hari akibat seleksi pada bobot telur
umur 11 minggu pertama dan 12 minggu
terakhir pada puyuh selama
21 generasi seleksi.
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa
respon terkorelasi jumlah telur umur 200 hari
terhadap seleksi bobot telur umur 11 minggu
pertama dan 12 minggu terakhir pada puyuh
galur 2 mengalami peningkatan sampai generasi
ke 21.
Sedangkan respon terkorelasi jumlah
telur umur 200 hari terhadap seleksi bobot
telur umur 11 minggu pertama dan 12 minggu
terakhir pada puyuh galur 1 mengalami sedikit
peningkatan sampai generasi ke 10, setelah itu
mengalami penurunan sampai generasi ke 21.
Sementara respon terkorelasi jumlah
telur umur 200 hari terhadap seleksi bobot
badan umur 200 hari dan terhadap seleksi sifat
bobot badan umur 42 hari menunjukkan sifat
terkorelasi yang negatif , namun penurunan
jumlah produksi telur akibat seleksi sifat bobot
badan 200 hari lebih tinggi dibanding seleksi
terhadap sifat bobot badan umur 42 hari.

Hamdan: Respon Seleksi dan Terkorelasi Sifat Pertumbuhan dan Produksi...

0 .8
0 .7
Respon Terkorelasi Bobot Badan (g)

Respon Terkorelasi Jumlah Telur (Butir)

0.5
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

-0.5
-1
-1.5
-2
-2.5

0 .6
0 .5
0 .4
0 .3
0 .2
0 .1
0
-0 .1

-3

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

-0 .2

-3.5

G e n e ra si

Generasi
B B 4 2 -B T 11

JT200-BB200

B B 4 2 -B T 12

B B 2 0 0 -B T1 1

B B 2 0 0 -B T1 2

Gambar 5. Respon terkorelasi bobot badan
umur 200 hari dan 42 hari akibat seleksi pada
bobot telurumur 11 minggu pertama dan 12
minggu terakhir pada puyuh galur 2 selama
21 generasi seleksi.

JT200-BB42

Gambar 4. Respon terkorelasi jumlah telur
umur 200 hari bobot badan umur 42
hari dan 200 hari pada puyuh galur 1 selama
21 generasi seleksi.
Bobot badan puyuh umur 42 hari dan
bobot badan puyuh umur 200 hari pada galur 2
selama 21 generasi seleksi mengalami respon
terkorelasi positif terhadap seleksi bobot telur
11 minggu pertama dan seleksi bobot telur 12
minggu terakhir masa produksi.

Pendugaan Batas Seleksi
Pendugaan batas seleksi didasarkan
pada nilai respon seleksi dan respon
terkorelasi. Hasil pendugaan batas seleksi
dengan menggunakan persamaan logaritma (Y =
a + b log X) untuk masing-masing sifat yang
diseleksi selama 21 generasi dengan proporsi
terseleksi 50% (intensitas = 0,8) dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Persamaan regresi dan nilai respon seleksi dan terkorelasi aktual dan dugaan sifat
produksi puyuh yang diamati pada rentang generasi yang berbeda.
Respon Terkorelasi
Galur

Sifat

Regresi

Aktual

Dugaan
Generasi Seleksi
20

20

40

60

80

100

2

bb42-bt12

- 0,135

a

0,154

0,423

0,065

0,112

0,139

0,158

0,173

2

bb42-bt11

- 0,123

0,101

0,238

0,008

0,039

0,057

0,069

0,079

2

- 0,217

0,249

0,682

0,107

0,226

0,257

0,281

- 0,184

0,152

0,356

0,014

0,060

0,086

0,105

0,120

2

bb200bt12
bb200bt11
jt200-bt12

- 0,038

0,043

0,118

0,018

0,031

0,038

0,044

0,048

2

jt200-bt11

- 0,034

0,028

0,066

0,002

0,011

0,016

0,019

0,022

1

jt200-bb42

0,156

-0,487

-1,503

-0,478

-0,624

-0,710

-0,771

-0,818

1

2,036

-1,447

-3,114

0,153

-0,282

-0,537

-0,718

-0,858

1

jt200bb200
jt200-bt12

0,030

-0,016

-0,060

0,009

0,004

0,002

0,000

-0,002

1

jt200-bt11

0,007

0,018

0,040

0,030

0,036

0,039

0,041

0,043

1

bt12

- 0,303

0,162

Respon Seleksi
0,601
-0,092

-0,043

-0,015

0,005

0,021

1

bt11

- 0,054

-0,137

-0,311

-0,232

-0,273

-0,298

-0,315

-0,328

1

bb200j

- 46,254

30,588

51,707

-6,458

2,750

8,136

11,958

14,922

1

bb200b

- 34,351

24,211

51,572

-2,852

4,436

8,700

11,725

14,071

1

bb200

- 40,194

27,414

51,457

-4,528

3,725

8,552

11,977

14,634

2

b

0,182

31

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.1, April 2005

Respon Terkorelasi
Galur

Sifat

Regresi

Aktual

Dugaan
Generasi Seleksi

a
1

bb42j

1
1

b

20

40

60

80

100

- 16,784

18,915

46,239

7,825

13,519

16,850

19,213

21,046

bb42b

- 5,762

21,720

65,204

22,496

29,035

32,859

35,573

37,678

bb42

- 11,679

20,705

57,395

15,259

21,492

25,138

27,724

29,731

2

bt12

- 0,749

0,858

2,350

0,367

0,626

0,777

0,884

0,967

2

bt11

- 0,681

0,563

1,320

0,051

0,221

0,320

0,390

0,445

Dari Tabel 1 di atas, jelas dapat dilihat
bahwa
semua
koefisien
generasi
dari
persamaan regresi respon seleksi pada semua
sifat yang diukur pada puyuh bernilai posistif
(b>0) kecuali pada sifat produksi bobot telur
puyuh 11 minggu pertama galur 1 (b