Konfigurasi Premanisme Baru Agamis dan Etnik

juga terlihat sebagai organisasi yang seolah memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kebencian yang dirasakan kaum marginal akibat benturan ekonomi dan sosial, meskipun pada kepemimpinannya FPI tidak tertarik untuk menampilkan diri pada masyarakat yang secara luas. FPI sendiri dianggap sebagai organisasi yang sangat membenci dan menentang segala macam bentuk yang melanggar ajaran agama Islam. Hal tersebut dapat terlihat ketika banyak kegiatan- kegiatan atau razia-razia yang dilakukan oleh FPI terhadap club-club, atau tempat- tempat yang dilarang tersebut. Akan tetapi secara faktual banyak pula orang yang menggunakan kekuatan-kekuatan atau mengatasnamakan FPI dalam melakukan sesuatu. 94 Dari faktor-faktor yang ada dalam kasus kekerasan yang terjadi dewasa ini, merupakan salah satu dari sekian banyak masalah yang harusnya dapat ditangani oleh negara, dan perlu diketahui bahwa kekerasan yang diakomodir dari kelompok-kelompok tertentu merupakan kebingungan mereka akan moral yang kognitif dan secara langsung mereka alami. Seperti yang dikemukakan oleh Hobbesian mengenai model negara, yakni salah satu negara yang kuat adalah negara yang dapat memberikan kerangka kerja politik yang stabil, sehingga dapat menghapus ketidakamanan fisik dan materi yang menimbulkan kekerasan. 95 Kekarasan merupakan gambaran yang muncul akibat dari pragmatis atau kepentingan pribadi yang dirasakan oleh individu atau masyarakat yang terpinggirkan. Alasan utama adanya kekerasan oleh sekelompok masyarakat ini 94 Khoo Boo Teik, Vedi Hadiz and Yoshihiro Nakanishi eds, Islam dan Political Dissent Studies and Comparisons from Asia and the Middle East. Interim Report. IDE-JETRO : Murdoch University, 2012, h.8 95 David Brown and Ian Wilson, Ethnicized Violence in Indonesia: The Betawi Brotherhood Forum in Jakarta. Western Australia: Murdoch University, 2007, h.28 adalah gagalnya negara dalam memberikan kerangka hukum, sosial, dan politik yang secara jelas dan sukses untuk kepentingan masyarakat tanpa terkecuali. Pembenaran dalam melakukan kekerasan tersebut selain ingin menjaga kesukuan, keagamaan, dan nasionalisme dipandang juga sebagai penyamaran guna untuk terwujudnya kepentingan pribadi. Kekerasan politik tersebut dipahami sebagai gagalnya sebuah negara dalam melegitimasi diri dan menjaga moralitas bangsa, sehingga anomi individu yang mencari cara tersendiri untuk mempertahankan kesukuan, agama, dan nasionalisme semakin berkembang. Maka kemudian yang muncul adalah kekerasan atau benturan emosi antar komunitarian tersebut, yang negara juga dianggap gagal dalam mendamaikan hal tersebut. 96 Sebenarnya marjinalisasi tidak selalu menghasilkan kekerasan. Marginalisasi yang muncul disebabkan dari beberapa faktor, diantaranya asal-usul budaya, ekonomi dan politik, yang paling mempengaruhi adalah perampasan materi yang dirasakan oleh kaum terpinggirkan serta gangguan otoritas mereka. Sehingga mereka merasakan kehilangan kohesi sosial yang berujung permasalahan ekonomi. Setelah itu terjadi, beberapa kegiatan dan tindakan mereka tentu terpengaruh atas dasar emosi dan kemudian berkembang ke arah yang kurang rasional. 97 Hobbes dalam terminologinya menyebutkan bahwa kecemasan tentang masa depan, ketidaktahuan tentang asal mula penyebab sesuatu, merupakan sumber dari seseorang berperilaku, apakah itu kebaikan atau kejahatan. Sedangkan Roger Peterson mengatakan bahwa ketakutan dan 96 David Brown and Ian Wilson, Ethnicized Violence in Indonesia: The Betawi Brotherhood Forum in Jakarta. Western Australia: Murdoch University, 2007, h.28-29 97 Ibid, h. 12-13 kebencian yang diarahkan kepada sebuah kesalahan, maka dapat berkembang menjadi kemarahan yang menyebar sehingga muncullah kekerasan.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Awal mula aksi dan tindakan represif Pemuda Pancasila pada masa Orde Baru, semuanya didasari oleh besarnya keinginan Pemuda Pancasila untuk mempertahankan serta memperjuangkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai ideologi negara, serta mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah berhasil mempertahankan ideologi Pancasila dari faham Komunisme, kekuatan serta jaringan komunikasi Pemuda Pancasila dimanfaatkan oleh militer untuk menjadi barisan pengamanan serta milisi-milisi yang memberi tekanan kepada rmasyarakat apabila ada yang melakukan hal-hal yang bisa dikatakan mengancam roda pemerintahan pada masa Orde Baru. Karena Pemuda Pancasila banyak sekali melakukan tindakan represif terhadap masyarakat, akhirnya Pemuda Pancasila dicap buruk oleh banyak kalangan dimasyarakat. Mereka mengatakan bahwa Pemuda Pancasila sebagai Organisasi Kemasyarakatan Ormas preman serta menjadi antek-anteknya Orde Baru. Di era Reformasi ini, Pemuda Pancasila ingin merubah pandangan masyarakat terhadap Pemuda Pancasila. Mereka ingin masyarakat tidak menyebut mereka Organisasi Kemasyarakatan Ormas preman. Pemuda Pancasila ingin masyarakat menerima kehadirannya ditengah-tengah masyarakat. Pemuda Pancasila banyak sekali melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan di hampir seluruh wilayah di Indonesia, kegiatan sosial Kemasyarakatan itu bertujuan agar masyarakat mulai mengerti dan memahami bahwa Pemuda Pancasila serius ingin membuang istilah preman, Pemuda Pancasila kini hanya menjadi organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan. Didalam dunia politik di Indonesia, Pemuda Pancasila melihat, sudah tidak ada lagi partai politik yang serius memperjuangkan ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka akhirnya Pemuda Pancasila membentuk partai politik yang bernama Partai Patriot Pancasila berdasarkan ideologi Pancasila yang mempunyai sifat terbuka untuk setiap warga negara Republik Indonesia yang sudah mempunyai suara hak pilih. Berdirinya Partai Patriot Pancasila didalam Pemuda Pancasila, sebenarnya juga ingin menepis anggapan masyarakat yang mengatakan bahwa Pemuda Pancasila antek-antek Orde Baru, Oleh karenanya berdirilah Partai Patriot Pancasila pada tahun 2001. Banyak sekali anggota Pemuda Pancasila yang aktif diluar Partai Patriot Pancasila, Mereka lebih memilih partai yang mempunyai kekuatan di Indonesia untuk menaikkan nama dan citra politiknya. Anggota-anggota Pemuda Pancasila dibebaskan untuk memilih partai politik mana yang akan diikutinya, untuk menopang namanya didalam dunia politik Indonesia, asalkan mereka tetap memperjuangkan ideologi Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Dimasa Reformasi ini, masih saja terlihat aksi-aksi premanisme Pemuda Pancasila yang dilakukan dalam menyelesaikan masalahnya dengan Organisasi Kemasyarakatan lain, padahal mereka sudah menyatakan dan mengatakan dengan jelas bahwa Pemuda Pancasila akan membuang citra preman didalam organisasinya dan akan membangun hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar. Seiring dengan Reformasi terdapat berbagai macam perubahan level struktural. Pemuda Pancasila menjadi independensi dan tidak menjadi alat Represif Negara. Tetapi, dengan membentuk Partai Politik, Pemuda Pancasila menjadi salah satu alat untuk mengembangkan kiprah Civil Society pada masa Reformasi. Pada masa Revormasi mulai muncul premanisme-premanisme baru yang mengatasnamakan etnis dan agama, premanisme tersebut adalah Forum Betawi Rempug FBR dan Front Pembela Islam FPI, mereka melakukan kegiatannya dengan cara represif guna mempertahankan hidupnya, dan memperdanai organisasinya. Sangat sedikit sekali ketiga ormas ini yaitu PP, FPI, dan FBR yang melakukan tugas atau kegiatannya guna mempertahankan ideologinya. Tetapi kebanyakan untuk menguasai lahan-lahan yang dianggap bisa meraup keuntungan organisasinya, bahkan sampai terjadi konflik. DAFTAR PUSTAKA Buku Aditjondro, George Jenus, Korupsi Kepresidenan Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa. Yogyakarta: LKiS 2006. Althusser, Louis, Filsafat Sebagai Senjata Revolusi, Yogyakarta: Resist Book, 2007. Arif Mudatsir, Mandan, Krisis Ideologi catatan tentang ideology politik kaum santri study kasus penerapan ideologi, Pustaka Indonesia Satu, 2009. Aritasius, Sugia, Partai-partai Politik Indonesia : ideologi dan program 2004-2009, Jakarta : Kompas, 2004. Bhakti, Ikrar Nusa, Militer dan Politik Kekerasan Orde Baru: Soeharto di Belakang Peristiwa 27 Juli?, Bandung: Mizzan, 2001. Bogdan, dan Tylor. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya 1989. Due-Like Project UI. Modul MPK Terintegrasi, Program Dasar Pendidikan Tinggi Universitas Indonesia, Agustus, 2004. Fatah, Eep Saefullah, Mencintai Indonesia dengan Amal: Refleksi atas Fase Awal Demokrasi, Jakarta: Republika, 2004. Harjana, Suka, Jas Wakil Rakyat dan Tiga Kera Percikan Kebijaksanaan, Jakarta: Kompas, 2000. Indo Progres, Agama dan Negara: Jejak Persilangan Kekerasan, Yogyakarta: Resist Book, 2007. Khoo Boo Teik, dkk, Islam dan Political Dissent Studies and Comparisons from Asia and the Middle East. Interim Report. IDE-JETRO : Murdoch University, 2012 Moelong, Lex, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya, 1990. Rudy FX, Gunawan, Premanisme Politik, Yogyakarta. LKiS. 2000. Ryter, Lorn, “Pemuda Pancasila: The Loyalist Free men of Suharto’s Order?. ” dalam Indonesia no.66, 1998.