Kulit Buah Naga untuk Pakan Ternak

dengan kandungan serat kasar 48,88 oleh Aspergillus niger menghasilkan kandungan serat kasar 27,31 Mirwandhono et al., 2004. Fermentasi kulit buah markisa dengan Aspergillus niger meningkatkan protein dari 13,12 menjadi 18,13 dan menurunkan serat kasar dari 29,9 menjadi 22,1 Supriatna, 2005

2.7 Kulit Buah Naga untuk Pakan Ternak

Sadarman 2013 melaporkan mengenai pemberian ekstrak kulit buah naga dalam air minum sebagai antioksidan terhadap status kesehatan ayam pedaging memberikan peningkatan eritrosit sel darah dengan perlakuan tertinggi ditunjukan oleh T4 penambahan ekstrak kulit buah naga 53,25 g5 mlekor 2,22±0,26; T1 kontrol 2,21±0,09; T2 penambahan ekstrak kulit buah naga 17,75 g5 mlekor dan T3 penambahan ekstrak kulit buah naga 35,50 g5 mlekor menghasilkan nilai yang sama yaitu 2,11±0,14 dan 2,11±0,11. Hasil analisis menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata. Hal ini diduga bahwa zat yang terkandung dalam kulit buah naga belum mampu menyebabkan perubahan jumlah eritrosit pada ayam pedaging, karena eritrosit pada semua perlakuan tidak mampu bertahan lebih lama dalam sistem transportasi. Nilai hematokrit pada penelitian ini dari tertinggi hingga terendah yaitu perlakuan T4 27,66±2,90; T1 26,94±0,76; T2 25,84±2,04 dan T3 25,74±1,86. Nilai hematokrit masih berada dalam kisaran normal sekitar 22,0- 35,0. Hemoglobin penting untuk kelangsungan hidup karena membawa dan mengantarkan oksigen ke jaringan tubuh. Hemoglobin perlakuan T1 7,28 gdl cenderung lebih tinggi dari T2 6,76 gdl, T3 6,92 gdl dan cenderung lebih rendah dari T4 7,50 gdl. Pada penelitian ini menunjukan kadar hemoglobin masih berada dalam kisaran normal yaitu 7,0-13,0 gml. Nilai leukosit perlakuan T1 703,64 cenderung lebih tinggi dari perlakuan T3 692,04 dan cenderung lebih rendah dari perlakuan T4 721,16 dan T3 751,64. Namun demikian, tidak menunjukan perbedaan yang nyata dengan kontrol. Peningkatan jumlah leukosit ayam pedaging dalam penelitian ini diduga karena kondisi terinfeksi atau terjadinya radang selama pemeliharaan berlangsung atau karena kondisi stress pada saat pengambilan darah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah naga dalam air minum menunjukan peningkatan eritrosit, hemoglobin dan nilai hematokrit ayam pedaging dan peningkatan tersebut masih berada dalam batas normal, sedangkan leukositnya meningkat tajam. Namun demikian, pemberian ekstrak kulit buah naga dalam air minum sebagai antioksidan tersebut dapat meningkatkan status kesehatan ayam pedaging. Wulandari 2011 menyatakan mengenai efektifitas penggunaan limbah kulit buah naga dalam ransum sebagai alternatif suplemen alami hingga 6 dapat meningkatkan warna kuning telur yang lebih pekat, terlihat pada perlakuan P4 penambahan kulit buah naga 6 dalam ransum sebesar 10; P3 penambahan kulit buah naga 3 dalam ransum; P2 penambahan kontrol+ekstrak air minum buah naga 10 dan P1 kontrol sebesar 9. Berdasarkan analisis, tidak berbeda nyata. Rataan produksi perlakuan P4 lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1, P2, dan P3. Produksi telur mengalami puncak produksi pada minggu ke-3 dengan produksi telur terbanyak pada perlakuan P4 75,80; P2 63,52; P1 57,01 dan P3 42,04. Indeks telur pada P4 menunjukan hasil tertinggi sebesar 63,01, P1 62,27, P3 61,15; dan P2 61,10. Haugh Unit HU tertinggi penelitian ini ditunjukan pada perlakuan P2 78,27; P3 76,57; P4 76,00; dan P1 67,75. Menurut USDA 1964 HU lebih dari 72 termasuk dalam kualitas AA, bila HU 60-72 termasuk kualitas A, dan HU 31-60 termasuk kualitas B, serta HU kurang dari 31 termasuk kualitas C. Kualitas telur hasil penelitian pada penambahan buah naga pada air minum atau penambahan kulit buah naga pada ransum dapat dikelompokkan pada telur berkualitas AA, sedangkan kontrol termasuk dalam telur kualitas A. Dari data penelitian ini, konversi ransum yang baik terlihat pada P1 2,26; P3 2,3; P2 2,45 dan P4 2,54. Penggunaan kulit buah naga cenderung meningkatkan konversi ransum. Disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga dapat diberikan pada ayam petelur dan tidak mempengaruhi kualitas telur ayam. Mustika et al. 2014 menunjukan bahwa penambahan tepung kulit buah naga merah pada ransum puyuh dapat diberikan 1 tanpa berpengaruh buruk. Selanjutnya pemberian 1 menyebabkan penurunan terhadap konsumsi ransum, secara numerik konsumsi ransum tertinggi yaitu P2 penambahan 0,50 tepung kulit buah naga merah 27,12±0,10 gekorhari; P1 penambahan 0,25 tepung kulit buah naga merah 26,85±0,77 gekorhari; P3 penambahan 0,75 tepung kulit buah naga merah 26,68±0,98 gekorhari; P0 kontrol sebesar 26,46±1,09 gekorhari dan P4 penambahan 1 tepung kulit buah naga merah 26,29±1,22 gekorhari dan menunjukan perlakuan berpengaruh tidak nyata. Nilai Hen Day Production HDP tertinggi hingga terendah berturut P2 87,77±5,30; P0 87,57±9,53; P1 85,99±5,28; P4 85,57±7,86 dan P3 81,75±7,36. Selanjutnya data FCR Feed Convertion Ratio berturut P1 2,41±0,07; P2 2,39±0,03; P0 2,38±0,17; P3 2,35±0,08; dan P4 2,35±0,13. Secara numerik nilai FCR terendah diperoleh perlakuan P4, hal ini menunjukan penambahan tepung kulit buah naga merah dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan menurunkan nilai FCR. Dijelaskan pula bahwa nilai Income Over Feed Cost IOFC tertinggi hingga terendah antara lain perlakuan P2 120,84±20,66; P0 119,96±26,42; P1 119,41±26,42; P4 115,69±16,94; dan P3 103,08±18,52. secara numerik nilai IOFC tertinggi didapatkan pada perlakuan P2. Disimpulkan bahwa pemberian 1 kulit buah naga merah tidak memberikan efek negatif pada tubuh ternak dan tidak mempengaruhi produktivitas ternak puyuh. Penelitian lain oleh Rosa et al. 2013 menyatakan pemberian tepung kulit buah naga sebagai suplemen dalam ransum guna menghasilkan telur puyuh yang kaya vitamin A dan rendah kolesterol sampai level 4 dapat memberikan peningkatan terhadap persentase produksi telur dan mengalami puncak produksi pada minggu ke-4 dengan produksi telur terbanyak pada P3 penambahan 4 tepung kulit buah naga 16,30, P1 penambahan 1 tepung kulit buah naga 15,60, P0 kontrol 14,35 dan P2 penambahan 2 tepung kulit buah naga 11,90. Warna kuning telur pada penelitian ini berkisar 6,44-7,67. Warna kuning telur tertinggi sampai terendah berturut P3 7,67±0,50; P2 7,44±0,53, P1 6,67±0,71 dan P0 6,44±0,73. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan karotenoid pada tepung kulit buah naga yang tinggi sehingga meningkatkan skor warna pada kuning telur. Sedangkan konsumsi tertinggi terjadi pada perlakuan P2 17,465 gekorhari, P3 17,055 gekorhari, P0 16,730 gekorhari dan P1 16,680 gekorhari. Dijelaskan pula bahwa bobot telur selama penelitian berkisar 9,25-9,60 gbutir. Bobot telur tersebut masih dalam batas normal yaitu 7-11 gbutir dan hasil analisis menunjukan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan tertinggi ditunjukan pada P1 9,60±0,40 gbutir; P2 9,40±0,51 gbutir; P0 9,32±0,46 gbutir; dan P3 9,25±0,47 gbutir. Haugh Unit HU pada penelitian ini berkisar 62,02-63,84. HU tertinggi terdapat pada P0 63,84±1,76; P1 63,29±0,77; P2 62,02±1,15; dan P3 62,19. Hal ini menunjukan bahwa pemberian tepung kulit buah naga dapat menurunkan HU pada telur puyuh. Tebal kerabang berkisar 0,14-0,16 mm dan perlakuan tertinggi terjadi pada P0 0,16±0,01 mm; P1 0,16±0,01 mm; P2 0,15±0,01 mm dan P3 0,14±0,01 mm. Dijelaskan, penurunan tebal kerabang dimungkinkan karena rasio Ca:P dalam ransum yang ditambahkan tepung kulit buah naga menjadi berubah sehingga mempengaruhi imbangan tersebut. Kandungan Vitamin A pada telur puyuh dengan perlakuan P2 merupakan kandungan tertinggi 2090,90 IU100g cenderung lebih tinggi dari perlakuan P3 1668,32 IU100g, P0 1667,55 IU100g dan P1 1613,52 IU100g. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan suplemen yang menggunakan panas. Vitamin A sangat rentan terhadap panas dan menyebabkan vitamin A rusak sehingga kandungan vitamin A pada telur puyuh tidak meningkat. Hasil analisis kandungan kolesterol pada penelitian ini diketahui kolesterol pada telur puyuh mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perlakuan tertinggi pada P1 27,68 mgg; P2 27,05 mgg; P3 26,83 mgg dan P0 26,63 mgg. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemakaian atau pemberian kulit buah naga masih sangat terbatas dan secara umum memberikan dampak positif.

2.8 Bahan atau Limbah lain yang Difermentasi