Penyabar Profil Guru Pendidikan Agama Islam dan Relevansinya

                                   “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya .” QS Ali Imran3 : 159 Sebagai seorang guru kita harus meneladani kepemimpinan Rasulullah, yaitu pemaaf. Sehubungan dengan sifat ini, menurut Muhammad Athiyah al- Abrasyi, guru hendaknya memiliki sifat santun terhadap muridnya, mampu mengendalikan dirinya dari bersikap marah, bersikap lapang dada, banyak bersabar dan tidak marah karena hal-hal yang mengganggunya. 65

6. Penyabar

Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah sabara, yang membentuk infinitif mashdar menjadi “sabran” Dari segi bahasa, sabar berarti “menahan, tabah hati.” 66 Sedangkan dari segi Istilah, sabar adalah keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendiriannya tidak berubah bagaimanapun berat tantangan yang dihadapi. 67 Sehubungan dengan sifat sabar ini, Allah berfirman:             “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar .” QS. al- Baqarah2 :153 65 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, at-Tarbiyah al-Islâmiyah …, h. 120. 66 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia …, h. 760. 67 Totok Jumantoro , Kamus Ilmu Tasawuf…, h. 197.           “Dan memohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat. Dan salat itu sungguh berat, kecuali bagi orang- orang yang khusu’.” QS. Al-Baqarah2 :45. Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir al-Mishbah, beliau berpendapat bahwa sabar adalah menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenan di hati. Imam al-Ghazali mendefinisikan sabar sebagai ketetapan hati melaksanakan tuntunan agama menghadapi rayuan nafsu. 68 Secara umum sabar dapat dibagi dalam dua bagian pokok: pertama, sabar jasmani, yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah- perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan, termasuk pula dalam kategori ini, sabar dalam menerima cobaan-cobaan yang menimpa jasmani, seperti penyakit, penganiayaan dan sebagainya. Kedua, adalah sabar rohani menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu yang dapat mengantar kepada kejelekan, seperti sabar menahan amarah dan sebagainya. 69 Menurut Ibnu Katsir sabar ada tiga macam, pertama, sabar dalam meninggalkan berbagai hal yang diharamkan dan dosa, kedua, sabar dalam melakukan berbagai bentuk ketaatan dan kedekatan kepada Allah, ketiga, bersabar dalam menghadapi berbagai macam bencana dan petaka. 70 Penutup ayat yang menyatakan sesungguhnya Allah bersama orang- orang yang sabar mengisyaratkan bahwa jika seseorang ingin teratasi penyebab kesedihan atau kesulitannya, jika ia ingin berhasil memperjuangkan kebenaran dan keadilan, maka ia harus menyertakan Allah dalam setiap langkahnya. Ia harus bersama Allah dalam kesulitannya dan dalam perjuangannya. Ketika itu, Allah yang Maha Mengetahui, Maha Perkasa, lagi Maha Kuasa pasti membantunya, karena Dia pun telah bersama hamba-Nya. 68 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an, V. I, Jakarta: Lentara Hati, 2007, cet. Ke 10, h. 263. 69 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah …, h. 263. 70 Muhammad Nasib al- Rifa‟I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jilid I, penerjemah: Syihabuddin Jakarta: Gema Insani Press, 2002, Cet, V, h. 253-254. Tanpa kebersamaan itu, kesulitan tidak akan tertanggulangi bahkan tidak mustahil kesulitan di perbesar oleh setan dan nafsu amarah manusia sendiri. 71 Sebagaimana dalam al-Quran, dalam hadits juga banyak sekali sabda- sabda Rasulullah saw yang menggambarkan mengenai kesabaran, di antaranya adalah sebagai berikut: ٌءاَيِض ُرْ بَصلا ُ هجام نبا هاور َ “Kesabaran merupakan cahaya yang amat terang.” HR. Ibn Majah. 72 Jika kesabaran merupakan cahaya, maka orang yang memiliki sifat sabar akan mampu menyingkap kegelapan. Kalau kita kaitkan makna sabar dengan pendidikan, maka akan tergambar satu relasi yang cukup kuat antara keduanya, karena makna sabar tidak akan terlepas dari yang namanya pendidikan. Al-Zarnûjî bukan hanya mensyaratkan guru harus sabar melainkan beliau menggunakan kata Shabûran yang bentuk jamak dari kata al-Sabru yang berarti banyak kesabarannya. Karena menjadi guru pasti bergaul dengan anak muridnya, dengan watak dan pemikiran yang berbeda. Ada di antara mereka yang baik dan ada pula yang lemah. Hal itu merupakan suatu kewajaran bagi seorang guru ketika ia hadir dan mengajar mereka sehari-hari. Bersamaan dengan itu, begitu banyak problem yang dipikul oleh murid ataupun hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan guru. Karena itulah seorang guru sangat dituntut untuk bisa bersabar dan bertanggung jawab. Kesabaran tidak gampang diraih, ia butuh kontinuitas hingga bisa terbisaa. Tidak adanya kesabaran bagi seorang guru akan berdampak negatif pada psikologinya. Sifat ini juga yang membuat Imam Abu Hanifah berkembang ilmu pengetahuannya saat ia berguru kepada Hammad yang sangat penyabar. Sehubungan dengan hal ini, menurut Abdurrahman an-Nahlawi bahwa guru hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar. Dengan begitu, ketika ia harus memberikan latihan yang berulang-ulang kepada anak didiknya, dia 71 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah …, h. 263. 72 Ibn Mâjah al-Qazwaini, Sunan Ibn Mâjah …, Kitab Ţaharah bab al-Wudlu‟u Syaṯru al- Iman, h. 46. mlakukannya dengan kesadaran bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Denga begitu, dia tidak tergesa-gesa dan memaksakan keinginannya kepada siswa serta ingin segera melihat hasil karyanya berupa siswa yang pintar dan siap pakai tanpa memperhatikan kedalaman ajaran serta pengaruhnya dalam diri siswa. 73 Pekerjaan mendidik dan mengajar tidaklah mudah dan hasilnya tidak dapat ditunjukkan seketika itu, maka dari itu dibutuhkan kesabaran agar tujuan pendidikan tercapai. Menurut M. Ngalim Purwanto, pekerjaan mendidik tidaklah seperti membuat roti yang hasilnya dapat dilihat beberapa jam kemudian. Akan sia-sialah jika guru ingin lekas dapat menikmati datau membanggakan hasil pekerjaannya, seperti hasil hukumannya atau nasihatnya yang telah diberikan kepada seorang anak. Banyak usaha guru dalam mendidik anak-anak yang belum bisa kelihatan hasilnya sampai anak itu kelaur dari sekolah. Dan banyak juga usaha guru yang baru dapat dipetik buahnya setelah anak itu menjadi orang dewasa, setelah ia berdiri sendiri dalam masyarakat. 74 Sifat sabar tersebut akan ada apabila guru juga mempunyai rasa cinta kasih terhadap anak didiknya. Guru harus mengetahui bahwa sabar adalah salah satu sifat keutamaan jiwa dan akhlak yang menjadikannya pada puncak kesopanan tata krama, puncak kesempurnaan dan pada tingkatan akhlak yang paling tinggi. Ini semua bukan berarti seorang guru harus menerima dan berdiam diri saat menghadapi masalah, seperti ketika ada keributan di dalam kelas dan sebagainya, melainkan bagaimana cara guru untuk menghadapi hal tersebut dengan tanpa menimbulkan sifat marah dan emosi. seorang guru pasti berhadapan dengan rasio anak murid yang beragam, baik dalam menyerap, menerima ataupun merespon pelajaran. Banyak kasus ketika seorang guru menyampaikan materi pelajaran dengan waktu yang lama, tiba-tiba ada seorang murid yang mengaku tidak paham sama sekali pelajarannya. Atau ketika seorang guru mendapatkan pertanyaan yang 73 An-Nahlawi, Pendidikan Islam…, h. 171. 74 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis …,h.144-145. melenceng dari pembahasan, juga ketika ia sedang mengajar, tiba-tiba anak muridnya ada yang tidur. Bahkan yang lebih parah lagi, ketika seorang murid mengeluarkan kata-kata yang kasar terhadap guru. Kendatipun watak dan karakter mereka berbeda, namun bukan berarti seorang guru harus menghindar atau menolak perbedaan tersebut. Perlu diketahui, kesanggupan menguasai amarah merupakan tanda kekuatan seorang. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw: ِبَضَغْلا َدْ ِع ُهَسْفَ ن ُكِلْمَي ْيِذلا ُديَدَشلا َامَنإ ِةَعَرصلاِب ُدي ِدَشلا َسْيَل ُ يراخبلا هاور َ ”Kekuatan bukanlah ketika ia mampu menguasai manusia, akan tetapi kekuatan adalah ketika ia mampu menguasai dirinya ketika ia marah. ” HR. Bukhari. 75 Anak bukanlah seperti malaikat Allah, yang ketika diperintahkan lalu ia menurutinya dan tidak membangkang, akan tetapi ia adalah makhluk Allah yang lemah, yang memiliki keragaman pola pikir dan sikap, sehingga dalam pengaturan dan pembinaannya dibutuhkan jiwa yang sabar dan keilmuwan yang luas dalam mengatasinya. Saat ini masih banyak guru yang kurang memperhatikan sifat sabar dalam mendidik, yang terpenting baginya kewajibannya telah selesai. Padahal seorang guru tidak hanya dituntut memiliki kompetensi profesionalisme melainkan juga harus memiliki kompetensi kepribadian. Tidak salah apabila al-Zarnûjî mensyaratkan agar guru harus memiliki sifat sabar karena begitu pentingnya sifat sabar bagi seorang guru. Setiap orang memiliki rasa sifat sabar, apakah ia orang baik atau tidak, beriman atau tidak. Hanya saja, sifat mana yang lebih awal muncul ketika dihadapi masalah, apakah sabar yang akan menghadapi masalah tersebut atau emosi. Jika ia memiliki keimanan yang kuat disisi Allah, dengan menjauhi segala larangan-Nya dan mengerjakan segala perintah-Nya, maka 75 Al-Bukhârî, Şahih Bukhâri…, Kitab Adab bab al-Hadzari min al-Ghadab, hadis No. 6114, h. 698. kesabaranlah yang akan lebih dahulu muncul ketika dihadapi cobaan, begitu pula sebaliknya. Sifat-sifat guru seperti di jelaskan di atas sangat banyak dijumpai di buku- buku pendidikan. Walaupun sifat-sifat guru yang disebutkan oleh al-Zarnûjî tidak sespesifik para ahli pendidikan yang lainnya, hal ini bukan berarti apa yang disampaikan oleh al-Zarnûjî melalui Ta’lîm-nya sudah tidak relevan lagi. Alim berilmu yang dimaksud oleh al-Zarnûjî tidak bisa kita artikan secar sempit, melainkan harus kita artikan secar luas dan mendalam sesuai dengan konteks keadaan saat ini. Alim bila kita kaitkan dengan konteks pendidikan saat ini bisa kita masukkan ke dalam dua kompetensi guru, yaitu kompetensi paedagodik yakni kemampuan mengolah pembelajaran peserta didik dan kompetensi profesional yakni penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Dengan melihat kedudukan guru serta syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika menjadi guru tersebut, tentu saja akan lebih tepat, sebagaimana dikatakan al-Zarnûjî bahwa guru sebaiknya orang yang lebih tua umurnya dibanding muridnya. Dalam arti yang lebih luas lagi, kata tua dapat diartikan tidak sekedar lebih tua dalam umur, namun sebagaimana ditambahkan, “tua” dapat juga berarti orang yang banyak pengalamannya dalam segala hal maupun dalam menghadapi anak didik. Sedangkan sifat-sifat yang lainnya, seperti wara‟, sabar, berwibawa, santun bisa kita golongkan ke dalam kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantab. 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian tentang konsep profil guru dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bahwa sebagian besar konsep yang ditawarkan al-Zarnuji tampak masih relevan apabila dijadikan pegangan dalam proses pembelajaran. Terkait dengan guru, konsep yang ditawarkan al-Zarnuji, yaitu guru harus ‘alim, wara’, dan lebih dewasa dapat dipandang masih relevan. Guru sebagai seorang pendidik memang harus orang yang ‘alim ilmuwan sebagai landasan keilmuannya, harus orang yang wara’, berwibawa, santun, penyabar sebagai landasan moralnya, dan harus orang yang lebih dewasa sebagai landasan bahwa guru sebaiknya adalah orang yang lebih berpengalaman dibanding dengan siswanya. 2. Guru yang mampu memberi pengaruh untuk masa depan anak didik lewat kata- kata atau bahasanya adalah guru yang memiliki pribadi yang hangat dan juga cerdas. Untuk itu adalah sangat ideal bila setiap guru mampu meningkatkan kualitas pribadinya menjadi guru yang cerdas, yaitu cerdas intelektual, cerdas emosi dan juga cerdas spiritualnya. 3. Konsep guru yang ditawarkan oleh al-Zarnûjî melalui kitab Ta’lîm-nya seperti lebih alim, lebih wara’, lebih tua, berwibawa, santun dan penyabar tidak bias ditawar lagi karena hal tersebut merupakan dua kompetensi,