dirinya. D juga pada awalnya takut jika ceritanya diketahui oleh orang lain. Setelah D menuliskan tentang perasaan dan pikirannya ketika di
bully
, ia merasa senang dan perasaan sedih, benci serta sakit hatinya sedikit berkurang.
D. Pembahasan
Berdasarkan analisa statistik dengan menggunakan uji
Mann Withney
diperoleh hasil niali r = -0,72 dengan signifikasn 0.564 p 0.05, yang berarti bahwa tidak
terdapat perbedaan kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tidak efektifnya pemberian terapi menulis ekspresif juga terjadi pada penelitian Murti
dan Hamidah 2012 yang juga menggunakan menulis ekspresif untuk mengatasi permasalahan psikologi. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa tidak terdapat
perbedaan depresi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu, juga dilakukan uji
Wilcoxon
untuk mengetahui efek terapi menulis ekspresif antara kondisi
pretest
dan
posttest
pada kelompok eksperimen. Dari analisa statistik diperoleh hasil nilai r = -0.13 dengan sig = 0.715 p 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat
perbedaan kecemasan antara kondisi sebelum
pretest
dan setelah
posttest
diberi terapi menulis ekspresif. Hal ini menunjukkan bahwa terapi menulis ekspresif tidak
efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak korban
bullyin
g
.
Berdasarkan data yang diperoleh selama proses intervensi berlangsung dan dikaitkan dengan teori yang ada, maka ditemukan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi menulis ekspresif tidak efektif untuk menurukan kecemasan pada anak korban
bullying
, diantaranya: 1.
Proses pencapaian
insight
pada subjek tidak berjalan dengan lancar
Universitas Sumatera Utara
Pada terapi menulis ekspresif, tahapan
juxtaposition
merupakan tahapan yang digunakan sebagai sarana bagi subjek untuk memperoleh keadaan baru dan
menginspirasi perilaku, sikap atau nilai yang baru serta membuat subjek memperoleh pemahaman yang lebih tentang dirinya. Subjek yang telah mendapatkan
insight
dimotivasi agar dapat mengaplikasikannya kekehidupan sehari-hari Malchiodi, 2007. Pada penelitian ini, proses pencapaian
insight
tidak berjalan dengan lancar, materi dan proses pelaksaanan terapi pada tahap ini tidak cukup membantu subjek
memperoleh
insight
. Pada tahap
juxtapotition
di penelitian ini subjek diajarkan untuk menemukan pikiran positif melalui beberapa pertanyaan, kemudian subjek diminta
untuk mengatakan pikiran positif tersebut pada dirinya
self-talk
. Hal tersebut tidak cukup membantu subjek mendapatkan
insight
dari peristiwa
bullying
yang dialami. Subjek tidak mendapatkan pemahaman tentang kelemahan dirinya saat berhadapan
dengan situasi
bullying
yang menyebabkan munculnya kecemasan dan mendapatkan pemahaman baru tentang tindakan atau cara-cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi kecemasan dan menghadapi
bullying
yang dapat diaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari.
2. Tidak terpenuhinya karakteristik menulis ekspresif
Menulis ekspresif memiliki beberapa karakteristik salah satunya adalah
self- expression
yaitu digunakan sebagai wadah untuk mengungkapkan perasaan dan persepsi menjadi pemahaman diri yang lebih baik atau menghasilkan emosi yang lebih baik,
pemecahan masalah dan perasaan
well-being
. Berdasarkan hasil menulis ekspresif, diketahui bahwa subjek belum memperlihatkan
self-expression
saat mengikuti terapi menulis ekspresif. Meskipun dari hasil tulisan subjek mampu menungkapkan perasaan
Universitas Sumatera Utara
dan pikirannya ketika di
bully
, namun subjek belum ekspresif untuk mengeksplor tentan peristiwa
bullying
yang dialami. Subjek hanya menuliskan tentang bagaimana
bullying
yang dialaminya terjadi dan perasaannya saat mengalami hal tersebut. Tidak terlihat adanya proses kognitif, seperti refleksi diri memahami, menyadari, mengetahui
sehingga memunculkan pemahaman diri yang lebih baik ataupun pemecahan masalah. Sebagaimana yang disampaian oleh Plupth 2012 bahwa pada proses kognitif terjadi
proses menganalisa dan mempelajari hal-hal baru dari pengalaman emosiol yang dialami.
3. Subjek masih mengalami
bullying
saat pelaksanaan intervensi. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu
ketika individu merasa tidak aman yang dikarenakan pengalaman tidak menyenangkan dari lingkungan Ramiah, 2003.
Bullying
adalah salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan dari lingkungan sekolah dan memunculkan perasaan tidak aman bagi
anak. Rigby dalam Ong, 2003 menyebutkan bahwa
bullying
salah satunya ditandai dengan target atau korban merasa tertindas oleh penyerangan yang dilakukan pelaku.
Tinginya pengalaman
bullying
yang dialami oleh individu berhubungan dengan peningkatan simptom kecemasan Porsteinsdottir, 2014.
Dari kuisoner
bullying
yang diisi oleh subjek, diketahui bahwa subjek A memiliki frekuensi mengalami
bullying
yang lebih banyak dari tiga subjek lainnya yaitu setiap hari. Sedangkan subjek B, C dan D yaitu 2 atau 3 kali seminggu. Selain itu dari
pelaksanaan intervensi yang dilakukan diketahui bahwa selama proses berlangsung subjek masih mengalami
bullying
, terutama pada subjek A dan B. Diketahui bahwa pada kondisi
pretest
skor kecemasan yang diperoleh subjek A adalah 51 dan subjek B
Universitas Sumatera Utara
adalah 94, setelah dilakukan terapi menulis ekspresif kondisi
posttest
kedua subjek memperlihatkan peningkatan skor kecemasan, yaitu skor subjek A adalah 55 dan subjek
B adalah 94. Hal ini menunjukkan bahwa subjek A dan subjek B memiliki pengalaman
bullying
yang lebih banyak dibandingkan dengan subjek C dan D. 4.
Jarak dan lamanya waktu menulis Soper dan Bergen 2001 mengatakan salah satu faktor yang berhubungan
dengan efektivitas menulis ekspresif adalah jarak dan waktu menulis. Penelitian Smyth’s 1998; Soper Bergen, 2001 menunjukkan adanya pengaruh yang kuat
terkait dengan jarak dilakukannya menulis ekspresif, namun lamanya waktu pelaksanaan menulis tidak memperlihatkan pengaruh yang kuat terhadap efektivitas
menulis ekspresif, yaitu menulis sekali seminggu selama satu bulan lebih efektif dibandingkan dengan menulis 4 kali selama seminggu. Hal ini berarti bahwa menulis
ekspresif lebih efektif ketika jarak antara pertama menulis dengan menulis selanjutnya lebih jauh. Pada penelitian ini terapi menulis ekspresif dilakukan sebanyak 4 kali yang
dilaksanakan setiap hari secara terus menerus tanpa adanya jeda dengan waktu yang diberikan kepada subjek selama 30 menit.
5. Perbedaan dan karakteristik individu.
Soper dan Beren 2001 menyebutkan bahwa meskipun mengungkapkan peristiwa yang dialami melalui kegiatan menulis terlihat relevan dan dapat
digeneralisasikan terhadap usia, jenis kelamin, etnik, kelas sosial dan tingkat pendidikan, namun terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas
menulis ekspresif diantaranya perbedaan individual dan karakteristik individu. Salah satu diantaranya adalah jenis kelamin, pada anak perempuan mereka dapat menulis
Universitas Sumatera Utara
lebih banyak informasi, lebih detail, lebih emosional dan lebih banyak menceritakan situasi interpersonal tentang pengalaman pribadinya dibandingkan dengan anak laki-laki
Fivush Buckner, 2003; Fivush, dkk. 2007. Pada penelitian ini diketahui bahwa terapi diikuti oleh 1 orang anak laki-laki dan
3 orang anak perempuan. Berdasarkan hasil terapi diketahui bahwa subjek perempuan lebih banyak mengungkap informasi, lebih detail, emosional dibandingkan dengan
subjek laki-laki dan diketahui dari hasil pengukuran kecemasan setelah menulis ekspresi bahwa kecemasan pada subjek laki-laki yaitu subjek A memperlihatkan peningkatan
kecemasan dibandingkan dengan subjek perempuan. Meskipun menulis ekspresif tidak efektif menurunkan kecemasan, namun satu
dari empat subjek memperlihatkan penurunan kecemasan, yaitu pada subjek D. Dari hasil pengukuran skor kecemasan diketahui bahwa skor kecemasan subjek D pada
kondisi
pretest
adalah 58 menurun menjadi 52 pada kondisi
posttest
. Adanya penurunan simptom kecemasan pada subjek D. Hal ini terjadi karena selain adanya
proses katarsis melalui menulis ekspresif, proses terapi juga memberikan rasa percaya diri dan keberanian bagi subjek D, terutama untuk mengungkapkan pikirannya
mengenai pristiwa
bullying
yang dialami. Selain itu dari hasil yang diperoleh selama proses intervensi dapat dikatakan
bahwa secara umum menulis ekspresif membantu anak melepaskan atau mengungkapkan perasaan yang dirasa saat mengalami
bullying
. Fivush 2007 mengatakan bahwa ketika individu mengalami kesulitan atau hambatan untuk
mengungkapkan pikiran dan emosi yang menganggu, maka ketika pikiran dan emosi tersebut dapat dilepaskan atau diungkapkan memberikan katarsis bagi individu. Dari
Universitas Sumatera Utara
proses terapi diketahui bahwa subjek sebelumnya tidak pernah mengungkapkan atau menceritakan tentang pengalaman
bullying
yang dialaminya karena tidak mendapatkan dukungan dari orang terdekatnya, sebagian dari mereka bahkan balik dimarahi karena
terlibat masalah di sekolah. Pada saat menulis ekspresif terlihat bahwa subjek mampu mengungkapkan emosi-emosi yang dirasakannya ketika di
bully
, seperti marah, kesal, benci, sedih. Setelah subjek mengungkapkan perasaan tersebut, subjek merasa sedikit
lebih baik, merasa senang dapat mengungkapkannya melalui menulis, subjek juga merasa perasaan marah, kesal dan bencinya sedikit berkurang dibandingkan sebelum
subjek melakukan menulis ekspresif. Hal ini terlihat dari lembar evaluasi yang ditulis oleh subjek di pertemuan terakhir.
E. Keterbatasan Penelitian