Perkembangan Populasi Siput Setengah Cangkang (Parmarion Sp.) Dan Umur Tanaman Terhadap Kerusakan Dan Produksi Kubis Bunga

1

PERKEMBANGAN POPULASI SIPUT SETENGAH CANGKANG
(Parmarion sp.) DAN UMUR TANAMAN TERHADAP
KERUSAKAN DAN PRODUKSI KUBIS BUNGA

SKRIPSI

OLEH:
DHIKY AGUNG ENDIKA
060302029
HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
2 010

2


PERKEMBANGAN POPULASI SIPUT SETENGAH CANGKANG
(Parmarion sp.) DAN UMUR TANAMAN TERHADAP
KERUSAKAN DAN PRODUKSI KUBIS BUNGA

SKRIPSI

OLEH:
DHIKY AGUNG ENDIKA
060302029
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di
Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatra Utara, Medan.

Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS)
Ketua


(Ir. Yuswani P. Ningsih, MS)
Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
2010

3

ABSTRACT

Dhiky Agung Endika, ” The Population Development and Damage by The
Semi-Slug (Parmarion Sp.) at Cauliflower”, under supervised by Maryani Cyccu
Tobing and Yuswani P Ningsih. One of the problems of cauliflower production was
pest. The semi slug has reported damaged cauliflower and then caused lost of
production. The aim of this research was to studied the influence of population
development of semi-slug (Parmarion sp.) and plant age on damage and production of
cauliflower. The research was conducted in the public agriculture area, Dolat rakyat

village-Tongkoh, Karo Regional, North Sumatera on july until december 2010. The
method of this research was Block Randomized Design factorial which consisted of
two factors : plant age (2,4,6 after planted) and the Population of semi-slug (0,3,6,9
the semi slug) with 12 treatments combination and three replications.
The results showed that the highest damaged 45,05 % was U3S3 (6 week after
planted with 9 the semi-slug) and the lowest damaged 0,00 % was U1S0, U2S0,
U3S0 (control) treatments of 0,00%. Percentage of plant attackted which have the
highest result 42,22 % was U3S3. In U3S3 was found 3 groups of the semi-slug egg,
6,67 the semi-slug predult and the highest lost of cauliflower production was in U3S3
treatment of 32,22%. Higher the semi slug sum at generative stadium caused lower
production of cauliflower.

4

ABSTRAK

Dhiky Agung Endika, ” Perkembangan Populasi Siput Setengah Cangkang
(Parmarion Sp.) dan Umur Tanaman terhadap Kerusakan Tanaman Kubis Bunga ”,
dibawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Yuswani P Ningsih. Kubis bunga
adalah sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Salah satu kendala produksi

kubis bunga adalah hama. Siput setengah cangkang dilaporkan banyak merusak
tanaman kubis bunga sehingga menurunkan produksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh populasi siput Parmarion sp. dan umur tanaman terhadap
kerusakaan dan produksi tanaman kubis bunga. Penelitian ini dilaksanakan di lahan
pertanian milik rakyat desa Dolat Rakyat-Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara
pada bulan Julil-Desember 2010. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu umur tanaman (2,4,6 minggu
setelah tanam) dan jumlah siput (0,3,6,9 ekor siput yang diinfestasikan) dengan 12
kombinasi perlakuan dan tiga ulangan
Hasil penelitian menunjukkan persentase kerusakan tertinggi (45,05%)
terdapat pada perlakuan umur tanaman 6 minggu diinfestasi 9 ekor siput dan terendah
0,00% pada perlakuan tanpa siput. Persentase tanaman teserang yang tertinggi 42,22%
terdapat pada perlakuan U3S3. Pada perlakuan U3S3 ditemukan kelompok telur
sebanyak 3 kelompok, 6,67 ekor siput pradewasa dan kehilangan hasil produksi
tertinggi sebesar 32,22%. Semakin tinggi jumlah siput pada fase generatif
mengakibatkan produksi kubis bunga menurun.

5

RIWAYAT HIDUP


Dhiky Agung Endika lahir pada tanggal 05 Agustus 1988 di Medan dari
Ibunda Asmawati Slomun dan Ayahanda Edi Sutriesno. Penulis merupakan anak
kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
-

Lulus dari Sekolah Dasar Singosari Medan pada tahun 2000.

-

Lulus dari SLTP Eria Medan pada tahun 2003.

-

Lulus dari SMA Negeri 2 Medan pada tahun 2006.

-

Pada tahun 2006 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara Medan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur
SPMB.
Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu:

-

Anggota Komus (Komunikasi muslim) HPT tahun 2006-2010

-

Anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun
2006-2010.

-

Asisten Laboratorium Hama Tanaman Pangan & Hortikultura tahun 20092010

-

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV, Kebun

Bah Birung Ulu, Kabupaten Simalungun pada tahun 2010.

-

Melaksanakan penelitian skripsi di lahan pertanian milik rakyat desa Dolat
Rakyat-Tongkoh, Kabupaten Karo pada bulan April-Desember
2010

6

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “ PERKEMBANGAN POPULASI
DAN KERUSAKAN AKIBAT SIPUT SETENGAH CANGKANG (Parmarion
sp.) PADA TANAMAN KUBIS BUNGA ” yang disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di


Departemen Hama dan penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi
Pembimbing, Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS selaku Ketua dan Ir.Yuswani
P. Ningsih, MS. selaku Anggota yang telah membantu, mengarahkan dan memberi
saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tulisan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2010

Penulis

ini

7


DAFTAR ISI

ABSTRACT…………………………………………………………………........ i
ABSTRAK…………………………………………………………………......... ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..

iv

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….

v

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………....

vii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..... viii


PENDAHULUAN………………………………………………………………... 1
Latar Belakang…………………………………………………………….
Tujuan Penelitian………………………………………………………….
Hipotesa Penelitian………………………………………………………..
Kegunaan Penelitian………………………………………………………

1
3
3
4

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………… 5
Biologi dan Karakteristik Parmarion sp. ………………………………… 5
Gejala Serangan…………………………………………………………... 7
Pengendalian………………………………………………………………. 9
BAHAN DAN METODE………………………………………………………
Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………………….
Bahan dan Alat……………………………………………………...........
Metode Penelitian…………………………………………………………
Pelaksanaan Penelitian……………………………………………………

Penyemaian……………………………………………………….
Pengolahan Tanah…………………………………………………
Penanaman………………………………………………………..
Pemeliharaan……………………………………………………....
Inokulasi Siput Setengah Cangkang…………..…………….........
Pemupukan………………………………………………………..
Pengamatan……………………………………………………….
Peubah Amatan……………………………………………………………
Persentase Kerusakaan…………………………………................

11
11
11
13
13
13
13
14
14
14
15
16
17
17

8

Persentase tanaman terserang……………………………….
Jumlah hasil produksi ………………………………………
Jumlah populasi siput setengah cangkang.....................................

18
18
18

HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. ........ 19
Kerusakan (%) Akibat Siput Setengah Cangkang (Parmarion sp.).....
Persentase Tanaman Yang Terserang…………………………………..
Perkembangan populasi siput setengah cangkang…………………….
Hasil produksi (kg)...............................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………
Kesimpulan…………………………………………………………….
Saran……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...

19
21
24
27
29
29
29
30

9

DAFTAR GAMBAR

No.

Keterangan

Hlm

1.

Gambar Parmarion sp. dewasa

6

2.

Gambar Kelompok telur Parmarion sp.

6

3.

Gambar Gejala serangan Parmarion sp.

8

10

DAFTAR TABEL

No.

Keterangan

Hlm

1. Tabel 1 beda uji rataan pengaruh interaksi antara umur tanaman (U)
dengan jumlah ulat (S) terhadap kerusakan (%) akibat siput
setengah cangkang pada pengamatan I – VIII……………………….

19

2. Tabel 2 beda uji rataan pengaruh interaksi antara umur tanaman (U)
dengan jumlah ulat (S) terhadap persentase tanaman terserang
pada pengamatan I – VIII…………………………………………….

22

3. Tabel 3 jumlah kelompok telur siput setengah cangkang yang
ditemukan mulai dari pengamatan I-VIII…………………………...

24

4. Tabel 4 perkembangan siput setengah cangkang pra dewasa
mulai pengamatan I-VIII…………………………………………

25

5. Tabel 5 hasil beda uji rataan pengaruh umur tanaman dengan
jumlah siput terhadap produksi kubis bunga (kg)………………..

27

6. Tabel 6 beda uji rataan pengaruh interaksi antara umur tanaman (U)
dengan jumlah ulat (S) terhadap kehilangan hasil kubis bunga (%)
akibat siput setengah cangkang………………………………………...

28

11

LAMPIRAN

No.

Keterangan

Hlm

1.

Bagan Penelitian

..........................................................................

32

2.

Lampiran data Tingkat Kerusakan pengamatan I................................

33

3.

Lampiran data Tingkat Kerusakan pengamatan II..............................

36

4.

Lampiran data Tingkat Kerusakan pengamatan III.............................

39

5.

Lampiran data Tingkat Kerusakan pengamatan IV.............................

42

6.

Lampiran data Tingkat Kerusakan pengamatan V..............................

45

7.

Lampiran data Tingkat Kerusakan pengamatan VI.............................

48

8.

Lampiran data Tingkat Kerusakan pengamatan VII...........................

51

9.

Lampiran data Tingkat Kerusakan pengamatan VIII..........................

54

10.

Lampiran data Hasil Tingkat Kerusakan............................................

57

11.

Lampiran Data persentase tanaman terserang pengamatan I………. .

59

12.

Lampiran Data persentase tanaman terserang pengamatan II……….

62

13.

Lampiran Data persentase tanaman terserang pengamatan III…….. .

65

14.

Lampiran Data persentase tanaman terserang pengamatan VI…….. .

68

15.

Lampiran Data persentase tanaman terserang pengamatan V……....

71

16.

Lampiran Data persentase tanaman terserang pengamatan VI……..

74

17.

Lampiran Data persentase tanaman terserang pengamatan VII…….

77

18.

Lampiran Data persentase tanaman terserang pengamatan VIII…...

80

19.

Lampiran Data hasil persentase tanaman terserang………………...

83

20.

Lampiran Data perkembangan kelompok telur siput…………………

85

21.

Lampiran Data perkembangan siput pra dewasa ……………………..

87

22.

Lampiran Data produksi (kg)…………………………………………

89

23.

Lampiran Data kehilangan hasil produksi ( % )………………………

91

24.

Foto Penelitian………………………………………………………….

94

3

ABSTRACT

Dhiky Agung Endika, ” The Population Development and Damage by The
Semi-Slug (Parmarion Sp.) at Cauliflower”, under supervised by Maryani Cyccu
Tobing and Yuswani P Ningsih. One of the problems of cauliflower production was
pest. The semi slug has reported damaged cauliflower and then caused lost of
production. The aim of this research was to studied the influence of population
development of semi-slug (Parmarion sp.) and plant age on damage and production of
cauliflower. The research was conducted in the public agriculture area, Dolat rakyat
village-Tongkoh, Karo Regional, North Sumatera on july until december 2010. The
method of this research was Block Randomized Design factorial which consisted of
two factors : plant age (2,4,6 after planted) and the Population of semi-slug (0,3,6,9
the semi slug) with 12 treatments combination and three replications.
The results showed that the highest damaged 45,05 % was U3S3 (6 week after
planted with 9 the semi-slug) and the lowest damaged 0,00 % was U1S0, U2S0,
U3S0 (control) treatments of 0,00%. Percentage of plant attackted which have the
highest result 42,22 % was U3S3. In U3S3 was found 3 groups of the semi-slug egg,
6,67 the semi-slug predult and the highest lost of cauliflower production was in U3S3
treatment of 32,22%. Higher the semi slug sum at generative stadium caused lower
production of cauliflower.

4

ABSTRAK

Dhiky Agung Endika, ” Perkembangan Populasi Siput Setengah Cangkang
(Parmarion Sp.) dan Umur Tanaman terhadap Kerusakan Tanaman Kubis Bunga ”,
dibawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Yuswani P Ningsih. Kubis bunga
adalah sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Salah satu kendala produksi
kubis bunga adalah hama. Siput setengah cangkang dilaporkan banyak merusak
tanaman kubis bunga sehingga menurunkan produksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh populasi siput Parmarion sp. dan umur tanaman terhadap
kerusakaan dan produksi tanaman kubis bunga. Penelitian ini dilaksanakan di lahan
pertanian milik rakyat desa Dolat Rakyat-Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara
pada bulan Julil-Desember 2010. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu umur tanaman (2,4,6 minggu
setelah tanam) dan jumlah siput (0,3,6,9 ekor siput yang diinfestasikan) dengan 12
kombinasi perlakuan dan tiga ulangan
Hasil penelitian menunjukkan persentase kerusakan tertinggi (45,05%)
terdapat pada perlakuan umur tanaman 6 minggu diinfestasi 9 ekor siput dan terendah
0,00% pada perlakuan tanpa siput. Persentase tanaman teserang yang tertinggi 42,22%
terdapat pada perlakuan U3S3. Pada perlakuan U3S3 ditemukan kelompok telur
sebanyak 3 kelompok, 6,67 ekor siput pradewasa dan kehilangan hasil produksi
tertinggi sebesar 32,22%. Semakin tinggi jumlah siput pada fase generatif
mengakibatkan produksi kubis bunga menurun.

12

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi
di Indonesia. Bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah kebutuhan
pangan asal sayuran, termasuk didalamnya kubis bunga (Cahyono, 2001). Sebagai
tanaman dwimusim, bagian kubis bunga yang dikonsumsi adalah kelopak bunganya.
Bunga membentuk bagian yang padat berwarna putih atau agak krem, diameternya
dapat mencapai 30 cm. Kandungan gizinya yaitu: air, protein, lemak, karbohidrat,
serat, kalsium, besi, vitamin A , tiamin, riboflavin, nikotinamide, dan asam askorbat.
Asumsi gizi yang cukup tinggi membuat kubis bunga disukai (Ashari, 1995).
Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kubis bunga juga dipasarkan
secara meluas ke luar negeri antara lain Jepang, Singapura, Malaysia, dan Taiwan.
Bahkan kubis bunga telah menduduki jajaran kelompok 6 besar sayuran segar yang
menjadi andalan komoditi ekspor Indonesia ke beberapa negara. Bersamaan dengan
bawang merah, tomat, kentang, cabai, dan kubis (Cahyono, 2001).
Namun, produksi kubis bunga di Indonesia masih terkendala oleh beberapa
permasalahan. Harga jual yang tidak stabil serta gangguan dari hama dan penyakit
merupakan kendala terpenting dalam budidaya kubis bunga ini. Beberapa hama
penting tanaman kubis bunga yaitu ulat daun (Plutella xylostela), ulat tanah (Agrotis
ipsilon), ulat grayak (Spodoptera litura), dan ulat krop (Crocidolomia pavonata)
(Tindall, 1983). Sedangkan penyakit yang umum menyerang tanaman kubis bunga

13

adalah penyakit mati bujang (Phytium ultimum), busuk daun (Xanthomonas
campetris), dan busuk pangkal batang (Rhizoctonia solani) (Ashari, 1995).
Namun demikian, di sentra tanaman sayur Rejang Lebong, Bengkulu diketahui
terjadi kerusakaan kubis bunga yang cukup parah akibat serangan respo atau siput
(Parmarion puppilaris). Kerapatan siput setengah cangkang ini lebih tinggi pada
tanaman tua dari pada tanaman muda. Bahkan pada kerapatan populasi siput setengah
cangkang

> 5 ekor per tanaman kubis bunga yang sedang membentuk bunga

menyebabkan

kehilangan hasil (yang siap dipasarkan) > 50%. Sehingga petani

setempat menganggap siput setengah cangkang merupakan hama utama pada tanaman
kubis bunga

(Apriyanto, 2003).

Siput setengah cangkang ini juga dilaporkan banyak ditemukan di pegunungan
Tengger menyerang pertanaman sayur-sayuran dan menimbulkan kerusakan pada
tanaman muda. Di Jawa Tengah jenis siput ini juga menyebabkan kerusakan pada
pertanaman tembakau, bahkan pernah terjadi kerusakan pada persemaian milik rakyat
seluas 1,5 ha (Rahayu dkk, 2000). Selanjutnya, Tim Laboratorium Moluska Bidang
Zoologi memfokuskan penelitian pada jenis siput yang menjadi hama. Di Jawa
Tengah, lokasi pertama yang dikunjungi adalah perkebunan teh Kaligua Kecamatan
Paguyangan, Kabupaten Brebes. Di hamparan kebun teh terdapat kebun sayur,
terutama kubis & kacang-kacangan, pada kubis ditemukan siput (Parmarion
pupillaris). Siput itu ditemukan pula menyerang labu siam. Melihat kondisi
penyerangan pada tanaman kubis diperkirakan tingkat kerusakannya sedang
(Mujiono, 2009).
Dari hasil pengamatan lapangan yang dilakukan baru-baru ini di Kabupaten
Karo khususnya di Brastagi, ternyata siput setengah cangkang banyak ditemukan pada
pertanaman kubis dan kubis bunga. Bahkan petani setempat menyatakan siput

14

setengah cangkang merusak krop pada tanaman kubis bunga sehingga menurunkan
harga jual.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan siput setengah
cangkang (Parmarion sp.) pada tanaman kubis bunga ini cukup merugikan, namun
informasi mengenai siput setengah cangkang ini sangat sedikit sekali. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian mengenai kerusakaan yang ditimbulkan siput serta
perkembangan populasinya pada tanaman kubis bunga di lapangan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh umur tanaman, jumlah siput dan interaksinya
terhadap kerusakaan, persentase tanaman terserang, perkembangan populasi siput
setengah cangkang dan produksi tanaman kubis bunga.

Hipotesa Penelitian

Semakin tinggi populasi siput setengah cangkang (Parmarion sp.) seiring
dengan meningkatnya umur tanaman maka daya rusak siput setengah cangkang akan
semakin tinggi pula, sehingga kehilangan hasil panen kubis bunga akan semakin besar
dan produksi menurun.

15

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Departemen Ilmu Hama dan Penyakit

Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
3. Sebagai bahan acuan untuk dapat melakukan penelitian-penelitian lanjutan
terutama yang berkaitan dengan siput setengah cangkang (Parmarion sp.)

16

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Karakteristik Siput Setengah Cangkang (Parmarion sp.)

Menurut Hoong (1995), klasifikasi siput setengah cangkang adalah sebagai
berikut :
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Mollusca

Class

: Gastropoda

Ordo

: Pulmonata

Family

: Helicarionidae

Genus

: Parmarion
Parmarion sp. termasuk siput setengah telanjang karena masih terlihat adanya

cangkang kecil yang tereduksi. Mantel dan cangkang membentuk tonjolan di bagian
punggung, menutupi dari bagian kepala hingga separuh bagian tubuhnya. Cangkang
tipis berwarna kuning kecoklatan, mengkilat, berbentuk seperti kuku. Panjang
tubuhnya

3–5 cm, berwarna coklat kekuningan atau coklat keabuan dan

semakin gelap pada tubuh bagian belakang. Terdapat dua garis lateral yang sejajar
berwarna hitam. Garis ini memanjang mulai dari pangkal antena di kepala hingga
bagian ujung belakang tubuhnya (Isnaningsih, 2008). Parmarion sp. adalah siput
tanpa cangkang yang termasuk binatang berkaki perut atau Gastropoda. Siput ini pada
saat berjalan mengeluarkan lendir yang bersifat toksik terhadap tanaman dan siput
tersebut merusak tanaman dengan memakan daun (Kalshoven, 1981).

17

Gambar 1. Parmarion sp. dewasa
Siput setengah cangkang ini bersifat hermaprodit. Setiap individu memiliki
kedua alat reproduksi baik jantan maupun betina dan dapat menghasilkan telur. Daur
hidup siput umumnya sekitar 1 tahun dalam stadia belum dewasa atau pradewasa dan
pada tahun kedua sebagai stadia dewasa. Stadia pra dewasa lebih kecil dalam ukuran
dan warnanya lebih cerah, tetapi menyerupai dewasa dalam bentuk. Siput dewasa
meletakkan telur secara berkelompok dengan 10-15 butir per kelompok. Jumlah telur
yang dihasilkan sebanyak 300 butir. Telur tersebut akan menetas lebih kurang selama
10 hari pada cuaca hangat atau sampai 100 hari pada cuaca dingin. Rata-rata
pematangan telur adalah sekitar 1 bulan (Jones, 2002).

Gambar 2. Kelompok telur Parmarion sp.
Siput setengah cangkang mempunyai batas untuk melindungi tubuhnya akibat
kekurangan air dan membutuhkan air yang cukup untuk tetap bertahan hidup. Siput

18

dapat mengabsorbsi air secara langsung dari kulitnya atau dengan minum dari sumber
air. Siput setengah cangkang mula-mula makan pada malam hari, namun dapat juga
datang pada cuaca berkabut, setelah hujan atau setelah pengairan (Clement & May,
2002). Siput setengah cangkang ini juga memiliki sifat mampu mengakumulasi logam
berat (Cu, Mn, Sn dan Zn), mudah diperoleh, mobilitas yang rendah, aktifitas
sepanjang tahun, dan daerah penyebaraannya luas (Nugroho & Notosoedarmo, 2002).
Siput setengah cangkang mensekresikan lendir, untuk melindungi dirinya dari
kehilangan air yang cepat. Siput juga menghasilkan lendir di depan kaki untuk
berjalan merayap. Jalur lendir, yang pada saat tertentu mengkilap dan terlihat di
sekitar tanah dan tumbuh-tumbuhan sering menjadi bukti awal adanya populasi siput
(Donahue & Brewer, 1998).

Gejala Serangan

Siput setengah cangkang memakan daun, batang, bunga dan buah pada
tanaman. Kerusakan pada tanaman biasanya terlihat dari adanya lubang dan bekas
gigitan pada permukaan buah, sayuran dan daun (Hooks & Hinds, 2009). Banyak
sayur-sayuran di lapangan yang sesuai atau disukai untuk dirusak siput. Siput
setengah cangkang banyak merusak brokoli, kubis dan kubis bunga. Siput setengah
cangkang merusak bagian kepala atau krop yang telah masak, pada akhirnya
kehilangan hasil panen dan tidak dapat diterima oleh konsumen karena telah
terkontaminasi lendir dan kotoran siput (Glen, 2005).
Gejala tanaman yang terserang siput setengah cangkang adalah bekas lubang–
lubang tak beraturan pada daun. Bekas lendir yang sedikit mengkilat dan kotoran
menjadi tanda yang membedakan serangan siput setengah cangkang dengan ulat.
Selain memakan daun, Parmarion juga menyerang akar dan tunas serta seringkali

19

merusak persemaian atau tanaman yang baru saja tumbuh bahkan pada umur lanjut
pada tanaman kubis bunga. Siput setengah cangkang ini juga memakan bahan organik
yang telah busuk ataupun tanaman yang masih hidup (Isnaningsih, 2008).

Gambar 3. Gejala serangan Parmarion sp.

22

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Percobaan

Penelitian

ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan jenis tanah Andosol, ketinggian
tempat 1.340 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kubis bunga varietas
lokal, siput setengah cangkang, tanah, air, pupuk kandang, pupuk NPK, Urea, ZA,
TSP, KCl dan insektisida.
Alat yang dipergunakan adalah cangkul, gembor, meteran, papan nama, alat
tulis dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial yang terdiri dari dua faktor.
Faktor I : Umur tanaman
U1 = 2 minggu setelah tanam (mst)
U2 = 4 minggu setelah tanam (mst)
U3 = 6 minggu setelah tanam (mst)

Faktor II : Jumlah siput
S0 = Tanpa siput

23

S1 = 3 ekor siput / plot
S2 = 6 ekor siput / plot
S3 = 9 ekor siput / plot
Sehingga kombinasi perlakuan yang diperoleh adalah
U1S0 U2S0 U3S0
U1S1 U2S1 U3S1
U1S2 U2S2 U3S2
U1S3 U2S3 U3S3
Masing–masing perlakuan diulang sebanyak empat kali, yang diperoleh dari :
(t-1) (r-1) > 15
(12-1) (r-1) > 15
11r – 11 > 15
r > 26/11
r = 2,4
r=3
Jumlah plot = 36
Luas plot = 2 x 4 m
Jarak tanam = 45 x 65 cm
Populasi tanaman per plot = 30
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan
model linier, sebagai berikut :
Yijk = µ + αi +βj + Σij
Dimana :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ = Nilai tengah umum

24
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
Σij = galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
(Bangun, 1990).

Pelaksanaan Penelitian

Penyemaian benih
Tanah untuk media semai dibersihkan, diolah, diratakan dan dibuat bedengan
dengan ketinggian 10 cm dengan ukuran 3 x 1 m. Ditaburkan pupuk NPK ke seluruh
bedengan, kemudian ditutup dengan tanah. Selanjutnya benih ditaburkan secara
merata ke seluruh bedengan, lalu ditaburi tipis-tipis dengan tanah dan disiram.

Pengolahan Tanah

Pembersihan
Sebelum tanah diolah, lahan hendaknya dibersihkan terlebih dahulu dari
gulma-gulma yang ada. Dikumpulkan disuatu tempat untuk dibakar atau dijadikan
kompos.
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dilakukan untuk menggemburkan tanah agar siap untuk
ditanami kubis bunga serta dapat pula menjadi tindakan pencegahan penularan
penyakit yang termasuk patogen tular tanah. Pengolahan tanah dilakukan dengan
mencangkul tanah hingga gembur dan rata.

25

Pembagian plot
Pembagian plot dilakukan dengan membagi plot yang berukuran 2 x 4 m, dan
lebar parit antar plot yaitu 40 cm.

Penanaman

Bibit varietas lokal yang ditanam adalah bibit yang telah berumur 25-30 hari
setelah benih ditanam atau yang telah memiliki 3–4 helai daun. Bibit yang digunakan
adalah bibit yang sehat, pertumbuhannya baik dan segar, daun–daun yang tidak rusak,
tumbuhnya kuat dan tegak, serta tidak terserang hama dan penyakit. Bibit ditanam
dengan jarak tanam 45 x 65 cm, dengan populasi 30 tanaman setiap plotnya.

Pemeliharaan

Penyulaman dilakukan pada pagi atau sore hari bila ada tanaman yang mati
atau rusak sebelum siput setengah cangkang diinokulasikan. Tanaman disiangi dari
gulma setiap minggunya dan sebelum dilakukan pemupukan.

Inokulasi Siput Setengah Cangkang

Siput setengah cangkang yang akan diinokulasikan adalah siput setengah
cangkang pada stadia paling merusak dengan ukuran ± 3-5 cm yang diambil dari
pertanaman kubis.
Siput setengah cangkang yang telah dikumpulkan, dipilih yang sehat dan
diinokulasikan ke tanaman pada 2 minggu setelah tanam (mst) pada waktu pagi hari,
selanjutnya pada 4 dan 6 (mst).

26

Pemupukan
Pemupukan tanaman dilakukan dua kali yakni sebelum tanam dan pada umur ±
4 minggu setelah tanam dengan kebutuhan untuk seluruh tanaman adalah :
Pupuk kandang = 1, 2 Ton/ 400 m²
Urea = 4 kg/ 400 m²
ZA = 10 kg/ 400 m²
TSP = 10 kg / 400 m²
KCl = 8 kg / 200 m²
Dosis pupukn yang diberikan sesuai dengan rekomendasi Pengendalian Hama
Terpadu-Sayuran Dataran Tinggi (PHT-SDT) untuk tiap tanaman adalah 4 gram Urea
+ 9 gram ZA, 9 gram TSP dan 7 gram KCl. Pemupukan sebelum tanam diberikaan
pupuk kandang (1 kg), setengah dosis pupuk N (Urea 2 gram + 4,5 gram ZA), TSP (9
gram) dan KCl (7 gram) dengan cara diletakkan di dalam lubang tanam. Sisa pupuk N
(Urea 2 gram + 4,5 gram ZA) diberikan pada saat tanaman berumur ± 4 minggu
dengan cara menaburkannya dalam lubang setengah lingkaran yang dibuat di sekitar
pangkal batang kemudian ditutup tanah tipis-tipis (Sastrosiswojo, 1993).

Pengamatan

Pengamatan dan pengambilan data di lapangan dilakukan seminggu sekali
setelah inokulasi siput, yang dilakukan setelah aplikasi pertama. Pengamatan dan
pengambilan data tersebut dilakukan sebanyak 8 kali.

27

Peubah Amatan

Persentase kerusakan tanaman

Pengamatan kerusakan tanaman dilakukan seminggu setelah inokulasi siput
setengah cangkang di lapangan dan diamati dengan interval pengamatan 7 hari selama
8 kali pengamatan. Untuk serangan Organisme Penganggu Tanaman yang
menimbulkan kerusakaan pada suatu tanaman, maka perhitungan persentase tingkat
kerusakan tanaman kubis bunga sebagai berikut :
∑nxv
P=

X 100 %
ZxN

P = kerusakan tanaman (%)
n = jumlah tanaman yang memiliki nilai v yang sama
Z = nilai kategori serangan tertinggi (v = 9)
N = jumlah tanaman yang diamati
Nilai (skor) kerusakan (v) berdasarkan luas daun seluruh tanaman
terserang, yaitu : 0 = tidak ada kerusakan sama sekali
1 = luas kerusakan > 0 - ≤ 20 %
3 = luas kerusakan > 20 - ≤ 40 %
5 = luas kerusakan > 40 - ≤ 60 %
7 = luas kerusakan > 60 - ≤ 80 %
9 = luas kerusakan > 80 - ≤ 100 %
(Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu, 1993)

28

Persentase tanaman yang terserang

Persentase tanaman kubis bunga yang terserang diperoleh dengan cara
menghitung berapa banyak tanaman kubis bunga yang terserang atau rusak akibat
siput setengah cangkang, dengan interval pengamatan 7 hari selama 8 kali
pengamatan, dihitung dengan rumus :
a
P=

X 100 %
N

P = Persentase tanaman terserang ( % )
N=a+b
a = Jumlah tanaman yang terserang/plot
b = Jumlah tanaman yang diamati/plot
(Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu, 1993)

Hasil produksi

Hasil produksi diperoleh dengan cara menimbang bobot atau hasil panen
setiap plot. Pengamatan dilakukan pada saat panen. Kemudian dihitung kehilangan
hasil produksi dengan rumus :
Kehilangan hasil produksi = Bobot tanaman yang terserang X 100 %
Bobot hasil panen / plot

Jumlah populasi siput setengah cangkang
Jumlah populasi siput setengah cangkang diperoleh dengan cara mengamati
perkembangan siput setengah cangkang. Pengamatan dilakukan dengan menghitung
jumlah kelompok telur atau siput pra dewasa yang baru menetas di lapangan.

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase kerusakan tanaman
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh umur tanaman(U)
terhadap tingkat kerusakan akibat siput setengah cangkang pada pengamatan I-VIII
berpengaruh sangat nyata pada kubis bunga sedangkan pengaruh jumlah siput (S)
menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Hasil beda uji rataan pengaruh interaksi
antara umur tanaman dengan jumlah siput terhadap kerusakan akibat siput setengah
cangkang (Parmarion sp) pada tanaman dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran 2-9).
Tabel 1. menunjukkan persentase kerusakan pada pengamatan I perlakuan
U3S3 (umur tanaman 6 minggu diinfestasikan 9 ekor siput setengah cangkang)
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan lainnya, perlakuan U2S3 (umur tanaman 4
minggu diinfestasikan 9 ekor siput setengah cangkang) berbeda nyata dengan
perlakuan U1S3 (umur tanaman 2 minggu diinfestasikan 9 ekor siput setengah
cangkang) dan U2S2 (umur tanaman 4 minggu diinfestasikan 6 ekor siput). Hal ini
dikarenakan kondisi lingkungan lembab dan umur tanaman tua lebih disukai siput.
Pada umur tanaman 6 minggu diinfestasi, Siput setengah cangkang cenderung untuk
bersembunyi di sela-sela daun pada siang hari dan aktif makan pada malam hari.
Sedangkan pada tanaman muda, siput setengah cangkang akan bersembunyi didalam
tanah dan akan aktif makan jika kondisi lembab. Sehingga kerusakaan lebih tinggi
terjadi pada tanaman tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Clement & May (2002)
bahwa siput setengah cangkang aktif pada malam hari dan menyukai kondisi
lingkungan yang lembab.

30

Tabel 1. Beda uji rataan pengaruh interaksi antara umur tanaman (U) dengan jumlah
ulat (S) terhadap kerusakan (%) akibat siput setengah cangkang pada
pengamatan
I - VIII.
Pengamatan
I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

Keterangan :

U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan

S0
0.00h
0.00h
0.00h
0.00
0.00
S0
0.00f
0.00f
0.00f
0.00
0.00
S0
0.00e
0.00e
0.00e
0.00
0.00
S0
0.00e
0.00e
0.00e
0.00
0.00
S0
0.00e
0.00e
0.00e
0.00
0.00
S0
0.00f
0.00f
0.00f
0.00
0.00
S0
0.00f
0.00f
0.00f
0.00
0.00
S0
0.00e
0.00e
0.00e
0.00
0.00

S1
3.05g
3.85f
6.14e
13.04
4.35
S1
6.26e
6.90e
10.49d
23.65
7.88
S1
9.20d
10.07d
14.15c
33.41
11.14
S1
12.64d
14.08d
17.91c
44.63
14.88
S1
16.36d
17.85d
22.37c
56.58
18.86
S1
20.00e
21.66e
27.18d
68.84
22.95
S1
23.59e
25.61e
30.67d
79.87
26.62
S1
29.93d
32.04d
36.46c
98.44
32.81

S2
4.61f
7.23d
8.35c
20.18
6.73
S2
10.22d
11.13d
12.52c
33.88
11.29
S2
14.0c9
16.08b
17.18b
47.35
15.78
S2
17.60c
19.85b
21.90b
59.35
19.78
S2
21.83c
26.56b
28.57a
76.96
25.65
S2
25.58d
30.90c
32.08b
88.56
29.52
S2
29.49d
33.66c
35.24b
98.39
32.80
S2
35.44c
38.35b
40.15b
113.94
37.98

U1 = 2 minggu setelah tanam (mst)
U2 = 4 minggu setelah tanam (mst)
U3 = 6 minggu setelah tanam (mst)
S0 = Tanpa siput
S1 = 3 ekor siput / plot
S2 = 6 ekor siput / plot
S3 = 9 ekor siput / plot

S3
8.20c
9.80b
11.37a
29.37
9.79
S3
12.15c
13.47b
16.54a
42.16
14.05
S3
16.12b
17.54a
19.21a
52.86
17.62
S3
20.49b
23.03a
25.19a
68.72
22.91
S3
27.59b
29.33a
30.75a
87.67
29.22
S3
31.82b
33.49b
37.10a
102.40
34.13
S3
34.42b
36.09b
41.18a
111.70
37.23
S3
39.17b
41.28b
45.05a
125.49
41.83

Total
15.86
20.87
25.86
62.59
Total
28.63
31.50
39.56
99.69
Total
39.41
43.69
50.54
133.63
Total
50.73
56.97
65.00
172.69
Total
65.78
73.74
81.69
221.21
Total
77.40
86.05
96.36
259.81
Total
87.50
95.36
107.09
289.95
Total
104.54
111.67
121.66
337.87

Rataan
3.96c
5.22b
6.46a
5.22
Rataan
7.16c
7.88b
9.89a
8.31
Rataan
9.85c
10.92b
12.63a
11.14
Rataan
12.6c
14.24b
16.25a
14.39
Rataan
16.45c
18.43b
20.42a
18.43
Rataan
19.35c
21.51b
24.09a
21.65
Rataan
21.88c
23.84b
26.77a
24.16
Rataan
26.13c
27.92b
30.42a
28.16

31

Pada pengamatan VIII tingkat kerusakan tanaman (%) yang tertinggi terdapat
pada perlakuan U3S3 (umur tanaman 6 minggu diinfestasikan 9 ekor siput) sebesar
45,05% dan yang terendah pada perlakuan tanpa siput (kontrol) sebesar 0,00%.
Siput setengah cangkang menyerang bagian daun pada fase perkembangan
vegetatif dan terus meningkat hingga pembentukan krop pada tanaman kubis bunga.
Kerusakaan ditandai oleh adanya daun yang berlubang yang disertai bekas lintasan
siput berupa lendir (mucus). Hal ini tidak berbeda dengan pernyataan Hooks & Hinds
(2009) bahwa siput setengah cangkang memakan daun, batang, bunga dan buah pada
tanaman. Kerusakan pada tanaman biasanya terlihat dari adanya lubang dan bekas
gigitan pada permukaan buah, sayuran dan daun.

2. Persentase Tanaman Yang Terserang

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh umur tanaman (U)
terhada persentase tanaman yang terserang akibat siput setengah cangkang pada
pengamatan I - VIII berpengaruh sangat nyata pada kubis bunga sedangkan pengaruh
jumlah siput yang diinfestasi ke tanaman menunjukan hasil tidak berbeda nyata. Hasil
beda uji rataan pengaruh interaksi antara umur tanaman dengan jumlah siput terhadap
persentase tanaman yang terserang akibat siput setengah cangkang (Parmarion sp)
pada tanaman dapat dilihat pada Tabel 2 (Lampiran 11-19).

32

Tabel 2. Beda uji rataan pengaruh interaksi antara umur tanaman (U) dengan jumlah
ulat (S) terhadap persentase tanaman terserang pada pengamatan I - VIII.
Pengamatan
I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

Keterangan :

U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan
U/S
U1
U2
U3
Total
Rataan

S0
0.00f
0.00f
0.00f
0.00
0.00
S0
0.00f
0.00f
0.00f
0.00
0.00
S0
0.00f
0.00f
0.00f
0.00
0.00
S0
0.00g
0.00g
0.00g
0.00
0.00
S0
0.00g
0.00g
0.00g
0.00
0.00
S0
0.00f
0.00f
0.00f
0.00
0.00
S0
0.00h
0.00h
0.00h
0.00
0.00
S0
0.00g
0.00g
0.00g
0.00
0.00

S1
3.33e
3.33e
6.67d
13.33
4.44
S1
5.56e
6.67e
8.88d
21.11
7.04
S1
7.78e
9.99d
11.10d
28.87
9.62
S1
9.99f
13.33e
13.33e
36.65
12.22
S1
13.33f
15.56e
15.56e
44.44
14.81
S1
15.56e
16.67e
17.78d
50.01
16.67
S1
16.67g
18.89f
18.89f
54.45
18.15
S1
18.89f
20.00f
22.22e
61.11
20.37

S2
6.67d
6.67d
7.78c
21.12
7.04
S2
8.88d
9.99c
11.10c
29.98
9.99
S2
12.22c
12.22c
14.44c
38.88
12.96
S2
14.44d
15.56d
17.78c
47.78
15.93
S2
16.67d
17.78d
22.22c
56.67
18.89
S2
18.89d
20.00d
23.33c
62.22
20.74
S2
22.22e
23.33e
26.67d
72.22
24.07
S2
24.44e
27.78d
31.11c
83.33
27.78

S3
11.10b
11.10b
13.33a
35.54
11.85
S3
14.44b
14.44b
16.67a
45.56
15.19
S3
17.78b
18.89b
22.22a
58.89
19.63
S3
20.00b
23.33a
24.44a
67.77
22.59
S3
26.67b
27.78b
30.00a
84.45
28.15
S3
28.89b
30.00b
33.33a
92.22
30.74
S3
32.22c
34.44b
37.78a
104.44
34.81
S3
35.56b
37.78b
42.22a
115.56
38.52

Total
21.10
21.10
27.78
69.98
Total
28.88
31.10
36.66
96.64
Total
37.77
41.10
47.77
126.64
Total
44.43
52.22
55.55
152.20
Total
56.67
61.12
67.78
185.56
Total
63.34
66.67
74.44
204.45
Total
71.11
76.66
83.34
231.11
Total
78.89
85.56
95.55
260.00

Rataan
5.28b
5.28b
6.94a
5.83
Rataan
7.22c
7.78b
9.16a
8.05
Rataan
9.44c
10.27b
11.94a
10.55
Rataan
11.11c
13.05b
13.89a
12.68
Rataan
14.17c
15.28b
16.94a
15.46
Rataan
15.83c
16.67b
18.61a
17.04
Rataan
17.78c
19.17b
20.84a
19.26
Rataan
19.72c
21.39b
23.89a
21.67

U1 = 2 minggu setelah tanam (mst)
U2 = 4 minggu setelah tanam (mst)
U3 = 6 minggu setelah tanam (mst)
S0 = Tanpa siput
S1 = 3 ekor siput / plot
S2 = 6 ekor siput / ploS3 = 9 ekor siput / plot

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada pengamatan I-VIII perlakuan U3S3 (umur
tanaman 6 minggu diinfestasikan 9 ekor siput) dan perlakuan U2S3 (umur tanaman 4
minggu diinfestasikan 9 ekor siput) berbeda nyata terhadap perlakuan U1S3 (umur
tanaman 2 minggu diinfestasikan 9 ekor siput). Hal ini terjadi karena pada umur

33

tanaman 6 minggu, jumlah daun kubis bunga semakin bertambah dan lebar. Keadaan
tersebut memungkinkan siput untuk bersembunyi di sela-sela daun. Dalam kondisi
lembab seperti ini siput dapat aktif makan walaupun pada siang hari, sedangkan pada
tanaman berumur 2 minggu, siput masuk kedalam tanah pada siang hari atau
bersembunyi diantara gulma di sekitar tanaman. Pada tanaman muda siput aktif
makan malam hari jika dalam kondisi lembab. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Clement & May (2002) bahwa siput setengah cangkang aktif pada malam hari dan
menyukai kondisi lingkungan yang lembab.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa persentase tanaman terserang
yang tertinggi pada pengamatan VIII perlakuan U3S3 (umur tanaman 6 minggu
diinfestasikan 9 ekor siput) sebesar 42,22 % dan yang terendah pada perlakuan tanpa
infestasi siput (kontrol) sebesar 0,00%. Serangan pada kubis bunga lebih tinggi terjadi
pada tanaman tua daripada tanaman muda. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
oleh (Isnaningsih, 2008) bahwa siput setengah cangkang menyebabkan kerusakaan
lebih tinggi pada fase perkembangan generatif.

34

3. Perkembangan populasi siput setengah cangkang


Kelompok Telur
Perkembangan populasi siput setengah cangkang dapat diketahui
dengan ditemukannya kelompok telur di sekitar pertanaman kubis bunga.
Semakin banyak jumlah siput yang diinfestasikan ke dalam plot semakin
berpengaruh terhadap banyaknya jumlah kelompok telur yang ditemukan.
Jumlah kelompok telur yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 3 (Lampiran
20)
Tabel 3. Jumlah kelompok telur siput setengah cangkang yang ditemukan pada
tiap perlakuan mulai dari pengamatan I-VIII hasil rataan dari 3 ulangan.
Perlakuan

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

U1S0

0

0

0

0

0

0

0

0

U2S0

0

0

0

0

0

0

0

0

U3S0

0

0

0

0

0

0

0

0

U1S1

0

0

0

0.33

0.67

0.67

0.67

1

U2S1

0

0

0

0

0.33

0.67

1

1.33

U3S1

0

0

0.33

0.33

0.67

0.67

0.67

1.67

U1S2

0

0

0.67

1

1

1

1

1

U2S2

0

0

0

0.33

0.67

1

1.33

1.67

U3S2

0

0

0.33

1

1.323

1.67

1.67

2

U1S3

0

0

0.33

1

1.33

1.33

1.67

1.67

U2S3

0

0

0.33

0.67

1

1.33

1.67

2

U3S3

0

0

1.33

1.33

2.33

2.33

2.67

3

Tabel 3. Menunjukkan bahwa kelompok telur siput setengah cangkang
sudah ditemukan pada pengamatan III (3 minggu setelah infestasi siput).
Jumlah kelompok telur yang tertinggi ditemukan pada perlakuan U3S3 ( umur
tanaman 6 minggu diinfestasi 9 ekor siput ) pada pengamatan VIII yaitu
sebanyak 3 kelompok telur . Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan
lingkungan tertentu siput dewasa (berukuran 3-5 cm) sudah dapat
menghasilkan telur. Semakin banyak siput yang diinfestasikan semakin
banyak kelompok telur ditemukan.

35

Kelompok telur siput setengah cangkang yang ditemukan berada pada
tanah bagian bawah naungan daun kubis bunga dan terdiri dari ± 30 butir
telur, berwarna kuning keemasan serta terlihat bening. Hal ini sesuai dengan
literatur (Jones, 2002) bahwa siput setengah cangkang dewasa menghasilkan
sampai 300 butir telur, yang terdiri dari 10-50 butir setiap kelompoknya.


Perkembangan siput pradewasa (ekor)
Perkembangan populasi siput juga ditandai dengan banyaknya telur
yang menetas menjadi siput pradewasa. Jumlah siput pradewasa yang
ditemukan dapat dilihat pada tabel 4 (Lampiran 21).
Tabel 4. Perkembangan siput setengah cangkang pra dewasa pada tiap
perlakuan mulai pengamatan I-VIII hasil rataan dari 3 ulangan.
Perlakuan

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

U1S0

0

0

0

0

0

0

0

0

U2S0

0

0

0

0

0

0

0

0

U3S0

0

0

0

0

0

0

0

0

U1S1

0

0

0

0

0

1

2

2.33

U2S1

0

0

0

0

0

0

1.33

2

U3S1

0

0

0

0

0

0.67

2

2.67

U1S2

0

0

0

0

0.67

2

2.33

2.67

U2S2

0

0

0

0.33

0.33

1.67

2.33

2.33

U3S2

0

0

0

0

0.33

2

2.33

3

U1S3

0

0

0

0.33

1

2.33

3.33

3.67

U2S3

0

0

0

0.33

0.67

2

3

4.67

U3S3

0

0

0

1.33

2.67

4

3.67

6.67

Tabel 4 menunjukkan bahwa siput setengah cangkang pradewasa mulai
ditemukan pada pengamatan IV yaitu 4 minggu setelah aplikasi siput. Siput
setengah cangkang pradewasa yang paling banyak ditemukan pada perlakuan
U3S3 (umur tanaman 6 minggu diinfestasi 9 ekor siput) sebanyak 6,67 ekor.
Hal ini menunjukkan kelompok telur yang menetas menjadi siput pradewasa

36

masih dalam jumlah yang kecil dibandingkan jumlah kelompok telur yang
ditemukan. Pada kondisi tertentu telur siput terlihat menetas 1 minggu setelah
ditemukan. Hal ini berbeda dengan yang diutarakan Jones (2002) bahwa telur
siput akan menetas menjadi siput pradewasa lebih kurang selama 10 hari pada
cuaca hangat atau sampai 100 hari pada cuaca dingin. Rata-rata pematangan
telur adalah sekitar 1 bulan. Perbedaan keadaan lingkungan atau iklim
merupakan faktor yang mempengaruhi lama pematangan telur. Cuaca yang
hangat akan mempercepat proses pematangan telur siput Parmarion Sp.
Siput pradewasa yang ditemukan berwarna coklat-kehitaman mengkilat,
dengan ukuran tubuh yang kecil≤1
( cm), namun menyerupai siput dewasa.
Hal ini sama dengan yang dinyatakan (Jones, 2002) bahwa stadia siput
pradewasa lebih kecil dalam ukuran dan warnanya lebih cerah, tetapi
menyerupai dewasa dalam bentuk.

37


Produksi kubis bunga (kg)
Data hasil produksi kubis bunga dapat dilihat pada lampiran 21. Hasil
beda uji rataan pengaruh umur tanaman dengan jumlah siput terhadap
produksi kubis bunga disajikan pada Tabel 5 (Lampiran 22).
Tabel 5. Hasil beda uji rataan pengaruh umur tanaman dengan jumlah
siput terhadap produksi kubis bunga (kg)
U/S

S0

S1

S2

S3

Total

U1

23.90f

21.37e

20.03d

16.97b

82.27

20.57c

U2

23.03f

20.70d

19.20c

16.30b

79.23

19.81b

U3

23.53f

20.87d

18.50c

15.47a

78.37

19.59a

239.87

Total

70.47

62.93

57.73

48.73

Rataan

23.49

20.98

19.24

16.24

Rataan

19.99

Tabel 5 menunjukkan bahwa produksi terendah terjadi pada perlakuan
U3S3 (umur tanaman 6 minggu diinfestasikan 9 ekor siput ) dan yang
tertinggi pada U1S0, U2S0, U3S0 (tanpa siput). Hal ini menunjukkan
semakin tinggi jumlah siput diinfestasikan pada tanaman tua akan
menyebabkan produksi kubis bunga menurun.
Data hasil pengamatan pengaruh umur tanaman (U) dengan jumlah
siput (S) terhadap kehilangan hasil produksi kubis bunga akibat siput
setengah cangkang dapat dilihat pada lampiran 23. Hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa kehilangan hasil produksi akibat siput
setengah cangkang pada masa panen berpengaruh sangat nyata pada kubis
bunga yang diaplikasikan siput. Hasil beda uji rataan pengaruh interaksi
antara umur tanaman dengan jumlah siput terhadap kehilangan hasil
produksi kubis bunga akibat siput setengah cangkang (Parmarion sp) pada
tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.

38

Tabel 6. Beda uji rataan pengaruh interaksi antara umur tanaman (U)
dengan jumlah ulat (S) terhadap kehilangan hasil produksi kubis bunga
(%) akibat siput setengah cangkang.
U/S

S0

S1

S2

S3

Total

U1

0.00f

8.89e

14.44d

25.56b

48.89

Rataan
12.22

U2

0.00f

12.22d

16.67c

28.89b

57.78

14.44

U3

0.00f

11.11e

18.89c

32.22a

62.22

15.56

Total

0.00

32.22

50.00

86.67

168.89

Rataan

0.00

10.74

16.67

28.89

14.07

Pada Tabel 6. Dapat dilihat bahwa perlakuan U3S3 (umur
tanaman 6 minggu diinfestasikan 9 ekor siput ) berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan siput setengah cangkang
cenderung merusak pada fase pertumbuhan generatif (pembentukan krop).
Pada perlakuan U3S3 jumlah siput yang diinfestasi 9 ekor atau lebih
banyak daripada perlakuan lainnya. Semakin banyak jumlah siput yang
diinfestasi akan semakin besar kehilangan hasil prodiksi. Persentase
kehilangan hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan U3S3 sebesar
32.22%. Parmarion Sp. menyerang bagian krop kubis bunga yang
menyebabkan Kehilangan hasil produksi. Pernyataan ini sesuai dengan
yang dikemukakan Glen (2005) bahwa siput setengah cangkang merusak
bagian kepala atau krop yang telah masak, pada akhirnya kehilangan hasil
panen dan tidak dapat diterima oleh konsumen karena telah terkontaminasi
lendir siput dan kotorannya. Kehilangan hasil produksi kubis bunga akibat
siput setengah cangkang sangat dipengaruhi oleh kerapatan populasi siput
serta kondisi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Apriyanto
(2003) bahwa pada kerapatan populasi siput setengah cangkang > 5 ekor
per tanaman kubis bunga yang sedang membentuk bunga menyebabkan
kehilangan hasil (yang siap dipasarkan) > 50.

39

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase kerusakaan tanaman akibat siput setengah cangkang yang
tertinggi terdapat pada perlakuan U3S3 ( umur tanaman 6 minggu
diinfestasikan 9 ekor siput) sebesar 45,05 % dan terendah pada perlakuan
U1S0 (tanpa siput), U2S0 (tanpa siput), U3S0 (tanpa siput) sebesar 0,00%.
2. Persentase tanaman terserang yang tertinggi terdapat pada perlakuan U3S3
sebesar 42,22 % dan terendah pada perlakuan U1S0, U2S0, dan U3S0
sebesar 0,00%.
3. Kelompok telur siput paling banyak terdapat pada perlakuan U3S3
sebanyak 3 kelompok dan mulai tampak terlihat pada pengamatan III
sedangkan siput pra dewasa paling banyak terdapat pada perlakuan U3S3
sebanyak 6,67 ekor dan pertama sekali terlihat di pengamatan IV.
4. Kehilangan hasil produksi kubis bunga akibat siput setengah cangkang
yang tertinggi terdapat pada perlakuan U3S3 sebesar 32,22% dan terendah
pada perlakuan U1S0, U2S0, dan U3S0 sebesar 0,00%.
5. Semakin tinggi jumlah siput pada fase generatif akan meningkatkan
persentase kerusakaan tanaman sehingga produksi menurun.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengendalian siput setengah
cangkang (Parmarion Sp.) terutama pengendalian yang mengedepankan konsep PHT
(Pengendalian Hama Terpadu) misalnya pemanfaatan musuh alami atau agensia
hayati lainnya.

40

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, D. 2003. Konsoidensi 2 Spesies Respo di Sentra Produksi Sayur Rejang
Lebong, Bengkulu. Jurnal-Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 5 (1):7–11.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.
Bangun, M. K. 1990. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Cahyono, B. 2001. Kubis Bunga dan Brocolli. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Clement, D. L & L. May. 2002. Slugs & Snails. Maryland Cooperative extension.
College Park–Eastern Shore.
Donahue, J. D & M. J. Brewer. 1998. Slugs, Snails and Slug Sawflies. University of
Wyoming. Laramie.
Glen, D. 2005. Slugs in Arable Crops. Bayer Crop Science Ltd. Slugs. Cambridge. pp.
5– 6.
Hooks, C. R. R & J. Hinds. 2009. Managing Slugs in the Garden and Beyond.
University of Maryland Cooperative Extension Entomology. College Park–
Eastern Shore.
Hollingsworth, R. G., J. W. Armstrong & E. Campbell. 2002. Caffeine as a Repellent
for Slugs & Snails. Nature. 417:915–916.
Hoong, H. W. 1995. A Review of the Land – Snail Fauna of Singapore. The Raffles
Bulletin of Zoology. 43(1):91–113.
Isnaningsih, N. R. 2008. Siput Telanjang (SLUG) Sebagai Hama Tanaman Budidaya.
Fauna Indonesia. 8(2):21–24.
Jones, S. 2002. Snails and Slug. www. aos. org. Diunduh pada 14 J