KETENTUAN PERALIHAN PENDAHULUAN HUBUNGAN KONTRAKTUAL SEBAGAI LANDASAN TRANSAKSI PENGIRIMAN BARANG YANG DILAKUKAN

Universitas Kristen Maranatha f. pencabutan izin usaha.

BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64 Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus danatau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

BAB XV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65 Undang-undang ini berlaku setelah 1 satu tahun sejak diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 April 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 April 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. AKBAR TANDJUNG LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 42 Universitas Kristen Maranatha PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang danatau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang danatau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang danatau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang danatau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang danatau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, serta peneraoan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat unluk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminim mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Atas dasar kondisi sebagamana dipaparkan di atas, perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat; Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan unluk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong, lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang danatau jasa yang berkualitas. Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya. Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945. Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini telah ada beberapa undang- undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti: a. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang; Universitas Kristen Maranatha b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene; c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah; d. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal; e. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan; f. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; g. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan; h. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri; i. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentana Kesehatan; j. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia; k. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas; l. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; m. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; n. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Ataa Undang-undang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987; o. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten; p. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek; q. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; r. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran; s. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenaga kerjaan; t. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual HAKI tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang danatau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI. Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang- undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang- undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Angka 1 Cukup jelas Angka 2 Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan Universitas Kristen Maranatha konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam Undang-undang ini adalah konsumen akhir. Angka 3 Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain lain. Angka 4 Cukup jelas Angka 5 Cukup jelas Angka 6 Cukup jelas Angka 7 Cukup jelas Angka 8 Cukup jelas Angka 9 Lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan konsumen serta menunjukkan bahwa perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Angka 10 Cukup jelas Angka 11 Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang efisien, cepat, murah dan professional. Angka 12 Universitas Kristen Maranatha Cukup jelas Angka 13 Cukup jelas Pasal 2 Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu: 1. Asas rnanfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besamya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan membedakan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukupjelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Universitas Kristen Maranatha Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya. Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Pelaku usaha dilarang rnembeda-bedakan konsurnen dari memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen. Huruf d Universitas Kristen Maranatha Cukup jelas Huruf e Yang dimaksud dengan barang danatau jasa tertentu adalah barang yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian. Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Pasal 8 Ayat 1 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Jangka waktu penggunaanpemanfaatannya yang paling baik adalah terjemahan dari kata best before yang biasa digunakan dalam label produk Universitas Kristen Maranatha makanan. Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Ayat 2 Barang-barang yang dimaksud adalah barang-barang yang tidak membahayakan konsumen dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ayat 3 Sediaan farmasi dan pangan yang dimaksud adalah yang membahayakan konsumen menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ayat 4 Menteri dan menteri teknis berwenang menarik barang danatau jasa dari peredaran. Pasal 9 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Universitas Kristen Maranatha Pasal 11 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Yang dimaksud dengan jumlah tertentu dan jumlah yang cukup adalah jumlah yang memadai sesuai dengan antisipasi permintaan konsumen. Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Ayat 1 Cukupjelas Ayat 2 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Universitas Kristen Maranatha Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Pasal 18 Ayat 1 Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Universitas Kristen Maranatha Huruf h Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Ayat 4 Cukup jelas Pasal 19 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Ayat 4 Cukup jelas Ayat 5 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Universitas Kristen Maranatha Cukup jelas Pasal 22 Ketentuan ini dimaksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik. Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Pasal 25 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cacat timbul di kemudian hari adalah sesudah tanggal yang mendapat jaminan dari pelaku usaha sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis maupun lisan. Huruf c Yang dimaksud dengan kualifikasi barang adalah ketentuan standarisasi yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan Universitas Kristen Maranatha kesepakatan semua pihak. Huruf d Cukup jelas Huruf e Jangka waktu yang diperjanjikan itu adalah masa garansi. Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Ayat 4 Cukup jelas Ayat 5 Cukup jelas Pasal 30 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Yang dimaksud dengan menteri teknis adalah menteri yang bertanggung jawab secara teknis menurut bidang tugasnya. Ayat 3 Pengawasan silang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga Universitas Kristen Maranatha perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan atas barang danatau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian danatau survei. Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan. pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha. Ayat 4 Cukup jelas Ayat 5 Cukup jelas Ayat 6 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Ayat 1 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Universitas Kristen Maranatha Cukup jelas Huruf e Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen wiseconsumerism. Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Pasal 35 Ayat 1 Jumlah wakil setiap unsur tidak harus sama. Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Ayat 4 Cukup jelas Pasal 36 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Universitas Kristen Maranatha Cukup jelas Huruf d Akademisi adalah mereka yang berpendidikan tinggi dan anggota perguruan tinggi. Huruf e Tenaga ahli adalah mereka yang berpengalaman di bidang perlindungan konsumen. Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Sakit secara terus menerus sehingga tidak mampu melaksanaka tugasnya. Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Pasal 39 Ayat 1 Cukup jelas Universitas Kristen Maranatha Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Pasal 40 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Yang dirnaksud dengan dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah keputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota. Pasal 41 Yang dimaksud dengan dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah keputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota. Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Ayat 1 Yang dimaksud dengan memenuhi syarat, antara lain, terdaftar dan diakui serta bergerak di bidang perlindungan konsumen. Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Ayat 4 Universitas Kristen Maranatha Cukup jelas Pasal 45 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan Undang-undang ini. Ayat 3 Cukup jelas Ayat 4 Cukup jelas Pasal 46 Ayat 1 Huruf a Cukup jelas Huruf b Undang-undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar- benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi. Huruf c Cukup jelas Universitas Kristen Maranatha Huruf d Tolok ukur kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit yang dipakai adalah besar dampaknya terhadap konsumen. Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Pasal 47 Bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut. Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Unsur konsumen adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau sekelompok konsumen. Ayat 4 Cukup jelas Ayat 5 Cukup jelas Pasal 50 Universitas Kristen Maranatha Cukup jelas Pasal 51 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Yang dimaksud dengan putusan majelis bersifat final adalah bahwa dalam badan sengketa konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi. Ayat 4 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Universitas Kristen Maranatha Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Ayat 4 Cukup jelas Ayat 5 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Pasal 59 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Universitas Kristen Maranatha Cukup jelas Ayat 4 Cukup jelas Pasal 60 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Ayat 1 Cukup jelas Ayat 2 Cukup jelas Ayat 3 Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Cukup jelas Universitas Kristen Maranatha TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3821 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang tertuang didalam amandemen dalam Pasal 28 huruf H ayat 2 yang berbunyi: “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencaai persamaan dan keadilan”. Salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara Indonesia secara adil dan berkelanjutan, sesuai amanat alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Secara prinsip prikeadilan adalah upaya untuk menemukan keadilan yang mutlak, serta merupakan manifestasi upaya manusia yang merindukan adanya hukum yang lebih tinggi dari hukum positif 1 . Selanjutnya, Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat menyatakan bahwa: “Pemerintah Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bang sa”. Berdasarkan bunyi alinea di atas maka negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia yaitu setiap 1 Otje Salman Soemadiningrat dan Anton F.S. Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, Dan Membuka Kembali. Bandung: Refika Aditama. 2004, hlm. 156. Universitas Kristen Maranatha korban pelanggaran hak, agar terciptanya kepastian hukum. Apabila negara tidak melakukan upaya-upaya konkret untuk melindungi korban pelanggaran hak, maka dapat dikatakan bahwa secara pasif negara merestui perbuatan- perbuatan pelanggaran hak. Berkaitan dengan upaya Negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia maka hal ini menjadi tanggungjawab bersama antara masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah untuk menjalin kerjasama dalam memberikan keadilan bagi individu-individu atau pelaku usaha yang merasa dirugikan, termasuk mengenai bisnis pengiriman barang yang dilakukan oleh CV. TIKI Titipan Kilat berkaitan dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang memuat tentang klausula baku. Pengertian klausula baku terdapat dalam Pasal 1 butir 10 Undang- Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: “Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipe nuhi oleh konsumen”. Secara harfiah, konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang pemakai, sedangkan pelaku usaha adalah pihak penyedia barang atau penyelenggara jasa 2 . Dalam hubungannya dengan konsumen, tentu tidak terlepas dengan adanya suatu bentuk perjanjian yang selalu diberikan oleh pelaku usaha, yaitu suatu perjanjian standar, yang bentuknya sudah baku. Menurut Mariam Darus Badrulzaman lalu mendefinisikan Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk 2 AZ. Nasution. Konsumen dan Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1995, hlm. 18. Universitas Kristen Maranatha formulir. Perjanjian baku yang terdapat di masyarakat, dapat dibedakan dalam 4 empat jenis, yaitu: 1. “Perjanjian baku sepihak, adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat disini bisa umpamanya pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi ekonomi kuat dibandingkan pihak debitur. 2. Perjanjian baku timbal balik, adalah perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh kedua pihak, misalnya perjanjian baku yang pihak- pihaknya terdiri dari pihak majikan kreditur dan pihak lainnya buruh debitur. Kedua pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada perjanjian buruh kolektif. 3. Perjanjian baku yang ditetapkan pemerintah, ialah perjanjian baku yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya formulir-formulir perjanjian dengan akta jual beli. 4. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat, adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat ” 3 . Pada awal dimulainya sistem perjanjian, kebebasan berkontrak di antara pihak yang berkedudukan seimbang merupakan unsur yang sangat penting lebih dari itu perjanjian tersebut berkembang, para pihak mencari format yang lebih praktis. Salah satu pihak menyiapkan syarat-syarat yang sudah distandarkan pada suatu format perjanjian yang telah dicetak, berupa formulir untuk kemudian diberikan kepada pihak lainnya untuk disetujui. Inilah yang dimaksudkan dengan perjanjian standar atau perjanjian baku. Dengan cara yang praktis ini, pihak pemberi kontrak standar seringkali menggunakan kesempatan untuk membuat rumusan yang dibakukan itu lebih menguntungkan pihaknya dan bahkan mengambil kesempatan di kala lawan perjanjian tidak berkesempatan membaca isinya secara detil atau tidak terlalu memperhatikan isi perjanjian itu. Namun berhubung aspek-aspek 3 Herlien Budiono. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009, hlm. 48. Universitas Kristen Maranatha perekonomian dalam berhubungan bisnis, maka kontrak standar umumnya disediakan oleh produsen atau pelaku usaha. Hal ini sejalan dengan kesimpulan yang dibuat oleh Kessler, bahwa: “Perdagangan modern ditandai dengan kontrak standar yang berlaku secara massal, perbedaan posisi tawar antara konsumen dan perusahaan, sehingga konsekuensinya kemampuan konsumen terbatas untuk menentukan isi dari kontrak-kontrak yang dibuat produsen ” 4 . Menurut pengertian dari Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian, di antaranya apabila klausula tersebut menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha dan menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berwujud sebagai aturan baru, tambahan, lanjutan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya. Pelaku usaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas yang pengungkapannya sulit dimengerti oleh konsumen. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan tersebut dinyatakan batal demi hukum. Dalam penjelasan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan 4 Taqyudin Kadir http:taqlawyer.com200607klausula-baku.html .Diakses pada tanggal 23 Oktober 2012. Universitas Kristen Maranatha konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak 5 . Tujuan dibuatnya perjanjian standar oleh pelaku usaha adalah untuk memberikan kemudahan kepraktisan bagi para pihak yang bersangkutan. Tetapi dari berbagai keuntungan yang ada tersebut terdapat sisi lain dari penggunaan serta perkembangan perjanjian baku yang banyak mendapat permasalahan, yaitu sisi kelemahannya dalam mengakomidasikan posisi yang seimbang bagi para pihaknya. Keadaan yang luas ini pada beberapa sisi menunjukan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang aman. Oleh karena itu, konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya lebih luas, mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha yang relatif lebih kuat dalam banyak hal, maka pembahasan perlindungan konsumen selalu penting untuk dikaji ulang. Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, dikarenakan permasalahan mengenai perlindungan konsumen banyak yang menguntungkan pihak pelaku usaha. Kasus yang penulis kemukakan adalah kehilangan barang atau barang tidak sampai kepada penerima barang yang dituju untuk jangka waktu yang telah diperkirakan oleh PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilat. Sebelum barang 5 Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Grasindo. 2001, hlm. 61. Universitas Kristen Maranatha yang diantarkan pihak PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilat, konsumen diberitahukan bahwa barang yang akan dikirim akan sampai sesuai dengan wilayah yang telah ditentukan oleh pihak PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilat Berkaitan dengan kasus tersebut apakah tanggungjawab dan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dari PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilat dalam menggunakan jasa pengiriman dikaitkan dengan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Atas permasalahan yang diuraikan diatas, penulis tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut, sejauh mana PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilatmemberikan tanggungjawab serta perlindungan pelayanan pengiriman jasa barang sebagai bagian kebutuhan pemuasan konsumen. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis memilih judul dalam penulisan skripsi ini: “TINJAUAN YURIDIS ATAS PENGGUNAAN KLAUSULA BAKU DALAM TRANSAKSI PENYEDIA JASA PENGIRIMAN YANG DILAKUKAN PT. CITRA VAN. TIKI TITIPAN KILAT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ”

B. Rumusan dan Identifikasi Masalah

Rumusan Masalah dalam skripsi ini adalah : Bagaimana implementasi Pasal 18 Undang – Undang Perlindungan Konsumen sehubungan dengan pelarangan klausula baku dalam perjanjian jasa pengiriman melalui PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilat ? Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan Rumusan masalah tersebut, penulis mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa yang menjadi landasan dalam pelarangan klausula baku dalam perjanjian baku ? 2. Bagaimana hak dan kewajiban dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen terhadap praktik bisnis jasa pengiriman ? 3. Bagaimana implementasi Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan syarat baku terhadap perjanjian jasa pengiriman yang dilakukan oleh PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilat ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan memahami sejauh mana landasan klausula baku digunakan dan dilaksanakan serta larangan pencantuman klausula baku terhadap perjanjian baku. 2. Untuk mengetahui dan memahami adanya hak dan kewajiban yang didasari oleh ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen terhadap praktik bisnis pengiriman jasa. 3. Untuk mengetahui dan memahami sejauh mana kegunaan pelaksanaan dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan syarat baku terhadap perjanjian jasa pengiriman yang dilakukan oleh PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilat. Universitas Kristen Maranatha

D. Kegunaan Penelitian

Penulisan dan penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberi manfaat bagi pihak-pihak terkait, baik secara teoritis maupun praktis antara lain: 1. Secara Teoritis : a. Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan pada khususnya untuk melindungi konsumen dalam tindakan yang dirasa dirugikan oleh penyedia jasa untuk pengiriman barang ke suatu wilayah tertentu. b. Untuk mengetahui dan memahami proses perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan dan memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum dibidang Perlindungan Konsumen. c. Memberikan sumbangan pemikiran dari sudut perspektif penulis mengenai perlindungan hukum bagi masyarakat, apabila terdapat pelaku usaha penyedia jasa pengiriman barang yang melakukan tindakan melanggar hukum. 2. Secara Praktis memberikan masukan kepada masyarakat atas manfaat yang dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan terhadap pencantuman klausula baku antara lain : a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para peneliti khususnya yang sedang memperdalam hal-hal yang berkaitan dengan Perlindungan Konsumen khususnya larangan pencantuman klausula baku. Universitas Kristen Maranatha b. Memberikan sumbangan bagi pemerintah untuk menciptkan peraturan yang memberikan keadilan bagi masyarakat terhadap pemberian perjanjian oleh pelaku usaha. c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para praktisi hukum dalam melihat dan memahami aspek hukum Perlindungan Konsumen terhadap pencantuman larangan klausula baku.

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teoritis Kerangka Teoritis yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Berikut teori-teori yang menjadi batasan penulisan skripsi ini: a. Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-lembaga institution dan proses-proses processes yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan 6 . Dengan kata lain suatu pendekatan normatif semata-mata tentang hukum tidak cukup apabila hendak melakukan pembinaan hukum secara menyeluruh. Hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah 6 Mochtar Kusumaatmadja. Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional. . Bandung: Binacipta. 1986, hlm. 11. Universitas Kristen Maranatha dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga institution dan proses processes yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan”. Pengertian hukum di atas menunjukkan bahwa untuk memahami hukum secara holistik tidak hanya terdiri dari asas dan kaidah, tetapi juga meliputi lembaga dan proses. Keempat komponen hukum itu bekerja sama secara integral untuk mewujudkan kaidah dalam kenyataannya dalam arti pembinaan hukum yang pertama dilakukan melalui hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan. Sedangkan keempat komponen hukum yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan, berarti pembinaan hukum setelah melalui pembaharuan hukum tertulis dilanjutkan pada hukum yang tidak tertulis, utamanya melalui mekanisme yurisprudensi. b. Teori Keadilan Berangkat dari pemikiran yang menjadi umum para pencari keadilan terhadap problema yang paling sering menjadi diskursus adalah mengenai persoalan keadilan dalam kaitannya dengan hukum. Hal ini dikarenakan hukum atau suatu bentuk peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan diterimanya dengan pandangan yang berbeda, pandangan yang menganggap hukum itu telah adil dan sebaliknya hukum itu tidak adil 7 . 7 Lihat, A.Hamid S. Attamimi. Dikembangkan oleh Maria Farida Indrati S, dari Perkuliahan Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Yogyakarta. Kanisius. 2007, hlm. 7. Universitas Kristen Maranatha Problema demikian sering ditemukan dalam kasus konkrit, seperti dalam suatu proses acara di pengadilan seorang terdakwa terhadap perkara pidana criminal of justice atau seorang tergugat terhadap perkara perdata private of justice maupun tergugat pada perkara tata usaha negara administration of justice atau sebaliknya sebagai penggugat merasa tidak adil terhadap putusan majelis hakim dan sebaliknya majelis hakim merasa dengan keyakinanya putusan itu telah adil karena putusan itu telah didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan hukum yang tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Teori pembuktian berasarkan Undang-Undang Positif Positif Wettwlijks theorie 8 . Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan- kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya. Teori keadilan menjadi landasan utama yang harus diwujudkan melalui hukum yang ada. Aristoteles menegaskan bahwa keadilan adalah inti dari hukum. Baginya, keadilan dipahami dalam pengertian kesamaan, namun bukan kesamarataan. Membedakan hak persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah 8 Lihat. Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Di Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika. 1996, hlm. 251. Diakses melalui http:ugun-guntari.blogspot.com201112teori-keadilan-dalam- perspektif-hukum.html tanggal 24 Oktober 2012. Universitas Kristen Maranatha dilakukanya. Arietoteles juga membedakan dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya 9 . John Rawls dengan teori keadilan sosialnya menegaskan bahwa maka program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik reciprocal benefits bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. John Rawl te rhadap konsep “posisi asasli” terdapat prinsip- prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat universal, hakiki dan kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan sosial, ekonomi pada diri masing- masing individu. Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Sebagai aliran positivisme mengakui juga bahwa keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. 9 Carl Joachim Friedrich. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa dan Nusamedia. 2004, hlm. 239. Diakses melalui http:ugun-guntari.blogspot.com201112teori-keadilan-dalam- perspektif-hukum.html tanggal 24 Oktober 2012 . Universitas Kristen Maranatha Pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah “adil” jika ia benar-benar diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa. c. Teori Perjanjian Hukum Perjanjian di Indonesia diatur dalam buku III KUH Perdata, yang mulai berlaku pada tanggal 30 April 1847 St.No. 231847 10 . Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan definisi “Perjanjian” atau “Persetujuan” sebagai “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih” 11 . Dengan menganut sistem terbuka, Hukum Perjanjian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Dalam Hukum Perjanjian berlaku sekurang-kurangnya tiga prinsip atau asas yang bersifat universal, yaitu: 1 Asas konsensualistas, yang berarti bahwa hal-hal itu terjadi melalui persesuaian kehendak atau konsensus para pihak. 10 M. Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian.. Bandung: Alumni. 2003, hlm. 181. 11 Lihat Subekti. Hukum Perjanjian. Penerbit: Itermasa. Jakarta. 2001, hlm. 1. Yang menamakan perjanjian sebagai persetujuan atau dua kata tersebut adalah sejenis. Perkataan kontrak mempunyai arti lebih sempit, karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. Universitas Kristen Maranatha 2 Asas kekuatan mengikat persetujuan, di mana para pihak harus memenuhi apa yang mereka terima sebagai kewajiban masing- masing atau sebagaimana Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata menyatak an bahwa “persetujuan merupakan undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakannya ”. 3 Asas kebebasan berkontrak, yang menyatakan bahwa setiap orang bebas mengadakan persetujuan dengan siapa saja yang dikehendaki, menentukan isi, daya kerja dan persyaratan- persyaratan persetujuan sesuai dengan pandangan sendiri, menuangkannya dalam bentuk tertentu atau tidak dan tunduk pada ketentuan-ketentuan perundang-undangan tertentu yang dipilih. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas konsensualitas. 2. Kerangka Konseptual Batasan-batasan serta pengertian yang akan digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Hukum adalah himpunan aturan yang diciptakan berwenang dan bertujuan mengatur tata kehidupan bermasyarakat, serta mempunyai ciri memerintah dan melarang serta sifatnya Universitas Kristen Maranatha memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi si pelanggar hukum 12 . b. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen 13 . c. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan 14 . d. Perjanjian menurut R. wirjono Prodjodikoro menyebutka suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak , dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedankan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu 15 . e. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian 12 R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2001, hlm. 23-24. 13 Dikutip dari http:www.anneahira.comartikel-umumperlindungan-konsumen.html . 14 Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen. 15 R. Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar Maju. 2000, hlm. 4. Universitas Kristen Maranatha menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi 16 . f. Perjanjian Baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pi- hak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan 17 . g. Batal demi hukum adalah suatu perjanjian dimana salah satu pihak belum cakap untuk membuat suatu perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak. h. BPSK adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen 18 . i. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen 19 . 16 Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 17 Sutan Remi Sjahdeini. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia IBI. Jakarta. 1993, hlm. 66. 18 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 19 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Universitas Kristen Maranatha j. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen 20 . F. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang menitikberatkan pengkajian data pustaka sebagai data sekunder, berupa hukum positif yang mengatur, karena penulisan dan penelitian ini adalah hukum atau kaedah. Pengertian kaedah meliputi asas-asas hukum, kaedah dalam arti sempit value, peraturan hukum kongkret. Penelitian Yuridis Normatif adalah penelitian yang berobjekan pada hukum normatif, berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sikronisasi vertikal dan horisontal. Metode Yuridis Normatif juga disebut sebagai penelitian doktrinal yaitu : “Suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis dalam buku maupun hukum yang diputuskan hakim melalui proses pengadilan 21 . Berdasarkan metode tersebut, peneliti harus melakukan pengkajian secara logis terhadap ketentuan hukum yang dianggap relevan dengan pelaksanaan proses perlindungan hukum konsumen melalui jasa pengiriman PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilatdikaitkan dengan larangan pencantuman klausula baku berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, apakah 20 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 21 Amirrudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Grafiti Press. 2006, hlm. 118. Universitas Kristen Maranatha larangan pencantuman klausula baku dapat di tuntut. Dalam penulisan dan penelitian skripsi ini penulis menggunakan sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, tekhnik pengumpulan data dan analisis data sebagai berikut : 1. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu menggambarkan hal-hal atau peristiwa yang sedang diteliti dan berkaitan dengan peraturan perundang- undangan, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam penulisan dan penelitian ini penulis mencoba untuk menggambarkan dan memaparkan bagaimana prosedur dan proses larangan pencantuman klausula baku, yang proses tersebut dilaksanakan oleh pelaku usaha yang dalam hal ini mencantumkan kalusula baku dalam perjanjian baku yang merujuk kepada klausula eksonerasi. 2. Pendekatan Penelitian Penulisan dan penelitian skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan penelitian konseptual conceptual approach dan pendekatan Undang-Undang statute approach. Pendekatan konseptual digunakan berkenaan dengan konsep-konsep yuridis yang berkaitan dengan prinsip keadilan yang harus Universitas Kristen Maranatha diperhatikan oleh pelaku usaha dalam pencantuman klausula baku. Sedangkan pendekatan secara Undang-Undang digunakan berkenaan dengan peraturan hukum yang mengatur proses larangan pencantuman klausula baku dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Yang dalam penulisan dan penelitian ini adalah proses perlindungan hukum terhadap konsumen dari penyedia jasa pengiriman oleh PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilatdikaitkan dengan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 3. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari beberapa literatur, PerUndang- Undangan, bahan kepustakaan, buku-buku, bahan diktat, pendapat para ahli. 4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data a. Teknik Pengumpulan Data Data Sekunder diperoleh dengan cara sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan Studi Kepustakaan dilakukan untuk mencari teori-teori, pendapat-pendapat yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti penulis. Berkenaan dengan metode penelitian yang penulis gunakan, maka penulis melakukan dengan memakai teknik studi Universitas Kristen Maranatha kepustakaan yang merupakan data sekunder yang berasal dari berbagai bahan-bahan hukum sebagai berikut : a Data Sekunder bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. b Data sekunder bahan hukum sekunder yang berupa buku- buku, literatur tentang hukum, artikel, jurnal dan teori hukum. c Data sekunder berupa hukum tersier yang berupa kamus hukum, majalah serta media massa. 2. Studi Lapangan Studi Lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer yang berfungsi untuk mendukung data sekunder. Upaya untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan wawancara. Wawancara adalah teknik dimana pengumpulan data dilakukan dengan bertatap muka secara langsung antara responden dengan penulis untuk mengadakan tanya jawab secara lisan untuk menjadi responden dalam penelitiannya. Tujuan dilakukannya wawancara untuk mendapatkan informasi-informasi yang Universitas Kristen Maranatha dibutuhkan oleh penulis dengan mendatangi langsung kantor- kantor cabang yang beroperasi di Kota Bandung. Wawancara dilakukan oleh penulis sebagai sampel yang dipilih dari beberapa kantor cabang PT. Citra Van. TIKI Titipan Kilatdibeberapa daerah Kota Bandung dengan menggunakan metode purposive sampling. b. Teknik Analisis Data Teknik Analisis Data yang digunakan adalah kualitatif. Menurut pendapat Sunaryati Hartono : “ Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang membahas mengenai cara-cara menganalisis terhadap data yang dikumpulkan dilakukan dengan cara-cara atau analisis atau penafsiran interpretasi hukum yang dikenal, seperti penafsiran otentik, penafsiran menurut tata bahasa gramatikal, penafsiran sistematis, penafsiran sosiologis, penafsiran teleologis, penafsiran fungsional ataupun penafsiran futuristik”. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan diatas maka skripsi ini menggunakan kombinasi metode pendektan konspetual dan pendekatan perundang-undangan yang mendasari penelitian pada data primer, sedangkan data sekunder yang didapat akan dijadikan sebagai data pendukung dan pelengkap. Teknik pengumpulan data adalah menggunakan studi kepustakaan, sedangkan untuk teknik analisis data penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif. Universitas Kristen Maranatha

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini diawali dengan Latar Belakang Masalah, Perumusan dan Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian yang terdiri dari Sifat Penelitian, Pendekatan Penelitian, Jenis Data serta Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data dan diakhiri dengan Sistematika Penulisan.

BAB II HUBUNGAN KONTRAKTUAL SEBAGAI LANDASAN TRANSAKSI PENGIRIMAN BARANG YANG DILAKUKAN

OLEH CV. TIKI TITIPAN KILAT TERHADAP KONSUMEN Bab ini penulis akan menjelaskan dan memaparkan dasar hubungan kontraktual antara konsumen dan CV. TIKI, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian jasa pengiriman dan akibat hukum dari pengiriman perjanjian. BAB III UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN KLAUSULA BAKU DALAM JASA PENGIRIMAN BARANG Bab ini penulis akan menjelaskan bagaimana klausula baku dalam perjanjian jasa yang berkaitan dengan, proses perlindungan hukum konsumen terhadap perjanjian baku yang dibuat oleh jasa pengiriman barang sesuai dengan yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Universitas Kristen Maranatha Konsumen apakah dapat dikenai sanksi sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENGGUNAAN KLAUSULA BAKU YANG DILAKUKAN OLEH PT. CV. VAN TIKI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Bab ini penulis akan menganalisis berdasarkan identifikasi masalah yang akan dibahas dilihat dari aspek-aspek perlindungan hukum. Penulis akan menganalisis sejauh mana perlindungan hukum dan akibat hukum yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dapat ditaati oleh pelaku usaha untuk mencapai kepastian hukum didalam penerapan mengenai larangan klausula baku.

BAB V PENUTUP

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual Dikaitkan Dengan Kepabeanan Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan

2 35 114

Pengoplosan Beras Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11 144 123

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 11

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Hubungan Kontrak Perjanjian Penyediaan Jasa Khususnya Bidang Pendidikan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2 4 44

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN APARTEMEN GATEAWAY YANG MENYESATKAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

1 1 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Finance) Dikaitkan Dengan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 1 8

TINJAUAN PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PE

1 2 108

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen - Repository Unja

0 0 13

KLAUSULA BAKU YANG MENGANDUNG SANKSI PIDANA DALAM PERJANJIAN TRANSAKSI PENYEDIA JASA LAYANAN TITIPAN KILAT (TIKI) DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh : Sutan Raveen1 NPM : 138040024 ABSTRAK - KLAUSULA BAK

0 0 17