PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO3 TERHADAP

POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhamadiah Yogyakarta

Oleh :

Dhani Setya Pambudi Nugroho 20120130199

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO3 TERHADAP

POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhamadiah Yogyakarta

Oleh :

Dhani Setya Pambudi Nugroho 20120130199

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

SURAT PERNYATAAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dhani Setya Pambudi Nugroho

NIM : 20120130199

Jurusan/Prodi : Teknik Mesin

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Blowing Agent CaCO3 terhadap Porositas dan Kekuatan Tekan Aluminum Foam

dengan Cara Melt Route Processadalah benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri, bukan duplikasi ataupun saduran dari karya orang lain, kecuali pada bagian yang telah dirujuk dan disebut dalam bodynote atau daftar pustaka. Apabila di lain waktu terbukti adanya penyimpangan dalam karya ini, maka tanggung jawab sepenuhnya ada pada penulis.

Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dapat dimaklumi, dan dipergunakan sebagai mana perlunya

Wassalamu’alaikum Wr. Wb..

Yogyakarta, 10 November 2016 Penyusun

Dhani Setya Pambudi Nugroho 20120130199


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada Penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi atau tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam tak lupa Penulis haturkan kepada Sang Baginda sejati, Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa kita tunggu syafa’atnya di yaumil qiyamahnanti. Setelah melalui berbagai proses yang cukup panjang, dengan mengucap syukur akhirnya skripsi atau tugas akhir ini dapat terselesaikan meskipun masih jauh dari kesempurnaan.

Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Teknik Mesin, Fakulas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai syarat untuk memperoleh gelar strata satu. Untuk itu, Penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Novi Caroko, S.T., M.Eng., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ir. Aris Widyo Nugroho, M.T., Ph.D., selaku dosen pembimbing utama Tugas Akhir atas pengarahan, motivasi dan bimbingannya selama pengerjaan Tugas Akhir.

3. Muhammad Budi Nur Rahman, S.T., M.Eng., selaku pembimbing kedua yang telah membimbing dan membantu selama proses pengerjaan Tugas akhir. 4. Seluruh pegawai dan staff TU Prodi, Jurusan, dan Fakultas di Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Lilik Dwi Setyana, S.T., M.T., selaku laboran laboratorium Bahan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada yang telah membantu penulis dalam melakukan pengujian Tugas Akhir.

6. Ayahanda Noor Sugihantoro Adi Nugroho beserta Ibunda Partini, keluarga besar H. Atmowiyadi atas segala do’a, dukungan, kasih sayang dan motivasi dan kehidupan terbaik bagi penulis.

7. Khilyati Zam Zam, S.E. yang mendampingi perjuangan, memberi motifasi dan semanggat dari awal hingga akhir.


(5)

8. Seluruh teman-teman seperjuangan jurusan ”Teknik Mesin 2012” yang telah berjuang bersama-sama menempuh pendidikan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta semua yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Teman seperjuangan ”Teknik Mesin Kelas D 2012” yang telah berjuang bersama-sama menempuh pendidikan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, KALIAN ISTIMEWA.

10.Teman seperjuangan ”Adi sulaiman, Putu, Syahrudiyanto, Achmad Zamhari, Sayogo, Adit, Wahyudin, Martin, Fakhrudin, Wahyu, Erwin” yang telah banyak membantu penulis dan semua pihak yang membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir serta dalam menempuh studi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan barakah atas kebaikan dan jasa-jasa mereka semua dengan rahmat dan kebaikan yang terbaik dari-Nya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan mempelajarinya. Aamiin.

Yogyakarta, 10 Desember 2016

DhaniSetyaPambudiNugroho NIM. 20120130199


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

INTISARI ... iv

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Manfaat Penelitian ... 3

1.5Metode Penulisan ... 3

1.6Sistematika Penulisan ... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 5

2.1Kajian Pustaka ... 5

2.2Metal Foam ... 8

2.3Alumunium Foam ... 9

2.3.1 Aplikasi Aluminium Foam ... 9

2.3.1.1 Aplikasi Alumunium Foam Dalam Bidang Otomotif ... 9

2.3.1.2 Aplikasi Alumunium Foam Dalam Bidang Dirgantara .. 11

2.3.1.3 Aplikasi Alumunium Foam Dalam Bidang Perkapalan . 11 2.3.1.4 Aplikasi Alumunium Foam Untuk Konstruksi Dan Bangunan ... 11

2.3.1.5 Aplikasi Alumunim Foam Dalam Industri Rumah Tangga Dan Furnitur ... 11

2.3.1.6 Aplikasi Alumunium Foam Teknik Rekayasa ... 12

2.3.2 Proses Pembuatan Alumunium Foam ... 12

2.3.2.1 Proses Pembuatan Alumunium Foam Dengan Solid Route Process ... 12

2.3.2.2 Proses Pembuatan Alumunium Foam Dengan Melt Route Process . ... 15

2.4 Material . ... 23

2.4.1 Alumunium ... 23

2.4.2 Foaming Agent ... 25

2.4.2.1 Penggunaan Foaming Agent ... 25

2.4.2.2 Kalsium Karbonat (CaCO3) ... 26


(7)

3.1Pendekatan Penelitian ... 27

3.2Parameter Penelitian ... 27

3.3Penyiapan Proses ... 28

3.3.1 Penyiapan Alat ... 28

3.3.2 Penyiapan Bahan ... 32

3.3.3 Penimbangan Dan Pencampuran bahan ... 33

3.3.4 Proses Pembuatan Alumunium Foam ... 34

3.4Diagram Alir Penelitian ... 35

3.5Karakterisasi Produk Alumunium Foam ... 37

3.5.1 Pengujian Porositas ... 37

3.5.2 Pengujian Metalografi ... 38

3.5.3 Pengujian Kuat Tekan ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1Hasil Produk Alumunium Foam ... 42

4.2Hasil Pengujian Densitas Dan Porositas ... 43

4.3Hasil Pengamatan Struktur Makro Dengan Pembesaran 25x ... 46

4.4Hasil Pengamatan Struktur Mikro Dengan Pembesaran 100x ... 49

4.5Hasil Pengujian Tekan ... 51

4.5.1 Analisa Kelakuan Spesimen Alumunium Foam Saat Penekanan ... 52

4.5.2 Perhitungan Tegangan Luluh ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1Kesimpulan ... 59

5.2Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar2.1.Produk Alumunium Foam ... 5

Gambar2.2.Grafik Hasil Pengujian Densitas ... 6

Gambar2.3.Grafik Variasi Penambahan Prosentase Berat (%Wt) CaCO3 ... 8

Gambar 2.4.Closed-Cell Foam Dan Open-Cell Foam ... 9

Gambar 2.5.Macam-Macam Rangka Mobil Dengan Metal Foam ... 10

Gambar 2.6.Profil Lembaran Alumunium Sandwich Foam (ASF) ... 10

Gambar 2.7.Jembatan Layang (Foam Alporas, Shinko Wire, Jepang) ... 11

Gambar 2.8.Peralatan Teknik Dari Alumunium Foam ... 12

Gambar 2.9.Skema Metode Kompaksi Antara Serbuk Alumunium Dengan Foaming Agent ... 13

Gambar 2.10.Skema Foaming of Ingots Containing Foaming Agent ... 14

Gambar 2.11.Skema Metode Sintering Dissolution Process ... 15

Gambar 2.12.Rentang Ukuran Dan Fraksi Volume Yang Diperbolehkan Untuk Metal Foam ... 16

Gambar 2.13.Skema Metode Injeksi Secara Langsung ... 17

Gambar 2.14.Skema Detail Injeksi Gas Secara Langsung ... 18

Gambar 2.15.Penampang Melintang Hasil Alumunium Foam Dengan Metode Injeksi Gas Secara langsung ... 18

Gambar2.16.(a). Skema MetodeSolid-Gas Eutetix Solidification Dan Hasil Alumunium Foam (b).Hasil Pori ... 19

Gambar 2.17.(a). Skema Metode Invesment Casting Dengan Pola Garam Dan Hasil Alumunium Foam (b).Hasil Alumunium Foam Dengan Pola Garam ... 20

Gambar 2.18.(a). Skema Metode Invesment Casting Dengan Pencampuran Serbuk Alumunium Dan Serbuk Garam(b). Hasildari Pencampuran Serbuk Alumunium Dan Serbuk Garam ... 21

Gambar 2.19.(a). Skema Metode Invesment Casting Dengan Pola Polymer (b). Hasil Dari Invesment Casting Dengan Pola Polymer ... 22

Gambar 2.20.Skema Metode Foaming Agent ... 23

Gambar 2.21. Serbuk Kalsium Karbonat Sebagai blowing agent ... 26

Gambar 3.1.Tungku Dan Kowi ... 28

Gambar 3.2. Blower ... 29

Gambar 3.3.Termokopel Digital ... 29

Gambar 3.4.Timbangan Digital ... 30

Gambar 3.5.Batang Pengaduk ... 30

Gambar 3.6.Hand Drill ... 31

Gambar 3.7.Cetakan ... 31

Gambar 3.8.Alumunium... 32

Gambar 3.9.CaCO3 ... 32

Gambar 3.10.NaCl ... 33


(9)

Gambar 3.12.Diagram Flowchart Alumunium Foam ... 34

Gambar 3.13.Diagram Alir Penelitian ... 36

Gambar 3.14.Metallurgical Microscope Inverted ... 39

Gambar 3.15.Universal Testing Machine (UTM) ... 41

Gambar 4.1.(a). Bulk MaterialSetelah Dicetak (b). Bulk Material Utuh ... 42

Gambar 4.2.Hasil sampel Alumunium Foam Dengan Variasi Fraksi Massa CaCO3 ... 43

Gambar 4.3.Grafik Hubungan Fraksi Massa CaCO3 Terhadap Porositas ... 44

Gambar 4.4.Grafik Hubungan Antara Fraksi Massa CaCO3 Terhadap Densitas45 Gambar 4.5.(a). Sampel 0%, (b). Foto Massa Sampel 0% ... 46

Gambar 4.6.(a). Sampel 3%, (b). Foto Massa Sampel 3% ... 47

Gambar 4.7.(a). Sampel 5%, (b). Foto Massa Sampel 5% ... 47

Gambar 4.8.(a). Sampel 8%, (b). Foto Massa Sampel 8% ... 48

Gambar 4.9.(a). Sampel 10%, (b). Foto Massa Sampel 10% ... 48

Gambar 4.10.(a). SesimenA(0% CaCO3), (b). SpesimenB(10% CaCO3), (c). SpesimenC(5% CaCO3), (d). SpesimenD(8% CaCO3), (e). SpesimenE(10% CaCO3) Menggunakan Struktur Mikro Aluunium Foam ... 50

Gambar 4.11.Penekanan Spesimen Dengan (%) Reduksi Yang Bertahap ... 52

Gambar 4.12.Kurva Tegangan Regangan Pada Berbagai Variasi Massa CaCO3 54 Gambar 4.13.Spesimen Setelah Dilakukan Pengujian Tekan ... 55

Gambar 4.14.Grafik Hubungan Nilai Tegangan Luluh Dengan Fraksi Massa CaCO3 ... 57

Gambar 4.15.Hubungan Antara Tegangan Luluh Terhadap Fraksi Massa CaCO3 ... 58


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel2.1.Hasil Pengujian Densitas ... 6

Tabel2.2.Analisa Kadar Mg Pada Aluminium Foam Terhadap Densitas Produk 6 Tabel2.3. Data Porositas Alumunium Foam ... 7

Tabel2.4. Karekterisasi Aluminium ... 24

Tabel2.5. Komposisi Bahan Aluminium Seri 6061 ... 24

Tabel3.1. Parameter Proses Pembuatan Alumunium Foam ... 27

Tabel4.1.Hasil Pengujian Densitas Dan Porositas ... 44

Tabel4.2. Data Kurva Tegangan Regangan ... 54


(11)

LEMBAR PENGESAIIAN

TUGAS

AKHIR

PENGARUH VARIASI PENAMBAIIAN BLOWING AGENT CzCo3

TER.HADAP POROSITAS DA]\[ KEKU AT AN "TEKAN AIUMINAM FOAM

DENGN CARA MEI T ROUTE PROCESS

Disusun Oleh:

DHAltI SETYA PAMBI,'DI NUGROHO 2012 013 0199

Telah Dipenaharkan Di Depan Tim Penguji

PadaTangd : 10

Drilnber

2016 Susunan Tim Penguji: Dosen PembiBbing

I

A4{.

Ir. Arh Wldvo Nusr0ho.lu.T.Jtlr.

NIK197060119950!) 123 s22

Dr. Harini Sosiatl S.T.lU.Ens. NIP. 19591220201510 r23 088

Tugas Akhir

Ili

Tclah Dinyatakan Sah Sebagai Sdah Safu Persyaratan Untuk Mcmperoleh G€lar Sarjarr

Teli

ik

w/

tr,

Tanggal:

"

/tr

hkan

Telorik Mesin

Dosen Pemlrimbing

II

arP>il,'-

lt-a=.--ltl

Budi Nur

RahmanS-T-M-Ers-Nrr(19790529m50r r 001


(12)

vi

INTISARI

Aluminum foam banyak diaplikasikan dalam bidang otomotif, pesawat terbang, kapal, konstruksi dan bangunan, karena sifatnya yang ringan, mampu menyerap energi, dan tahan terhadap korosi. Metode melt route dengan menggunakan CaCO3 telah mendapat perhatian dari para peneliti karena lebih

efektif dan efisien. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh fraksi massa CaCO3 terhadap porositas, struktur morfologi dan kekuatan tekan aluminum foam.

Proses fabrikasi aluminum foam dimulai dengan memanaskan aluminum 6061-T651 hingga 850oC. CaCO3 dengan variasi fraksi massa 3%, 5%, 8% dan

10% di tambahkan ke aluminium cair dan diaduk. Setelah keduanya tercampur, kemudian dituang ke dalam cetakan yang sudah berisi NaCl sebanyak 2 gram dan diaduk dengan kecepatan pengadukan sebesar 2500-3000 rpm selama 5-10 detik. Proses foaming akan berlangsung dan didapat bulk material setelah didinginkan. Kemudian, dilakukan proses machining untuk membentuk spesimen berukuran diameter 15mm dan panjang 25mm. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian porositas dengan perhitungan, pengujian struktur morfologi dengan microscope dan pengujian tekan dengan UTM.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa porositas yang didapat pada penambahan 3%, 5%, 8% dan 10% fraksi massa CaCO3 masing-masing adalah

31,84%, 36,66%, 38,88%, 52,22% dan memiliki kekuatan tekan masing-masing sebesar 79,22 MPa, 16,97 MPa, 37,56 MPa dan 28,29 MPa. Penambahan CaCO3

meningkatkan jumlah pori pada aluminum foam. Dari pengamatan struktur morfologinya bentuk pori cenderung bulat dan ukurannya tidak unifoam.

Keywords: aluminum foam, foaming agent, CaCO3.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Aluminum adalah logam berwarna putih yang juga merupakan logam yang paling banyak terdapat dalam kerak bumi. Aluminum terdapat di kerak bumi sekitar 8,07% hingga 8,23% dari seluruh masa padatan dari kerak bumi, dengan produksi tahunan sekitar 30 juta ton pertahun. Untuk konsumsi alumunium di indonesia bertahap mulai dari 700.000 ton pada tahun 2015 dan meninngkat menjadi 1,4 juta ton pada tahun 2017 hingga 2,1 juta ton pada tahun 2018 (Kemenperin 2016). Aluminium banyak dipakai karena sifatnya yang ringan, kuat, dan tahan terhadap korosi menjadi sebab banyaknya penggunaan material alumunium. Perkembangan aluminum pun sekarang semakin banyak salah satunya perkembangan Aluminum foam. Aluminum foam adalah suatu bahan logam berpori yang mempunyai struktur selular dengan volume pori-pori mencapai 70%-95% dari total volume. Material ini dapat diaplikasikan dalam dunia otomotif, pesawat terbang, kapal, kontruksi dan bangunn, alat rumah tangga dan furniture dan alat-alat teknik (Kammer, 1999).

Cara pembuatan aluminum foam dapat dibuat dengan dua cara yaitu melt route process dan solid route process dan powder metallurgy. Dari kedua cara tersebut melt route process lebih sederhana dan hasilnya lebih baik dibanding

solid route process. Pembuatan aluminum foam dengan solid route process lebih rumit karena mencampurkan serbuk aluminum dengan bahan kimia berupa serbuk yang berfungsi sebagai penghasil gelembung gas atau dikenal sebagai foming agent atau blowing agent kemudian campuran dipadatkan atau dikompaksi dan kemudian dilakukan proses sintering hingga titik lebur aluminum dan di atas suhu dekomposisi foaming agent. Kekurangan dari metode ini selain rumit juga banyak faktor lain seperti proses pemadatan (teknologi, tingkat deformasi, suhu, tekanan, dan waktu). Sedangkan pembuatan Aluminum foam dengan cara melt route process lebih sederhana yaitu dengan mencairkan logam aluminum lalu


(14)

ditambahkan foaming agent dan dilakukan pengadukan agar foaming agent dapat tercampur secara merata sehingga terbentuk pori-pori ang merata pula.

Dalam pembuatan Aluminum foam ada beberapa bahan kimia yang bisa digunakan sebagai foaming agent seperti titanium hidrida (TiH2), zirkonium

hidrida (ZrH2), dan magnesium hidrida (MgH2) (Banhart, 2000). Selain bahan

tersebut, kalsium karbonat (CaCO3) dan NaCl juga biasa digunakan sebagai

foaming agent oleh para peneliti. Blowing agent merupakan suatu zat kimia yang digunakan untuk menghasilkan gelembung gas melalui proses foaming nuntuk membuat struktur pori pada material. Curran (2003) menggunakan CaCO3 sebagai blowing agent sebagai penganti TiH2 mengunakan metode melt route. Wicaksana

(2015) juga memanfaatkan CaCO3 sebagai bowing agent untuk pembuatan aluminum foam yang memvariasikan temperatur

Akhyari(2012) meneliti pengaruh penambahan CaCO3 sebagai blowing agent terhadap porositas dan kekuatan tekan pada aluminum foam. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa zat CaCO3 dapat digunakan sebagai blowing agent. Porositas yang dihasilkan pada setiap prosentase berat CaCO3 yaitu 5,69%

pada 0%, 64,94% pada 1%, 62,61% pada 3%, dan 61,24% pada5%. Selain itu kekuatan tekan spesifik dari aluminum foam yang dihasilkan semakin meningkat. Dengan demikian CaCO3 dapat digunakan sebagai pengganti TiH2 dan ZrH2. Pada

penelitian ini blowing agent yang digunakan adalah calsium carbonate (CaCO3),

selain itu dalam penelitian ini juga ditambahkan Sodium Cloride atau Natrium Chloride (NaCl). Berdasarkan uraian tadi maka penulis akan mengambil judul pengaruh CaCO3 sebagai blowing agent terhadap porositas dan kekuatan tekan

pada alumunium foam.

1.2Rumusan Masalah

Perumusan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penambahan

foaming agen CaCO3 pada pembuatan aluminum foam dengan metode melt route

terhadap porositas, sifat morfologi, dan kuat tekan.


(15)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengaruh penambahan CaCO3 sebagai foaming agent terhadap

porositas aluminum foam.

2. Mengetahui pengaruh penambahan CaCO3 sebagai foaming agent terhadap

struktur mikro aluminum foam.

3. Mengetahui pengaruh penambahan CaCO3 sebagai foaming agent terhadap

kekuatan tekan aluminum foam.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pembuatan aluminum foam dengan CaCO3 sebagai foaming agent sehinga peneliti

selanjutnya mempunyai referensi atau acuan untuk melakukan penelitian dengan variasi yang berbeda.

1.5Metode Penulisan

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah:

Metode pustaka, yaitu dengan cara studi kepustakaan untuk mencari dasar teori yang ada kaitanya dengan pembuatan aluminum foam metode eksperimen, dengan melakukan uji coba variasi masa CaCO3.

1.6Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah para pembaca dalam membahas isi tugas akhir ini, maka sangat perlu bagi penulis untuk menjelaskan sistematikanya. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan, bab ini berisi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah tentang pengaruh terhadap penambahan CaCO3

sebagai Blowing agent terhadap porositas dan kuat tekan pada


(16)

BAB II: Kajian Pustaka dan Dasar Teori, kajian pustaka yang berisi tentang penelitian terdahulu tentang aluminum foam dan CaCO3, dasar teori

meliputi pengertian aluminum foam, pengertian metode pembuatan

aluminum foam, kekurangan dan kelebihan aluminum foam.

BAB III: Metodologi Penelitian, bab ini menjelaskan tentang proses pesiapan alat dan bahan, proses pembuatan aluminum foam dan bahan penelitian, diagram alur penelitian.

BAB IV: Hasil dan Pembahasan, dalam bab ini berisi tentang hasil dari pembuatan aluminum foam, hasil pengujian Mikro dan hasil dari uji tekan.


(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1Kajian Pustaka

Penelitian tentang aluminum foam dengan blowing agent CaCO3 sudah

pernah dilakukan dari mulai meneliti tentang pengaruh penambahan magnesium, pengaruh terhadap kekersan, pengaruh terhadap kekuatan tekan. Agustin dkk

(2013) melakukan penelitian dengan mengunakan CaCO3 sebagai blowing agent

melalui metode melt based process. Dalam penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti bagaimana pengaruh magnesium yang terkandung pada paduan

aluminum foam yang mengandung blowing agent CaCO3 mempengaruhi

kekuatan mekanik dan sifat fisis, mengunakan beberapa variasi kadar mg. Dari hasil pengujian kalsium karbonat dapat digunakan sebagai blowing agent untuk membuat aluminum foam dari bahan Al-Mg. Produk aluminum dengan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Produk aluminum Foam (a. 4%Mg; b. 6%Mg; c. 8%Mg) (Agustian, 2012).

Dari gambar tersebut disimpulkan bahwa produk dengan kadar magnesium sebesar 4% memiliki pori yang merata, berbeda dengan spesimen b dan c yang memiliki pori yang tidak merata dan hanya tampak pada beberapa bagian sementara masih terdapat beberapa bagian yang tidak memiliki pori. Dari penelitian ini juga dilakukan pengujian densitas dituntukan pada Tabel 2.1 dengan mengunakan prinsip Archimides dengan menggunakan neraca dan mengacu pada standar ASTM 373-88.


(18)

Tabel 2.1. Hasil Pengujian Densitas (Agustian, 2012).

Tabel 2.2. Analisa Kadar Mg pada Aluminum Foam

terhadap Densitas Produk (Agustian, 2012).

Dari data densitas pada Tabel 2.2 di atas dapat dilihat bahwa nilai densitas untuk kadar 4% magnesium sebesar 2,62, untuk kadar magnesium 6% sebesar 1,94 dan 8% memiliki densitas sebesar 3,44.

Gambar 2.2. Grafik Hasil Pengujian Densitas (Agustian, 2012).

Pada Gambar 2.2 di atas menunjukan bahwa aluminum foam dengan kadar magnesium sebesar 8% nilainya lebih tinggi dari aluminum foam dengan kadar


(19)

Mg 4% dan 6%. Hal ini dikarenakan kadar foam tidak merata, masih terdapat bagian yang tidak berpori ini memiliki berat yang lebih tinggi sehingga mempengaruhi nilai densitas pada produknya.

Akhyari (2012) juga melakukan penelitian menggunakan CaCO3 sebagai blowing agent dengan menggunakan variasi massa CaCO3 yaitu 0%wt, 1%wt,

3%wt dan 5%wt dalam penelitianya yang berjudul pengaruh penambahan CaCO3 terhadap porositas dan kekuatan tekan pada aluminum foam. Dalam

penelitian ini didapat nilai porositas tiap spesimen dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 2.3. Data Porositas Aluminum Foam (Akhyari, 2012).

Pada Tabel 2.3 di atas dapat dilihat hubungan antar porsentase berat serbuk kalsium karbonat (CaCO3) dengan nilai porositas pada aluminum foam. dapat

dilihat bahwa nilai porositas tertinggi terdapat pada variasi penambahan 1% dengan porositas 64,99% sedangkan pada variasi 3% dan 5% cenderung mengalami penurunan.


(20)

Gambar 2.3. Grafik Variasi Penambahan Persentase Berat (%wt) CaCO3 terhadap Nilai Kekuatan

Tekan pada Spesimen Aluminum Foam (Akhyari, 2012).

Pada Gambar grafik 2.3 menjelaskan semakin meningkatnya kekuatan tekan pada aluminum foam hal ini dikarenakan persentase porositas pada variasi 3% dan 5% mengalami penurunan hal inilah yang mempengaruhi kekuatan tekan pada spesimen. Jika semakin tinggi porositas yang dimiliki oleh spesimen

aluminum foam, maka pori yang terbentuk pun akan semakin banyak. Ketika

aluminum foam diberi suatu beban maka beban tersebut akan diterima aluminum foam dan disalurkan keseluruh pori sehingga beban akan terputus pada dinding pori yang menyebabkan daerah pori mudah mengalami deformasi.

2.2Metal Foam

Metal foam adalah suatu logam dengan pori-pori yang sengaja dipadukan dalam strukturnya. Istilah logam berpori adalah sebutan umum yang mengacu pada logam dengan porositas yang tinggi, sedangkan istilah logam busa berlaku untuk logam berpori yang dihasilkan dari proses foaming atau pembusaan (Lefebvre, 2008). Dilihat dari struktur porinya, metal foam diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu closed-cell foam dan open-cell foam adalah material seluler yang tiap selnya tertutup dengan lebar tiap selnya 3 (tiga) mm. Sedangkan


(21)

open-cell foam adalah material seluler yang tiap selnya terhubung dengan lebar selnya sekitar 5 (lima) mm (Kennedy, 2012). Jenis metal foam dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4.Closed-Cell Foam dan Open-Cell Foam, (Kennedy, 2012).

2.3 Aluminum Foam

2.3.1 Aplikasi Aluminum Foam

Dengan sifatnya yang unik, aluminum foam banyak digunakan dalam industri contohnya dalam industri otomotif, penerbangan, perkapalan.

Aluminum foam juga banyak diaplikasikan dalam konstruksi dan bangunan seperti halnya jembatan, dan industri rumah tangga serta furnitur.

2.3.1.1 Aplikasi Aluminum Foam dalam Bidang Otomotif

Aplikasi aluminum foam dibidang otomotif banyak diterapkan pada mobil.

Aluminum foam digunakan untuk konstruksi atau rangka mobil demi meningkatkan keselamatan pengendara mobil pada saat terjadi kecelakaan. Sifat Aluminum foam yang mampu menyerap energi mekanik yang baik inilah yang dimanfaatkan dalam rangka kendaraan. Ada tiga aplikasi Aluminum foam

pada mobil yaitu penyerap energi mekanik, konstruksi yang ringan dan sebagai peredam suara.

Aplikasi pertama dapat diilustrasikan pada saat terjadi kecelakaan mobil.

Aluminum foam berfungsi sebagai penyerap energi mekanik yaitu pada rangka atau sasis mobil yang terbuat dari Aluminum foam atau Aluminum Sandwich


(22)

foam (ASF). Contohnya dapat dilihat pada Gambar 2.5. Gambar tersebut merupakan contoh produk dari Aluminum foam.

Gambar 2.5. Macam-Macam Rangka Mobil dengan Metal Foam (Kammer, 1999).

Aplikasi lain yaitu sebagai peredam suara yang digunakan untuk penutup mesin. Hal ini diterapkan untuk mengurangi kebisingan suara mesin agar tidak masuk ke bagian kabin mobil, guna pengendaran terasa nyaman. Aplikasi yang juga digunakan pada mobil adalah bagian atap mobil, pintu mobil, penutup bagasi dan bagian-bagian lain yang memerlukan material lembaran yang cukup banyak. Aluminum foam digunakan pada bagian-bagian tersebut karena sifatnya yang ringan dapat mengurangi berat keseluruhan kendaraan. Contoh produk dapat dilihat pada Gambar 2.6.


(23)

2.3.1.2 Aplikasi Aluminum Foam Dalam Bidang Dirgantara

Sifat Aluminum foam yang ringan menjadi sangat penting pengunaannya dalam industri ke dirgantaraan. Contohnya yaitu penggunaan Aluminum foam

untuk pesawat terbang dapat menggantikan penggunaan struktur sarang lebah yang harganya relatif lebih mahal. Keuntungan Aluminum foam dalam bidang ini yaitu dapat menghemat biaya dan juga sebagai material yang tahan api. Hal ini dapat berguna saat terjadi kebakaran pesawat terbang. Namun hingga saat ini perlu dilakukan penelitian perilaku kelelahan Aluminum foam.

2.3.1.3 Aplikasi Aluminum Foam dalam Bidang Perkapalan

Penggunaan Aluminum foam dalam pembuatan bagian-bagian kapal juga dirasa penting. Aluminum foam mempunyai sifat yang ringan dapat mengurangi berat kapal secara keseluruhan.

2.3.1.4 Aplikasi Aluminum Foam untuk Konstruksi dan Bangunan

Pada bangunan seperti gedung, Aluminum foam digunakan pada bagian dinding sebagai peredam suara dan juga bermanfaat pada saat terjadi kebakaran. Selanjutnya, Aluminum foam biasanya digunakan pada konstruksi jembatan seperti terlihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Jembatan Layang (Foam Alporas, Shinko Wire, Jepang) (Kammer, 1999).

2.3.1.5 Aplikasi Aluminum foam dalam Industri Rumah Tangga dan Furniture

Aluminum foam sangat menarik bagi pada desainer, oleh sebab itu banyak desainer membuat berbagai macam bentuk produk properti rumah tangga.


(24)

Aplikasi dalam industri rumah tangga dan furniture berupa lampu, meja dan properti lainnya. Jika dikombinasikan dengan kayu maka Aluminum foam dapat membawa efek-efek baru dalam ruangan baik dalam ruangan rumah tangga, kantor agar lebih menarik.

2.3.1.6 Aplikasi Aluminum foam dalam Teknik Rekayasa

Aluminum foam juga dapt digunakan untuk produk-produk teknik. Misalnya pada alat penukar kalor, juga dapat diaplikasikn pada langit-langit dan dinding kamar yang berisi peralatan elektronik (Kammer, 1999). Beberapa contoh dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Peralatan Teknik dari Aluminum Foam (Kammer, 1999).

2.3.2 Proses Pembuatan Aluminum Foam

Material logam yang paling sering digunakan untuk untuk pembuatan

metal foam adalah aluminum. Aluminum foam mempunyai karakteristik yang unik sehingga banyak diaplikasikan pada industri manufaktur. Pada dasarnya

Aluminum foam dapat dibuat dengan 2 (dua) cara yaitu solid route process atau metalurgi serbuk (powder metallurgy) dan metode cair (melt route process). 2.3.2.1 Pembuatan Aluminum Foam dengan Solid Route Process

Pembuatan Aluminum foam dengan metode ini ada beberapa cara dan berbeda-beda penyebutannya, diantaranya adalah:


(25)

1. Kompaksi antara Serbuk Aluminum dengan Foming Agent (Foaminal)

Proses pembuatan Aluminum foam dengan metode ini diawali dengan mencampurkan serbuk logam (logam murni, paduan ataupun campuran) dengan serbul foaming agent. Setelah itu campuran tersebut dikompaksi sampai padat sehingga didapat produk setengah jadi (precursor). Kompaksi dilakukan dengan teknik tertentu sehingga foaming agent akan menempel pada matriks logam tanpa adanya sisa porositas. Contoh metode kompaksi yang lazim yang digunakan adalah uniaxial atau isostatic compression, rod extrusion atau power rolling. Pembuatan precusor harus dilakukan dengan hati-hati karena sisa-sisa porositas atau cacat lain akan menyebabkan hasil yang buruk setelah dilakukan proses selanjutnya.

Langkah selanjutnya adalah melelehkan matriks logam yang sekaligus menyebabkan foaming agent terdekomposisi. Gas yang dilepaskan akan menghasilkan gaya untuk mengekspansi precusor sehingga terbentuk struktur dengan ukuran pori yang relatif besar. Waktu yang diperlukan untuk mengekspansi tergantung parameter temperatur dan ukurn precusor. Material aluminum dan paduannya, seng, kuningan, timah, emas dan logam lainnya yang dapat dibentuk menjadi foam dengan memilih foaming agent dan parameter proses yang cocolk (Helmi, 2008). Skema metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Skema Metode Kompaksi antara Serbuk Aluminum dengan Foaming


(26)

2. Foaming of Ingots Containing Foaming Agent (Foamgrip)

Material precursor juga dapat dibuat tanpa menggunakan serbuk logam. Caranya adalah dengan mencampurkan partikel titaniem hydride

(TiH2) ke dalam logam cair, sesaat setelah cairan logam akan membeku.

Hasil precursor yang didapatkan selanjutnya diproses dengan metode yang sama dengan yang sebelumnya. Untuk menghindari pembentukan dini gas hidrogen saat pencampuran, maka pembekuan harus dilakukan dengan cepat atau dengan menggunakan foaming agentyang “dipasifkan”

sehingga mencegah pelepasan gas yang berlebih dalam tahap ini. Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan mesin die-casting. Serbur

hydride diinjeksikan kedalam cetakan (die) bersamaan dengn logam cair. Tantangan permasalahan yang harus dihadapi cara untuk mendapatkkan serbut TiH2 yang didistribusikan secara homogen. Sebagai alternatif,

serbut TiH2 dapat ditambahkan kedalam cairan logam dengan pengadukan

lambat dan pendinginan lanjutan untuk mendapatkan foam yang stabil, maka sering digunakan partikel SiC sekitar 10-15% volume (Helmi, 2008). Skema pada metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.10.


(27)

3. Sintering Dissolution Process (SPD)

Metode ini merupakan prose pembuatan aluminum foam melalui

solid route process dengan sepenuhnya menggunakan proses metalurgi serbuk dan diikuti proses disolusi untuk membentuk porinya. Kelebihn dari metode ini adalah produk memiliki bentuk yang hampir sama dengan cetakan. Namun tentunya juga memiliki kekurangan seperti banyaknya faktor yang mempengaruhi hasilnya. Skema metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Skema Metode Sintering Dissolution Process (Effendi, 2008).

2.3.2.2 Pembuatan Aluminum Foam dengan Melt Route Process

Pembuatan Aluminum Foam dengan metode cair atau melt route process

ada beberapa cara, diantaranya adalah:

1. Dengan menginjeksikan gas kedalam logam cair yang berfungsi untuk pemerataan gelembung gas didalam cairan aluminum dan metode ini disebut Alcon atau Norsk Hydro Process.

2. Dengan mempresipitasikn gas yang sebelumnya telah larut didalam fasa cair yang dikenal dengan sebutan Gasar.

3. Dengan infiltrasi pada pola yang dapat dibuang (invesment casting). 4. Dengan menambahkan foaming agent kedalam logam cair sebagai


(28)

1. Injeksi Gas Secara Langsung (Alcan/Norks Hydro Process)

Metode ini pertama kali digunakan untuk membuat aluminum foam

oleh perusahaan Hydro Aluminum di Norwegia dan Cymat Aluminum Coorporation di Kanada. Pada metode ini, untuk meningkatkan nilai kekentalan aluminum cair biasanya digunakan partikel kuat seperti,

aluminum-oxide, silicon carbide (SiC) atau magnesium-oxide sehingga kecenderungan gas yang terdapat pada aluminum cair untuk naik ke permukaan cairan aluminum dapat dihambat. Tahapan yang dilakukan pada metode ini adalah mencairkan aluminum yang telah mengandung salah satu partikel. Campuran ini biasa disebut sebagai metal matrix composite. Akan tetapi untuk dapat memperoleh distribusi partikel yang merata didalam cairan aluminum sangat sulit sehingga biasanya digunakan aluminum yang telah dipadukan atau aluminum paduan.

Fraksi volume dari partikel penguat adalah 10-20% dengan ukuran partikel rata-rata 5-20µm. Apabila ukuran partikel terlalu kecil atau terlalu besar maka akan muncul masalah pada kemampuan pencampuran (difficult to mix), kekentalan lelehan logam dan kestabilan metal foam yang terbentuk. Oleh karena itu, ukuran dan fraksi volume partikel penguat harus berada pada rentang yang diperolehkan (Agustian, 2012). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Rentang Ukuran dan Fraksi Volume yang Diperbolehkan untuk


(29)

Tahapan selanjutnya yaitu injeksi gas (udara, nitrogen atau argon) dengan menggunakan vibrating nozzle atau rotating impeller yang akan membantu untuk pemerataan gelembung gas didalam cairan aluminum. Campuran aluminum cair dan gelembungan gas akan mengapung ke bagian atas cairan aluminum kemudian akan mengalami proses pembekuan.

Densitas aluminum foam yang dihasilkan 0,069-0,54 gr/cm3, ukuran pori-pori yang dihasilkan antara 3-25 mm dan ketebalan aluminum foam

yang bisa dihasilkan mulai dari 50 µm (Agustian, 2012). Produk yang dihasilkan berupa aluminum foam dengan metode ini mempunyai porosits berkisar 80-97% (Kammer, 1999). Adapun parameter yang mempengaruhi hasil pada metode ini adalah kecepatan aliran gas, kecepatan impeller dan frekuensi getaran nozzle. Gaya gravitasi juga mempengaruhi proses pengeringan sehingga akan memepengaruhi produk aluminum foam.

Produk cenderung memiliki gradien pada densitas, ukuran pori-pori dan pemanjangan pori-pori (pores elongation). Skema metode ini dapat dilihat pada gambar 2.13 dan lebih detail pada gambar 2.14 serta hasil aluminum pada Gambar 2.15.


(30)

Gambar 2.14. Skema Detail Injeksi Gas Secara Langsung (Agustian, 2012)

Gambar 2.15.Penampang Melintang Hasil Aluminum Foam dengan Metode Injeksi

Gas Secara Langsung (Helmi, 2008).

2. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar)

Metode ini telah dikembangkan sejak beberapa dekade yang lalu, dengan landasan teori bahwa ada beberapa jenis logam yang memiliki sistem

eutectic bersama dengan gas hidrogen . jika logam dilelehkan pada kondisi lingkungan dan tekanan tinggi (di atas 50 bar), maka diperoleh logam dan hidrogen yang homogen. Jika suhu diturunkan ke suhu bawah temperatur lelehan logam, maka akan tumbuh presipitat gas. Pada saat logam mengalami proses pembekuan, gas-gas akan berusaha kelur dari lelehan. Namun gas tersebut terperangkap dalam lelehan akan diperoleh logam yang terperangkap di dalam lelehan sehinga diperoleh logam yang mengandung pori-pori.


(31)

Pada umumnya, bentuk pori yang didapat berupa pori-pori besar yang memanjang sesuai arah pembekuan. Diameternya sebesar 10µm-10mm dan panjang pori berkisar antara 100µm–300mm (Helmi, 2008). Skema dari hasil metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.16.

Gambar2.16. (a).Skema Metode Solid-Gas Eutectic Solidification dan Hasil Aluminum

Foam (b).Hasil Pori (Helmi, 2008).

3. Inflitrasi Pada Pola yang Dapat Dibuang (Invesment Casting)

Metode ini merupakan salah satu cara pembuatan aluminum foam

dengan sel terbuka menggunakan pola yang dapat dibuang (disposible). Pola yang sering digunakan adalah garam (NaCl). Ada 3 cara yang dapat dilakukan pada metode, pertama mengunakan NaCl ysng disinter pada atmosfer udara selama beberapa jam agar terjadi pengabungan butir pada NaCl. Aluminum dicairkan kemudian dituang kedalam pori pola NaCl agar terjadi proses infiltrasi. Pembekuan akan terjadi dan pola/cetakan garam dilarutkan ke dalam air sehingga diperoleh aluminum foam dengan sel terbuka dengan ukuran 3-4mm. Skema metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.17.

a


(32)

Gambar 2.17. (a) Skema Metode Invesment Casting dengan Pola Garam dan Hasil

Aluminum Foam (b)Hasil Aluminum Foam dengan Pola Garam (Helmi, 2008)

Foam yang dihasilkan dapat mempunyai ukuran sel sekecil 400µm. Proses ini relatif kompleks, mensyaratkan proses sintering dan pelarutan cetakan. Jenis ukuran sel terbesar dan terkecil dapat diatur dengan menentukan proses infiltrasi dari pola cetakan yang rumit serta teknik untuk melarutkanya (Helmi, 2008).

Cara kedua adalah menggunakan serbuk aluminum dan serbuk garam. Kemudian keduanya dicampur lalu dikompaksi sehingga terbentuk “blok” padat dan disinter pada temperatur diantara titik leleh aluminum dan garam. Setelah itu dilanjutkan dengan pelarutan garam dan akan diperoleh foam.

Proses ini tidak digunakan untuk penggunaan yang luas karena prosesnya cukup rumit dan relatif mahal karena menggunakan serbuk aluminum. Hasil proses ini menghasilkan sambungan antara garam yang lebih sedikit, sehingga menghasilkan produk yang lebih padat, struktur pori yang kecil dan sering kali meningalkan sisa NaCl (Helmi, 2008). Skema dari metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.18.

(b) (a)


(33)

Gambar2.18. (a) Skema Invesment Casting dengan Pencampuran Serbuk Aluminum dan Serbuk Garam (b) Hasil dari Pencampuran Serbuk Aluminum dan Serbuk

Garam (Helmi, 2008).

Cara ketiga dari metode invesment casting adalah dengan mengunakan foam polymer bersel terbuka sebagai pol. Prosesnya yaitu

polymer diinfiltrsi dengan plester kemudian dibakar untuk menghilangkan

polymer. Cetakan yang tersisa diisi oleh aluminum cair, sering kali dibantu dengan kombiniasi antara keadaan vakum dan tekanan eksternal. Kemudian pada akhir proses, plester dilarutkan. Proses ini tentunya mempunyai keuntungan dan kerugian dalam segi proses jika dibandingkan dengan pola garam. Variasi porositas dapat diatur dengan mengunakan cetakan polymer. Aplikasi penggunakan produknya adalah sebagai heat exchanger, elektroda berpori, dan filter kimia skema dan hasil metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.19.

(a)


(34)

Gambar2.19.(a) Skema metode Invesment Casting dengan Pola Polymer (b) Hasil dari

Invesment Casting dengan Pola Polymer (Helmi, 2008)

4. Menggunakan Foaming Agent (Alporas)

metode ini merupakan salah satu cara untuk membuat aluminum foam yaitu dengan menambahkan foaming agent atau agen penghasil gas ke dalam aluminum cair. Foaming agent akan terdekomposisi karena terpengaruh oleh temperatur, sehingga akan melepas gas. Gas inilah yang akan dimanfaatkan untuk proses foaming. Skema metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.20.

(a)


(35)

Gambar2.20. Skema Metode Foaming Agent (Helmi, 2008)

Pada skema diatas, proses pertama yang dilakukan adalah memasukan kalsium sebanyak 1,5% ke dalam aluminum cair dengan temperatur680oC. Kemudian aluminum cair yang sudah ditambahkan kalsium ini diaduk beberapa menit. Hal ini untuk meningkatkan viskositas atau kekentalan secara bertahap karena terbentuknya oksida.

2.4 Material 2.4.1. Aluminum

Logam aluminum adalah unsur ketiga terbanyak didunia yang memiliki peranan sangat penting dalam aplikasi di bidang industri dan otomotif. Aluminum memiliki kekuatan yang lebih rendah dibanding dengan logam lainya, khususnya baja. Tetapi jika aluminum dipadukan (alloying) dengan unsur lain seperti silikon (Si), atau tembaga(Cu) akan memiliki sifat fisik dan mekanik yang baik dianntaranya:

1. Yield strength meningkat. 2. Lebih tahan korosi.

3. Thermal conductivity yang baik.

Aluminum juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik. Jika dibandingkan dengan massanya, aluminum memiliki keungulan dibandingkan dengan tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas dan listrik yang baik, namun cukup berat. Secara umum karakteristik atau sifat-sifat dan mekanik aluminum dapat dilihat pada Tabel 2.4.


(36)

Tabel 2.4. Karakteristik Aluminum (Effendi, 2008).

Benda kerja yang digunakan untuk penelitian adalah aluminum 6061 yang berupa plat dengan ketebalan 3mm dengan komposisi seperti ditunjukan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Komposisi Bahan Aluminum Seri 6061 (Wijayanto, 2004).

Unsur Seri Paduan Al

Al 6061

Si 0.02

Fe 0.51

Cu 0.05

Mn 2.21

Mg 0.20

Cr 0.00

Zn 0.00


(37)

Sebagai tambahan referensi untuk kekuatan tekan aluminum khususnya seri 6061 adalah 673 MPa (Chaint dan Papirno, 1983).

2.4.2. Foaming Agent

Foaming agent atau agen penghasil gas merupakan bahan yang biasanya ditambahkan kedalam aluminum cair pada proses pembuatan aluminum foam. Dalam pembuatan aluminum foam ada beberapa bahan kimia yang biasa digunakan sebagai foaming agent seperti titanium hidrida (TiH2), zirkonium

hidrida (ZrH2), dan magnesium hidrida (MgH2). Namun selain bahan tersebut

kalsium karbonat (CaCO3) dan garam dapur atau natriun klorida (NaCl) juga

dapat digunakan sebagai foaming agent. 2.4.2.1. Penggunaan Foaming Agent

Setiap material yang stabil pada temperatur kamar namun dapat melepas gas saat kenaikan temperaturnya, maka material ini dapat berpotensi sebagai

foaming agent. Material yang termasuk dalam foaming agent adalah bahan inorganik hidrat seperti kalsium klorida, cuprit sulfat, dan barium iodida. Termasuk juga material yang memiliki lapisan hidrat seperti varmiculite. Ketika material ini dipanaskan diatas temperatur dekomposisinya (400-1300oC), maka bahan ini akan terhidrasi dan uap air yang terlepas dapat digunakan untuk mengembangkan (foaming) cairan logam. Oksida, nitrida, sulfida, karbonat, dan kloorida juga cocok digunakan (Helmi, 2008).

Pembuatan aluminum dengan mengunakan foaming agent mempunyai keuntungan yaitu serbuk foaming dapat terdispersi secara efisien di dalam aluminum cair dengan pengadukan sebelum terjadi dekomposisi termal. Proses pengembangan yang terjadi didalam cairan aluminum adalah secara langsung, maka ada kecenderungn alami gelembung untuk naik kepermukaan aluminum cair juga ada efek dorongan dari gelembung yang bersebelahan. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah proses pengadukan karena dapat menyebabkan pengabungan sel dan juga pengempesan foam secara cepat.


(38)

2.4.2.2. Kalsium Karbonat (CaCO3)

Kalsium karbonat umumnya berwarna putih dan umumnya sering dijumpai pada batu kapur, kalsit, marmer dan batu gamping. Selain itu kalsium karbonat juga sering dijumpai pada skalakmit dan stalakmit berasal dari tetesan air tanah selama ribuan bahkan jutaan tahun. Seperti namanya, kalsium karbonat ini terdiri dari 2 unsur kalsium dan 1 unsur karbon dan 3 unsur oksigen. Setiap unsur karbon terikat kuat dengn 3 oksigen dan ikatan ini ikatanya lebih longgar dari ikatan antara karbon dengan kalsium pada suatu senyawa. Kalsium karbonat bila dipanaskan akan pecah dan menjadi serbuk remah yang lunak dan dinamakan calsium oksida (CaO).

Kalsium karbonat adalah senyawa penghasil gas yang memiliki potensi yang bagus serta harganya murah dan ketersediaanya yang banyak. Kalsium karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminum yaitu sekitar 2710 kgm-3 (Agustian, 2012).

Gambar 2.21. Serbuk Kalsium Karbonat sebagai blowing agent (PT. Kalsitech Prima,


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian tahapan proses agar tujuan dari penelitian ini dapat tercapai, penelitian di awali dengan kajian pustaka yang dapat mendukung dalam proses ini. Setelah mendapat literatur yang sesuai dengan topik penelitian dengan mempertimbangkan tersediaan bahan dan peralatan pendukung. Yang ditekankan dalam penelitin ini bagaimana pembuatan aluminum foam dengan cara yang mudah, bahan yang mudah didapat serta murah.

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian merupakan suatu sistem pengambilan data dalam suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan yaitu suatu proses atau langkah-langkah mengembangkan suatu produk baru, atau menyempurnakan penelitian yang telah ada, yang dapat dipertanggung jawabkan.

3.2 Parameter Penelitian

Parameter utama yang ditentukan adalah rasio fraksi massa foaming agent,

serbuk CaCO3, dan temperatur penuangan foaming agent.

Tabel 3.1. Parameter Proses Pembuatan Aluminum Foam

Sampel Fraksi Massa Temperatur

CaCO3 (%.wt) NaCl (%.wt) Al (%.wt)

A 0 0 55 850

B 3 2 53 850

C 5 2 50 850

D 8 2 49 850


(40)

3.3 Penyiapan Proses

Penyiapan proses dalam penelitian ini mempertimbangkan ketersediaan peralatan dan bahan sebagai penunjang jalannya penelitian. Selain diperlukan peralatan dan bahan, penelitian ini menggunakan penimbangan bahan. Adapun penyiapan proses penelitian sebagai berikut:

3.3.1 Penyiapan Alat

Dalam pembuatan aluminum foam, peralatan merupakan faktor penting yang mendukung keberhasilan penelitian guna mencapai hasil penelitian dengan baik dan maksimal. Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Tungku dan Kowi

Tungku pembarakan merupakan salah satu media pembakaran untuk mencairkan aluminum. Tungku ini terbuat dari campuran semen, pasir dan campuran batu bata. Pada tungku pembakaran terdapat dua pipa besi yang berfungsi untuk meniupkan udara menggunakan blower. Ukuran tungku pembakaran disesuaikan dengan ukuran diameter kowi. Hal tersebut bertujuan agar kowi dapat masuk kedalam tungku. Kowi merupakan media untuk meleburkan aluminum batangan. Kowi terbuat dari besi yang memiliki diameter 5 cm


(41)

2. Blower

Blower dalam penelitian ini adalah alat yang digunakan untuk menaikkan dan menurunkan tekanan udara yang akan ditiupkan dalam tungku pembakaran. Dalam penelitian ini blower yang digunakan dengan brand NRT PRO, memiliki ukuran 2 inch dengan kapasitas V=220 Volt, A=1 Ampere kemudian memiliki kapasitas putar sebesar 3000/3600 (Gambar 3.2).

Gambar 3.2. Blower

3. Termokopel Digital

Termokopel digital merupakan suatu alat jenis sensor suhu guna mengidentifikasi suhu pada kowi sehingga suhu pada kowi dapat diketahui secara spesifik dalam proses peleburan hingga proses pencampuran yang sedang berlansung. Termokopel digital yang digunakan tipe K (Gambar 3.3).


(42)

4. Timbangan Digital

Timbangan digital merupakan alat untuk mengukur jumlah banyak dan sedikitnya bahan yang akan digunakan dalam penelitian berlangsung (Gambar 3.4).

Gambar 3.4. Timbangan Digital

5. Batang Pengaduk

Batang Pengaduk yang terbuat dari baja dan diberi kawat yang mengulir pada ujung batangnya guna mengaduk dan mencampurkan aluminum cair dengan CaCO3. Dalam penggunaannya batang pengaduk terlebih dahulu

dipanaskan agar tidak terjadi pembekuan aluminum pada permukaan batang (chilling) dan kemudian batang pengaduk dipasangkan pada mesin bor tangan (hand drill) (Gambar 3.5).


(43)

6. Hand Drill

Hand drill sering disebut dengan bor tangan merupakan alat yang dipasangkan pada batang pengaduk, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hand drill yang digunakan merek makita, daya sebesar 260 Watt dan kecepatan putar tanpa beban sebesar 0-2200 rpm (Gambar 3.6).

Gambar 3.6. Hand Drill

7. Cetakan

Cetakan digunakan untuk mencetak hasil pencampuran antara aluminum dengan CaCO3. Cetakan dalam penelitian ini terbuat dari tanah liat yang

dibuat dengan ukuran 3cm dan diameter dalam cm. Dalam penelitian cetakan sebelumnya di panaskan terlebih dahulu untuk menyesuaikan suhu dari campuran aluminum dan CaCO3 (Gambar 3.7).


(44)

8. Perlengkapan Pendukung

Perlengkapan pendukung yang digunakan dalampenelitian ini antara lain palu, tang penjepit, penjepit kowi, penggaris, sendok besi, sarung tangan, kalkulator beserta kamera sebagai alat dokumentasi selama proses penelitian berlangsung.

3.3.2 Penyiapan Bahan

Dalam pembuatan aluminum foam, terdapat bahan-bahan yang disiapkan antara lain aluminum seri 6061-T651 dan CaCO3. Adapun bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini antara lain:

 Aluminum dengan seri 6061-T651 (Gambar 3.8).

Gambar 3.8. Aluminum

 CaCO3 yang berfungsi sebagai Blowing Agent (Gambar 3.9).


(45)

 NaCl yang digunakan memiliki ukuran US mesh antara 4-16 atau antara 4,760 mm-1,190 mm (Gambar 3.10).

Gambar 3.10. NaCl

 Arang digunakan dalam proses pembakaran (Gambar 3.11).

Gambar 3.11. Arang

3.3.3 Penimbangan dan Pencampuran Bahan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam persiapan bahan pembuatan aluminum sebagai berikut:

 Alumunium yang masih berbentuk batangan dipotong terlebih dahulu disesuaikan dengan ukuran kowi agar alumuinium mudah dimasukkan ke dalam kowi. Sementara itu, diameter kowi 5 cm.

 Dalam penelitian ini terdapat 5 (lima) spesimen aluminum yang akan digunakan dalam penelitian. Variasi yang digunakan dalam penelitian ini


(46)

antara lain terdiri dari A (0% CaCO3), B (3% CaCO3), C (5% CaCO3), D

(8% CaCO3) dan E (10% CaCO3).

 Selanjutnya, proses penimbangan masing-masing aluminum A, B, C, D dan E. Sehingga didapatkan ukuran masing-masing massanya sesuai perhitungan diatas.

 Langkah selanjutnya, menghitung nilai perbandingan antara aluminum dan CaCO3 dengan menggunakan presentase fraksi massa aluminum.

3.3.4 Proses Pembuatan Aluminum Foam

Tahapan selanjutnya, setelah melakukan penyiapan proses yang terdiri dari penyiapan alat dan bahan, maka tahap selanjutnya adalah proses pembuatan Aluminum foam. Pembuatan Aluminum foam yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses direct foaming menggunakan foaming agent (Alporas). Proses tersebut diawali dengan meleburkan aluminum batang menjadi cair dan dilakukan pengukuran temperatur tuang kemudian dilakukannya pencampuran foaming agent (CaCO3), setelah itu proses pengadukan, foaming kemudian dilakukannya

pelepasan produk Aluminum foam dan casting. Proses tersebut dinamakan proses

melt route aluminum foam. Gambar 3.12 proses pembuatan aluminum foam.

Gambar 3.12. Diagram proses pembuatan Aluminum Foam

Tahapan dari proses melt route tersebut sebagai berikut:

1. Peleburan dilakukan satu persatu sesuai dengan spesimen yang ditentukan yaitu A, B, C, D dan E.

2. Peleburan Aluminum yang sudah diketahui massanya, dimasukkan kedalam kowi yang suhunya sampai 660o C.

3. Alumunium yang menggunakan suhu 660o C akan mengalami peleburan. Aluminum

CaCO3

Mix into the Melt Foaming Process


(47)

4. Setelah Aluminum melebur, CaCO3 dimasukkan kedalam kowi. Proses

tersebut dilakukan ketika suhu dinaikkan menjadi 850o C.

5. Kemudian dilakukan pengadukan hingga tercampur rata. Dalam proses pengadukan dilakukan selama 10 (sepuluh) detik dengan kecepatan mixing

500 rpm. Sebelum dilakukannya pengadukan, ujung pengaduk dipanaskan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi pendinginan dan penggumpalan. Adapun cara mengaduk yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mencelupkan ujung pengaduk hingga terbenam ke logam. Cara diatas dilakukan guna udara tidak masuk ke dalam larutan.

6. Tahap selanjutnya, proses penuangan Aluminum dan CaCO3 yang sudah

diaduk tersebut ke dalam cetakan yang sudah diisi NaCl. Kemudian dilakukan pengadukan kembali guna Alumunium, CaCO3 dan NaCl

tercampur rata.

7. Proses foaming sekitar 10-60 detik.

8. Proses pendinginan, kemudian dilakukan penurunan temperatur pada kowi.

9. Setelah dilakukan pendinginan, tahap selanjutnya pembongkaran cetakan. 10.Proses paling akhir yaitu proses machining.

3.4 Diagram Alir Penelitian

Berikut ini merupakan diagram alir penelitian yang dilakukan dalam penelitian Alumunium foam (Gambar 3.13). Diagram ini menjelaskan alur proses dari mulai, persiapan bahan, proses machining hingga proses pengujian.


(48)

(49)

3.5 Karakterisasi Produk Aluminum Foam

Semua produk Aluminum foam yang masih utuh (bulk material) selanjutnya dibubut, guna pori-pori terlihat untuk membentuk sampel atau spesimen uji. Ketika sampel yang telah dibubut akan dilakukan pengujian, sebaiknya sampel direndam kedalam air menggunakan temperatur 80o C selama 15 (lima belas) menit dan dilakukan pengadukan air guna mengilangkan sisa-sisa CaCO3 yang terdapat pada sampel, kemudian dikeringkan. Setelah sampel kering

maka pengujian siap dilakukan. Pengujian yang dilakukan terhadap spesimen ini yaitu foto makro, foto mikro, uji porositas melalui perhitungan,uji densitas menggunakan prinsip Archimedes dan perhitungan serta dilakukannya uji tekan. Masing-masing sampel akan melalui tahap pengujian yang sama.

3.5.1. Pengujian Porositas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya porositas dari produk aluminum foam yang telah dibuat dengan mencampurkan serbuk CaCO3 sebagai

foaming agent. Hal pertama yangdilakukan untuk mengerahui jumlah porositas adalah menghitung densits atau pengukuran massa suatu benda per unit volume dengan satuan g/cm2. Untuk tahapannya adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan produk aluminum foam 2. Menyiapkan timbangan digital

3. Menghitung sampel dengan persamaan berikut

... (3.1) Dimana:

V = Volume sampel (cm3) d = Diameter sampel (cm) h = Tinggi sampel (cm)

4. Menimbang massa kering masing-masing sampel 5. Menghitung densitas sampel dengan persamaan berikut:


(50)

Dimana:

PE = Densitas sampel (g/cm3)

WD = Massa kering sampel (g)

V = Volume sampel (cm3)

6. Menghitung persentase porositas menggunkan persammaan berikut:

... (3.3) Dimana:

P = Porositas (%)

Pteoritis = Densitas teoritis (g/cm3)

Ppercobaan = PE = Densitas percobaan (g/cm3)

3.5.2. Pengujian Metalografi

Pengujian struktur mikro bertujuan untuk mengetahui bentuk pori, ukuran, tebal dinding, serta distribusi pori yang terbentuk. Pengujian struktur mikro dilakukan menggunakan kamera optolab yang terdapat pada mikroskop. Pengujian dilakukan menggunakan Metallurgical Microscope Inverted Type

dengan merek olympus yang terhubung dengan komputer seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.14.


(51)

Gambar 3.14. Metallurgical Microscope Inverted

Pengujian dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik Program Diploma Teknik Mesin Vokasi Universitas Gadjah Mada. Tahapan dalam pengamatan struktur mikro pada pengujian ini adalah:

1. Menyiapkan sampel yang akan di uji setelah proses pengamplasan permukaan sampel menggunakan amplas dari grit 400, 1000, 1500 dan 2000.

2. Membersihkan sampel dengan kain lap kering. 3. Menyiapkan mikroskop.

4. Menyiapkan kamera optilab dan menempatkan spesimen di atas stage plate yang ada pada mikroskop.

5. Mengkoneksikan kamera optilab ke komputer agar gambar tampak pada layar.

6. Mengatur pembesaran hingga mendapatkan gambar yang sesuai. 3.5.3. Pengujian Kuat Tekan

Pengujian tekan ini bertujuan untuk mengetahui kuat tekan pada sampel aluminum foam dengan persentase CaCO3 sebesar 0%, 3%, 5%, 8%, dan 10%.

Kekuatan tekan adalah kemampuan material untuk menerima pembebanan tekan yang dinyatakan sebagai tegangan maksimum sebelum putus. Tegangan tekan didefinisikan sebagai distribusi gaya persatuan luas penampang material.jika ditulis dalam persamaan maka kekuatan tekan dapat ditulis sebagai berikut:


(52)

... (3.5) Dimana:

A = Luas permukaan sampel (mm2) d = Diameter sampel (mm)

σ = kuat tekan (N/mm2

)

F = Gaya maksimum yang diterima sampel atau beban puncak (N)

Sedangkan regangan tekan dapat didefinisikan sebagai perubahan panjang (displacement) dibagi dengan panjang awal spesimen uji tekan tersebut, pada persamaan berikut ini:

... (3.6) Dimana:

ε = Regangan (mm/mm) L = Displacement (mm)

Lo= Panjang atau tinggi awal spesimen (mm)

Penekanan dilakukan dengan memberi beban pada spesimen secara konstan, kemudian kenaikan beban akan direkam oleh komputer. Selama proses penekanan tersebut dilakukan pada sampel, sampel tersebut sambil difoto.

Pengujian dilkukan di Laboratorium Material Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Sebelas Maret. Adapun tahapan yang dilakukan dalam pengujian tekan sebagai nerikut:

1. Menyiapkan sampel A, B, C, D, dan E yang akan diuji. 2. Menyalakan mesin UTM.

3. Mengukur diameter dan tinggi sampel awal yang akan diuji. 4. Mengatur beban yang diterima.

5. Mengatur pembebanan dengan kecepatan konstan. 6. Memasang sampel pada load cell mesin UTM.


(53)

7. Memotert sampel yang diuji dari awal hingga akhir proses.

8. Menghentikan pengujian saat sampel telah hancur atau saat beban maksimum alat uji tercapai.

9. Mencatat nilai beban hasil pengujian yang tertera pada komputer mesin UTM.

10.Cetak atau print grafik hasil uji tekan.

11.Menghitung kekuatan tekan menggunakan rumus.

12.Dari grafik tersebut kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari nilai tegangan, regangan, tegangan luluh, dan modulud elastisitas.

Pengujian dilakukan menggunakan mesin UTM (Universal Testing MachineWEW-1000B ) seperti ditunjukan pada gambar 3.12 berikut:


(54)

1 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Produk Aluminum Foam

Setelah proses pembuatan Aluminum foam dengan metode melt route process telah dilakukan maka didapat produk alumunium berupa bulk material

seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. a).Bulk Material setelah Dicetak, b). Bulk Material Utuh

Aluminum foam yang masih berbentuk bulk material tersebut masuk ke tahap selanjutnya yaitu tahap machining mengunakan mesin bubut untuk melihat pori-pori yang terbentuk untuk membuat sampel uji tekan. Sampel uji tekan dibuat dengan diameter 15 mm dan tinggi 25 mm. Hasil dari proses machining dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(55)

2

Gambar 4.2. Hasil Sampel Aluminum Foam denganVariasi Fraksi Massa CaCO3

4.2. Hasil Pengujian Densitas dan Porositas

Sampel aluminum foam yang telah melalui tahap machining kemudian diuji untuk mengetahui persentase porositas yang terdapat pada sampel aluminum foam tersebut. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut:


(56)

3

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Densitas dan Porositas

Sampel Fraksi Massa CaCO3 (%) Diameter d (cm) Tinggi h (cm) Densitas Sampel PE

(g/cm3)

Porositas P (%)

A 0 1,5 2,5 2,59 4,07

B 3 1,5 2,5 1,85 31,48

C 5 1,5 2,5 1,71 36,66

D 8 1,5 2,5 1,65 38,88

E 10 1,5 2,5 1,26 52,22

Gambar 4.3. Grafik Hubungan Fraksi Massa CaCO3 terhadap Porositas

4,06 31,48 36,66 38,88 52,22 0 10 20 30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12

Por o si tas (% )


(57)

4

Dilihat dari grafik hubungan fraksi massa CaCO3 terhadap porositas

(Gambar 4.1) dapat disimpulkan bahwa semakin banyak penambahan fraksi massa CaCO3 akan meningkatkan porositas. Hal ini terjadi karena semakin besar

persentase CaCO3, maka CaCO3 yang tercampur kedalam cairan aluminum akan

terdistribusi pada saat proses stirring. Oleh karena itu, semakin banyak pula gas yang akan keluar yang akhirnya akan menghasilkan foam atau pori-pori pada aluminum. Dari grafik porositas tersebut secara keseluruhan menunjukan semakin banyaknya jumlah massa CaCO3 sebagai foaming agent akan mempengaruhi nilai

porosits pada aluminum foam yang dihasilkan.

Nilai porositas tertinggi adalah spesimen E(10% CaCO3) dengan

persentase sebesar 52,22%. Porositas terendah adalah spesimen A(0% CaCO3)

sebesar 4,06%. Pada spesimen A(0% CaCO3) masih terdapat porositas hal ini

disebabkan karena masih tersisanya CaCO3 yang masih menempel pada

dinding kowi, walaupun sudah dibersihkan akan tetapi ketika sudah mengeras susah untuk dihilangkan, hal ini yang dapat menyebabkan timbulnya pori kecil yang terdapat pada Aluminum foam.

Gambar 4.4. Grafik Hubungan antara Fraksi Massa CaCO3 terhadap Densitas

2,59

1,85 1,71

1,65 1,26 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

0 2 4 6 8 10 12

D e n si tas (g/c m 3)


(58)

5

Pada Gambar 4.4. terlihat densitas semakin menurun seiring bertambahnya persentase CaCO3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

semakin besar penambahan CaCO3 sebagai foaming agent akan menurunkan

densitas aluminum. Hal ini terjadi karena semakin banyak penambahan CaCO3

maka semakin banyak pula pori yang dihasilkan, dikarenakan CaCO3

mengeluarkan partikel gas dan gas itu pula yang menghasilkan pori pada aluminum. Dengan banyaknya gelembung gas maka pori yang dihasilkan akan semakin banyak pula.

Nilai densitas tertinggi adalah pada spesimen A (0%) fraksi massa atau 100% aluminum tanpa campuran sebesar 2,59 g/cm3. Densitas terbesar kedua yaitu pada spesimen B (3%) sebesar 1,85 g/cm3 dan densitas terendah adalah 1,26 yaitu pada spesimen E dengan massa CaCO3 sebesar (10%).

4.3. Hasil Pengamatan Struktur Makro dengan Pembesaran 25x.

Pengamatan foto makro diambil dengan pembesaran 25x hingga terlihat bagian permukaan yang berpori yaitu pada spesimen A, B, C, D dan E. Hasil foto makro dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Gambar 4.5. a). Sampel 0%, b). Foto Makro Sampel 0%

Dilihat pada Gambar 4.5 di atas terlihat hampir sebagian rata, namun ada beberapa bagian yang terlihat adanya pori-pori yang sangat kecil. Hal ini


(59)

6

disebabkan karena adanya material pengotor lain dan juga saat proses penuangan aluminum kedalam cetakan.

Gambar 4.6. a). Sampel 3%, b).Foto Makro Sampel 3%

Pada Gambar 4.6 yaitu sampel pengujian foto makro dengan variasi penambahan 3% terlihat pori berbentuk lingkaran dan ada beberapa pori yang berbentuk granular, tetapi pori tidak merata kesemua titik dan ukuran tidak seragam. Hal ini disebabkan karena pada saat pengadukan, yang menyebabkan

foam tidak merata melainkan menumpuk pada bagian tertentu.

Gambar 4.7. a). Sampel 5%, b).Foto Makro Sampel 5%

Pada Gambar 4.7 sampel 5% terdapat pori-pori pada sampel. Pori-pori cenderung hampir merata kesemua sisi tetapi diameter pori lebih kecil hanya beberapa yang terlihat pori yang besar. Hal ini disebabkan karena pada saat

a b


(60)

7

proses stirring berlangsung CaCO3 tidak tercampur dengan merata kesemua sisi

dan hanya mengumpul di satu tempat saja. Kemungkinan NaCl masih terdapat di bawah cetakan tidak tercampur karena proses pengadukan dicetakan batang pengaduk tidak menyentuh NaCl yang ada didasar cetakan.

Gambar 4.8. a). Sampel 8 %, b). Foto Makro Sampel 8%

Pada gambar 4.8 yaitu sampel untuk pengujian mikro variasi penambahan 8% fraksi massa CaCO3 terdapat pori cukup merata pada setiap

sisi sampel namun pori-pori yang terbentuk ukurannya tidak seragam.

Gambar 4.9. a). Sampel 10%, b).Foto Makro Sampel 10%

Pada Gambar 4.9 struktur makro spesimen 10% CaCO3 terlihat pori

dengan ukuran berbeda-beda dan merata di setiap sisi sampel. Sebagian besar

a b


(61)

8

permukaan sampel didominasi oleh pori dengan ukuran yang besar dan ada di setiap sisi. Hal ini dipengaruhi oleh proses pengadukan dan proses dari homogenitas dari suatu pencampuran.

Kesimpulan dari Gambar 4.9 di atas bahwa setiap spesimen memiliki bentuk morfologi pori yang berbeda dari mulai diameter besar dan kecil serta yang tidak membentuk bulatan. Spesimen A (0%) dan B (3%) cenderung memiliki permukaan yang sedikit pori dengan jarak yang yang tidak terlalu jauh antar pori. Berbeda dengan C (5%), D (8%) dan E (10%) yang cenderung memiliki banyak pori dengan jarak antar pori yang berdekatan dan merata di stiap sisi. Jarak anatar pori ini akan mempengaruhi perilaku aluminum foam dan pengujian mekanik pada spesimen.

4.4. Hasil Pengamatan Struktur Mikro Pembesaran 100x

Berikut adalah hasil foto mikro sampel menggunakan mikroskop optilab dengan tujuan untuk mengetahui struktur pori yang terbentuk pada sampel dengan penambahan 0%, 3%, 5%, 8% dan 10% fraksi massa CaCO3.


(62)

9

Gambar 4.10. a). Spesimen A(0% CaCO3), b). Spesimen B(10% CaCO3), c). Spesimen C

(5%CaCO3), d). Spesimen D(8% CaCO3), e). Spesimen E(10% CaCO3) Menggunakan

Struktur Mikro Aluminum Foam.

a b

c d

e

pori

pori

pori

pori

goresan goresan


(63)

10

Pada hasil pengambilan foto mikro struktur spesimen didapatkan hasil seperti Gambar 4.10 di atas, pengambilan dilakukan dengan menggunakan pembesaran 100x. Dari hasil pengambilan foto mikro struktur spesimen didapatkan hasil seperti Gambar 4.10. Pada spesimen A permukaan cenderung rata namun ada beberapa bagian yang terdapat pori walaupun ukuranya sangat kecil serta terdapat jalur machining. Sedangkan untuk spesimen B terdapat pori yang cenderumg berbentuk lingkaran, tetapi lebih banyak yang tidak berbentuk lingkaran. Pada spesimen C terlihat cenderung berpori namun bentukya tidak beraturan dan didominasi dengan pori yang bergabung menjadi satu. Spesimen D terlihat berpori namun bentuk dan ukuranya tidak merata. Didominasi oleh pori-pori yang bergabung menjadi satu. Pada spesimen E terlihat cenderung berpori dan merata di setiap sisi namun pori-pori yang terbentuk tidak merata dan ukuran pori tidak seragam. Hal ini terjadi karena pada saat proses stirring dilakukan CaCO3 sebagai

penghasil gelembung gas tidak terdistribusi secara merata keseluruh campuran aluminum cair sehingga gelembung gas yang terbentuk hanya terdapat pada beberapa bagian saja.

4.5 Hasil Pengujian Tekan

Ke-lima sampel Aluminum foam dilakukan pengujian tekan untuk mengetahui pengaruh penambahan fraksi massa CaCO3 terhadap kuat tekan Aluminum foam. Berikut ini merupakan gambar analisa kelakuan spesimen


(64)

11

4.5.1. Analisa Kelakuan Spesimen Aluminum Foam saat Penekanan

(a) (b) (c) (d)

(e)

Gambar 4.11. Penekanan Spesimen dengan % Reduksi yang Bertahap (a) 0%

CaCO3 (b) 3%CaCO3 (c) 5%CaCO3 (d) 8%CaCO3 (e) 10%CaCO3

Proses pengujian tekan mengunakan alat UTM ditunjukan pada Gambar 4.11. selama sengujian tekan, spesimen dipotret pada tahap reduksi 0%, 30%, 45% dan 60%. Analisa mengenai penekanan ini pada spesimen B, C, D dan E.

Pada tahap 0%-30% terjadi tahap perambatan dan menempatan pita deformasi, hal tersebut terlihat pada setiap spesimen walau pita deformasi ini sangat kecil. pada bagian ini menglami perubahan bentuk spesimen karena mengalami penekanan secara kontinyu. Pada spesimen B terlihat pita retakan semakin banyak akibat penekanan. Pada spesimen C mengakami penyusutan 0%

30

%

45%


(65)

12

spesimen dikarenakan banyak pori yang terdapat pada permukaan atas spesimen. Pada spesimen D spesimen mengalami penyusutan pada bagian tengah spesimen. Spesimen ini mengalami pelebaran permukaan bagian atas akibat penekanan yang kontinyu. Pada spesimen E mengalami penyusutan dan spesimen bagian permukaan atas yang mengalami penekanan melebar.

Tahap reduksi 30%-45% terlihat semakin banyak retakan yang mengakibatkan deformasi pada hampir semua bagian spesimen. Pada spesimen B mengalami penyusutan dan bagian tengah spesimen melebar ke samping. Pada spesimen C hanya mengalami penyusutan dan tidak melebar kesamping. Pada spesimen D mengalami penyusutan dan spesimen melebar dari mulai permukaaan sampel akibat penekanan yang terjadi. Pada spesimen E juga mengalami penyusutan dan melebar pada bagian permukaan atas spesimen.

Tahap reduksi 60% terlihat spesimen B, C, D dan E mengalami densifikasi yaitu ketika semua bagian pori pada spesimen telah rusak dan mengalami pemampatan. Pada sepesimen B mengalami perubahan tinggi dan juga diameternya. Pada spesimen C mengalami perubahan tinggi dan bentuk, pelebaran hanya terjadi pada permukaan atas spesimen. Pada spesimen D mengalami perubahan tinggi dan juga bentuk, bentuknya cenderung gepeng hal ini terjadi karena saat penekanan pori-pori merata pada stiap sisi spesimen dan mengalami penekan pori itu runtuh karena penekanan. Pada spesimen E terjadi perubahan tinggi dan bentuk, hal ini terjadi karena pori-pori pada spesimen runtuh akibat terjadi penekanan. Dari ini dapat disimpulkan bahwa spesimen D dan E sangat rapuh dibandingkan spesimen B dan juga C.


(66)

13

Tabel 4.2. Data Kurva Tegangan Regangan

Sampel Fraksi Massa CaCO3 (%.wt)

Kuat Tekan σ (MPa)

Warna Garis

A 0 285,37

B 3 284,41

C 5 285,19

D 8 283,71

E 10 284,89

Gambar 4.12. Kurva Tegangan Regangan Pada Berbagai Variasi Massa CaCO3.

Pada Gambar 4.12 terlihat perbedaan kurva dari tiap sampel uji tekan

aluminum foam. Grafik menunjukan bahwa kurva akan semakin landai seiring bertambahnya fraksi massa CaCO3. Seperti yang terlihat pada grafik


(67)

14

kekuatan tekan yang terjadi pada sampel kekuatan tekan akan semakin rendah. Sedangkan pada fraksi massa CaCO3 5% cenderung langsung naik hal

ini dikarenakan karena porositas yang terbanyak terdapat pada permukaan spesimen. Hal ini ditandai dengan landainya kurva uji tekan pada saat awal saja, karena saat itu adalah saat pori-pori runtuh akibat penekanan. Pada kurva ditunjukan penambahan 10% fraksi massa CaCO3 jauh perbedaanya.

Hal ini disebabkan karena porositas pada sampel E (penambahan 10% fraksi massa CaCO3) tersebut paling besar sehingga kuat tekan yang didapat paling

rendah hal ini dikarenakan saat runtuhnya pori-pori saat terkena penekanan yang terjadi pada sampel E ditandai dengan menurunya kurva uji tekan dibandingkan dengan sampel B (penambahan 3% fraksi massa CaCO3) dan

sampel C (penambahan 5% fraksi massa CaCO3) hal ini ditandai dengan

paling landainya sampel E tersebut. Spesimen hasil pengujian tekan dapat dilihat pada Gambar 4. 13.

b. Spesimen B (3%) c. Spesimen C (5%)

d. Spesimen D (8%) e. Spesimen E (10%)


(68)

15

Terlihat pada spesimen mengalami kerusakan yang berbeda tiap spesimenya. Pada spesimen A pada Gambar 4.13.a terlihat hanya terjdi penyusutan pada spesimen dan mengalami pengelembungan di bagian tengah spesimen hal ini dikarenakan saat dilakukanya pengujian tekan bagian atas dan bawah spesimen tidak diberi pelumas, pemberian pelumas pada saat pengujian tekan ini bertujuan agar saat pengujian tekan dilakukan penyusetanya merata. Jika tidak diberi pelumas cenderung akan mengembang di bagian tengah spesimen.pada spesimen B pada Gambar 4.13.b kerusakan pada spesimen ada di bagian sisi dan juga mengalami penyusutan. Pada Gambar 4.13.c kerusakan spesimen hanya terjadi pada permukaan yang melebar dan juga mengalami penyusutan tinggi. Pada Gambar 4.13.d kerusakan pada spesimen terlihat merata pada bagian tengah spesimen, dikarenakan spesimen dapat tertekan sampai hancur. Pada Gambar 4.13.e kerusakan merata pada setiap sisi, kemungkinan pori-pori yang terdapat pada spesimen ini merata di setiap sisi aluminum foam.

4.5.2. Perhitungan Tegangan Luluh

Tabel 4.4. Nilai Tegangan Luluh dan Porositas Masing-Masing Spesimen Fraksi massa

CaCO3 (%)

Porositas (%) Beban pada plateu stress (F) (kN) Luas penampang (A0)(mm2)

Tegangan luluh (σ)

(Mpa)

0 4,07 50 176,71 282,94

3 31,48 14 176,71 79,22

5 36,66 3 176,71 16,97

8 38,88 13 176,71 73,56

10 52,22 5 176,71 28,29

Pada Tabel 4.4 menunjukkan nilai tegangan luluh pada masing-masing spesimen. Nilai tegangan luluh cenderung menurun, penurunan terendah yaitu pada spesimen 5% penambahan CaCO3, hal ini terjadi karena pori-pori pada

spesimen ini hanya muncul pada permukaan atas spesimen. Setelah melalui penekanan dan pori-pori yang terdapat pada permukaan spesimen runtuh tertekan pada pembebanan 3 kN, kemungkinan setelah penekanan tersebut masih terdapat


(69)

16

pori nmun tidak merta di setiap sisi spesimen. Nilai tegangan luluh yang ditampilkan pada Grafik 4.14.

Gambar 4.14. Grafik Hubungan Nilai Tegangan Luluh dengan Fraksi Massa CaCO3.

Dalam grafik ini dapat dilihat penurunannya, dan penurunan derastis terjadi pada spesimen dengan persentase fraksi massa penambahan CaCO3

sebanyak 5% dan juga 10% penambahn.dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi nilai porositas yang dimiliki spesemen aluminum foam maka akan menurunkan nilai kekuatan tekannya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi porositas yang dimiliki oleh spesimen aluminum foam maka pori yang yang terbentuk juga akan semaki banyak pula (Akhyari, 2013).

282,94 79,22 16,97 73,56 28,29 0 50 100 150 200 250 300

0 3 5 8 10

T egan gan p late u str ess (M P a)


(70)

17

Pada Gambar 4.15 apabila dibandingkan dengan penelitian (Pamungkas, 2015), yang meneliti pengaruh penambahan fraksi massa NaCl sebagai blowing agent terhadap kekuatan tekan.

Gambar 4.15. Hubungan antara Tegangan Luluh Terhadap Fraksi Massa (Pamungkas, 2015).

Pengujian yang dilakukan (Pamungkas, 2015) dapat disimpulkan bahwa semakin besar penambahan fraksi massa pada aluminum foam akan menurunkan kekuatan tekan. Hal ini disebabkan karena semakin banyak persentase fraksi massa akan meningkatkan porositas pada aluminum foam. Hal inilah yang menyebabkan menurunnya kekuatan tekan pada suatu material aluminum foam. Ketika material menerima pembebanan maka beban tersebut akan disalurkan pada semua pori, sehingga beban akan terpusat pada dinding pori. Oleh sebab itu, pori akan lebih mudah mengalami deformasi.

210 60 30 45 0 50 100 150 200 250

0 25 30 35

T eg a n g a n P la teu (M Pa )


(71)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian pada BAB I maka kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah:

1. Semakin besar persentase fraksi massa CaCO3 maka porositas

meningkat dan densitas menurun pada aluminum foam.

2. Semakin besar persentase fraksi massa CaCO3 maka jumlah pori

pada struktur morfologi aluminum foam meningkat.

3. Semakin besar persentase fraksi massa CaCO3 maka kekuatan tekan

semakin menurun.

Dari beberapa poin di atas, dapat disimpulkan bahwa variasi fraksi massa CaCO3 sebesar 0%, 3%, 5%, 8%, dan 10% meningkatkan

persentase porositas aluminum foam dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan (Akhyari, 2012).

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah selesai dilakukanya penelitian ini adalah:

1. Sebaiknya pengecoran dilakuakan menggunakan tungku listrik (electrical furnace) karena suhu dapat diatur dan panas yang dihasilkan lebih stabil, jika menggunakan tungku konvensionsl suhu yang dihasilkan tidak teratur, hal ini mengakibatkan temperatur aluminum cair cepat turun (drop) dan sulit dikontrol agar temperatur stabil. Jika temperatur aluminum cair drop akan berakibat pada proses stirring berlangsung, waktu stirring akan semakin pendek sehingga proses foaming menjadi tidak sempurna.


(72)

2. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatiakn proses pengadukan entah pada kowi maupun pada cetakan, karena jika proses pengadukan tidak merata maka tidak akan merata, kemungkinan besar pori tidak akan merata distiap sisi. Hal ini yang akan mempengaruhi porositas pada aluminum foam.

3. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan fraksi massa CaCO3 yang

lebih tinggi, jika fraksi massa CaCO3 lebih tinggi dari 20% apa

pengaruhnya, apakah akan menjadi serbuk atau tidak. Jika berhasil dan tidak menjadi bubuk kemungkinan untuk porositasnya akan tinggi.


(73)

Daftar Pustaka

Agustian, W. I. Dkk. 2012. Pengaruh Kadar Magnesium Terhadap Densitas, Kekerasan (Hardeness) dan Kekuatan Tekan Aluminum Alloy Foam yang menggunakan CaCO3 Sebagai Blowing Agent. Tugas Akhir. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatra Utara.

Akhyar, K. B. dkk. 2012. Pengaruh Penambahan CaCO3 Sebagai Blowing Agent

Terhadap Porositas dan Kekuatan Tekan pada Aluminum Foam. Jurnal.

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya.

Banhart, J. 2000. Manufacture, characterisation and application of cellular metals and metal foams. Fraunhofer-Institute for Manufacturing and Advanced Materials. Bremen, Germany.

Chait, R. & Papirno, R. 1983. Compression Testing of Homogeneus Materials and Composites. ASTM International.

Curran, David C. 2003. Aluminum Foam Production using Calcium Carbonate as a Foaming Agent. Cambridge: University of Cambridge.

Effendi, 2008. Pembuatan Aluminum Busa Melalui Proses Sinter dan Pelarutan.

Tugas Akhir. Departemen Metalurgy dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Helmi, M, F. 2008. Pembuatan Aluminum Foam Dengan Foaming Agent CaCO3

untuk Aplikasi Penyerap Energi Mekanik. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Material, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung.

Kammer, C. 1999. Aluminum Foam. Goslar: TALAT.

Kemenprin, 2016. Kemenprin Mendorong Pengembangan Industri Aluminum Terintegrasi. http://www.kemenperin.go.id/artikel/5720/profil/71 (diakses rabu 7 September 2016 pukul 21:22 WIB).

Kennedy, A. 2012. Porous Metals and Metals Foams Made Foam Powders. Manufacturing Division, University of Nottingham, Nottingham. United Kingdom.

Lefebvre, L. P., Banhart, J., & Dunand, D. C. 2008. Porous Metals and Metallic Foams: Current Status and Recent Developments. Journal of Advanced Engineering Materials. Vol 10 No 9: 775-785.

Pamungkas, A. F. 2015. Pengaruh Fraksi Massa NaCl Sebagai Foaming Agent Terhadap Porositas, Kekuatan Tekan, dan struktur Mikro Aluminum Foam dengan cara Melt Rout Process. Program Studi Teknik Mesin, Universitas Muhammaddiah Yogyakarta.


(1)

PERHITUNGAN POROSITAS

Keterangan:

: teoritis 1%

= e = Densitas

1. A: RM

2. B: 3%

3. C: 5%

4. D: 8%

5. E: 10%


(2)

XV 1. Kurva beban pemamatan


(3)

(4)

XV c. Variasi fraksi massa CaCO3 sebesar 5%


(5)

(6)

XV e. Variasi fraksi massa CaCO3 sebesar 10%