Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
78
yang dibatalkan keberangkatannya oleh pihak maskapai ”adam air” kepada pihak menajemen ”adam air” sendiri.
B. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pemakai Jasa Biro Perjalanan
Masalah penyelesain sengketa konsumen dalam UUPK diatur dalam bab X yang terdiri dari empat pasal, yang dimulai dari Pasal 45 sampai dengan
Pasal 48. berdasarkan Pasal 45 ayat 2 UUPK penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu diselesaikan diluar
pengadilan non litigasi dan diselesaikan melalui pengadilan litigasi berikut penjelasannya :
1. Penyelesaian sengketa Non Litigasi Di luar Pengadilan
Depperindag menunjukkan 6 enam elternatif cara penyelesaian sengketa konsumen diluar persidangan non litigasi yang terbagi dalam
dua kelompok pertama disebut penyelesaian secara damai yang meliputi : penyelesaian antara para pihak, penyelesaian melalui LPKSM lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, penyelesaian melalui Direktorat Perlindungan Konsumen kelompok kedua disebut penyelesaian
melalui BPSK Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang meliputi : konsiliasi, mediasi, ataupun melalui arbitrase. Sedangkan penyelesaian
sengketa melalui jalur pengadilan litigasi hanya disebutkan institusi Pengadilan Negeri, Pengadilan tinggi dan mahkamah tentunya pengadilan-
pengadilan di semua jenjang baik itu perdata, pidana maupun tata usaha Negara.
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
79
2. Penyelesaian Sengketa Litigasi Melalui Pengadilan
Mekanisme litigasi secara sederhana dalam tulisan ini didefinisinya hanya akan dibatasi padasebagai mekanisme penyelesaian masalah hukum
melalui institusi pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui jalurmekanisme litigasi,
dalam sistem hukum Indonesia, dimungkinkan dilakukan dengan tiga instrument hukum yaitu HAN, Hukum Perdata, serta Hukum Pidana.
Instrument hukum administrasi bias dipergunakan konsumen dalam hal terdapat “ketidak-beresan” pada kinerja badanlembaga bentukan
pemerintahpejabat terkait atas perintah UUPK. Dua badan yang diamanatkan pembentukannya oleh UUPK adalah BPKN Badan
Perlindungan Konsumen Nasional dan BPSK Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Terhadap “ketidak-beresan” kedua badan ini,
konsumen bisa melakukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. UUPK menyebutkan dalam Pasal 45 ayat 1 bahwa gugatan
konsumen hanya dapat diajukan kepada lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen atau mengajukan kepada peradilan yang
berada di lingkungan peradilan umum. Lingkungan peradilan umum dimaksud adalah peradilan yang menangani perkara pidana dan perdata,
peradilan ini meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Tetapi ketentuan Pasal 45 ini tidak diartikan sebagai
larangan bagi konsumen untuk mengajukan gugatan kepada PTUN atas kinerja badan-badan bentukan pemerintah yang diamantkan UUPK karena
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
80
UU no.5 Tahun 1986 tentang PTUN merupakan lex spesialis derogate lex generalis dibandingkan UUPK.
Dalam Undang-Undang Penyelesaian Konsumen UUPK, ada 8 delapan Hak-hak konsumen yang mutlak diketahui setiap konsumen dan
juga para pelaku usaha dimana dapat dijadikan acuan dalam hal penyelesaian sengketa yakni :
1. Hak atas Kenyamanan:
Keselamatan dan Keamanan: Adanya hak-hak konsumen ini dimaksudkan untuk menjamin kenyamanan, menghindari kerugian dan menjaga
keamanan konsumen yang mempergunakan barang danatau jasa. Karenanya setiap pelaku usaha mempunyai kewajiban menyampaikan
informasi yang benar tentang bahaya dan akibat dari penggunaan barang danatau jasa yang diproduksi atau dijualnya kepada konsumen.
Apabila kita menemukan ada produk yang dibeli ternyata tidak nyaman saat dipakai, atau tidak jelas informasi produknya, atau produknya dapat
menimbulkan kondisi tidak aman. Sepantasnya konsumen segera mempersoalkannya. Tidak membiarkannya
atau pasrah. Dalam Undang-Undang Penyelesaian Konsumen UUPK No. 81999,
sengketa konsumen dengan pelaku usaha dapat diproses di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK.
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
81
2. Hak untuk Memilih
Setiap konsumen mempunyai kebebasan memiliki barang danatau jasa yang dibutuhkannya. Tidak ada paksaan membeli barang danatau jasa
tertentu. Hak ini sebenarnya bisa terwujud apabila situasi pasar berjalan sempurna,
artinya ada ketersediaan barang danatau jasa sehingga konsumen dapat menggunakan haknya untuk memilihnya. Kondisi sekarang, barang
danatau jasa sering menghilang. c.
Hak atas Informasi Inti dari perlunya hak atas informasi ini adalah agar konsumen sebelum
membelimenggunakan suatu produk sudah terlebih dahulu mengetahui deskripsi atau keterangan dari produk tersebut. Misalnya, masa kadaluarsa,
bahan-bahan yang dipergunakan, manfaat dan resiko yang bakal diterima setelah memakai produk tersebut.
d. Hak untuk Didengar Pendapatnya dan keluhannya:
Konsumen mempunyai hak untuk di dengar pendapatnya dan menyampaikan keluhan atas suatu produk barangjasa yang dipakainya.
Karena itu, pelaku usaha mempunyai kewajiban menampung pendapat dan keluhan dari konsumennya.
e. Hak untuk Mendapatkan Advokasi
Hak ini memberi kesempatan bagi konsumen untuk memperoleh keadilan. Sebab, dengan adanya hak ini konsumen akan mendapatkan perlindungan
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
82
hukum yang yang efektif. Harapannya begitu, namun kenyataannya di sering mengecewakan.
f. Hak untuk Mendapat Pendidikan
Dasar adanya hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya. Ini dimaksud agar konsumen dapat memenuhi perannya sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari pelaku pasar. Untuk meningkatkan pendidikan konsumen dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan
nonformal. g.
Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara Diskriminatif Konsumen memiliki hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, pendidikan, kaya miskin, dan status sosial lainnya. Istilah status sosial
lainnya ini secara implicit sudah tercantum keberadaannya orang catat, yang juga mempunyai hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif.
h. Hak untuk Mendapat Ganti Rugi
Dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Penyelesaian Konsumen UUPK No. 8 tahun 1999 pelaku usaha bertangungjawab memberikan ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Bentuk ganti rugi yang diterima konsumen dapat berupa: Pengembalian uang, penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
perawatan kesehatan atau pemberian santunan.
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
83
Walaupun hak-hak konsumen diatur dalam perundang-undangan, upaya mendukung penegakan hukum dan ini merupakan bentuk tanggung
jawab pada masyarakat. Karenanya badan ini dituntut memiliki tingkat responsiveness yang tinggi mengingat bahwa pada dasarnya masyarakat sudah
lelah dan jenuh menyelesaikan sengketanya melalui forum pengadilan yang telah ada sebelumnya, sebab terlalu banyak menguras energi, baik berupa
dana, waktu, pikiran dan tenaga. Instrumen ketiga dalam UUPK adalah instrumen hukum pidana,
diberlakukannya insturmen pidana terlihat dalam Pasal 61, 62, dan 63 ketentuan pidana.
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.