Validasi Metode Analisis Basa Purin Adenin dan Hiposantin pada Emping Melinjo dengan Instrumen HPLC-UV

VALIDASI METODE ANALISIS BASA PURIN ADENIN DAN
HIPOSANTIN PADA EMPING MELINJO DENGAN
INSTRUMEN HPLC-UV

MUTIARA PRATIWI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Validasi Metode
Analisis Basa Purin Adenin dan Hiposantin pada Emping Melinjo dengan
Instrumen HPLC-UV adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Mutiara Pratiwi
NIM F24100043

ABSTRAK
MUTIARA PRATIWI. Validasi Metode Analisis Basa Purin Adenin dan
Hiposantin pada Emping Melinjo dengan Instrumen HPLC-UV. Dibimbing oleh
HANIFAH NURYANI LIOE.
Emping melinjo yang umum dikonsumsi oleh orang Indonesia dianggap
sebagai salah satu penyebab penyakit asam urat karena senyawa purin yang
dikandungnya. Di sisi lain, metode analisis basa purin masih belum banyak
dikembangkan oleh laboratorium di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan validasi metode analisis basa purin pada emping melinjo dengan
menggunakan instrumen HPLC-UV. Jenis basa purin yang dipilih yaitu adenin
dan hiposantin karena keduanya diketahui memiliki efek yang lebih besar
terhadap akumulasi asam urat dalam tubuh dibandingkan jenis basa purin lainnya
yaitu guanin dan santin. Selain itu, guanin dan santin tidak dapat larut dalam fase
gerak yang digunakan, sehingga tidak dapat dianalisis secara simultan dengan

adenin dan hiposantin. Hasil validasi menunjukkan instrumen memiliki linearitas
yang baik pada rentang konsentrasi 7.81–125.00 µg/mL dengan nilai R2 lebih
besar dari 0.999 baik untuk analisis adenin maupun hiposantin. Limit deteksi
(LOD) dan limit kuantifikasi (LOQ) instrumen pada analisis adenin masingmasing sebesar 0.72 dan 2.39 µg/mL, sedangkan pada analisis hiposantin sebesar
0.69 dan 2.30 µg/mL. Adenin dan hiposantin terdeteksi pada HPLC-UV dengan
kolom RP-C18 masing-masing pada menit ke- 5.9-6.8 dan ke- 4.8–5.5 (presisi
waktu retensi keduanya 0.995*
R2 > 0.990*

< 2.0%**

> 1.50***

*AOAC (2012)
**JECFA (2006)
***Zhang (2007)

Pengembangan Prosedur Analisis Basa Purin Adenin dan Hiposantin pada
Sampel Emping Melinjo
Prosedur analisis basa purin dalam sampel emping melinjo diadaptasi dari

AOAC 2012, Chapter 18, AOAC Official Method 960.56 Microchemical Tests
for Xanthine Alkaloids, halaman 53, namun dengan beberapa modifikasi.
Modifikasi yang dilakukan yaitu dalam hal volume HCl 6 N yang digunakan
serta lamanya proses hidrolisis. Pada prosedur uji untuk santin alkaloid tersebut
tidak terdapat informasi mengenai volume HCl 6 N yang digunakan serta
lamanya proses hidrolisis yang harus dilakukan. Dengan demikian, dilakukan uji
coba penggunaan beberapa volume HCl 6 N yang digunakan untuk
menghidrolisis sampel, yaitu pada volume 0.5, 1.0, dan 2.0 mL, masing-masing
dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Proses hidrolisis dilakukan pada suhu 100
o
C selama 1 jam. Sampel yang telah dihidrolisis dinetralkan dengan
menggunakan NH4OH 25%, ditera dengan aquabidest dalam labu ukur 10 mL,
dan disaring dengan kolom SPE (Solid Phase Extraction) berisi silika sejumlah
kurang lebih 1 gram. Penyaringan dengan silika menggunakan kolom SPE
bertujuan untuk menghilangkan komponen pengotor yang terdapat di dalam

15
sampel. Sifat silika yang polar menyebabkan sejumlah adenin dan hiposantin
yang bersifat polar dapat tertahan oleh silika, sehingga menyebabkan rekoveri
yang diperoleh lebih rendah dari yang seharusnya. Akan tetapi, rekoveri yang

diperoleh dianggap masih dapat diterima, dengan nilai rekoveri lebih besar dari
65%. Harga kolom SPE silika yang lebih terjangkau dibandingkan kolom SPE
C18 menjadi pertimbangan pemilihan silika dibandingkan C18. Penggunaan
kolom SPE C18 diduga akan memberikan rekoveri yang lebih baik karena sifat
C18 yang non-polar. Setelah disaring dengan kolom SPE, akhirnya sampel siap
untuk diinjeksikan ke HPLC.
Pada pengembangan prosedur analisis ini, sampel yang telah dipreparasi
dengan penambahan HCl 6 N pada berbagai volume tersebut diinjeksikan ke
HPLC, dimana sampel terdiri atas sampel unspiked (tanpa penambahan spike)
dan sampel spiked (dengan penambahan spike). Spike ditambahkan pada
konsentrasi 400 µg/g sampel yang merupakan sepuluh kali nilai LOQ instrumen.
Dengan demikian, dapat diketahui rekoveri yang diperoleh dengan adanya
pengembangan metode analisis menggunakan hidrolisis asam serta dapat
ditentukan volume HCl yang memberikan hasil rekoveri yang terbaik.
Hasil analisis sampel tanpa penambahan spike dengan menggunakan
volume HCl 0.5, 1.0, dan 2.0 mL menunjukkan bahwa emping melinjo rata-rata
mengandung adenin pada kisaran konsentrasi 70.37-171.88 µg/g sampel serta
hiposantin pada kisaran konsentrasi 48.37-155.58 µg/g sampel. Menurut
Munajad (2009), kandungan total basa purin dalam emping melinjo ialah antara
500-1500 µg/g bahan. Rekoveri yang diperoleh pada penggunaan volume HCl

0.5, 1.0, dan 2.0 mL disajikan pada Tabel 6 dan 7. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa volume HCl sebanyak 0.5 mL memberikan hasil analisis terbaik dengan
pertimbangan hasil rekoveri yang diperoleh. Penggunaan HCl sebanyak 0.5 mL
memberikan hasil rekoveri masing-masing sebesar 92.99% dan 113.84% untuk
analisis adenin dan hiposantin. Hasil rekoveri tersebut paling mendekati
keberterimaan rekoveri menurut AOAC (2002), yaitu antara 85-110%.
Sementara pada pengunaan HCl sebanyak 1.0 dan 2.0 mL, hasil rekoveri berada
jauh di luar kisaran rekoveri yang dapat diterima menurut AOAC (2002).
Tabel 6. Hasil orientasi prosedur analisis adenin dalam matriks sampel emping
melinjo menggunakan berbagai volume HCl untuk hidrolisis dalam tahap
persiapan sampel sebelum analisis dengan HPLC-UV*
Volume
HCl 6 N
(mL)
0.5
1.0
2.0

Konsentrasi
Konsentrasi

sampel unspiked
adenin yang
(µg/g)
di-spike (µg/g)
79.43 ± 2.61
400
171.88 ± 8.85
400
70.37 ± 3.48
400

*Hasil diperoleh dari dua ulangan

Konsentrasi
sampel spiked
(µg/g)
451.37 ± 12.82
495.54 ± 11.35
559.03 ± 17.25


Rekoveri (%)
92.99
80.91
122.16

16
Tabel 7. Hasil orientasi prosedur analisis hiposantin dalam matriks sampel emping
melinjo menggunakan berbagai volume HCl untuk hidrolisis dalam tahap
persiapan sampel sebelum analisis dengan HPLC-UV*
Volume
HCl 6 N
(mL)
0.5
1.0
2.0

Konsentrasi
sampel unspiked
(µg/g)
103.29 ± 12.12

48.37 ± 4.42
155.58 ± 0.76

Konsentrasi
hiposantin yang
di-spike (µg/g)
400
400
400

Konsentrasi
sampel spiked
(µg/g)
558.64 ± 39.18
650.55 ± 18.93
703.58 ± 5.60

Rekoveri (%)
113.84
150.54

137.00

* Hasil diperoleh dari dua ulangan

Metode yang diadaptasi dari AOAC (2012) tersebut terbukti dapat
diaplikasikan untuk analisis basa purin adenin dan hiposantin di dalam sampel
emping melinjo. Dengan demikian, prosedur analisis yang telah dikembangkan
tersebut dapat digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya (validasi metode).
Validasi Metode
Spesifisitas Metode
Spesifisitas metode diuji untuk menentukan kemampuan metode analisis
untuk dapat mengukur konsentrasi analat dengan adanya komponen-komponen
lain dalam sampel. Spesifisitas metode dapat ditentukan dengan mengamati
kromatogram pada standar campuran adenin dan hiposantin, sampel tanpa
penambahan standar, serta sampel yang telah ditambahkan standar campuran
adenin dan hiposantin. Kromatogram hasil uji spesifisitas metode ditunjukkan
oleh Gambar 4.
Kromatogram pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa peak adenin dan
hiposantin dapat terpisah satu sama lain baik dalam bentuk murni (standar)
maupun dalam matriks sampel emping melinjo. Peak adenin maupun hiposantin

tidak terganggu oleh peak senyawa lain dalam sampel yang terdeteksi dalam
kromatogram. Guanin dan santin yang dapat terekstrak ketika proses persiapan
sampel juga tidak teranalisis oleh HPLC dikarenakan keduanya tidak dapat dielusi
dengan fase gerak yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis
yang divalidasi memiliki spesifisitas yang baik. Adenin dan hiposantin dalam
matriks sampel emping melinjo masing-masing terdeteksi pada menit ke- 5.9-6.8
dan ke- 4.8–5.5. Pada penelitian Sotelo (2002) mengenai penentuan basa purin
dalam gonad bulu babi dengan HPLC, adenin dan hiposantin masing-masing
terdeteksi di sekitar menit ke- 18 dan 11. Perbedaan yang cukup jauh antara waktu
retensi yang diperoleh pada penelitian ini dengan penelitian Sotelo (2002)
dikarenakan perbedaan fase gerak yang digunakan. Fase gerak yang digunakan
pada peneliti