Kesimpulan Diskusi KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
terhadap informasi tersebut di mana seseorang dapat memilih dan memilah informasi yang bermanfaat atau yang merusak.
Humor juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres akademik. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Shaunessy dan Suldo dalam
Kuiper, 2012 yang menunjukkan hasil bahwa siswa yang dapat menggunakan humor mereka dengan lebih efektif dapat merasakan emosi yang lebih positif
ketika melakukan persiapan ujian. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Martin dan Lefcourt dalam Kuiper, 2012 yang menunjukkan bahwa
bahwa individu dengan level humor yang tinggi dapat lebih kebal terhadap dampak negatif dari stressor dalam kehidupan mereka dibandingkan dengan
individu dengan level humor yang rendah. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilham et al. dalam Kuiper, 2012 yang
juga menggunakan Value In Action-Inventory Strengths VIA-IS namun tidak menemukan adanya pengaruh humor terhadap well being atau life satisfaction.
Kuiper 2012 menjelaskan bahwa hal ini mungkin disebabkan oleh cara mendefinisikan dan mengukur humor. VIA-IS hanya mengukur aspek positif
dalam humor sedangkan humor merupakan sebuah konstruk yang terdiri dari aspek positif yang bersifat adaptif dan aspek negatif yang bersifat maladaptif.
Selain itu, mungkin mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tidak mempunyai banyak waktu atau kesempatan untuk menjaga atau meningkatkan sense of humor
mereka. Tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, beberapa variabel character
strengths lainnya yaitu creativity, curiosity, vitality, love, self regulation, hope,
dan spirituality tidak memiliki pengaruh dan tidak memberikan sumbangan yang signifikan terhadap stres akademik mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Creativity tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres akademik. Hal ini sejalan dengan penelitian Asad dan Khan 2003 yang tidak
menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara kreativitas seorang karyawan dengan stres kerja. Hasil penelitian Avey et.al 2012 menunjukkan bahwa stres
seseorang berkorelasi negatif dengan kinerja seseorang yang membutuhkan kreativitas di mana semakin rendah stres maka semakin tinggi kinerja yang
kreatif. Sedangkan Dominguez 2013 menemukan bahwa dalam keadaan yang penuh dengan stressor, maka kreativitas seseorang meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa kreativitas tidak mempengaruhi stres. Sebaliknya, stres dapat mempengaruhi kreativitas seseorang.
Curiosity tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres akademik. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa Curiosity memiliki hubungan yang negatif dengan stres dan kebosanan Cacioppo; McCrae Costa; Zuckerman, dalam Peterson Seligman, 2004. Hal
ini juga tidak sejalan dengan penelitian Avey et al. 2012 yang menunjukkan bahwa curiosity berkorelasi secara negatif dengan stres. Curiosity merupakan
keingintahuan, minat, dan perasaan yang positif terhadap pengalaman yang menarik dan tantangan. Sedangkan kegiatan akademik dan bekerja mungkin telah
menjadi suatu hal yang rutin dan kurang menarik sehingga mengurangi rasa ingin tahu, minat dan perasaan yang positif terhadap kegiatan tersebut.
Vitality merupakan dimensi yang termasuk ke dalam courage virtue namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres akademik. Hal ini
tidak sesuai dengan kesepakatan para ahli psikodinamika bahwa ketersediaan energi yang besar dan memadai vitality berhubungan dengan resolusi dari
konflik psikologis dan pelepasan diri dari represi, stres dan konflik. Vitality memiliki dua komponen yaitu komponen fisik dan komponen psikologis di mana
kedua hal ini saling mempengaruhi satu sama lain. Mungkin tuntutan dan tanggung jawab yang dihadapi oleh mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dapat
menguras vitality mahasiswa baik secara fisik maupun psikologis sehingga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres akademik.
Tidak adanya pengaruh love terhadap stres akademik sesuai dengan penelitian Chung 2008. Orang-orang yang memiliki kekuatan love biasanya
memiliki seseorang yang dekat dan dapat menjaga kesejahteraan well being mereka. Penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Chung 2008
menggunakan mahasiswa sebagai responden dimana mahasiswa biasanya memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk memiliki seseorang yang benar-
benar spesial bagi mereka. Self regulation tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres
akademik. Penelitian yang dilakukan oleh Daulay dan Rola 2012 menunjukkan hasil bahwa self regulated learning pada mahasiswa yang bekerja lebih rendah
dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak bekerja. Mungkin karena fokus, pikiran, dan tenaga telah digunakan untuk kuliah dan bekerja, maka hal ini
mengurangi regulasi diri mereka.
Hope tidak memiliki pengaruh terhadap stres akademik. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Gilman, Dooley, dan Florell dalam Niemiec, 2013
yang menunjukkan hasil bahwa hope berkorelasi negatif dengan distress psikologis dan ketidaksesuaian diri maladjustment di sekolah. Menurut peneliti,
hope tidak berpengaruh terhadap stres akademik karena hope dalam sisi negatif justru dapat menjadi stressor yakni self-imposed dimana seseorang memaksa
dirinya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Spirituality juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres
akademik. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Labbe dan Fobes 2010 yang menunjukkan bahwa partisipan dengan spirituality yang lebih tinggi menunjukkan
respon sistem syaraf simpatis yang lebih rendah ketika merespon penyebab stres dibandingkan dengan partisipan dengan spirituality yang lebih rendah. Spirituality
merupakan sebuah hal yang kompleks dan meliputi beberapa aspek namun sebagian besar item yang digunakan untuk mengukur spirituality dalam penelitian
ini hanya mengukur spirituality dalam aspek keyakinan. Mungkin pengukuran spirituality dalam penelitian ini kurang komprehensif sehingga spirituality tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres akademik. Berdasarkan kategorisasi, sebagian besar mahasiswa UIN Jakarta yang
kuliah sambil bekerja dalam penelitian ini memiliki tingkatan stres akademik yang rendah. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja memiliki tingkatan stres akademik yang tinggi karena mereka harus membagi waktu, tenaga dan
pikiran mereka terhadap kuliah dan pekerjaan Gadzella Masten, 2005; Wilks, 2008; Daulay Rola, 2012.
Data National Center for Education Statistics Papalia, 2001 menunjukkan bahwa para mahasiswa yang bekerja 15 jam lebih per minggu atau
bekerja di pagi sekali atau di waktu yang tidak menetap cenderung menunjukkan prestasi yang kurang baik dalam bidang akademik dibandingkan dengan
mahasiswa yang tidak bekerja. Pada penelitian ini, hanya 31 12,30 mahasiswa yang bekerja di atas 10 jam. Selain itu, dilihat dari jenis pekerjaannya, sebagian
besar mahasiswa yaitu sebanyak 152 60,32 orang bekerja sebagai pengajar privat di mana mereka memiliki jadwal yang dapat diatur dengan baik. Hal ini
mungkin menyebabkan tingkatan stres akademik yang dialami oleh mahasiswa UIN Jakarta yang kuliah sambil bekerja tidak terlalu tinggi.
Tingkatan stres akademik yang tidak tergolong tinggi ini mungkin juga berkaitan dengan bagaimana mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dapat
menghadapi tuntutan-tuntutan stressor perkuliahan maupun pekerjaaannya yang dipengaruhi oleh keyakinannya mengenai kemampuan dalam menghadapi stressor
dan cara yang dipilih untuk menghadapi stressor tersebut. Ed Boenisch dan Michele Haney 1998 menambahkan bahwa pengelolaan stres berhubungan
dengan kebermaknaan, keseimbangan dan kesehatan. Dengan melakukan kuliah sambil bekerja, mahasiswa berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
mereka tetapkan sehingga mereka dapat merasakan hidup mereka lebih bermakna. Dengan menyeimbangkan antara tuntutan dalam kuliah dan bekerja, stres dapat
dikelola dengan baik sehingga stres akademik mahasiswa tidak berada dalam
tingkatan yang terlalu tinggi. Dengan menjaga kesehatan baik fisik dan psikologis, maka mahasiswa memiliki energi yang memadai untuk menghadapi tuntutan-
tuntutan yang dihadapi, dalam hal ini tuntutan dalam perkuliahan dan pekerjaan. Sarafino 2011 menyatakan bahwa faktor protektif akan memiliki
pengaruh yang signifikan sebagai jika seseorang mengalami stres yang tinggi. Dalam penelitian ini, responden yang memiliki stres akademik yang rendah lebih
banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki stres akademik yang tinggi sehingga besarnya pengaruh karakter sebagai faktor protektif terhadap stres
akademik tidak terlalu besar. Selain itu, adanya faktor-faktor yang lain yang berpengaruh terhadap stres akademik juga turut mempengaruhi besarnya pengaruh
dari character strengths sebagai Independent Variable IV terhadap stres akademik sebagai Dependent Variable DV.
Di samping itu, Masten dan Herbers 2009 menyatakan bahwa faktor- faktor protektif, termasuk character strengths merupakan sebuah variabel
kontinum yang memiliki kutub positif dan negatif sehingga character strengths tidak hanya memiliki efek buffering terhadap stres. Sebaliknya, character
strengths dalam sisi yang negatif dapat menjadi sebuah titik kerawanan vulnerability terhadap permasalahan psikologis. Hal ini mungkin perlu ditinjau
lebih jauh agar mendapatkan sebuah pemahaman teoritik yang lebih utuh dan mendalam.
Selain itu, jika dilihat dari kategorisasi, sebagian besar responden memiliki tingkatan character strengths yang rendah. Hal ini mungkin menyebabkan
variabel-variabel tersebut tidak dapat memberikan sumbangan yang signifikan
terhadap bervariasinya stres akademik mahasiswa UIN Jakarta yang kuliah sambil bekerja.
Bagaimanapun, ketidaksesuaian atau perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian terdahulu mungkin disebabkan oleh beberapa faktor penting
seperti sampling error, perbedaan penggunaan alat ukur psikologis, background sample, serta hal lain yang tidak ikut diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, latar
belakang kultur yang berbeda antara penelitian terdahulu dan penelitian ini juga dapat menyebabkan perbedaan hasil.