Pengaruh kecepatan putar poros terhadap kekerasan permukaan.

commit to user 23 Besar butir austenit akan menentukan besar butir setelah pendinginan. Proses pendinginan yang sangat lambat akan menyebabkan terjadinya transformasi fasa austenit menjadi fasa perlit. Kondisi tersebut menyebabkan terbentuknya besar butir yang kasar. Perlit dapat ditunjukkan berupa bagian yang gelap, sedangkan bagian yang terang adalah ferrit.

4.2 Pengaruh kecepatan putar poros terhadap kekerasan permukaan.

Nilai kekerasan spesimen diambil dari 8 titik yang berbeda. Masing-masing titik diambil dari permukaan poros menuju ke bagian tengah poros. Jarak dari masing-masing titik telah ditentukan seperti Gambar 4.3.Untuk mempermudah arah analisa, maka variasi dari spesimen dikodekan dengan nama di bawah ini: Tabel 4.2. Kode variasi Kode Definisi Raw Material awal baja AISI 4140 Anil Material setelah perlakuan anil V4-n37 kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mmmenit V4-n75 kecepatan putar poros 0,75 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mmmenit V4-n115 kecepatan putar poros 1,15 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mmmenit V8-n37 kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch 8 mmmenit V8-n75 kecepatan putar poros 0,75 rpm dan kecepatan gerak torch 8 mmmenit V8-n115 kecepatan putar poros 1,15 rpm dan kecepatan gerak torch 8 mmmenit Gambar 4.3. Posisi titik uji keras spesimen mm 0.1 0.3 0.5 1.0 1.5 2 3 6 commit to user 24 Dari uji keras mikro vikers, nilai rata-rata kekerasan spesimen setelah dilakukan proses flame hardening ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pada spesimen v4-n37 mempunyai kekerasan tertinggi di permukaan mencapai 814 HV, spesimen v4-n75 mempunyai kekerasan permukaan 730 HV dan spesimen v4- n115 mempunyai kekerasan permukaan sebesar 584 HV. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa spesimen v8-n37 mempunyai kekerasan di permukaan 468 HV, spesimen v8-n7 mempunyai kekerasan 331 HV dan spesimen v8-n115 mempunyai kekerasan 286 HV. Gambar 4.4 menunjukkan sebuah hubungan, dimana pada kecepatan gerak torch yang sama semakin cepat putaran poros maka kedalaman kekerasan semakin dangkal dan juga berpengaruh terhadap nilai kekerasan yang semakin rendah. Nilai kekerasan permukaan yang paling dalam terjadi pada spesimen v4- n37 yang ditunjukkan Gambar4.4. Hal ini disebabkan konsentrasi panas pada variasi ini lebih tinggi sehingga fasa austenit yang terjadi sampai dalam. Gambar 4.4. Grafik pengaruh kecepatan putar poros terhadap kekerasan pada spesimen Sehingga ketika spesimen didinginkan secara cepat maka akan terbentuk fasa martensit. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n115 mencapai 0.35 mm. Pada spesimen v4-n75 kedalaman pengerasan mencapai 1.75 100 200 300 400 500 600 700 800 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 k e k e ra sa n H V Jarak Pengujian mm dari permukaan v4-n37 v4-n75 v4-n115 v8-n37 v8-n75 v8-n115 Batas kekerasan commit to user 25 mm dan pada spesimen v4-n37 kedalaman pengerasan mencapai 2.4 mm. Pada spesimen v8-n37, spesimen v8-n75 dan spesimen v8-n115 nilai kekerasannya tidak mencapai 550 HV. Struktur mikro pada spesimen hasil pengerasan ini dapat ditunjukkan pada Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Gambar 4.7. Gambar 4.5.a menunjukkan bahwa tampak fasa martensit yang cukup merata. Daerah transisi yang tersusun fasa martensit, perlit dan ferit ditunjukkan Gambar 4.5.b. Daerah transisi ini adalah batas antara daerah yang terkena pengaruh oleh flame hardening dengan daerah yang tidak terkena pengaruh oleh flame hardening. Daerah yang tidak terpengaruh flame hardening ditunjukkan Gambar 4.5.c. Hal ini ditunjukkan dengan besar butir yang kasar, dimana tersusun fasa perlit dan fasa ferit. a Tepi b Transisi c Tengah Gambar 4.5. Struktur mikro spesimen v4-n37. a Tepi b Transisi c Tengah Gambar 4.6. Struktur mikro spesimen v4-n75 200 µm 200 µm 200 µm 200 µm 200 µm 200 µm perlit ferrit martensit martensit perlit ferrit commit to user 26 Pada bagian tepi timbul fasa martensit yang tersebar tidak cukup merata yang ditunjukkan Gambar 4.6.a dibanding Gambar 4.5. Pada gambar 4.6.b menunjukkan daerah transisi masih nampak sedikit fasa martensit, kemudian didominasi fasa perlit yang cukup besar dan sebagian kecilnya adalah fasa ferit. Gambar 4.6.c menunjukkan daerah yang tidak terpengaruh flame hardening. Ini ditunjukkan dengan besar butir kasar, dimana tersusun fasa perlit dan fasa ferit. a Tepi b Transisi c Tengah Gambar 4.7. Struktur mikro spesimen v4-n115 Daerah tepi tidak ada lagi fasa martensit yang terbentuk pada daerah ini sehingga kekerasan material pada variasi ini mulai turun yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.a. Fasa yang terbentuk disini adalah fasa perlit yang halus. Kemudian daerah transisi, fasa yang terbentuk adalah perlit dan ferit yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.b. Dalam hal ini kekerasan lebih rendah dibandingkan dengan spesimen yang lain. Daerah yang tidak terpengaruh flame hardening ditunjukkan Gambar 4.7.c. Hal ini ditunjukkan dengan besar butir yang kasar tersusun oleh fasa perlit dan fasa ferit. 4.3 Pengaruh kecepatan gerak torch terhadap kekerasan permukaan. Dari uji keras mikro vikers, nilai rata-rata kekerasan spesimen setelah dilakukan proses flame hardening ditunjukkan Gambar 4.8, Gambar 4.9 dan Gambar 4.10. Pengaruh kecepatan gerak torch 4mmmenit, 8mmmenit dengan kecepatan putar poros 0.37 rpm ditunjukkan Gambar 4.8. Pengaruh kecepatan gerak torch 4 mmmenit, 8mmmenit dengan kecepatan putar poros 0.75 rpm ditunjukkan pada Gambar 4.9. Pengaruh kecepatan gerak torch 4mmmenit, 8mmmenit dengan kecepatan putar poros 1.15 rpm ditunjukkan Gambar 4.10. 50 µm 50 µm 200 µm Perlit halus perlit ferrit commit to user 27 Kecepatan putar poros yang sama 0,37 rpm untuk kecepatan gerak torch 4 mmmenit menghasilkan kekerasan permukaan yang lebih tinggi di permukaan spesimen, yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. Kedalaman pengerasan untuk kecepatan torch 4 mmmenit juga lebih dalam dibanding dengan kecepatan torch 8 mmmenit. Menurut standar ISO, kedalaman pengerasan pada spesimen v4-n37 mencapai 2.5 mm dan pada spesimen v8-n75 kedalaman pengerasan tidak tercapai karena nilai kekerasan kurang dari 550 HV sesuai standar ISO. Dari penjelasan diatas didapatkan hubungan bahwa pada kecepatan putar poros yang sama 0.37 rpm, kecepatan gerak torch 4 mmmenit menghasilkan pengerasan yang lebih dalam dibanding dengan 8 mmmenit. Hal ini disebabkan ketika menggunakan kecepatan gerak torch 4 mmmenit panas yang bekerja pada spesimen mampu mencapai temperatur austenit yang cukup dalam, setelah mendapatkan pendinginan yang cepat maka kekerasan yang dihasilkanpun akan cukup dalam. Sebaliknya pada kecepatan gerak torch 8 mmmenit panas yang bekerja tidak mencapai temperatur austenit. Pengaruh dari besarnya kecepatan gerak torch terhadap nilai kekerasan permukaan sangat tinggi ditunjukkan Gambar 4.9. Hal ini dilihat dari nilai kekerasan tertinggi pada kecepatan torch 4 mmmenit sebesar 729 HV dan 8 mmmenit sebesar 331 HV. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n75 mencapai 1.7 mm. Kemudian spesimen v8-n75 kedalaman kekerasan menurut standar ISO tidak tercapai, karena nilai kekerasan kurang dari 550 HV. Variasi kecepatan 4 mmmenit kekerasan sebesar 584 HV dan kecepatan 8 mmmenit sebesar 287 HV yang ditunjukkan Gambar 4.10. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n115 mencapai 0.3 mm, untuk spesimen v8-n115 kedalaman pengerasan menurut standar ISO tidak tercapai. Penggunaan kecepatan gerak torch 4 mmmenit panas yang bekerja pada spesimen mampu mencapai temperatur austenit yang cukup dalam, setelah mendapatkan pendinginan yang cepat maka kekerasan yang dihasilkanpun akan cukup dalam. Sebaliknya pada kecepatan gerak torch 8 mmmenit panas yang bekerja tidak mencapai temperatur austenit. sehingga walaupun pendinginanya secara cepat tidak akan mencapai kekerasan yang tinggi. commit to user 28 Gambar 4.8. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mmmenit dan 8 mmmenit kecepatan putar poros 0,37 rpm Gambar 4.9. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mmmenit dan 8 mmmenit kecepatan putar poros 0,75 rpm Gambar 4.10. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mmmenit dan 8 mmmenit kecepatan putar poros 1,15 rpm 100 200 300 400 500 600 700 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 jarak pengujian mm dari permukaan kek er a san H V v 4-n75 v 8-n75 Batas kekerasan 100 200 300 400 500 600 700 800 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 jarak pengujian mm dari permukaan k e k e ra s a n H V v4-n37 v8-n37 Batas kekerasan 100 200 300 400 500 600 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 jarak pengujian mm dari Permukaan k e k e ra s a n H V v 4-n115 v 8-n115 Batas kekerasan commit to user 29 Kecepatan gerak torch ternyata juga berpengaruh terhadap keseragaman nilai kekerasan pada permukaan spesimen yang ditunjukkan pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12. Perbandingan nilai kekerasan dari spesimen dengan kecepatan putar poros yang sama 0.37 rpm dan kecepatn gerak torch berbeda 4 mmmenit, 8 mmmenit yang ditunjukkan pada Gambar 4.12. Dalam hal ini bilamana masing-masing titik memiliki nilai kekerasan yang hampir sama seperti ditunjukkan Gambar 4.12.a maka kekerasan permukaan yang dihasilkan pada spesimen tersebut dinyatakan merata. Kemudian bilamana maasing-masing titik memiliki nilai kekerasan yang berbeda maka kekerasan permukaan yang dihasilkan pada spesimen tersebut tidak merata yang ditunjukkan Gambar 4.12.b. Gambar 4.11. Posisi titik uji keras pada spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37 a Spesimen v4-n37 b Spesimen v8-n37 Gambar 4.12. Perbandingan kekerasan antara spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4 5 6 jarak pengujian m m dari perm ukaan k e k e ra s a n H V titik 1 titik 2 titik 3 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1 2 3 4 5 6 jarak pengujian mm dari perm ukaan k e k e ra s a n H V titik 1 titik 2 titik 3 Titik 2 Titik 3 mm 0.1 0.3 0.5 1.0 1.5 2 3 6 Titik 1 commit to user 30 Perbedaan nilai kekerasan antara spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37 yang ditunjukkan Gambar 4.11. Nilai kekerasan spesimen v4-n37 antara titik 1, titik 2 dan titik 3 cukup merata, dibanding dengan spesimen v8-n37. Hal ini disebabkan oleh keseimbangan kecepatan gerak torch dan kecepatan putar poros. Pada kecepatan putar poros yang sama, semakin lambat kecepatan gerak torch maka nilai kekerasan permukaan pada setiap titik akan merata. Sebaliknya bilamana semakin cepat kecepatan gerak torch maka kekerasan permukaan yang terjadi tidak merata. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan gerakan kecepatan gerak torch terhadap kecepatan putar poros. Daerah A adalah bagian yang terkena flame dan daerah B adalah bagian yang tidak terkena flame yang ditunjukka pada Gambar 4.13. Pengujian kekerasan pada titik 1 berada pada daerah A sedangkan titik 1 dan titik 2 berada pada daerah B. Gerak torch yang terlalu cepat juga mengakibatkan panas dari torch yang mengenai permukaan spesimen membentuk alur seperti ulir seperti ditunjukkan Gambar 4.13. Kondisi ini menunjukkan ada bagian yang tidak terkena pengaruh dari flame hardening sehingga ada bagian yang kekerasanya tinggi dan ada juga bagian yang kekerasannya rendah. Gambar 4.13. Spesimen v8-n37 Dari berbagai variasi yang telah dilakukan proses flame hardening, pada spesimen v4-n37 kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mmmenit menghasilkan nilai kekerasan tertinggi yakni 814 HV. Dalam A B commit to user 31 penelitian ini material yang digunakan berdiameter 30 mm. Agar kecepatan pada variasi ini dapat digunakan untuk diameter yang berbeda maka dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : v : 2.π.n.R : 6,28.0,37.15 : 34,7 mmmenit n : R v . 2P : R . 28 , 6 7 , 34 Dimana : v : kecepatan tangensial mmmenit n : putaran poros rpm R : jari-jari poros mm commit to user 32

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan