Keanekaragaman Lumut di Jalur Pendakian Cemoro Sewu Gunung Lawu, Jawa Timur.

i

KEANEKARAGAMAN LUMUT DI JALUR PENDAKIAN
CEMORO SEWU GUNUNG LAWU, JAWA TIMUR

ROMAWATI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman
Lumut di Jalur Pendakian Cemoro Sewu Gunung Lawu, Jawa Timur adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Romawati
NIM G34080091

ii

ABSTRAK
ROMAWATI. Keanekaragaman Lumut di Jalur Pendakian Cemoro Sewu Gunung
Lawu, Jawa Timur. Dibimbing oleh NUNIK SRI ARIYANTI dan HILDA
AKMAL.
Hutan tropik memiliki keanekaragaman dan kelimpahan lumut lebih besar
dibandingkan kawasan lain di dunia. Keanekaragaman dan kelimpahan lumut
bergantung pada ketinggian tempat. Penelitian ini bertujuan untuk

menginventarisasi keanekaragaman taksa lumut di Gunung Lawu dan
persebarannya berdasarkan ketinggian dan tipe substrat. Pengambilan sampel
dilakukan di sepanjang jalur pendakian Cemoro Sewu. Lumut yang ditemukan
sebanyak 85 jenis (34 suku, 56 marga), terdiri atas 55 jenis lumut sejati (17 suku,
35 marga), 28 jenis lumut hati berdaun (15 suku, 19 marga), satu jenis lumut hati
bertalus, dan satu jenis lumut tanduk. Dua suku dengan keanekaragaman tertinggi
di Gunung Lawu adalah lumut sejati Dicranaceae (19 jenis, tujuh marga), dan
Bryaceae (delapan jenis, empat marga). Lumut yang dijumpai sebagian besar
adalah lumut terestrial yang tumbuh pada substrat batuan. Lumut sejati tersebar
merata pada zona pegunungan atas dan zona sub alpin. Lumut hati memiliki
keanekaragaman lebih tinggi pada zona pegunungan atas (2000-3000 mdpl)
dibandingkan pada zona sub alpin (3000-3265 mdpl).
Kata kunci: Gunung Lawu, hutan tropik, lumut sejati, lumut hati, lumut tanduk.

ABSTRACT
ROMAWATI. Bryophytes Diversity at Cemoro Sewu Track of Mount Lawu, East
Java. Supervised by NUNIK SRI ARIYANTI and HILDA AKMAL.
Tropical forests have higher diversity of bryophytes species than other
regions in the world. Diversity and abundance of bryophytes depend on the
altitude. This study aims to inventory the diversity of bryophytes of Mount Lawu

and their distribution based on the altitude and type of substrate. Sampling was
carried out along a hiking trail of Cemoro Sewu. Total of 85 species (34 families,
56 genera), consist of 55 species of mosses (17 families, 35 genera), 28 species of
leafy liverworts (15 families, 19 genera), one thalloid liverworts, and one
hornworts species were found in the study. Dicranaceae (19 species, seven genera)
and Bryaceae (eight species, four genera) have higher much of species. Those
mosses were found mostly terrestrial growing on rock substrate. Bryophytes
distribution evenly on upper mountain zones as well as at sub-alpine zone. The
diversity of leafy liverworts more higher in the mountain zone (2000-3000 masl)
than in sub-alpine zone (3000-3265 masl).
Keywords: Mount Lawu, tropical forests, mosses, liverworts, hornworts.

iii

KEANEKARAGAMAN LUMUT DI JALUR PENDAKIAN
CEMORO SEWU GUNUNG LAWU, JAWA TIMUR

ROMAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iv

v

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini ialah lumut,
dengan judul Keanekaragaman Lumut di Jalur Pendakian Cemoro Sewu Gunung
Lawu, Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nunik Sri Ariyanti, MSi dan Dra
Hilda Akmal, MSi selaku pembimbing serta Dr Kanthi Arum Widayati selaku
penguji. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. H. Mirza Indra (LATIN) yang
telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan
PL sehingga bisa melaksanakan penelitian tepat pada waktunya. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah (PEMDA) Kabupaten Siak
yang telah memberikan dukungan berupa beasiswa kepada penulis sehingga bisa
menyelesaikan masa perkuliahan di IPB. Ungkapan terima kasih penulis
sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terima kasih kepada saudara-saudara seperjuangan, Biologi 45.
Terimakasih kepada teman-teman Wisma Maharlika (Mbak Nonet, Mbak Wulan,
Mbak Reni, Mbak Lia, Cikal, Rola, Rere, Dewi, Ires, Uci, dan Dita), kepada
teman-teman di Laboratorium Sistematika Tumbuhan (Kak Fha, Dirga, Kak Tya,
Titi, dan Ibu Eti) dan laboran (Pak Parman), kepada saudara-saudara BABUL, dan
kepada Dafid Kurniawan dan Faizal Abdul Aziz yang telah mengantarkan penulis
menjadi seorang peneliti lumut. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada keluarga besar LAWALATA-IPB yang telah memberikan banyak

ilmu, kemampuan, dan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Romawati

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

9

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Pengambilan Sampel

3

Identifikasi Sampel

3


HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Keanekaragaman Taksa

4

Lumut Sejati (Bryophyta)

4

Lumut Hati (Marchantiophyta)

6

Lumut Tanduk (Anthocerophyta)

9


Sebaran Lumut Berdasarkan Tipe Substrat

9

Sebaran Lumut Berdasarkan Ketinggian

11

SIMPULAN

13

DAFTAR PUSTAKA

13

RIWAYAT HIDUP

21


viii

DAFTAR TABEL
1

Keanekaragaman lumut di jalur pendakian Cemoro Sewu, Gunung Lawu,
Jawa Timur

4

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4

5


6
7
8
9
10
11
12

Peta Gunung Lawu, Jalur Cemoro Sewu
Buxbaumia javanica, (a-b) habitus (seta dan kapsul), (c) kapsul, (d) gigi
peristom, (e) operculum
Keragaman tipe daun pada lumut hati berdaun, (a) daun sederhana dengan
ujung rata pada Gottchelia schizopleura, (b) daun sederhana dengan ujung
terbagi 2-3 lob pada Bazzania javanica, (c) daun sederhana dengan ujung
terbagi menjadi dua bagian (lob) pada Blepharostoma trichophyllum, (d)
daun sederhana dengan ujung terbagi 2-5 lob dan bergigi pada
Chandonanthus hirtellus
Tipe daun berlobul, lembaran daun terdiri atas lob (1) dan lobul (2), (a)
Frullania sinuata dengan lobul rata; (b) Acrolejeunea pycnoclada dengan
lobul bergigi 3 dan terdapat keel yang panjang (3); (c) Cheilolejeunea
trifaria dengan lobul bergigi 2 dengan keel yang pendek (3); (d) Scapania
javanica dengan lob dorsal (1) lebih kecil dari lob ventral (2)
Tipe daun ventral, (a) berbentuk bulat dengan tepi rata pada Acrolejeunea
pycnoclada, (b) berbentuk segi empat dengan tepi bergigi pada Bazzania
javanica, (c) terbagi dua bagian (bilob) pada Frullania sinuata, (d) terbagi
dua dengan ukuran sama dengan daun lateral pada Herbertus armitanus
Tipe susunan daun lateral, (a) succubous pada Hattoriela subcrispa, (b),
transverse pada Herbertus armitanus, (c) incubous pada Bazzania javanica
Reboulia hemisphaerica, (a) habitus, (b) tepi talus, (c) sisik ventral, (d)
apendiks, (e) talus dan receptacle betina, (f) involucre
Phaeoceros laevis, (a) habitus, (b) talus, (c) spora
Sebaran jumlah jenis lumut sejati, lumut hati, dan lumut tanduk berdasarkan
tipe substrat
Tipe substrat lumut pada jalur pendakian Cemoro Sewu, Gunung Lawu, (ab) zona sub alpin, (c-d) zona pegunungan atas
Sebaran jumlah jenis lumut sejati, lumut hati, dan lumut tanduk berdasarkan
ketinggian
Peta sebaran lumut sejati, lumut hati, dan lumut tanduk di Gunung Lawu

3
6

6

7

7
7
8
9
10
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Keanekaragaman lumut di jalur pendakian Cemoro Sewu, Gunung Lawu
Jawa Timur
Gambar beberapa sayatan melintang berbagai daun, kapsul, dan kaliptra
lumut sejati

16
18

ix

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropik terluas ketiga di dunia dan terbesar di
daratan Asia, yang merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia.
Indonesia memiliki kawasan hutan tropik dengan luas 131.279.115,98 ha
(Kemenhut 2010). Hutan tropik memiliki keanekaragaman dan kelimpahan lumut
lebih besar dibandingkan kawasan lain di dunia (Oliveira et al. 2011).
Keanekaragaman dan kelimpahan lumut berbeda-beda, bergantung pada kondisi
lingkungan, antara lain ketinggian tempat. Penelitian Gradstein dan Culmsee
(2010) di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah menemukan bahwa
keanekaragaman jenis lumut di hutan hujan pegunungan atas lebih tinggi dari
hutan hujan pegunungan bawah. Ketinggian tempat memberikan variasi iklim
mikro, khususnya kelembapan udara dan arah angin pada bagian bawah gunung
(Whitmore 1984).
Penelitian lumut penting untuk dilakukan, karena hingga saat ini telah
banyak hasil penelitian yang menunjukkan manfaat dari tumbuhan tersebut.
Manfaat yang saat ini telah diketahui antara lain lumut secara ekologi menjaga
keseimbangan siklus air dan unsur hara hutan (Hofstede et al. 1994; Hölscher et al.
2004), untuk menentukan filogeni tumbuhan (Nishiyama et al. 2007), dan untuk
menjaga kualitas udara melalui pertukaran gas karbondioksida dalam fotosintesis,
serta kaitannya dengan perubahan iklim (Delucia et al. 2003). Selain itu lumut
juga dimanfaatkan dalam bidang medis. Diplophyllum albicans dan D. taxifolium
dilaporkan memiliki bahan aktif sebagai anti-kanker pada manusia (Ohta et al.
1977).
Keanekaragaman lumut cukup tinggi namun kurang diperhatikan dan
dianggap tidak terancam punah karena keberadaannya yang melimpah. Padahal
lumut juga merupakan salah satu kekayaan hayati yang terancam punah dengan
adanya deforestasi hutan, kebakaran hutan, dan bencana alam seperti letusan
gunung berapi. Beberapa jenis lumut telah masuk daftar International Union for
Conservation of Nature (IUCN) dengan status rentan atau vurnerable (VU) dan
kritis atau critically endangered (CR). Jenis-jenis lumut yang berstatus rentan
adalah Dendroceros japonicus (Anthocerotaceae), Sphagnum novo-caledoniae
(Sphagnaceae), Nardia huerlimonnii (Jungermanniaceae), dan Personiella
vitreocincta (Personiellaceae). Lumut yang berstatus kritis adalah Schistochila
undulatifolia (Schistochilaceae) (IUCN 2008). Lumut merupakan bioindikator
terhadap perubahan iklim dan lingkungan (Crites dan Dale 1998), seperti
perubahan kelembapan lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan struktur
komunitas lumut (Acebey et al. 2003; Frego 2007). Jika terjadi kerusakan hutan,
maka keberadaan lumut pun terancam. Oleh karena itu, saat ini sudah saatnya
lumut menjadi perhatian dan dijaga keberadaannya.
Penelitian lumut di Indonesia belum banyak dilakukan, bahkan hingga saat
ini keanekaragaman lumut belum tereksplorasi seluruhnya. Meskipun penelitian
tentang lumut telah dilakukan sejak masa penjajahan Belanda, namun sebatas
inventarisasi keanekaragaman lumut yang banyak dilakukan di Pulau Jawa
(Fleischer 1902). Penelitian lumut di Jawa akhir-akhir ini banyak dilakukan di

2
Jawa Barat, yakni di hutan primer (Tan et al. 2006; Haerida et al. 2010; Gradstein
et al. 2010), di kebun raya dan hutan kota (Apriana 2010; Junita 2010; Wahyuni
2010; Putrika 2012), di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Ariyanti dan
Sulistijorini 2009), dan di perkebunan monokultur (Akmal 2012). Bachri (2011)
telah melaporkan keanekaragaman lumut di Jawa Tengah, yaitu di kawasan
Taman Nasional Gunung Merbabu, Suharti (2013) dan Musyarofah (2013)
melaporkan keanekaragaman lumut pasca erupsi di Taman Nasional Gunung
Merapi. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi
keanekaragaman jenis lumut pada jalur pendakian Cemoro Sewu Kawasan
Gunung Lawu, Jawa Timur.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 – Maret 2013. Lokasi
pengambilan sampel lumut adalah di sepanjang jalur pendakian Cemoro Sewu
Gunung Lawu, Jawa Timur. Gunung Lawu merupakan gunung ketiga tertinggi di
pulau Jawa yang termasuk pegunungan vulkanik tidak aktif dengan luas
keseluruhan lebih dari 15.000 ha. Secara geografi gunung Lawu terletak pada
posisi 111°15' BT dan 7°30' LS. Lereng barat termasuk Provinsi Jawa Tengah,
meliputi Kabupaten Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri. Sedangkan lereng timur
termasuk Provinsi Jawa Timur, meliputi Kabupaten Magetan dan Ngawi. Gunung
ini memanjang dari utara ke selatan, dipisahkan oleh jalan raya penghubung
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan Cemoro Sewu sebagai dusun
teratas. Topografi bagian utara berbentuk kerucut dengan puncak Argo Dumilah
(3265 mdpl), sedangkan bagian selatan sangat kompleks terdiri dari bukit dan
jurang dengan puncak Jabolarangan (2298 mdpl) (US Army Map Service 1963).
Hutan di lereng barat dikelola Perum Perhutani KPH Surakarta (Unit I Jawa
Tengah), sedangkan lereng timur dikelola KPH Lawu dan sekitarnya (Unit II Jawa
Timur).
Pos Cemoro Sewu berada di wilayah Jawa Timur dengan ketinggian 1922
mdpl dan berada pada posisi 07° 39' 872" LS dan 111° 11' 498" BT. Pendakian
menuju puncak gunung ini melewati lima pos, yaitu pos I (2213 mdpl), II (2577
mdpl), III (2803 mdpl), IV (3078 mdpl), V (3103 mdpl), dan sampai puncak
(3265 mdpl) dengan jarak 4,9 km dari pos Cemoro Sewu. Gunung Lawu
merupakan gunung yang memiliki medan terbuka dan sedikit vegetasi, terutama
setelah Pos V (3103 mdpl), medan terbuka hanya ditumbuhi oleh rerumputan dan
semak, banyak dijumpai cemara gunung (Casuarina junghuhniana). Setelah pos
IV pepohonan mulai rendah dan harus menyusur punggungan dengan jalan berupa
tanah mendatar dan di sisi kanan terdapat jurang. Vegetasi yang banyak dijumpai
pada jalur ini antara lain vegetasi savana yang didominasi oleh tumbuhan edelweis
(Anaphalis javanicus) dan cantigi (Vaccinium varingifolium).

3

Gambar 1 Peta Gunung Lawu, Jalur Cemoro Sewu (sumber: Googleearth.com 26
September 2012)
Pengambilan Sampel
Inventarisasi lumut dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan
sampel secara persuasif, yaitu sampel diambil pada lokasi yang dapat dijangkau di
sepanjang jalur pendakian dari berbagai substrat (pohon, kayu lapuk, tanah,
batuan). Setiap jenis lumut yang berbeda diambil untuk dibuat spesimen
herbarium dan dilengkapi dengan data lapangan, seperti nomor koleksi, jenis
substrat, tipe habitat (tebing, tepi jalan, hutan), dan memetakan titik pengambilan
sampel dengan GPS (Global Positioning System).
Identifikasi Sampel
Sampel lumut diidentifikasi dengan membandingkan ciri-ciri morfologi
lumut dengan kunci identifikasi lumut dari buku dan beberapa pustaka yang sesuai.
Identifikasi lumut sejati acrocarp menggunakan A Handbook of Malesian Mosses
Volume I, II, dan III (Eddy 1988, 1990, 1996), lumut sejati pleurocarp dengan
menggunakan Bartram (1939), dan revisi atau monografi taksa tertentu.
Identifikasi lumut hati dan lumut tanduk menggunakan buku identifikasi Guide to
the Liverworts and Hornworts of Java (Gradstein 2011).
Analisis Hasil
Hasil identifikasi lumut dibuat tabel checklist keragaman taksa (Tabel 1) dan
tabel checklist keragaman jenis (Lampiran 1). Beberapa gambar ciri dari lumut
sejati disajikan dalam daftar gambar (Lampiran 2). Sebaran lumut dibuat peta
dengan menggunakan software ArcGIS 9.3.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Taksa
Keanekaragaman lumut yang ditemukan di jalur pendakian Cemoro Sewu,
Gunung Lawu meliputi 85 jenis (34 suku, 56 marga), terdiri dari 55 jenis lumut
sejati (17 suku, 35 marga), 28 jenis lumut hati berdaun (15 suku, 19 marga), satu
jenis lumut hati bertalus, dan satu jenis lumut tanduk (Tabel 1). Daftar jenis,
persebaran dan tipe substrat lumut disajikan dalam Lampiran 1. Lumut sejati di
Jawa telah dilaporkan sebanyak 628 jenis (Tan dan Iwatsuki 1999) dan lumut hati
dan lumut tanduk di Jawa telah dilaporkan sebanyak 607 jenis (Söderström et al.
2010). Lumut sejati di dunia saat ini diperkirakan mencapai 12700 jenis (Cox et al.
2010), lumut hati mencapai 7500 jenis (Von Konrat et al. 2010), dan lumut tanduk
200-250 jenis (Villareal et al. 2010).
Tabel 1 Keanekaragaman lumut di jalur pendakian Cemoro Sewu, Gunung
Lawu, Jawa Timur
Suku
Lumut sejati
Bartramiaceae
Bryaceae
Buxbaumiaceae
Calymperaceae
Dicranaceae
Funariaceae
Grimmiaceae
Hypnaceae
Meteoriaceae
Neckeraceae
Orthotrichaceae
Polytrichaceae
Pottiaceae
Pterobryaceae
Rhizogoniaceae
Sematophyllaceae
Thuidiaceae
Moss sp. 1
Jumlah

Jumlah
marga

Jumlah
jenis

1
4
1
1
7
2
1
1
1
1
2
2
6
1
1
2
1
1
35

1
8
1
1
19
3
2
1
1
1
2
4
6
1
1
2
1
1
55

Suku
Lumut hati
Adelanthaceae
Aytoniaceae
Cephaloziaceae
Fossombroniaceae
Frullaniaceae
Herbertaceae
Jungermanniaceae
Lejeuneaceae
Lepidoziaceae
Mastigophoraceae
Plagiochilaceae
Pseudolepicoleaceae
Scapaniaceae
Schistochilaceae
Solenostomaceae
Lophocoleaceae
Lumut tanduk
Anthocerotaceae
Jumlah

Jumlah
marga

Jumlah
jenis

1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
1
2
1
1
1

1
1
1
1
6
2
1
5
1
1
1
1
2
1
3
1

1
21

1
30

Lumut Sejati (Bryophyta)
Lumut sejati yang ditemukan di jalur pendakian Cemoro Sewu, Gunung
Lawu sebanyak 55 jenis (17 suku, 35 marga). Lumut sejati terdiri atas lumut sejati
acrocarp dan lumut sejati pleurocarp. Lumut sejati acrocarp ditemukan sebanyak
49 jenis (11 suku, 28 marga) dan lumut sejati pleurocarp ditemukan sebanyak
tujuh jenis (enam suku, tujuh marga). Sebagai perbandingan, dilaporkan sebanyak
25 suku lumut sejati ditemukan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) (Tan et al. 2006). Sebanyak 14 suku lumut sejati yang ditemukan di
Jalur Cemoro Sewu Gunung Lawu (Bartramiaceae, Bryaceae, Calymperaceae,

5
Dicranaceae, Orthotrichaceae, Polytrichaceae, Pottiaceae, Hypnaceae,
Meteoriaceae, Neckeraceae, Pterobryaceae, Rhizogoniaceae, Sematophyllaceae,
Thuidiaceae) sama dengan yang dilaporkan oleh Tan et al. (2006), sedangkan tiga
suku lainnya (Buxbaumiaceae, Funariaceae, Grimmiaceae) tidak ada dalam
laporan Tan et al. (2006). Selain itu, di Taman Nasional Gunung Merbabu
(TNGMb) dilaporkan sebanyak 48 jenis lumut sejati (Bachri 2011) dan di Taman
Nasional Gunung Merapi (TNGM) dilaporkan sebanyak 45 jenis (22 marga, 12
suku) (Suharti 2013). Sebanyak 13 suku lumut sejati Gunung Lawu sama dengan
yang dilaporkan oleh Bachri (2011) di TNGMb, sedangkan empat suku lainnya
(Buxbaumiaceae, Calymperaceae, Rhyzogoniaceae, Pterobryaceae) tidak ada
dalam laporan Bachri (2011). Tiga suku (Barchytheciaceae, Fissidentaceae,
Leucobryaceae) tidak ditemukan di Gunung Lawu, tetapi ketiga suku tersebut
ditemukan di TNGMb (Bachri 2011) dan di TNGM (Suharti 2013).
Dua suku dengan keanekaragaman tertinggi di Gunung Lawu adalah
Dicranaceae (19 jenis, tujuh marga), dan Bryaceae (delapan jenis, empat marga).
Suku tersebut juga dilaporkan Tan et al. (2006) sebagai suku dengan
keanekaragaman tertinggi di TNGHS, oleh Bachri (2011) sebagai suku dengan
keanekaragaman tertinggi di TNGMb, dan oleh Suharti (2013) sebagai suku
dengan keanekaragaman tertinggi di TNGM. Hasil yang berbeda dilaporkan
Gradstein et al. (2010), suku dengan jumlah jenis terbanyak di Gunung Patuha
Bandung adalah Dicranaceae dan Hookeriaceae. Suku-suku tersebut merupakan
suku yang umum ditemukan di pegunungan wilayah Malesiana. Enroth (1990)
juga melaporkan bahwa suku Dicranaceae, Bryaceae, Fissidentaceae dan
Meteoriaceae merupakan suku yang umum ditemukan pada zona pegunungan atas
Semenanjung Huon Papua New Guinea.
Tiga jenis lumut sejati anggota Dicranaceae dilaporkan sebagai lumut yang
berperan dalam suksesi primer maupun sekunder. Funaria hygrometrica dan
Ceratodon purpureus adalah contoh lumut yang dapat hidup setelah terjadinya
kebakaran hutan (Gradstein et al. 2003). Campylopus exasperatus dan Funaria
hygrometrica adalah lumut perintis yang ditemukan setelah terjadinya letusan
gunung berapi (Miller 1959). Funaria hygrometrica ditemukan di TNGM pasca
erupsi tahun 2010 (Suharti 2013). Ketiga jenis lumut tersebut ditemukan di
Gunung Lawu yang merupakan gunung vulkanik yang sudah lama tidak aktif.
Buxbaumia javanica dari suku Buxbaumiaceae merupakan lumut yang
menurut catatan terakhir ditemukan di Gunung Gede, Jawa Barat (Eddy 1990).
Buxbaumia javanica yang ditemukan di Gunung Lawu ini merupakan catatan
kedua di Pulau Jawa. Lumut ini ditemukan tumbuh pada substrat berupa akar di
ketinggian 3223 mdpl. Lumut ini dapat dikenali ketika sporofit sudah berkembang
karena hanya terdiri atas seta dan kapsul besar yang muncul ke permukaan
substrat (Gambar 2). Buxbaumia javanica merupakan lumut yang unik. Sporofit
tumbuh langsung dari protonema, berbeda dengan jenis lumut sejati lainnya
sporofit tumbuh dari gametofit.
Catatan menunjukkan B. javanica merupakan lumut endemik Malesia yang
tersebar luas tetapi jarang ditemui. Biasanya spesimen ditemukan terisolasi atau
dalam koloni kecil, terutama di daerah pegunungan dengan ketinggian antara
2500-3500 mdpl (Eddy 1990).

6

Gambar 2 Buxbaumia javanica, (a-b) habitus (seta dan kapsul), (c) kapsul, (d) gigi
peristom, (e) operkulum
Lumut Hati (Marchantiophyta)
Lumut Hati Berdaun
Lumut hati berdaun yang ditemukan di jalur pendakian Cemoro Sewu,
Gunung Lawu terdiri atas 28 jenis (15 suku, 19 marga). Lumut hati berdaun lebih
banyak ditemukan pada substrat terestrial yaitu di batu dan pada zona pegunungan
atas dengan ketinggian 2000-3000 mdpl. lumut hati berdaun dicirikan dari
lembaran daun yang tipis dengan ketebalan satu sel, kecuali Fossombronia; tulang
daun (costa) tidak ada; daun umumnya tersusun dalam tiga baris, terdiri atas dua
baris daun lateral dan satu baris daun ventral (underleaves). Daun lateral ada yang
sederhana (tidak memiliki lob ventral) (Gambar 3a-b), terbagi kedalam dua atau
lebih lob (cuping) (Gambar 3c-d), dan terbagi menjadi lob dorsal dan lob ventral.
Lob dorsal dan lob ventral memiliki ukuran yang berbeda, lob ventral biasanya
lebih kecil dari lob dorsal sehingga disebut lobul (Gambar 4a-c), namun ada lob
ventral yang lebih besar dari lob dorsal (Gambar 4d). Bentuk daun ventral ada
yang membulat (Gambar 5a), persegi dengan ujung bergelombang (Gambar 5b),
atau berbagi (Gambar 5c-d). Tidak semua jenis lumut hati berdaun memiliki daun
ventral dan lobul. Lobul ditemukan pada ordo Porellales yang termasuk dalam
kelompok lumut hati epifit seperti Frullaniaceae, Lejeuneaceae, Porellaceae, dan
Radulaceae. Posisi dari daun lateral bisa incubous, succubous, atau transverse
(Gambar 6).

Gambar 3 Keragaman tipe daun pada lumut hati berdaun, (a) daun sederhana
dengan ujung rata pada Gottchelia schizopleura, (b) daun sederhana
dengan ujung bergigi 3 pada Bazzania javanica, (c) daun sederhana
dengan ujung terbagi menjadi dua bagian (lob) pada Blepharostoma
trichopyllum, dan (d) daun sederhana dengan ujung terbagi 2-5 lob dan
bergigi pada Chandonanthus hirtellus

7

Gambar 4 Tipe daun berlobul, lembaran daun terdiri atas lob (1) dan lobul (2), (a)
Frullania sinuata dengan lobul seperti balon; (b) Acrolejeunea
pycnoclada dengan lobul bergigi 3 dan terdapat keel yang panjang (3);
(c) Cheilolejeunea trifaria dengan lobul bergigi 2 dan terdapat keel yang
pendek; (d) Scapania javanica dengan lob dorsal (1) lebih kecil dari lob
ventral (2)

Gambar 5 Tipe daun ventral, (a) berbentuk bulat dengan tepi rata pada
Acrolejeunea pycnoclada, (b) berbentuk segi empat dengan tepi bergigi
pada Bazzania javanica, (c) terbagi dua bagian (bilob) pada Frullania
sinuata, (d) terbagi dua dengan ukuran dan bentuk sama dengan daun
lateral pada Herbertus armitanus

Gambar 6 Tipe susunan daun lateral, (a) succubous pada Hattoriela subcrispa, (b),
transverse pada Herbertus armitanus, (c) incubous pada Bazzania
javanica
Frullaniaceae merupakan lumut dengan keanekaragaman tertinggi dalam
penelitian ini (6 jenis). Jenis yang ditemukan adalah Frullania campanulata, F.
gracilis, F. sinuata, F. tamarisci, F. ternatensis, dan F. trichodes. Frullaniaceae
umumnya hidup secara epifit pada pohon (Gradstein 2011). Frullania yang
ditemukan dalam penelitian ini sebanyak dua jenis hidup pada substrat batu, yaitu
F. sinuata dan F. ternatensis. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pohon
sebagai substrat bagi Frullania, sehingga beberapa jenis beradaptasi dengan
substrat batu yang banyak tersedia di lokasi penelitian.

8
Tujuh jenis lumut hati berdaun (enam marga, lima suku) dilaporkan
dijumpai di TNGMb (Bachri 2011). Bila hasil penelitian di Gunung Merbabu
dibandingkan dengan hasil penelitian di Gunung Lawu, terdapat keanekaragaman
yang lebih tinggi di Gunung Lawu. Hal ini kemungkinan terjadi karena Gunung
Merbabu sering terjadi kebakaran sehingga vegetasi menjadi tidak stabil (Bachri
2012). sedangkan Gunung Lawu memiliki vegetasi hutan yang cukup stabil
karena tidak adanya aktifitas vulkanik dalam jangka panjang (Setyawan 2001).
Lumut Hati Bertalus

Gambar 7 Reboulia hemisphaerica, (a) habitus, (b) tepi talus, (c) sisik ventral, (d)
apendiks, (e) talus dan reseptakel betina, (f) involukrum
Lumut hati bertalus yang ditemukan di Gunung Lawu meliputi satu jenis,
yaitu Reboulia hemisphaerica yang tumbuh pada substrat batu di ketinggian 2315
mdpl dan 2431 mdpl. Reboulia dari suku Aytoniaceae, merupakan lumut hati
dengan talus menggarpu (dikotom), permukaan atas memiliki pori besar dan
bagian bawah memiliki jaringan yang menyerupai spons (spongy). Talus R.
hemisphaerica berwarna hijau dengan tepi talus berwarna ungu (Gambar 7a-b),
berukuran sedang (panjang ± 8 mm), tebal (9-10 sel). Midrib tidak terlihat dengan
jelas; sisik ventral kecil, tidak bertumpuk, tersusun dua baris (Gambar 7c). Sisik
ventral meruncing hingga berbentuk bulat telur yang besar, berukuran lebar 0.5
mm, memiliki dua apendiks seperti pita (Gambar 7d). Talus tanpa gemma cup,
sporofit terdapat pada reseptakel (Gambar 7e). reseptakel berbentuk kerucut
dengan permukaan yang kasar, pada bagian bawah reseptakel betina terdapat 4-5
involukrum berisi sporangium (Gambar 7f).
Reboulia hemisphaerica tersebar luas di wilayah beriklim sedang dan
hangat di daerah pegunungan, tetapi tidak dijumpai pada ketinggian di atas 2500
mdpl. Lumut ini biasanya dijumpai pada substrat tanah dan batu (Dubayle et al.
1998). Wilayah persebarannya adalah Afrika, Amerika Selatan, Eropa, Asia, dan
Australia. Reboulia di Asia ditemukan di Himalaya Timur, Himalaya Barat, India
Selatan, India Barat, dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Borneo) (Asthana dan Sahu
2013).

9
Lumut hati bertalus di Pulau Jawa dilaporkan sebanyak 30 spesies dengan
enam suku (Aytoniaceae, Cyathodiaceae, Marchantiaceae, Ricciaceae,
Targioniaceae, Wiesnerellaceae) dan delapan genus (Asterella, Reboulia,
Cyathodium, Dumortiera, Marchantia, Ricciocarpus, Targionia, Wiesnerella)
(Gradstein 2011). Marchantiaceae dan Ricciaceae merupakan lumut yang umum
ditemukan di Pulau Jawa. Suku Aytoniaceae merupakan lumut hati bertalus yang
ditemukan pada penelitian ini yaitu Reboulia hemisphaerica. Suku ini juga
dilaporkan ditemukan di TNGMb yaitu Asterella limbata (Bachri 2011).

Lumut Tanduk (Anthocerophyta)
Lumut tanduk yang ditemukan adalah Phaeoceros laevis (Anthocerotaceae).
Lumut ini hidup pada substrat batu lembap pada ketinggian 2236 mdpl. Jenis P.
laevis (Gambar 8) mudah dikenali dengan gametofit bertalus, sporofit silindris
panjang dengan ujungnya terlihat kekuningan, dan spora berwarna kuning. Lumut
tanduk di Pulau Jawa ada tiga suku, yaitu Notothyladaceae (Notothylas),
Anthocerotaceae (Anthoceros, Folioceros, Phaeoceros), dan Dendrocerotaceae
(Dendroceros, Megaceros, Paraphymatoceros) (Gradstein 2011).

Gambar 8 Phaeoceros laevis, (a) habitus, (b) talus, (c) spora
Lumut tanduk membutuhkan substrat yang lembap sebagai media
tumbuhnya. Gunung Lawu merupakan gunung yang berada di kawasan yang lebih
kering daripada kawasan di Jawa Barat dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun
(Satyatama 2008). Oleh karena itu, kawasan ini kurang mendukung bagi
tumbuhnya lumut tanduk. Phaeoceros laevis merupakan satu-satunya lumut
tanduk yang ditemukan di Gunung Lawu (jalur pendakian Cemoro Sewu). Lumut
ini juga merupakan satu-satunya lumut tanduk yang ditemukan di Taman Nasional
Gunung Merbabu (TNGMb) (Bachri 2011).
Sebaran Lumut Berdasarkan Tipe Substrat
Keanekaragaman lumut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah tipe substrat. Kolonisasi lumut dipengaruhi oleh keberadaan substrat untuk
tumbuh. Dalam Penelitian ini dilaporkan lebih banyak lumut yang ditemukan
tumbuh terestrial pada substrat batu, tanah, serasah, dan akar daripada arboreal
pada substrat pohon. Sebagian besar lumut yang ditemukan pada substrat terestrial
adalah lumut sejati dan sebagian kecil lumut hati. Lumut di TNGMb juga
dilaporkan sebagian besar lumut yang ditemukan pada substrat terestrial adalah
lumut sejati (Bachri 2011).

10

45
39

40

Jumlah Spesies

35
30

25
20
15

11 12

14

12

10

5

5

2

1 1

2 1

0
Pohon
Lumut sejati

Batu
Lumut hati berdaun

Tanah

Sampah

Lumut hati bertalus

Akar
lumut tanduk

Gambar 9 Sebaran jumlah jenis lumut sejati, lumut hati, dan lumut tanduk
berdasarkan tipe substrat
Sebanyak 39 jenis lumut sejati ditemukan pada batu, 11 jenis pada tanah,
dua jenis pada serasah, dan dua jenis pada akar. Sebanyak 14 jenis Lumut hati
berdaun ditemukan pada batu, lima jenis pada tanah, dan satu jenis pada akar.
Lumut hati bertalus dan lumut tanduk hanya ditemukan pada batu dan tidak
dijumpai pada substrat lainnya. Lumut yang ditemukan arboreal adalah lumut
sejati (11 jenis) dan lumut hati berdaun (12 jenis) (Gambar 9). Ada beberapa
lumut yang hidup terestrial maupun arboreal, yaitu Rhodobryum ontariense,
Leucoloma celebesiae, Racomitrium lanuginosum, Orthotrichum hooglandii,
Pogonatum neesii, Leptodontium flexifolium, dan Homaliodendron flabellatum.

Gambar 10 Tipe habitat lumut pada jalur pendakian Cemoro Sewu, Gunung Lawu,
(a-b) zona sub alpin, (c-d) zona pegunungan atas

11
Lumut terestrial yang dijumpai banyak ditemukan pada substrat batu. Hal
ini dapat disebabkan oleh banyaknya substrat batu yang tidak tertutup oleh serasah
atau tanah. Gunung Lawu (Jalur Cemoro Sewu) merupakan habitat yang
didominasi oleh batuan dan kurang pepohonan (Gambar 10). Selain itu, tanah juga
merupakan substrat yang sulit dijumpai pada jalur pendakian (2213-3265 mdpl)
karena lebih banyak tertutup batu.

Sebaran Lumut Berdasarkan Ketinggian
Penelitian di Gunung Lawu dilakukan pada zona pegunungan atas dan zona
sub alpin (2213-3265 mdpl). Zona pegunungan bawah tidak menjadi objek
penelitian karena pada zona tersebut terdapat perkebunan wortel milik masyarakat
setempat (Dusun Cemoro Sewu). Sebaran lumut di jalur Pendakian Cemoro Sewu,
sebagian besar lumut hati ditemukan pada zona pegunungan atas, sedangkan
lumut sejati tersebar merata pada kedua zona pengamatan. Lumut tanduk dan
lumut hati bertalus hanya ditemukan pada zona pegunungan atas. Lumut hati
memiliki keanekaragaman lebih tinggi pada zona pegunungan atas daripada zona
sub alpin (Gambar 11). Hal ini dapat terjadi karena pada zona sub alpin sudah
tidak ditemukan pohon, hanya berupa semak (cantigi, edelweis) dan rerumputan,
sedangkan lumut hati merupakan lumut yang umumnya hidup secara epifit. Selain
itu, intensitas cahaya matahari cukup tinggi pada zona sub alpin. Paparan sinar
matahari yang tinggi menyebabkan kerusakan pada klorofil sehingga beberapa
jenis lumut hati tidak mampu beradaptasi (Glime 2007).
35

33

33

Jumlah Spesies

30
23

25

20
13

15
10

5

1

1

0

Zona peg. atas (2000-3000 mdpl)
Lumut sejati

Lumut hati berdaun

Zona sub alpin (3000-3265 mdpl)
Lumut hati bertalus

Lumut tanduk

Gambar 11 Sebaran jumlah jenis lumut sejati, lumut hati, dan lumut tanduk
berdasarkan ketinggian
Keanekaragaman lumut sejati merata pada zona pegunungan atas dan zona
sub alpin. Ada beberapa jenis lumut yang ditemukan pada kedua zona, yaitu
Bryum apiculatum, B. leucophyllum, Campylopus crispifolius, Ceratodon
purpureus, Racomitrium lanuginosum, Orthotrichum hooglandii, dan Pogonatum
neesii (Gambar 12). Jenis-jenis lumut tersebut merupakan lumut yang ditemukan
pada daerah yang tinggi (2500-3500 mdpl) (Eddy 1988; Eddy 1990; Eddy 1996).

12

Gambar 12 Peta sebaran lumut sejati, lumut hati, dan lumut tanduk di Gunung
Lawu

13

SIMPULAN
Keanekaragaman jenis lumut yang ditemukan di jalur pendakian Cemoro
Sewu, Gunung Lawu meliputi 85 jenis (34 suku, 56 marga), terdiri atas 55 jenis
lumut sejati (17 suku, 35 marga), 28 jenis lumut hati berdaun (15 suku, 19 marga),
satu jenis lumut hati bertalus, dan satu jenis lumut tanduk. Lumut sejati yang
memiliki keanekaragaman tertinggi di Gunung Lawu adalah Dicranaceae (19
jenis, tujuh marga). Lumut hati yang memiliki keanekaragaman tertinggi adalah
suku Frullaniaceae, ditemukan sebanyak enam jenis. Berdasarkan tipe substrat
lumut banyak dijumpai tumbuh terestrial pada substrat batuan. Berdasarkan
ketinggian, lumut sejati tersebar merata pada zona pegunungan atas (2000-3000
mdpl) dan zona sub alpin (3000-3265 mdpl). Lumut hati lebih banyak ditemukan
pada zona pegunungan atas daripada zona sub alpin.

DAFTAR PUSTAKA
Acebey C, Gradstein SR, Krömer T. 2003. Species richness and habitat
diversification of bryophytes in submontane rain forest and fallows in
Bolivia. J Trop Ecol 18:1-16.
Asthana AK, Sahu V. 2013. Bryophyte diversity in Mukteshwar (Uttarakhand): an
overview. Archive for Bryology 154: 1-11.
Akmal H. 2012. Diversitas lumut epifit di perkebunan teh di Jawa Barat [tesis].
Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Apriana D. 2010. Keanekaragaman dan kemelimpahan lumut hati epifit di Kebun
Raya Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Ariyanti NS, Sulistijorini. 2009. Contrasting arboreal and terestrial Bryophytes
communities of Mount Halimun Salak National Park, West Java. Biotropia
vol. 18(2): 81-93).
Bachri S. 2012. Keanekaragaman lumut di Taman Nasional Gunung Merbabu
Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Bartram EB. 1939. The Philippine Journal of Science. Vol.68. Manila (TH):
Bureau of Printing.
Cox CJ, Goffinet B, Wickett NJ, Boles SB, Shaw AJ. 2010. Moss diversity: A
molecular phylogenetic analysis of genera. Phytotaxa 9: 175-195.
Crites S, Dale MRT. 1998. The moss flora of Sinop and its environs (Ayancik,
Boyabat, Gerze). Turki J Bot 76:641-651.
Delucia EH, Turnbull MH, Walcroft AS, Griffin KL, Tissue DT, Glenny D,
McSeveny TM, dan Whitehead D. 2003. The contribution of bryophytes to
the carbon exchange for a temperate rainforest. Global Change Biol 9:
1158-1170.
Dubayle MCB, Lambourdiere J, Bischler H. 1998. Taxa delimitation in Reboulia
investigated with morphological, cytological, and isoenzym markers. The
Bryologist vol.101(1): 61-69.
Eddy A. 1988. A Handbook of Malesian Mosses. Vol. 1. Spaghnales to Dicranales.
London (GB): British Museum (Natural History).

14
Eddy A. 1990. A Handbook of Malesian Mosses. Vol. 2, Leucobryaceae to
Buxbaumiaceae. London (GB): The Natural History Museum.
Eddy A. 1996. A Handbook of Malesian Mosses. Vol. 3, Splachnobryaceae to
Leptostomaceae. London (GB): The Natural History Museum.
Enroth J, 1990. Altitudinal zonation of Bryophytes on the Huon Peninsula, Papua
New Guinea. A floristic approach, with phytogeographic consideration.
Trop Bryo 2: 61-90.
Fleischer M. 1902. Die musci der flora von Butenzorg. Vol 1 Leiden:
Buchandung und Druckerei.
Frego KA. 2007. Bryophytes as potential indicators of forest integrity. Forest
Ecol Manag 242:65-67.
Glime JM. 2007. Bryophyte Ecology. Volume 1. Physiologycal Ecology. Ebook
sponsored by Michigan Technological University and the International
Association of Bryologists. http://www.bryoecol.mtu.edu.
Gradstein SR, Nalini Mn, Krömer T, Holz I, Noske N. 2003. A protocol for rapid
and representative sampling of vascular and non vascular ephyphyte
diversity of tropical rain forest. Selbyana 24(1): 105-111.
Gradstein SR, Culmsee H. 2010. Bryophyte diversity on tree trunks in montane
forests of Central Sulawesi, Indonesia. Trop Bryol 31: 95-105.
Gradstein et al. 2010. Bryophytes of Mount Patuha, West Java, Indonesia.
Reindwartia 13:103-117.
Gradstein SR. 2011. Guide to the Liverworts and Hornworts of Java. Bogor (ID):
SEAMEO BIOTROP.
Hofstede RGM, Wolf J, Benzing DH. 1994. Epiphytic biomass and nutrient status
of a Colombian upper montane rain forest. Selbyana 14:37-45.
Hölscher D, Köhler L, Van DA, Bruijinzeel S. 2004. The importance of epiphytes
to total rainfall interception by a tropical montane rain forest in Costa Rica.
J Hydrol 292:308-322.
IUCN [International Union for Conservation of Nature]. 2008. Pacific Island Red
List for plants, appendix 2 plants of the Pacific Island listed in the 2008 red
list. Switzerland and Cambridge (UK):
IUCN Species Survival
Commission, Gland.
Juanita N. 2010. Lumut sejati epifit pada pangkal pohon di Kebun Raya Bogor
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2010. Lampiran peraturan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta (ID): Menteri Kehutanan Republik
Indonesia.
Miller HA. 1959. Remarks on the succession of Bryophytes on Hawaian lava
flows: Bryophytes on lava flows. NSF Grant G7115 14:246-247.
Musyarofah. 2013. Keanekaragaman lumut hati dan lumut tanduk pasca erupsi
Merapi di Taman Nasional Gunung Merapi, Yogyakarta [skripsi]. Bogor
(ID): Biologi, FMIPA-IPB.
Nishiyama T et al. 2004. Chloroplast phylogeny indicates that bryophytes are
monophyletic. Mol Biol Evol 21: 1813-1819.
Ohta Y, Anderson NH, Liu CB. 1977. Sequiterpene constituents of two liverworts
genus Diplophyllum. Novel eudesmanolides and cytotoxicity studies for
enantiomeric methylene lactones. Tetrahedron 33:617-628.

15
Oliveira JRPM, Porto KC, Silva MPP. 2011. Richness preservation in a
fragmented landscape: a study of epiphytic bryophytes in an Atlantic forest
remnant in Northeast Brazil. Journal of Biology vol. 33(4): 279-290.
Putrika A. 2012. Komunitas lumut epifit di Kampus Universitas Indonesia, Depok
[tesis]. Depok (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia.
Satyatama T. 2008. Perencanaan Beberapa Jalur Interpretasi Alam di Taman
Nasional Gunung Merbabu Jawa Tengah dengan Menggunakan Sistem
Informasi Geografis [tesis]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Setyawan AD. 2001. Potensi Gunung Lawu sebagai taman nasional. Biodiversitas
vol. 2(2):163-168.
Söderström L, Gradstein SR, and Hagborg A. 2010. Checklist of the hornworts
and liverworts of Java. Phytotaxa 9:53-149.
Suharti. 2013. Keanekaragaman lumut sejati pasca erupsi Merapi di Taman
Nasional Gunung Merapi, Yogyakarta [skripsi]. Bogor (ID): Biologi,
FMIPA-IPB.
Tan BC, Iwatsuki Z. 1999. Four hot spots of moss diversity in Malesia.
Bryobrothera 5:247-252.
Tan BC et al. 2006. Mosses of Gunung Halimun National Park, West Java,
Indonesia. Reindwartia. 12: 205-214.
US Army Map Services. 1963. Sheet 5220 III (Karangpandan) & Sheet 5219 IV
(Djurnapolo). Series T725. Edition 1-AMS (FE/Far East).
Villarreal JC, Christine Cargill DC, Hagborg A, Söderström L, Renzaglia KS.
2010. A synthesis of hornwort diversity: Patterns, causes and future work.
Phytotaxa 9: 150-166.
Von Konnrat M et al. 2010. Early Land plants Today (ELPT): How many
liverwort species are there? Phytotaxa 9:22-40.
Wahyuni I. 2010. Lumut terestrial dan ganggang asosiasinya di Kebun Raya
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Whitmore TC. 1984. Tropical rain forest of the Far East. Oxford (DE):
Clarendon press.

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Keanekaragaman lumut di jalur pendakian Cemoro Sewu, Gunung
Lawu Jawa Timur
Suku

Lumut sejati acrocarp
Bartramiaceae
Bartramia aurescens
Bryaceae
Bryum apiculatum
B. argenteum
B. bicolor
B. clavatum
B. leucophyllum
Brachymenium bryoides
Pohlia flexuosa
Rhodobryum ontariense
Buxbaumiaceae
Buxbaumia javanica
Calymperaceae
Syrrhopodon subulatus
Dicranaceae
Braunfelsia enervis
Braunfelsia plicata
Brothera leana
Campylopus aureus
C. austrosubulatus
C. crispifolius
C. comosus
C. exasperatus var.
Exasperatus
C. hemitrichius
C. involutus
C. micholitzii
C. umbelatus
C. zollingerianus
Ceratodon purpureus
Dicranella brasiliensis
D. coarctata
Ditrichum flexicaule
Leucoloma celebesiae
L. mittenii
Funariaceae
Entostodon buseanus
E. mittenii
Funaria hygrometrica
Grimmiaceae
Racomitrium lanuginosum
Racomitrium subsecundum
Orthotrichaceae
Macromitrium microstomum
Orthotrichum hooglandii
Polytrichaceae
Pogonatum cirratum
P.microstomum
P. neesii
Oligotrichum javanicum
Pottiaceae
Anoectangium subclarum
Barbula louisiadum
Hymenostylium
recurvirastum
Leptodontium flexifolium
Trichostomum
brachydontium
Weissia controversa
Rhizogoniaceae
Pyrrhobryum latifolium

Ketinggian (mdpl)

Substrat

Jenis

3000-3265
Sub Alpin

No.
Koleksi

Arboreal

Terestrial

2000-3000
Peg. Atas













































































R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
R18









R19





































































































R20
R21
R22
R23
R24
R25
R26
R27
R28
R29
R30
R31
R32
R33
R34
R35
R36
R37
R38
R39
R40
R41
R42
R43









R44









R45









R46













R47
R48

17
Lumut sejati pleurocarp
Hypnaceae
Stereodontopsis flagellifera
Meteoriaceae
Meteoriopsis squarrosa
Neckeraceae
Homaliodendron flabellatum
Pterobryaceae
Jaegerina luzonensis
Sematophyllaceae
Rhapidostichum piliferum
Trismegistia calderensis
Thuidiaceae
Thuidium assimile
Moss sp. 1





































R49
R50
R51
R52
R53
R54
R55
R56

Jamesoniella flexicaulis
Cephalozia hamatiloba
Fossombronia himalayensis
Frullania campanulata
F.gracilis
F. sinuata
F. tamarisci
F. ternatensis
F. trichodes
Herbertus armitanus
H. dicranus
Hattoriella subcrispa
Acrolejeunea pycnoclada
A. tjibodensis
Cheilolejeunea trifaria
Metalejaunea cuculata
Schiffneriolejeunea tumida
Bazzania javanica
Heteroscyphus suculentus
Mastigophora sp.
Pedinophyllum autoicum
Blepharostoma
trichophyllum
Chandonanthus hirtellus
Scapania javanica

























































































R57
R58
R59
R60
R61
R62
R63
R64
R65
R66
R67
R68
R69
R70
R71
R72
R73
R74
R75
R76
R77









R78













R79
R80

Schistochilaceae

Gottschelia schizopleura









R81

Solenostomaceae

Solenostoma baueri









R82

S. javanicum









R83

S. strictum









R84

Lumut hati bertalus
Aytoniaceae
Lumut tanduk

Reboulia hemisphaerica









R85

Anthocerotaceae

Phaeoceros laevis









R86

23

70

56

42

86

Lumut hati berdaun
Adelanthaceae
Cephaloziaceae
Fossombroniaceae
Frullaniaceae

Herbertaceae
Jungermanniaceae
Lejeuneaceae

Lepidoziaceae
Lophocoleaceae
Mastigophoraceae
Plagiochilaceae
Pseudolepicoleaceae
Scapaniaceae

Jumlah

18
Lampiran 2 Gambar beberapa sayatan melintang berbagai bentuk daun, kapsul,
dan kaliptra lumut sejati

a. Sayatan
melintang
daun
Oligotrichum
javanicum,
daun berlamela pada bagian
adaksial dan abaksial

b. Sayatan melintang daun Pogonatum
neesii, daun berlamela pada bagian
adaksial

c. Sayatan
melintang
daun d. Sayatan melintang daun Pyrrobryum
Campylopus
ustrosubulatus,
latifolium, daun tidak berlamela
daun tidak berlamela dengan
dengan tulang daun sempit
tulang daun sangat lebar

e. Bentuk kapsul pyriform pada
Funaria hygrometrica

f. Bentuk
kapsul
Entostodon mittenii

globose

pada

19

g. Bentuk kapsul strumose pada h. Bentuk kapsul ovoid, seta pendulous
Brachymenium bryoides
pada Bryum apiculatum

i. Bentuk kaliptra berlob dibagian
basal (mitrate) pada Orthotricum
hooglandii

j. Bentuk kaliptra seperti paruh
(rostrate) dengan serabut halus
dibagian basal pada Macromitrium
microstomum

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara,
dari pasangan Komari dan Siti Suprihatin. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SDN 024 Pangkalan
Kerinci, lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan menengah di SMP Negeri 1
Pangkalan Kerinci lulus pada tahun 2004, dilanjutkan ke
SMA Negeri 1 Lubuk Dalam (SMA Negeri 9 Siak) dan
lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan
Daerah (BUD) Kabupaten Siak sebagai mahasiswa
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota perkumpulan
mahasiswa pencinta alam IPB, yaitu LAWALATA-IPB. Pada tahun 2010, penulis
melaksanakan Studi Lapangan di Pangandaran-Ciamis, Jawa Barat dengan judul
“Lumut Epifit di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat”. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di LSM
Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) di Situ Gede-Bogor, Jawa Barat
dengan judul “Mempelajari peran LSM Lembaga Alam Tropika Indonesia
(LATIN) dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan”. Pada
tahun 2012 penulis menjadi asisten lapangan untuk Studi Lapangan dengan topik
Paku Pohon di Gunung Gede Jawa Barat. Pada tahun 2013 penulis mengikuti
Pelatihan Pemetaan Partisipatif Kebencanaan yang dilakukan oleh Badan
Informatika dan Geospasial (BIG) di Tawangmangu Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah.

Dokumen yang terkait

ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN GUNUNG LAWU JALUR PENDAKIAN CEMORO MENCIL GIRIMULYO JOGOROGO NGAWI Analisis Vegetasi Tumbuhan Gunung Lawu Jalur Pendakian Cemoro Mencil Girimulyo Jogorogo Ngawi.

2 6 12

ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN GUNUNG LAWU JALUR PENDAKIAN CEMORO MENCIL GIRIMULYO JOGOROGO NGAWI Analisis Vegetasi Tumbuhan Gunung Lawu Jalur Pendakian Cemoro Mencil Girimulyo Jogorogo Ngawi.

0 3 16

PENDAHULUAN Analisis Vegetasi Tumbuhan Gunung Lawu Jalur Pendakian Cemoro Mencil Girimulyo Jogorogo Ngawi.

1 6 6

KEANEKARAGAMAN TANAMAN OBAT PADA KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA DI SEKITAR JALUR SELATAN PENDAKIAN Keanekaragaman Tanaman Obat Pada Ketinggian Tempat Yang Berbeda Di Sekitar Jalur Selatan Pendakian Gunung Lawu JawaTengah.

0 2 15

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU (Pteridophyta) DI SEKITAR JALUR BARAT PENDAKIAN GUNUNG LAWU PADA KETINGGIAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU (Pteridophyta) DI SEKITAR JALUR BARAT PENDAKIAN GUNUNG LAWU PADA KETINGGIAN YANG BERBEDA-BEDA.

0 1 12

Identifikasi dan Karakterisasi Gen Ice Nucleation Active (Ina) Bakteri Ina yang Diisolasi dari Tumbuhan Lumut di Jalur Pendakian Cemara Sewu Gunung Lawu.

0 0 15

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN DETEKSI GEN INA BAKTERI ICE NUCLEATION ACTIVE PADA TUMBUHAN BERDAUN JARUM DI JALUR PENDAKIAN CEMORO SEWU GUNUNG LAWU.

0 0 1

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN DETEKSI GEN ICE NUCLEATION ACTIVE BAKTERI PADA TUMBUHAN BERDAUN LEBAR DI JALUR PENDAKIAN CEMORO SEWU GUNUNG LAWU.

0 0 1

KEANEKARAGAMAN, DISTRIBUSI DAN KEMELIMPAHAN TUMBUHAN OBAT BERPOTENSI SEBAGAI ANTIKANKER DI JALUR PENDAKIAN CEMORO SEWU GUNUNG LAWU.

0 0 15

Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri INA (Ice Nucleation Active) pada Tumbuhan Paku di Jalur Pendakian Cemoro Sewu Gunung Lawu IMG 20150701 0001

0 0 1