Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

Christian Yulianto Kurniawan, et, al Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan......

1

Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
Legal Analysis Formation Of Local Adminstration Special Yogyakarta Administration
Province According To Law Number 13 Year Of 2012 About
Especiality Yogyakarta Administration Province
Christian Yulianto Kurniawan, Antikowati, & Rosita Indrayati
Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Jember
Jl. Kalimantan 37, Jember 68121

E-mail: [email protected]
Abstrak
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
disebutkan bahwa : Status istimewa yang melekat pada DIY merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian negarabangsa Indonesia. Pilihan dan keputusan Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII untuk menjadi bagian
dari Republik Indonesia, serta kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa pada masa awal kemerdekaan telah
tercatat dalam sejarah Indonesia. Hal tersebut merupakan refleksi filosofis Kasultanan, Kadipaten, dan masyarakat

Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan adanya kebhinnekaan dalam ketunggal-ikaan sebagaimana tertuang
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kewenangan istimewa meliputi tata
cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah
DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Dengan demikian, Pemerintahan Daerah DIY mempunyai kewenangan yang
meliputi kewenangan istimewa berdasarkan Undang-Undang ini dan kewenangan berdasarkan undang-undang tentang
pemerintahan daerah. Namun, kewenangan yang telah dimiliki oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota di DIY tetap sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Kata Kunci : Pembentukan, Pemerintah Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta
Abstract
In general explanation of the Law No. 13 Year 2012 on the Privileges Yogyakarta Special Region stated that : special status
attached to DIY an integral part in the history of the establishment of the nation-state of Indonesia. Choices and decisions
lane IX and Paku Alam VIII Duke to become part of the Republic of Indonesia , as well as its contribution to protecting the
symbol of nation-states in the early days of independence have been recorded in the history of Indonesia . It is a
philosophical reflection Sultanate, Duchy, and society as a whole Yogyakarta which glorifies the diversity in unity as stated
in Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 . Special authority includes procedures for filling
positions , position, duties, and authority of the Governor and Deputy Governors , Local Government institutions DIY ,
culture , land , and land use . Thus , DIY Regional Government has special powers include the authority by this Act and the
authority under the law on local government. However , the authority which has been owned by a local government
district / municipality in the province remains in compliance with statutory regulations.


Keywords: Formation, Local Administration, Especiality Yogyakarta Administration Province

Pendahuluan
Dalam ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain
disebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Negara juga mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur
dengan ketentuan undang-undang.1
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 juga digariskan bahwa, wilayah
negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas
kabupaten/kota
yang

masing-masing
mempunyai
pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi daerah
1
Dandi Ramdani. 2003, Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi.
Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, hlm.9

Christian Yulianto Kurniawan, et, al Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan......
seluas-luasnya. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Salah satu propinsi di Indonesia adalah propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah
otonom setingkat provinsi yang terletak di bagian selatan
Pulau Jawa bagian tengah, dengan ibukota Kota Yogyakarta.
DIY berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan
Samudera Hindia, dengan luas wilayah 3.185,80 km2 atau
kurang lebih 0,15% luas daratan Indonesia. Wilayah ini

terdiri atas satu kota dan empat kabupaten, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Kota Yogyakarta;
Kabupaten Sleman;
Kabupaten Bantul;
Kabupaten Gunungkidul; dan
Kabupaten Kulon Progo.2
Sebutan “istimewa” untuk Yogyakarta bukanlah
tanpa maksud. DIY dikenal sebagai wilayah yang kaya akan
potensi budaya, baik budaya bendawi yang kasat mata
(tangible culture) maupun yang berwujud sistem nilai
(intangible culture). Dikenal dengan berbagai predikat
seperti Kota Perjuangan, Kota Pelajar, Kota Kebudayaan,
Kota Pariwisata, Kota Gudeg, dan Kota Sepeda cukup
menggambarkan keistimewaannya. Selain itu, wilayah ini

juga mempunyai sejarah yang cukup panjang, bahkan sejak
sebelum kemerdekaan negara Republik Indonesia (RI).
Pada tahun 2012 yang lalu, tepatnya pada tanggal 30
Agustus 2012, DIY kembali memasuki babak baru dalam
perjalanan sejarahnya. Pada hari itu Rancangan UndangUndang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
(RUUK DIY) resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Undang-undang tersebut merupakan bentuk pengakuan
sekaligus penghormatan negara atas satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa.3
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta disebutkan bahwa : Status istimewa yang
melekat pada DIY merupakan bagian integral dalam sejarah
pendirian negara-bangsa Indonesia. Pilihan dan keputusan
Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII
untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, serta
kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa pada

masa awal kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah
Indonesia. Hal tersebut merupakan refleksi filosofis
Kasultanan, Kadipaten, dan masyarakat Yogyakarta secara
keseluruhan yang mengagungkan adanya kebhinnekaan
dalam ketunggal-ikaan sebagaimana tertuang dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2
Sumber
Internet
http://dppka.jogjaprov.go.id/document/infoyogyakarta. pdf

:

3
Ensiklopedi Kraton Yogyakarta, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa
Yogyakarta, Yogyakarta, 2009, hlm.9

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


2

Masyarakat Yogyakarta yang homogen pada awal
kemerdekaan meleburkan diri ke dalam masyarakat
Indonesia yang majemuk, baik etnik, agama maupun adat
istiadat. Pilihan itu membawa masyarakat Yogyakarta
menjadi bagian kecil dari masyarakat Indonesia. Oleh karena
itu, Keistimewaan DIY harus mampu membangun
keharmonisan dan kohesivitas sosial yang berperikeadilan.
Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY
sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak
yang luhur dalam berbangsa dan bernegara dan keberadaan
Kasultanan dan Kadipaten sebagai institusi yang
didedikasikan untuk rakyat merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Sultan Hamengku
Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII memutuskan untuk
menjadi bagian dari Indonesia. Kedua tokoh itu masingmasing secara terpisah, tetapi dengan format dan isi yang
sama, mengeluarkan Maklumat pada tanggal 5 September
1945 yang kemudian dikukuhkan dengan Piagam

Kedudukan Presiden Republik Indonesia tanggal 6
September 1945 menyatakan integrasi Yogyakarta ke dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan status daerah
istimewa. Keputusan kedua tokoh tersebut memiliki arti
penting bagi Indonesia karena telah memberikan wilayah
dan penduduk yang nyata bagi Indonesia yang baru
memproklamasikan kemerdekaannya. Peran Yogyakarta
terus berlanjut di era revolusi kemerdekaan yang diwujudkan
melalui upaya Kasultanan dan Kadipaten serta rakyat
Yogyakarta dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
DIY pada saat ini dan masa yang akan datang akan terus
mengalami perubahan sosial yang sangat dinamis.
Masyarakat Yogyakarta dewasa ini memasuki fase baru yang
ditandai oleh masyarakat yang secara hierarkis tetap
mengikuti pola hubungan patron-klien pada masa lalu dan di
sisi lain masyarakat memiliki hubungan horizontal yang
kuat. Perkembangan di atas, sekalipun telah membawa
perubahan mendasar, tidak menghilangkan posisi Kasultanan
dan Kadipaten sebagai sumber rujukan budaya bagi

mayoritas masyarakat DIY. Kasultanan dan Kadipaten tetap
diposisikan sebagai simbol pengayom kehidupan masyarakat
dan tetap sebagai ciri keistimewaan DIY. Pengaturan
Keistimewaan DIY dalam peraturan perundang-undangan
sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap
konsisten dengan memberikan pengakuan keberadaan suatu
daerah yang bersifat istimewa. Bahkan, Pasal 18B ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 memberikan pengakuan terhadap eksistensi suatu
daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Namun, konsistensi
pengakuan atas status keistimewaan suatu daerah belum
diikuti pengaturan yang komprehensif dan jelas mengenai
keistimewaannya.
Kewenangan yang diberikan kepada DIY melalui
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 semata-mata
mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
tentang Pemerintahan Daerah yang memperlakukan sama
semua daerah di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada
masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957


Christian Yulianto Kurniawan, et, al Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan......
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah sampai dengan
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Hal di atas telah memunculkan
interpretasi bahwa Keistimewaan DIY hanya pada
kedudukan Gubernur dan Wakil Gubernur. Oleh karena itu,
diperlukan perubahan, penyesuaian dan penegasan terhadap
substansi keistimewaan yang diberikan kepada Daerah
Istimewa melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk itu, dalam rangka
perubahan dan penyesuaian serta penegasan Keistimewaan
DIY, perlu dibentuk undang-undang tentang keistimewaan
DIY.
Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk

mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan demokratis,
ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin kebhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan
tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga
dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan
warisan budaya bangsa. Pengaturan tersebut berlandaskan
asas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan, demokrasi,
ke-bhinneka-tunggal-ika-an,
efektivitas
pemerintahan,
kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan aspek historis,
sosiologis, dan yuridis, substansi Keistimewaan DIY
diletakkan pada tingkatan pemerintahan provinsi.
Kewenangan istimewa meliputi tata cara pengisian
jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan
Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY,
kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Dengan demikian,
Pemerintahan Daerah DIY mempunyai kewenangan yang
meliputi kewenangan istimewa berdasarkan UndangUndang ini dan kewenangan berdasarkan undang-undang
tentang pemerintahan daerah. Namun, kewenangan yang
telah dimiliki oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota di
DIY tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian hal tersebut di atas penulis akan
mengkaji dan menuangkan masalah pembentukan
pemerintah daerah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam suatu
penelitian jurnal hukum dengan judul : Kajian Yuridis
Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta
Rumusan masalah dalam hal ini meliputi 2 (dua)
permasalahan, yaitu : (1) Apakah pembentukan
pemerintahan daerah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2012 sudah
sesuai dengan prinsip demokrasi dan (2) Bagaimanakah
posisi konstitusional Sultan Hamengkubowono sebagai
kepala pemerintah daerah propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta ?

3

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe
penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah yang
digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute
approuch) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach) Skripsi ini menggunakan tiga macam sumber
bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan non hukum. Analisis bahan hukum
dengan pengumpulan bahan-bahan hukum dan non hukum
sekiranya dipandang mempunyai relevansi, melakukan
telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahanbahan yang telah dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam
bentuk argumentasi dalam menjawab isu hukum, dan
memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah
dibangun di dalam kesimpulan.

Pembahasan
1. Pembentukan Pemerintahan Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Undang Undang
Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta
Atribut pemerintahan daerah secara khusus dan
istimewa bukan sesuatu yang baru, melainkan telah
dirmuskan eksistensinya dalam UUD 1945. Suasana
kebatinan dibalik makna dan fungsi keistimewaan dapat
mendorong perlunya kajian komprehensif. Dalam Pasal 18B,
baik ayat (1) dan ayat (2) dengan tegas diakui adanya
daerah yang memiliki otonomi khusus dan otonomi yang
istimewa tersebut. Misalnya dalam Pasal 18 B, Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dinyatakan sebagai berikut :
1) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang undang.
2) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang undang.4
Kedua ayat dari Pasal 18 B UUD 1945 tersebut
mengandung norma-norma imperatif yaitu norma perintah
sebagai kewajiban bagi negara untuk melindunginya. Di
Pihak lain, bagi daerah menimbulkan hak-hak yang wajib
dilindungi. Terhadap Pasal 18 B ayat (1) UUD 1945 negara
wajib melindungi dan menjamin hak-hak konstitusional
daerah untuk menegaskan kekhususan atau keistimewaan.
Selain itu, negara mengatur melalu instrumen hukum baik
dalam arti adanya peraturan undang-undang untuk mengatur
tentang
syarat-syarat,
mekanisme,
prosedur
dan
pembentukan daerah khusus dan istimewa.
Sedangkan dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945
kewajiban negara untuk melindungi hak-hak tradisional
masyarkat hukum adat yang didalamnya terkait dengan
material hak ulayat, hutan adat, termasuk hak kolektif atas
4

Sri Soemantri. 2002, Bunga Rampai Hukum Tata
Negara Indonesia. Bandung, Alumni, hlm.90
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

Christian Yulianto Kurniawan, et, al Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan......
sungai dan laut, juga hak-hak immaterial seperti bahasa
daerah, seni tari, menyanyi dan hak cipta. Secara faktual
pengabaian negara atas kewajiban tersebut berakibat status
dan keberadaan masyarakat hukum adat tersudutkan. Karena
tiadanya penjelasan atas istilah keistimewaan tersebut, maka
perlu dicari makna dan fungsinya dari pendekatan
kebahasaan dan pandangan para pakar Hukum Tata Negara.
Model pemahaman ini diharapkan bahwa, istilah
keistimewaan dalam arti dan makna kebahasaan dapat
digunakan sebagai cara memahami apa yang tersirat dan
tersurat dalam Pasal 18B UUD 1945.
Pertama, dalam pendekatan bahasa (Linguistic
Approach) keistimewaan mengandung unsur-unsur yang
memberikan kepastian hukum. Dalam kamus berbahasa
Inggris, istilah istimewa sama artinya dengan privilege,
something special one is allowed to have, sesuatu yang
paling khusus yang diperbolehkan, atau privileged
(adjecive), having or enjoying one or more privilieges
(keistimewaan). Dengan kata lain, keistimewaan merupakan
sesuatu yang sangat khusus, dan keadannya berbeda dari
yang lain, dan wujud perbedaan tersebut diakui
keberadaaannya. Dalam Law‟s Dictionary, Privilege That
which is granted or allowed to any person, or any class
persons, either against or beyond the course of ordinary
law. Keistimewaan adalah sesuatu jaminan yang diberikan
pada seseorang atau sekelompok masyarakat, apakah ia
bertentangan atau berkesesuaian dengan peraturan hukum
yang menjadi kelaziman.[1]) Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, istimewa adalah yang khas, atau untuk suatu
maksud tertentu, atau sesuatu yang lain dan luar biasa 5
Karena itu, bilamana keistimewaan dipahami sebagai
sesuatu yang luar biasa, keadaan yang terjadi hanya satu kali
dan tidak ada perbandingannya tergantung pada argumentasi
yang diperlukan. Bilamana istilah keistimewaan dalam
pendekatan kebahasaan dapat ditegaskan sebagai sesuatu
keadaan yang luar biasa, unik dan tiada bandingannya, maka
pemaknaan secara bahasa ini juga harus sesuai dengan
pandangan para ahli HTN. Keistimewaan merupakan suatu
pernyataan yang menegaskan sesuatu keadaan yang sangat
khusus, unik, atau satu-satunya atau tiada bandingan
merupakan sesuatu kondisi yang luar biasa, sehingga tidak
dijumpai pada tingkat penalaran yang umum.
Kedua, pandangan para ahli Hukum Tata Negara
terhadap Pasal 18B UUD 1945 yang kemudian dikaitkan
dengan makna dan fungsi bahasa yang konsisten. Bagaimana
para ahli HTN memandang persoalan kekhususan
keistimwaan sebagaimana tertera dalam Pasal 18 dan 18B
ayat (1) dan ayat (2), UUD 1945. Jimly Asshiddiqie dan
Mahfud MD sepakat bahwa ketentuan pasal Pasal 18 ayat
(1) tidak mengurangi makna otonomi daerah yang dijamin
dalam Pasal 18 ayat (2) sampai dengan ayat (7) dan Pasal 18
A serta Pasal 18B UUD 1945 : Prinsip otonomi daerah yang
5
Istilah privileges, dalam Webster’s New Enciclopedic
Dictionary. BD&L New York, 1993: hlm. 803. Dalam Mozley and
Whiteleys‟s Law Dictionary by John B Saunders, menjadi sangat
tegas istilah privilege sebagai keistimewaan.
London.
Nutterworth. 1977. Hal 255. Baca pula W.J.S. Poerwadarminta.
Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta. PT Balai Pustaka. hlm. 455

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

4

diadopsikan tetap menjamin pluralisme antara daerah dan
tuntutan keprakarsaan dari bawah atau dari tiap-tiap daerah
untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan.
Pengaturan yang memberikan status otonomi khusus kepada
Irian Jaya yang kemudian berubah menjadi Provinsi Papua
dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh menjadi Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam mencerminkan bahwa di bawah
konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap
dimungkinkan dengan adanya pola-pola pengaturan yang
bersifat pluralis seperti terhadap Aceh dan Papua. 6
Seiring dengan itu, Mahfud MD menyatakan bahwa :
Pasal 18 B ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 terkait dengan
hukum pemerintahan daerah yang memungkinkan adanya
daerah istimewa dengan prinsip demokrasi di Indoensia yang
dituangkan di dalam Naskah Akademik agar orang-orang di
legislatif yang tidak semuanya mengerti, dipaksa menghayati
tentnag DIY agar bisa memahami dan menerima. Hanya saja
yang harus diantisipasi adalah kemungkinan dimintakan uji
materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusti oleh
mereka yang mempunyai legal standing. 7
Senada dengan itu, Jimly Asshiddiqie menguatkan
bahwa Pasal 18B UUD 1945, dimungkinkan dilakukannya
pengaturan-pengaturan yang bersifat federalistik dalam
hubungan antara pemerntah pusat dengan pemerintah
daerah. Dalam dinamika hubungan antara pusat dan daerah
itu, dimungkinkan pula dikembangkan kebijakan otonomi
yang bersifat pluralis. Dalam arti bahwa setiap daerah dapat
diterapkan pola otonomi yang berbeda-beda. Keberagaman
pola hubungan itu telah dibuktikan dengan diterimanya
prinsip otonomi khusus Provinsi NAD dan Provinsi Papua
yang keduanya memiliki format kelembagaan pemerintahan
yang berbeda dari pemerintahan daerah lain pada umumnya.
Disamping itu, dalam ketentuan Pasal 18B ayat (1)
disebutkan pula adanya satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau istimewa. Beberapa contoh
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa itu
adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Otonomi
Khusus Nanggroe Aceh Darussalam dan Daerah Otonomi
Khusus Papua.8
Secara tegas Dahlan Thaib menyatakan bahwa kalau
dirunut secara konstitusi seperti Pasal 18B ayat (1) UUD
1945 berbunyi negara meyakini dan menghormati sebuah
satuan pemerintahan darerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Disini
konstitusi mengakui adanya daerah khusus dan daerah
istimewa, disamping daerah otonom lainnya setelah
memberikan amanat kepada DPR RI dan pemerintah untuk
membentuk UU yang mengatur daerah khusus dan daerah
istimewa. Selanjutnya Dahlan Thaib menyebutkan bahwa
daerah khusus dan daerah istimewa adalah anak kembar
6
Jimly Assiddiqie, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia
Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007,
hlm.411
7
Moch. Mahfud MD, Menyongsong RUUK DIY Mencermati
Aspek Substansi dalam Harian Kedaulatan Rakyat, 12 Februari
2007
8
Jimly Asshiddiqie. 2008. Menuju Negara Hukum Yang
Demokratis. Jakarta. Sekretariat Jendral dan Kepanitriaan
Mahkamah Konstitusi RI. hlm. 793

Christian Yulianto Kurniawan, et, al Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan......
negara yang telah ditegasakan dalam konstitusi, karenanya
harus diperlakukan secara adil Pandangan tersebut juga
ditegaskan dalam suatu diskusi informal dengan penulis
bahwa Keistimewaan di Yogyakarta bukan saja
mendapatkan pengakuan dan perlindungan dalam UUD
1945, melainkan wajib melestarikan keaneka ragaman ciriciri lokal dari suatu pemerintahan. Sehingga menjadi tidak
beralasan jika bentuk negara NKRI tidak memberikan ruang
atastegaknya keanekaragaman. Kedudukan Sultan HB dan
Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur
dipandang sebagai nilai-nilai lokal yang perlu dilestarikan.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka makna keistimewaan
sebagaimana diamanahkan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945
baik dari pendekatan bahasa dan pandangan ahli-ahli HTN
menunjukkan adanya konsistensi dan konsekuensi bahwa
keistimewaan merupakan hak konstitusional bagi
pemerintahan daerah yang penyelenggaraannya dikecualikan
dari ketentuan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Konsekuensinya pemerintah daerah bersifat otonom, sifat
khusus dan bersifat istimewa merupakan hak konstitusional
yang menyebutkan negara untuk melindungi dan
melestarikannya. 9
Dengan demikian, hak-hak keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta untuk dilestarikan melalui instrumen
hukum ini mendapatkan dasar-dasar argumentatif, baik
secara filosofis, historis, sosiologis, dan juga juridis Sejalan
dengan ketentuan Pasal 18B UUD 1945, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Pemda) dalam Ketentuan Lain-Lain Pasal 225 menyebutkan
bahwa Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan
diberikan otonomi khusus selain diatur dengan UndangUndang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur
dalam undang-undang lain.
Lebih lanjut Pasal 226 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan
bahwa Keistimewaan untuk Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999, adalah tetap dengan ketentuan
bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta didasarkan pada Undang-Undang ini.
Ketentuan Pasal 225 dan Pasal 226 tersebut mengamanatkan
kepada organ pembentuk undang-undang untuk membentuk
peraturan perundang-undangan tentang keistimewaan
Yogyakarta dengan tetap melandaskan penyelenggaraan
pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pengakuan atas
keistimewaan DIY yang berkaitan dengan kepemimpinan di
Yogyakarta sesungguhnya telah diatur di dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 1948 hingga pasca reformasi
melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Sejatinya substansi pergantian tersebut telah
mengakomodir model kepemimpinan kharismatik (Sultan
dan Paku Alam) yang di akomodir ke dalam pimpinan
modern. Suatu model kepemimpinan eksekutif sebagai
aparat pemerintah pusat yang terlibat dalam penciptaan
Jimly Asshiddiqie. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta. Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia. hlm. 276
9

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

5

pelayanan publik. Upaya sistemis antara nilai-nilai kearifan
lokal dengan nilai-nilai modernitas tersebut telah diperkuat
oleh praktek ketatanegaraan selama ini. Undang-undang
pemerintah
daerah
selalu
ditegaskan
mengenai
kepemimpinan di DIY yang dipegang oleh Sri Sultan
sebagai Gubernur dan Paku Alam sebagai Wakil Gubernur.
Pertama, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
meskipun belum disebut secara tegas nama Daerah istimewa
Yogyakarta, karena ketika itu belum lahir Undang-Undang
Pembentukan DIY. Namun isyarat pengakuan nampak
ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) yang berbunyi, “Kepala
Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan
keluarga yang berkuasa di daerah itu di jaman sebelum
Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya,
dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan
dan dengan mengingat adat-istiadat di daerah itu.”
Kedua, pada tanggal 17 Januari 1957 Presiden
mengundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Penjelasan
Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 menegaskan,
“Kepala Daerah Istimewa tidak dipilih oleh dan dari
anggota-anggota DPRD, tetapi diangkat oleh Pemerintah
Pusat dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di
zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih
menguasai daerahnya dengan memperhatikan syarat-syarat
kecakapan, kejujuran, kesetiaan serta adat istiadat dalam
daerah itu.” Jadi keistimewaan masih terletak pada
kedudukan kepala daerahnya yang prosesnya dilakukan
dengan pengangkatan.
Ketiga, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah secara
konsisten tidak berubah. Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 21 ayat
(5) menegaskan,”Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta yang sekarang, pada saat mulai
berlakunya Undang-undang ini, adalah kepala daerah dan
wakil kepala daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
yang tidak terikat pada jangka waktu masa jabatan.” Selain
itu, Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dalam Pasal 19 b,
yang dirumuskan sebagai berikut, “Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah menurut Undang-undang ini dengan
sebutan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak
terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat dan cara
pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
lainnya.” Keempat, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, masalah Daerah Istimewa
diatur dalam Pasal 122 yang menegaskan bahwa :
“Keistimewaan untuk Provinsi Daerah Istimewa
Aceh dan Provinsi Daerah Istimewa Yogykarta,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974, adalah tetap dengan ketentuan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Istimewa Aceh dan
Provinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada undangundang ini.” Kemudian di keistimewaan Provinsi Istimewa
Yogyakarta didasarkan pada asal usul keistimewaannya
adalah pengangkatan Gubernur dengan mempertimbangkan
calon dari keturunan Sultan Yogyakarta dan Wakil Gubernur
dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Paku Alam
yang memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang”.

Christian Yulianto Kurniawan, et, al Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan......
Kelima, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 diganti
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, didalam
Pasal 225 ditegaskan, “Daerah-daerah yang memiliki status
keistimewaan dan diberikan otonomi khusus selain diatur
dengan Undang-undang lain, diberlakukan pula ketentuan
khusus yang diatur dalam Undang-undang lain. Ketentuan
dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Naggroe Aceh
Darussalam, Provinsi Papua, dan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam
undang-undang tersendiri 10
Dalam perjalanan sejarah berikutnya, hasil
amandemen UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 18B ayat
(1) telah menegaskan bahwa, “Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing, sebagai kepala pemerintahan
dipilih secara otomatis. Perubahan ini membawa dampak
implikasi yuridis maupun politis terhadap proses demokrasi
di Indonesia dimana jabatan publik seperti Gubernur,
Bupati, dan Walikota harus dilakukan pemilihan secara
demokratis. Penegasan tersebut telah membuka jalan bagi
masyarakat untuk melakukan tuntutan perubahan ke arah
yang lebih demokratis dalam pengisian jabatan.kepala
daerahnya. Pengaturan DIY bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan ketentraman masyarakat; mewujudkan
pemerintahan yang baik, bersih, dan demokratis;
mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang
menjamin ke-bhinnekatunggalika-an dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia; memberdayakan peran dan
tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga
dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan
warisan budaya bangsa dengan mendasarkan pada
kebijakan-kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan
publik dan pengembangan kemampuan masyarakat.
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang Undang
Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DI
Yogyakarta ditegaskan bahwa : Daerah Istimewa
Yogyakarta, selanjutnya disebut DIY, adalah daerah
provinsi
yang
mempunyai
keistimewaan
dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya mengenai
keistimewaan tersebut, ditegaskan lebih lanjut dalam Pasal 1
angka 2 dan 3 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2012,
bahwa Keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan
hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak
asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus
kewenangan istimewa. Kewenangan Istimewa adalah
wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain
wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang
tentang pemerintahan daerah.
Pemerintahan Daerah Provinsi DIY terdiri atas DPR
DIY sebagai badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi
sebagai badan eksekutif. Pemerintah Provinsi terdiri atas
Gubernur beserta perangkat pemerintah Provinsi lainnya.
Pada Kabupaten/Kota dibentuk DPRD Kabupaten dan
DPRD Kota sebagai badan legislatif serta Pemerintah
Dahlan Thaib, “RUU Keistimewaan DIY, Sampai dimana
Perjalananmu ?”. Kantor Berita Indonesia. GEMARI, Seri 26
April 2010
10

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

6

Kabupaten/Kota sebagai badan eksekutif. Pemerintah
Kabupaten/Kota terdiri atas Bupati/Walikota beserta
perangkat pemerintah Kabupaten/Kota lainnya. Pada Desa
dibentuk Badan Musyawarah Desa dan Pemerintah Desa
atau dapat disebut dengan nama lain.
Pemerintah DIY dipimpin oleh seorang Gubernur
sebagai Kepala Pemerintah DIY dan dibantu oleh seorang
Wakil Gubernur. Gubernur dalam menjalankan tugasnya
dibantu oleh perangkat daerah DIY. Gubernur bertanggung
jawab dalam penetapan kebijakan Pemerintah DIY pada
semua sektor pemerintahan termasuk keistimewaan DIY,
pelayanan masyarakat dan ketenteraman serta ketertiban
masyarakat. Gubernur karena jabatannya berkedudukan juga
sebagai wakil Pemerintah dalam kedudukan sebagai wakil
Pemerintah, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
Pemerintah kabupaten/kota dipimpin oleh seorang
bupati/walikota sebagai kepala pemerintah kabupaten/kota
dan dibantu oleh seorang wakil bupati/wakil walikota.
Bupati/walikota dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
perangkat kabupaten/kota. Bupati/walikota bertanggung
jawab
dalam
penetapan
kebijakan
pemerintah
kabupaten/kota di semua sektor pelayanan publik termasuk
ketenteraman dan ketertiban masyarakat. Pemerintah
menetapkan dan mengukuhkan Sri Sultan Hamengku
Buwono dan Sri Paduka Paku Alam sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur.
Mekanisme penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono
dan Sri Paduka Paku Alam sebagai pemimpin budaya
tertinggi di Kasultanan dan Sri Paduka Paku Alam sebagai
pemimpin budaya tertinggi di Kadipaten ditentukan sesuai
dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku di lingkungan
Kasultanan dan Kadipaten. Dalam hal Sri Sultan Hamengku
Buwono belum memenuhi syarat sebagaimana syarat umum
seorang Kepala Daerah, maka yang menjalankan tugas
Gubernur adalah Wakil Gubernur sampai dikukuhkannya
Sultan Hamengku Buwono. Dalam hal Sri Paku Alam belum
memenuhi syarat umum seorang Wakil Kepala Daerah,
maka jabatan Wakil Kepala Daerah tidak diisi sampai
dikukuhkannya Sri Paku Alam.
Dalam hal Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri
Paku Alam belum memenuhi syarat, atau berhalangan tetap
secara bersama-sama maka Presiden selaku Kepala Negara
dengan persetujuan Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten
Pakualaman menunjuk Pelaksana Tugas Kepala Daerah,
sampai dikukuhkannya Gubernur dan Waki Gubernur.
Dalam hal Sri Sultan Hamengku Buwono memangku jabatan
sebagai Pejabat Negara, maka jabatan Gubernur tetap
melekat, sedang yang menjalankan tugas Kepala Daerah
adalah Wakil Gubernur. Dalam hal Sri Paku Alam
memangku jabatan sebagai Pejabat Negara, maka jabatan
Wakil Gubernur tetap melekat, sedang tugas Wakil
Gubernur dijalankan sepenuhnya oleh Kepala Daerah.
Kasultanan dan Kadipaten sebagai Lembaga
Kebudayaan Daerah berfungsi dan berperan sebagai wahana
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan
DIY dan pemerintahan kabupaten/kota di bidang
kebudayaan,
pertanahan,
keamanan,
ketenteraman,
kerukunan, dan ketertiban masyarakat.
Pembinaan
kehidupan kebudayaan dan adat istiadat DIY dilakukan

Christian Yulianto Kurniawan, et, al Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan......
sesuai
dengan
perkembangan
keistimewaan
dan
dilaksanakan oleh Kasultanan dan Kadipaten. Kasultanan
mempunyai tugas dan wewenang menobatkan Sultan
Hamengku Buwono sebagai langkah suksesi didalam
Kasultanan, mengatur rumah tangga internal Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat, dan mengurus kewenangan
keistimewaan bersama-sama Pemerintah Daerah.
Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang
tersebut Kasultanan mempunyai hak : memperoleh
protokoler dan anggaran; dan melaksanakan kerjasama
dengan Kadipaten dan pemerintah daerah untuk pelaksanaan
kewenangan
keistimewaan.
Kasultanan
mempunyai
kewajiban menjaga paugeran Kasultanan, menjaga adat
istiadat dan budaya Yogyakarta, dan menyiapkan calon
pemimpin budaya tertinggi dengan memperhatikan syaratsyarat seorang kepala daerah. Kadipaten mempunyai tugas
dan wewenang menobatkan Sri Paku Alam sebagai langkah
suksesi didalam Kadipaten; mengatur rumah tangga internal
Kadipaten Paku; dan mengurus kewenangan keistimewaan
bersama-sama Kasultanan dan Pemerintah Daerah. Dalam
rangka melaksanakan tugas dan wewenang tersebut
Kadipaten mempunyai hak memperoleh protokoler dan
anggaran dan melaksanakan kerjasama dengan pemerintah
daerah dalam pelaksanaan kewenangan keistimewaan.
Kadipaten mempunyai kewajiban menjaga paugeran
Kadipaten; menjaga adat istiadat dan budaya Yogyakarta;
dan menyiapkan calon pemimpin budaya tertinggi dengan
memperhatikan syarat-syarat seorang wakil kepala daerah.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan bidang keuangan negara seperti diatur
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara; Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara; Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Peribangan Keuangan Pusatdan Daerah berlaku di DIY
kecuali yang diatur lain dalam Undang-Undang ini dan
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Istimewa
Yogyakarta
sedangkan
penyelenggaraan
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan pada Gubernur
selaku Wakil Pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas
dekonsentrasi dan tugas pembantuan dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pengecualian
dalam pengelolaan keuangan terkait dengan pelaksanaan
kewenangan keistimewaan DIY ditetapkan sebesar 50 %
(lima puluh per seratus) dari hasil pajak yang dipungut
Pemerintah di DIY. Dengan ketentuan bahwa anggaran
sebagaimana dimaksud diperuntukkan dan dikelola oleh
pemerintah daerah yang dipergunakan untuk pembiayaan
kewenangan keistimewaan.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
disebutkan bahwa : Status istimewa yang melekat pada DIY
merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian negarabangsa Indonesia. Pilihan dan keputusan Sultan Hamengku
Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII untuk menjadi
bagian dari Republik Indonesia, serta kontribusinya untuk
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

7

melindungi simbol negara-bangsa pada masa awal
kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah Indonesia. Hal
tersebut merupakan refleksi filosofis Kasultanan, Kadipaten,
dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang
mengagungkan adanya kebhinnekaan dalam ketunggal-ikaan
sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
DIY pada saat ini dan masa yang akan datang akan
terus mengalami perubahan sosial yang sangat dinamis.
Masyarakat Yogyakarta dewasa ini memasuki fase baru yang
ditandai oleh masyarakat yang secara hierarkis tetap
mengikuti pola hubungan patron-klien pada masa lalu dan di
sisi lain masyarakat memiliki hubungan horizontal yang
kuat. Perkembangan di atas, sekalipun telah membawa
perubahan mendasar, tidak menghilangkan posisi Kasultanan
dan Kadipaten sebagai sumber rujukan budaya bagi
mayoritas masyarakat DIY. Kasultanan dan Kadipaten tetap
diposisikan sebagai simbol pengayom kehidupan masyarakat
dan tetap sebagai ciri keistimewaan DIY. Pengaturan
Keistimewaan DIY dalam peraturan perundang-undangan
sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap
konsisten dengan memberikan pengakuan keberadaan suatu
daerah yang bersifat istimewa. Bahkan, Pasal 18B ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 memberikan pengakuan terhadap eksistensi suatu
daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Namun, konsistensi
pengakuan atas status keistimewaan suatu daerah belum
diikuti pengaturan yang komprehensif dan jelas mengenai
keistimewaannya.
Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan demokratis,
ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin kebhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan
tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga
dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan
warisan budaya bangsa. Pengaturan tersebut berlandaskan
asas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan,
demokrasi,
ke-bhinneka-tunggal-ika-an,
efektivitas
pemerintahan, kepentingan nasional, dan pendayagunaan
kearifan lokal. Oleh karena itu, dengan memperhatikan
aspek historis, sosiologis, dan yuridis, substansi
Keistimewaan DIY diletakkan pada tingkatan pemerintahan
provinsi.
Kewenangan istimewa meliputi tata cara pengisian
jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan
Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY,
kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Dengan demikian,
Pemerintahan Daerah DIY mempunyai kewenangan yang
meliputi kewenangan istimewa berdasarkan UndangUndang ini dan kewenangan berdasarkan undang-undang
tentang pemerintahan daerah. Namun, kewenangan yang
telah dimiliki oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota di
DIY tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta tidak lepas dari prinsip demokrasi dalam
ketatanegaraan Indonesia dengan landasan sejarah dan
landasan konstitusional. Pada aspek histroris, diulas dari
munculnya Perjanjian Giyanti yang dibuat pada tanggal 12

Christian Yulianto Kurniawan, et, al Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan......
Februari 1755 hingga munculnya piagam kedudukan dari
Presiden Soekarno serta amanat 5 September 1945 dan 30
Oktober 1945 oleh Sultan dan Paku Alam. Sedangkan pada
landasan konstitusional keistimewaan sebuah daerah,
termasuk DIY tentunya, diakui oleh Pasal 18B ayat (1) UUD
1945. Landasan demokrasi konsensual itu idealnya melalui
sejarah-budaya. Hal itu dapat kita pahami dengan merunut
kejadian sejak Proklamasi, 17 Agustus 1945 hingga tahun
1950-an sebelum status istimewa itu diformalkan dalam
bentuk undang-undang. Sultan Hamengku Buwono (HB) IX,
Sri Paku Alam (PA) VIII, dan rakyat Yogyakarta telah
menunjukkan konsistensi mendukung berdirinya republik,
terutama selama periode perang kemerdekaan, 1945-1949.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa
pembentukan pemerintahan daerah propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta pada prinsipnya tidak lepas dari
sejarah panjang negara kesatuan Republik Indonesia.
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta diakui oleh
konstitusi dalam Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan saat ini diatur dengan Undang
Undang No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta salah satunya dalam pembentukan
pemerintahan daerah. Menurut Pasal 1 angka 7 Undang
Undang Nomor 13 Tahun 2012 bahwa Pemerintahan Daerah
DIY adalah pemerintahan daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dan urusan
keistimewaan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
DIY dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY. Dengan
demikian jelas bahwa pembentukan pemerintahan daerah
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari unsur
Pemerintah Daerah DIY dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah DIY. Penjabaran susunan pemerintahan propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dijabarkan lebih lanjut dalam
Pasal 8 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2012 bahwa DIY
memiliki bentuk dan susunan pemerintahan yang bersifat
istimewa. Pemerintahan Daerah DIY terdiri atas Pemerintah
Daerah DIY dan DPRD DIY.
Dalam Pasal 1 angka 8 Undang Undang Nomor 13
Tahun 2012 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah DIY
adalah unsur penyelenggara pemerintahan yang terdiri atas
Gubernur DIY dan perangkat daerah. Gubernur DIY,
selanjutnya disebut Gubernur, adalah Kepala Daerah DIY
yang karena jabatannya juga berkedudukan sebagai wakil
Pemerintah. Wakil Gubernur DIY, selanjutnya disebut
Wakil Gubernur, adalah Wakil Kepala Daerah DIY yang
mempunyai tugas membantu Gubernur. Pasal 1 angka 10
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2012 menyebutkan
tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY, selanjutnya
disebut DPRD DIY, adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
DIY.
2. Posisi Konstitusional Sultan Hamengkubowono
Sebagai Kepala Pemerintah Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Salah satu bentuk pengakuan keistimewaan Propinsi
Istimewa Yogyakarta adalah pengangkatan Kepala Daerah
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

8

yaitu Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari
keturunan Sultan Yogyakarta dan Wakil Gubernur dengan
mempertimbangkan calon dari keturunan Paku Alam yang
memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang ini.
Berikutnya ketentuan mengenai pemerintahan daerah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Dalam konsideran “Menimbang”
undang-undang ini dinyatakan bahwa salah satu hal yang
harus diperhatikan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah adalah keistimewaan dan kekhususan
suatu daerah dalam sistem NKRI. 11
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa, hak
asal-usul yang dijadikan argumen keistimewaan DIY terdiri
dari empat pilar utama. Tanah sebagai modal kosmologis
dan wilayah kekuasaan, kraton tempat dan pusat
kebudayaan dan parwisata, pendidikan dan kepemimpinan
DIY melalui penetapan. Timbulnya pro-kontra terkait
dengan proses suksesi kepemimpinan di DIY, isu penetapan
tidak sajak telah menjadi pemicu masyarakat DIY, juga
dapat mendorong kecemburuan di kalangan elit-elit lokal
wakil-wakil rakyat di tingkat nasional. Adanya dugaan
kesamaan kondisi pemerintahan daerah, dengan sejarah
masa lalu boleh jadi klaim tersebut timbul ke permukaan.
Karena itu, menjadi sangat penting untuk dikemukakan
argumentasi logis dan obyektif terhadap kebenaran faktual
penetapan Sri Sultan dan Sri Paku Alam, menjadi Gubernur
dan Wakil Gubernur di DIY.
Sebagaimana dipaparkan di atas sesungguhnya
keistimewaan DIY, bukan saja suatu keniscayaan sejarah,
melainkan merupakan kewajiban negara untuk melestarikan
keberadaannya daerah khusus dan istimewa dalam wadah
NKRI. Atribut kekhususan atau keistimewaan suatu daerah
yang otonom diperoleh berdasarkan landasan juridis
konstitusional UUD 1945, khususnya Pasal 18 dan 18B ayat
(1) dan ayat (2). Selain itu, landasan filosofis dan idiologis
Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, landasan historis, dan
landasan sosio-politis. Kedudukan Karaton Ngayogyokarto
Hadiningrat atau Kraton Yogyakarta dan Puro Paku Alaman
bagi rakyat Jawa bukan hanya suatu pusat politik dan
budaya, tetapi juga menjadi pusat keramat kerajaan.
Keraton adalah tempat raja bersemayam dan raja
merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir
ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan, dan
kesuburan. Paham itu terungkap dengan sangat jelas dalam
gelar para penguasa keempat kerajaan di Jawa Tengah hasil
perpecahan Kerajaan Mataram II, dua ratus tahun yang lalu.
Kedua penguasa Yogyakarta menyebut diri Hamengku
Buwana (yang memangku jagad raya) dan Paku Alam, para
penguasa Surakarta bernama Paku Buwana (paku jagad
raya) dan Mangkunagara (yang memangku negara).
Dari perkembangan sejarah sebelum kemerdekaan RI
Kasultanan Yogyakarta dan Paku Alam selalu terlibat dalam
mekanisme politik pertahanan dan pelestarian budaya.
Setidaknya sebagai pusat kebudayaan Yogyakarta ditandai
beberapa unsur penting. Pertama, Kraton Yogyakarta
merupakan harta warisan budaya yang masih tersimpan dan
11
Franz Magnis Suseno, Etika Jawa; Sebuah Analisa
Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hlm. 107

Christian Yulianto Kurniawan, et, al Kajian Yuridis Pembentukan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan......
terpelihara utuh. Bukti-bukti fisik dan artefak peninggalan
Kesultanan DIY dan Puro Pakualaman masih terpelihara
baik terkait dengan bangunan fisik maupun barang-barang
peninggalan zaman kuno lainnya. Kedua, kepemimpinan
informal seperti Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri
Paduka Paku Alam IX masih tetap memerankan peran
penting dalam memelihara tradisi yang didukung oleh sistem
pemerintahan tradisionalnya. Perangkat birokrasi lokal
masih berfungsi tidak saja dalam mempresentasikan produk
budaya kepada wisatawan domestik dan asing, tapi juga
dalam melestarikan tradisi upacara sekaten, upacara labuhan
dan lainnya.
Ketiga, tata aturan kehidupan kraton atau hukum adat
Kasultanan Ngyogyokarto dan Puro Pakualaman masih
dipatuhi oleh masyarakat. Sehingga aksi-aksi suksesi
Kasultanan Ngyogyokarto dan Puro Pakualaman masih
didasarkan pada norma-norma adat yang berlaku. Efektivitas
norma-noram adat ini tentu saja menjadi efektif karena
adanya dukungan masyarakat. Keempat, dualisme
kepemimpinan antara Kasultanan Ngyogyokarto dan Puro
Pakualaman sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur masih
tetap berlaku dengan ditandai oleh melekatnya kekuasaan
dan kewenangan mereka di wilayah masing-masing.
Dualisme tersebut dalam tradisi keraton disebut dengan Dwi
Tunggal Hamengkoni Agung (lembaga kepemimpinan
tertinggi) sebagai pemersatu dan pelindung masyarakat.
Pada awalnya konsep ini mencerminkan sistem monarki
absolut. Namun, selama ini diakui oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono X telah bergeser kedalam struktur aristokrasi
demokrasi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan
yang terbukti berjalan efektif.
Oleh sebab itu, keberadaan dua unsur yang kemudian
dikenal sebagai Dwi Tunggal Hamengkoni Agung, maka
seorang Sultan dan Adipati dituntut untuk senantiasa
mengedepankan kepentingan rakyat dengan prinsip berbudi
bawa laksana, Hamengku, yaitu merengkuh atau melindungi
semua pihak tanpa memandang suku, ras, agama maupun
golongan, dalam memperjuangkan, mamajukan dan
mensejahterakan rakyat. Sedangkan Hamengkoni artinya
memberikan bingkai kekuatan pemersatu dan berdiri paling
depan dalam perjuangan. Dalam konteks ini terlihat, bahwa
kepemimpinan Dwi Tunggal Hamengkoni Agung
diorientasikan untuk kepentingan rakyat atau tahta untuk
rakyat. Berdasarkan argumentasi di atas, kedudukan Kraton
dan Puro Palualaman sebagi bagian dari identitas
keistimewaan
Yogyakarta
yang
harus
mendapat
perlindungan dan kepastian hukum merupakan suatu
keniscayaan.
Era reformasi yang diusung tahun 1998, tidak lepas
dari kontribusi masyarakat Yogyakarta. Sultan HB X
bersama Sri Pa

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

0 6 16

KAJIAN YURIDIS PEMBENTUKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 3 16

DINAMIKA POLITIK KEISTIMEWAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PASCA UU NOMOR 13 TAHUN 2012

2 44 192

DINAMIKA POLITIK PEMBAHASAN DRAFT RENCANA UNDANG UNDANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (RUUK DIY)DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 4 99

PENERAPAN ASAS PARTISIPASI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN MALIOBORO SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 3 133

PERSEPSI MAHASISWA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 3 103

Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 | Situs Resmi Dinas Pariwisata DIY

0 0 87

uu no13tahun2012ttgkeistimewaandaerahistimewayogyakarta

0 0 46

ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 13KSPIX2013 NOMOR : 55KDPRD2013

0 0 135

ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 12KSPIX2013 NOMOR : 54KDPRD2013

0 0 20