Effectiveness of fruitflies pest management components on chili

KEEFE
EKTIFAN
N BEBER
RAPA KO
OMPONE
EN PENG
GENDALIIAN
H
HAMA
LALAT BU
UAH PAD
DA TANA
AMAN CABAI

HE
ERMA AM
MALIA

SEKOLA
AH PASC
CASARJA

ANA
IN
NSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
BOGO
OR
2
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Keefektifan Beberapa Komponen
Pengendalian Hama Lalat Buah pada Tanaman Cabai” adalah karya saya dengan
arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Februari 2012

Herma Amalia
NRP A351090011
 

ABSTRACT
HERMA AMALIA. Effectiveness of Fruitflies Pest Management Components on
Chili. Supervised by DADANG and DJOKO PRIJONO.
The objectives of this research were to evaluate the resistance of five chili
genotypes, the effectiveness of botanical insecticides, the effectiveness of
mulches, and the effectiveness of trap crop, repellent crop, and fruitfly trap against
the fruitfly (Bactrocera spp., Diptera: Tephritidae) on chili in the farmer field at
Megamendung and Katulampa, Bogor, West Java. This research was done during
three planting seasons since June 2010 until December 2011. In the first
experiment, five chili genotypes were evaluated. In the second experiment,
resistance and susceptible chili genotypes and the efficacy of insecticides were
tested. In the third experiment, the treatments included the use of resistance chili
genotype as a production crop, susceptible chili genotype as a trap crop, citronella
grass (Cymbopogon nardus) as a repellent crop, insecticides application as in the

second experiment, mulches, and the use of fruitfly trap with methyl eugenol
attractant. In the laboratory, repellency of Piper retrofractum and Annona
squamosa extract mixture, Cymbopogon nardus extract, spinosad (Tracer 120
SC), and imidacloprid (Confidor 5 WP) were tested using a Y-tube olfactometer.
The results of this research showed that chili variety of Keriting 09 was resistant
and SP Hot 77 was susceptible to fruitfly attack. Application of P. retrofractum
and A. squamosa extract mixture, C. nardus extract, spinosad, and imidacloprid
did not significantly affect fruitfly infestation. The use of rice straw and plastic
mulch did not significantly affect fruitfly infestation. The use of trap crop,
repellent crop, and fruitfly trap could decrease fruitfly attack on the main crop.
Citronella grass was potential to be used as a repellent crop. The use of fruitfly
trap caught two species of fruitflies, i.e. Bactrocera (B.) dorsalis complex and
B.(B.) umbrosa. Based on identification in the laboratory, fruitflies that attacked
chili in the field were B. (B.) carambolae and B. (B.) papayae, both belong to B.
(B.) dorsalis complex. Natural enemy that attacked the fruitflies was a parasitoid
wasp Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae). Integrated pest management
components that can be applied to control fruitflies on chili are the use of
resistance chili genotype as a production crop, susceptible chili genotype as a trap
crop, citronella grass as a repellent crop, fruitfly trap with methyl eugenol
attractant, and natural enemy conservation.

Key words: chili, fruitfly, integrated pest management (IPM).

RINGKASAN
HERMA AMALIA. Keefektifan Beberapa Komponen Pengendalian Hama Lalat
Buah pada Tanaman Cabai. Dibimbing oleh DADANG dan DJOKO PRIJONO.
Lalat buah (Bactrocera spp., Diptera: Tephritidae) merupakan salah satu
hama penting pada tanaman cabai (Capsicum sp.). Berbagai upaya telah dilakukan
untuk mengendalikan lalat buah, akan tetapi sampai saat ini serangan lalat buah
masih menjadi faktor pembatas yang menimbulkan kerugian dalam budidaya
tanaman cabai. Pada prinsipnya pengendalian lalat buah akan memberikan hasil
penekanan lebih baik bila dilaksanakan secara terpadu. Keberhasilan
pengendalian secara terpadu sangat ditentukan oleh keefektifan masing-masing
komponen pengendalian. Untuk itu diperlukan serangkaian percobaan untuk
mengetahui keefektifan beberapa komponen pengendalian yang diperlukan untuk
penyusunan program pengendalian hama terpadu (PHT) lalat buah pada tanaman
cabai. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi ketahanan beberapa genotipe cabai,
pengaruh insektisida botani, pengaruh penggunaan mulsa jerami dan mulsa plastik
perak hitam, serta penggunaan tanaman perangkap, tanaman penolak, dan
perangkap terhadap serangan lalat buah pada tanaman cabai di lapangan.
Penelitian dilaksanakan di pertanaman cabai milik petani di Megamendung

dan Katulampa Bogor, serta di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penelitian dimulai sejak Juni 2010 hingga Desember 2011. Percobaan dilakukan
sebanyak tiga kali dengan serangkaian perlakuan. Pada percobaan pertama
dilakukan evaluasi ketahanan lima genotipe cabai terhadap serangan lalat buah.
Genotipe cabai yang digunakan adalah F3 (12x10), F3 (10x14), Hot pepper
Tornado, Keriting 09, dan SP Hot 77. Perlakuan pada percobaan pertama disusun
dalam rancangan acak kelompok. Pada percobaan kedua dilakukan evaluasi
penggunaan genotipe cabai yang tahan dan rentan terhadap serangan lalat buah
dan uji efikasi insektisida. Berdasarkan hasil percobaan pertama diketahui bahwa
genotipe yang tahan adalah cabai keriting 09, sedangkan yang rentan adalah cabai
SP Hot 77. Insektisida yang digunakan adalah campuran ekstrak cabai jawa (Piper
retrofractum) dan srikaya (Annona squamosa) 0,2%, ekstrak serai wangi
(Cymbopogon nardus) 0,2%, spinosad (Tracer 120 SC) 0,8 ml/l, dan imidakloprid
(Confidor 5 WP) 0,8 g/l. Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak
terbagi (split plot) dengan tiga ulangan. Pada percobaan ketiga digunakan
perlakuan berdasarkan hasil percobaan pertama dan kedua, yaitu penggunaan
cabai keriting 09 sebagai tanaman produksi, cabai besar SP Hot 77 sebagai
tanaman perangkap, serai wangi sebagai tanaman penolak, penggunaan insektisida
yang sama pada percobaan kedua, penggunaan mulsa, dan penggunaan perangkap

lalat buah dengan atraktan metil eugenol. Perlakuan disusun dalam rancangan
acak kelompok faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu perlakuan mulsa dan
insektisida, masing-masing dengan tiga ulangan. Pengamatan dilakukan mulai 4
hingga 12 minggu setelah tanam (MST). Peubah yang diamati adalah tingkat
serangan lalat buah dan hasil panen. Data serangan lalat buah dan hasil panen
dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda
Duncan pada taraf nyata 5%. Selain percobaan lapangan juga dilakukan pengujian

iii
 

di laboratorium untuk menentukan pengaruh penolakan (repelen) insektisida
terhadap lalat buah dengan olfaktometer tabung Y. Peubah yang diamati adalah
jumlah lalat buah yang tertarik terhadap salah satu insektisida. Data jumlah lalat
buah yang tertarik dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji
selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Data jumlah lalat buah yang tertarik
pada perlakuan dan kontrol pada setiap pengujian dibandingkan menggunakan ujit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cabai keriting 09 tahan terhadap
serangan lalat buah, sedangkan cabai besar SP Hot 77 rentan terhadap serangan
lalat buah. Penggunaan insektisida campuran ekstrak cabai jawa dan srikaya,

ekstrak serai wangi, spinosad dan imidakloprid dengan aplikasi penyemprotan
tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan lalat buah. Pada penelitian ini
mulsa jerami dapat meningkatkan hasil panen, tapi penggunaan mulsa plastik
perak hitam dan jerami tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan lalat
buah. Tingkat serangan lalat buah pada tanaman produksi sangat kecil bahkan
mendekati 0, berbeda pada tanaman perangkap yang tingkat serangannya
mencapai rata-rata 51,12% dan 50,41% pada 11 dan 12 MST. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan tanaman perangkap dapat menekan tingkat
serangan lalat buah. Hasil dari perangkap lalat buah dengan atraktan metil eugenol
ditemukan dua jenis lalat buah yaitu B. (B.) dorsalis kompleks dan B. (B.)
umbrosa. Berdasarkan hasil identifikasi di laboratorium, lalat buah yang
menyerang cabai adalah B. (B) carambolae dan B. (B) papayae yang termasuk
dalam B. (B.) dorsalis kompleks. Musuh alami yang ditemukan menyerang lalat
buah adalah Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae). Hasil pengujian pengaruh
penolakan insektisida terhadap lalat buah menunjukkan bahwa serai wangi
berpotensi sebagai repelen. Penggunaan tanaman perangkap, tanaman penolak,
dan perangkap beratraktan dapat menekan serangan lalat buah pada tanaman
produksi.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disusun pengendalian hama
terpadu (PHT) untuk pengendalian lalat buah pada tanaman cabai dengan

komponen pengendalian sebagai berikut, penggunaan tanaman cabai yang tahan
sebagai tanaman produksi, tanaman cabai yang rentan sebagai tanaman perangkap,
serai wangi sebagai tanaman penolak (repelen), perangkap beratraktan untuk
pemantauan hama dan pengendalian mekanis, serta konservasi musuh alami yaitu
parasitoid Opius sp.
Kata kunci: cabai, lalat buah, pengendalian hama terpadu (PHT).

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan
suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KEEFEKTIFAN BEBERAPA KOMPONEN PENGENDALIAN
HAMA LALAT BUAH PADA TANAMAN CABAI


HERMA AMALIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi. 

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi. 

Judul Tesis

: Keefektifan Beberapa Komponen Pengendalian Hama Lalat

Buah pada Tanaman Cabai
Nama Mahasiswa : Herma Amalia
NRP
: A351090011

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc.
Ketua

Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Pudjianto, MSi.


Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 24 Februari 2012

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
”Keefektifan Beberapa Komponen Pengendalian Hama Lalat Buah pada Tanaman
Cabai”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Entomologi Sekolah Pascasarjana IPB. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc. sebagai ketua komisi pembimbing yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis sejak awal
perkuliahan hingga selesainya penelitian ini
2. Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan keteladanan mendalam, bimbingan dan masukan yang
bermanfaat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini
3. Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi. Sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis
yang telah memberikan saran dalam perbaikan penulisan tesis
4. Bakrie Center Foundation yang telah memberikan beasiswa Bakrie Graduate
Fellowship
5. Program penelitian I-MHERE B2C IPB yang telah mendukung pelaksanaan
kegiatan penelitian ini
6. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT),
Jatisari, Karawang, Jawa Barat yang telah memberikan pelatihan tentang
pemeliharaan lalat buah
7. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selama masa hidupnya telah memberikan
kasih sayang, doa, semangat, nasihat, dan pelajaran hidup yang sangat
berharga bagi penulis. Terima kasih juga untuk adik-adikku tersayang,
keluarga besar di Sukabumi, Bapak Supri di Rancamaya, dan Radi Ihlas
Albani yang selalu memberikan doa dan dukungan bagi penulis
8. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc. sebagai tim peneliti, Bapak Agus
Sudrajat sebagai teknisi, Bapak Karto dan Ibu Dewi sebagai pustakawan, Lia
Nurulalia, Rizki Arfiansyah, Anik Larasati, Bapak Amran sebagai petani di
Megamendung, dan Bapak Abdul Hamid sebagai petani di Katulampa, yang
telah membantu dalam kegiatan penelitian ini
9. Teman-teman di Program Studi Entomologi dan Fitopatologi atas dukungan
dan kebersamaannya
10. Rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga IPB yang
berjuang bersama meraih kesuksesan dalam penyelesaian studi di IPB.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kata sempurna, tetapi
penulis berharap semoga persembahan kecil ini bisa memberikan manfaat bagi
banyak orang.

Bogor, Februari 2012
Herma Amalia

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 10 September 1985 dari
pasangan H. Ahmad Solihin dan Hj. Kobtiah Halimah. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMUN 3 Sukabumi
pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa
Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur USMI. Penulis lulus pendidikan sarjana pada
tahun 2008.
Sejak tahun 2008 hingga sekarang penulis bekerja sebagai asisten dosen di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Penulis juga bekerja
paruh waktu sebagai konsultan pertanian di Kebon Sari Rancamaya, Bogor. Pada
tahun 2009 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan Magister Sains
pada Program Studi Entomologi, Sekolah Pascasarjana IPB.
Selama kuliah penulis aktif menjadi penyaji makalah pada kegiatan Seminar
Nasional Perlindungan Tanaman di Bogor-Indonesia (2009), Seminar Nasional
dan Simposium Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) di YogyakartaIndonesia (2010), The 17th Tri-University International Joint Seminar and
Symposium di Thailand (2010), The 2nd Annual Indonesia Scholars Conference di
Taiwan (2011), dan The ISSAAS International Symposium and Congress di
Bogor- Indonesia (2011). Dari kegiatan ini beberapa tulisannya telah dipublikasi
dalam bentuk prosiding maupun jurnal.
Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Morfologi dan Fisiologi
Serangga serta Hubungan Serangga Tanaman untuk mahasiswa Pascasarjana pada
tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan acara Family
Gathering yang diselenggarakan oleh Forum Wacana Pascasarjana IPB, English
Fun yang diselenggarakan oleh penerima beasiswa Bakrie Graduate Felloswhip
IPB, Seminar Nasional Perlindungan Tanaman dan kegiatan The ISSAAS
International Symposium and Congress.
Prestasi yang telah diraih selama menjadi mahasiswa antara lain Best
Student Paper Award pada kegiatan “The 17th Tri-University international joint
seminar and symposium” (2010), finalis pada kegiatan kompetisi bisnis “Trust
Danone” (2011), dan penerima beasiswa Bakrie Graduate Fellowship (2011).

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................

xiv

PENDAHULUAN ................................................................................
Latar Belakang .............................................................................
Tujuan Penelitian .........................................................................
Manfaat Penelitian .......................................................................
Tahapan Kegiatan Penelitian ........................................................

1
1
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
Tanaman Cabai ..............................................................................
Taksonomi dan Morfologi Cabai .........................................
Syarat tumbuh ......................................................................
Kegunaan Buah Cabai ..........................................................
Lalat buah ......................................................................................
Taksonomi Lalat Buah .........................................................
Gejala Serangan Lalat Buah .................................................
Siklus Hidup Lalat Buah .......................................................
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) ............................................
Konsep dan Pengertian PHT ................................................
Implementasi PHT Lalat Buah .............................................
BAHAN DAN METODE .....................................................................
Tempat dan Waktu ......................................................................
Ekstraksi Bahan Tanaman ...........................................................
Pemeliharaan Lalat Buah .............................................................
Budi Daya Cabai ..........................................................................
Persiapan Lahan ...................................................................
Penyemaian Benih dan Pembibitan ......................................
Pemupukan ...........................................................................
Pemeliharaan Tanaman ........................................................
Panen ....................................................................................
Percobaan Lapangan ....................................................................
Evaluasi Ketahanan Lima Genotipe Cabai terhadap
Serangan Lalat Buah ............................................................
Pengaruh Genotipe Cabai yang Tahan dan Rentan, serta
Perlakuan Insektisida terhadap Serangan Lalat Buah ..........
Pengaruh Mulsa, Insektisida, Tanaman Perangkap,
Tanaman Penolak, dan Perangkap Lalat Buah terhadap
Serangan Lalat Buah ............................................................
Pengamatan ..........................................................................
Percobaan Laboratorium ..............................................................
Pengujian Pengaruh Penolakan (Repelen) ...........................

5
5
5
5
6
7
7
7
8
9
9
10
13
13
13
13
15
15
15
16
16
16
16

 

16
17
17
19
20
20

Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
Percobaan Lapangan ....................................................................
Ketahanan Lima Genotipe Cabai terhadap
Serangan Lalat Buah .............................................................
Pengaruh Genotipe Cabai yang Tahan dan Rentan, serta
Perlakuan Insektisida terhadap Serangan Lalat Buah ...........
Pengaruh Mulsa, Insektisida, Tanaman Perangkap,
Tanaman Penolak, dan Perangkap Lalat Buah terhadap
Serangan Lalat Buah .............................................................
Percobaan Laboratorium ...............................................................
Pembahasan Umum .......................................................................

23
23

SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

43

LAMPIRAN ..........................................................................................

47

23
24
27
33
35

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Evaluasi lima genotipe cabai terhadap serangan lalat buah ..............

23

2 Hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan insektisida
terhadap serangan lalat buah di Katulampa, Percobaan II-2011 ......

25

3

Tingkat serangan lalat buah pada dua genotipe cabai di Katulampa,
Percobaan II-2011 .............................................................................

25

Pengaruh perlakuan insektisida terhadap tingkat serangan lalat buah
di Katulampa, Percobaan II-2011 .....................................................

26

Pengaruh perlakuan insektisida pada hasil panen cabai di Katulampa,
Percobaan II-2011 .............................................................................

26

Hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa, Percobaan III-2011 ....................

28

Perkembangan serangan lalat buah pada pertanaman cabai
keriting dengan perlakuan mulsa di Katulampa, Percobaan III-2011

28

Perkembangan populasi trips (Thrips sp.) pada pertanaman cabai
keriting dengan perlakuan mulsa di Katulampa, Percobaan III-2011

28

Perkembangan serangan lalat buah pada pertanaman cabai
keriting dengan perlakuan insektisida di Katulampa
Percobaan III-2011............................................................................

29

10 Hasil panen cabai pada petak perlakuan mulsa di Katulampa,
Percobaan III-2011 ...........................................................................

29

11 Rata-rata jumlah lalat buah betina B. (B.) carambolae yang
mendatangi bahan uji dalam pengujian dengan olfaktometer
tabung Y ............................................................................................

34

12 Ringkasan hasil uji-t dalam pengujian olfaktometer beberapa
jenis insektisida terhadap rata-rata jumlah lalat buah betina
B. (B.) carambolae yang datang ......................................................

35

4
5
6
7
8
9

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Pemeliharaan lalat buah, pengumpulan telur (a), pemeliharaan larva
dalam pakan buatan (b), penyaringan pupa (c), dan pemeliharaan
imago (d) ...........................................................................................

14

2

Denah petak percobaan di Katulampa pada percobaan ketiga, 2011

18

3

Olfaktometer tabung Y .....................................................................

20

4

Bentuk umum buah cabai F3 (12x10), F3 (10x14), Hot Pepper
Tornado, Keriting 09, dan SP Hot 77 ..............................................

24

5 Kondisi petak percobaan di Katulampa percobaan pada II-2011 ....

25

6 Kondisi petak percobaan di Katulampa pada percobaan III-2011
Cabai keriting 09 (a), cabai SP Hot 77 (b), dan serai .......................
wangi (c ) ..........................................................................................

27

7 Perbedaan tinggi tanaman cabai dengan perlakuan mulsa plastik
perak-hitam, mulsa jerami, dan tanpa mulsa .....................................

29

8 Pengaruh penggunaan mulsa terhadap tinggi tanaman cabai di
Katulampa, Percobaan III-2011 .........................................................

30

9 Jenis dan populasi lalat buah yang masuk ke dalam perangkap lalat
buah di Katulampa, Percobaan III-2011 ............................................

31

10 Lalat buah B. (B.) carambolae ..........................................................

32

11 Lalat buah B. (B.) papayae ...............................................................

32

12 Parasitoid lalat buah Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae) ............

33

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Diagram alir penelitian ....................................................................

48

2

Komposisi bahan pakan buatan lalat buah .......................................

49

3

Hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa pada 7 MST ..............................

49

Hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa pada 8 MST ..............................

49

Hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa pada 9 MST ..............................

50

Hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa pada 10 MST ............................

50

Hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa pada 11 MST ............................

50

Hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa pada 12 MST ............................

51

9 Hasil sidik ragam pengaruh mulsa dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa pada 10 MST ............................

51

10 Hasil sidik ragam pengaruh mulsa dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa pada 11 MST ............................

51

11 Hasil sidik ragam pengaruh mulsa dan insektisida terhadap
serangan lalat buah di Katulampa pada 12 MST ............................

52

4
5
6
7
8

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang
memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Ada tiga tipe cabai yang dibedakan
berdasarkan bentuk buah, yaitu cabai besar, cabai keriting, dan cabai rawit.
Tanaman cabai tergolong tanaman yang cukup toleran terhadap berbagai kondisi
lingkungan, sehingga dapat dibudidayakan baik di dataran rendah maupun dataran
tinggi (Vos & Duriat 1995). Walaupun demikian, produktivitas cabai di Indonesia
masih tergolong rendah. Menurut BPS (2011) musim hujan yang berkepanjangan
pada tahun 2010 mengakibatkan produksi cabai turun drastis, contohnya
produktivitas cabai merah di Brebes tahun 2010 sebesar 2,83 ton/ha, turun 55,94%
dari tahun sebelumnya, bahkan produksi cabai rawit turun lebih tajam sebesar
65,46%. Selain cuaca ekstrim, kegagalan panen cabai juga dapat disebabkan oleh
serangan hama dan penyakit.
Hama yang paling sering menjadi permasalahan utama pada budi daya cabai
adalah lalat buah (Bactrocera spp.; Diptera: Tephritidae).  Lalat buah betina
menyerang buah cabai dengan memasukkan telur melalui ovipositornya ke dalam
buah (Agarwal & Kapoor 1984). Pemasukan ovipositor ke dalam buah
menyebabkan adanya gejala tusukan pada buah berupa tanda titik berwarna gelap
cokelat kehitaman. Jumlah telur yang diletakkan bervariasi yaitu 2-15 butir (Siwi
et al. 2006). Telur kemudian menetas menjadi larva yang hidup, makan dan
berkembang di dalam buah sehingga buah menjadi busuk berisi larva atau dikenal
dengan bilatung (Kalshoven 1981). Buah yang terserang lalat buah dan busuk,
akhirnya jatuh ke tanah. Larva instar akhir akan meninggalkan buah untuk
berpupa di bawah permukaan tanah. Selanjutnya pupa akan berkembang menjadi
imago lalat buah.
Serangan lalat buah pada cabai tersebut dapat menurunkan hasil panen cabai
baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Menurut Wardani & Purwanta (2008),
rata-rata tingkat serangan lalat buah pada cabai adalah 20-25%. Namun pada
kondisi tertentu, serangan lalat buah dapat mencapai 90% (Balai Karantina
Pertanian 1995).


Petani telah berupaya untuk mengendalikan lalat buah dengan berbagai cara,
akan tetapi hasil dari pengendalian masih belum maksimum. Untuk meningkatkan
keberhasilan upaya pengendalian, sebaiknya pengendalian dilakukan dengan
menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Pengendalian hama
secara terpadu merupakan cara yang ideal untuk mengurangi kerusakan yang
ditimbulkan oleh hama dalam rangka menyelamatkan produksi pertanian sehingga
dapat mendukung program ketahanan dan keamanan pangan. PHT merupakan
suatu usaha pengelolaan agroekosistem yang bertujuan untuk mempertahankan
populasi hama di bawah ambang yang merugikan dengan memadukan dan
memanfaatkan berbagai metode pengendalian hama (Untung 1993). Dalam PHT
dua atau lebih cara pengendalian hama dapat diterapkan untuk mengurangi
permasalahan hama (Levins 1986).
Komponen PHT yang dapat diterapkan mencakup (1) pengendalian secara
kultur teknis, (2) pengendalian hayati, (3) pengendalian secara mekanis atau fisik,
(4) pemantauan hama, dan (5) pengendalian secara kimiawi. Menurut Duriat dan
Sastrosiwojo (1994), pengendalian secara kultur teknis pada cabai dapat dilakukan
dengan pengelolaan tanah dan air, sanitasi, penggunaan benih/bibit sehat,
pemupukan berimbang, drainase/ guludan, tumpang sari, tanaman perangkap, dan
penggunaan varietas tahan. Pada penelitian ini digunakan beberapa komponen
pengendalian secara kultur teknis, seperti penggunaan varietas tahan, tanaman
perangkap, dan tanaman penolak. Menurut Oka (1995), penggunaan varietas tahan
hama merupakan salah satu taktik pengendalian yang hendaknya memperoleh
perhatian, sebab tidak mencemari lingkungan, kompatibel dengan taktik
pengendalian yang lain, dan dapat digabungkan dengan persyaratan agronomi.
Komponen pengendalian lain yang digunakan pada penelitian ini ialah
pengendalian hayati dengan pemanfaatan musuh alami di alam. Menurut White
dan Harris (1992), larva dan pupa lalat buah dapat diserang oleh berbagai jenis
parasitoid Hymenoptera, pada umumnya oleh spesies Opiinae (Braconidae), tapi
Chalcidoidea dan famili lain juga penting.
Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan aplikasi mulsa dan
pemasangan perangkap lalat buah. Menurut Hamdani (2009), efek aplikasi mulsa

3
ditentukan oleh jenis bahan mulsa. Bahan yang dapat digunakan sebagai mulsa di
antaranya sisa-sisa tanaman (serasah atau jerami) dan bahan plastik.
Pengendalian secara kimiawi menjadi alternatif terakhir dalam PHT.
Pengendalian ini dapat dilakukan dengan aplikasi insektisida botani dan sintetik.
Insektisida yang diizinkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia untuk
mengendalikan lalat buah antara lain insektisida yang mengandung bahan aktif
imidakloprid, sipermetrin, alfa sipermetrin, dan spinosad (Deptan 2008). Beberapa
famili tumbuhan yang berpotensi sebagai sumber insektisida botani adalah famili
Meliaceae, Annonaceae, Piperaceae, Asteraceae, Zingiberaceae, dan Solanaceae
(Dadang 1999). Penggunaan ekstrak tumbuhan sebagai salah satu sumber
insektisida botani didasarkan atas pemikiran adanya mekanisme pertahanan dari
tumbuhan akibat interaksinya dengan serangga pemakan tumbuhan, salah satunya
adalah senyawa sekunder tumbuhan yang bersifat sebagai penolak (repelen) yang
dapat melindungi tanaman dari serangan hama (Frazier & Chyb 1995). Hasil
penelitian Mardiasih (2010) serai wangi berpotensi sebagai repelen bagi lalat
buah. Menurut Dadang dan Prijono (2008) ekstrak Azadirachta indica juga dapat
menghambat aktivitas peneluran lalat buah B. dorsalis (Diptera: Tephritidae).
Keberhasilan

pengendalian

secara

terpadu

sangat

ditentukan

oleh

keefektifan masing-masing komponen pengendalian. Untuk itu diperlukan
serangkaian percobaan untuk mengetahui keefektifan beberapa komponen
pengendalian yang diperlukan untuk menyusun program pengendalian lalat buah
secara terpadu pada tanaman cabai.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan
a. mengevaluasi ketahanan beberapa genotipe cabai terhadap lalat buah di
lapangan;
b. menguji pengaruh campuran ekstrak cabai jawa (Piper retrofractum) dan
srikaya (Annona squamosa), serta ekstrak serai wangi (Cymbopogon nardus)
terhadap serangan lalat buah di lapangan;
c. mengetahui pengaruh penggunaan mulsa jerami dan mulsa plastik perak-hitam
terhadap serangan lalat buah di lapangan;


d. mengevaluasi penggunaan tanaman perangkap, tanaman penolak, dan
perangkap beratraktan terhadap serangan lalat buah di lapangan;
e. menguji efek penolakan (repelen) campuran ekstrak cabai jawa dan srikaya,
serta ekstrak serai wangi terhadap lalat buah di laboratorium.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya suatu
model pengendalian hama terpadu lalat buah pada tanaman cabai yang dapat
diterapkan oleh petani.

Tahapan Kegiatan Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, tahapan kegiatan penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Percobaan lapangan
a) evaluasi ketahanan lima genotipe cabai terhadap serangan lalat buah;
b) pengaruh genotipe cabai yang tahan dan rentan terhadap serangan lalat
buah dan perlakuan insektisida terhadap lalat buah;
c) pengaruh penggunaan mulsa, insektisida, tanaman perangkap, tanaman
penolak, dan perangkap dengan atraktan terhadap serangan lalat buah.
2. Percobaan laboratorium
Pengujian pengaruh penolakan (repelen) insektisida terhadap lalat buah.
Diagram alir kegiatan penelitian ditampilkan pada Lampiran 1.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Cabai
Taksonomi dan Morfologi Cabai
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae).
Famili tumbuhan ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 spesies
yang terdiri atas tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil lainnya. Genus
cabai (Capsicum) mencakup sekitar 20 spesies yang sebagian besarnya tumbuh di
tempat asalnya, yaitu Amerika. Beberapa spesies yang sudah umum antara lain
cabai besar (C. annuum), cabai rawit (C. frustescens), C. baccatum, C. pubescens,
dan C. chinense (Siemonsma & Piluek 1994).
Ciri-ciri umum cabai adalah memiliki batang yang tegak dengan batang
berkayu dan jumlah cabang banyak. Daun cabai umumnya berwarna hijau muda
sampai hijau gelap bergantung pada varietasnya. Bentuk daun cabai umumnya
bulat telur, lonjong, dan oval dengan ujung meruncing, tergantung jenis dan
varietasnya. Bunga cabai berbentuk seperti terompet, terdiri atas kelopak bunga,
mahkota bunga, benang sari, dan putik. Posisi bunga menggantung dengan warna
mahkota putih. Bunga cabai merupakan bunga berkelamin dua karena benang sari
dan putik terdapat dalam satu tangkai. Buah cabai memiliki bentuk dan ukuran
yang berbeda-beda tergantung jenis dan varietasnya (Wiryanta 2002).

Syarat Tumbuh
Tanaman cabai berasal dari Amerika Tengah dan dapat tumbuh di dataran
rendah atau tinggi serta dapat ditanam pada musim kemarau ataupun musim
penghujan. Waktu tanam yang tepat disesuaikan dengan jenis lahan. Menurut
Sumarni (1996), pemilihan waktu tanam yang paling tepat penting dilakukan
terkait dengan ketersediaan air dan curah hujan. Tanaman cabai dikenal sebagai
tanaman yang tidak terlalu tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Curah hujan
yang tinggi pada saat tanaman cabai sedang berbunga dapat mengakibatkan bunga
rontok sehingga jumlah buah juga berkurang (Widodo 2002). Untuk lahan kering
atau tegalan dengan drainase yang baik, waktu tanam yang tepat adalah awal
musim penghujan, sedangkan untuk lahan sawah adalah akhir musim penghujan.

6
Tanah yang cocok untuk tanaman cabai agar tumbuh dengan subur adalah
tanah yang gembur dengan pH 5,5-6,8, kandungan unsur hara seimbang, dan kaya
bahan organik (Widodo 2002). Suhu rata-rata yang baik untuk pertumbuhan cabai
adalah 18-28 ˚C. Meskipun demikian suhu yang benar-benar optimum adalah 2128 ˚C. Khusus cabai besar, suhu rata-rata yang optimum adalah 21-25 ˚C, untuk
fase pembungaan dibutuhkan suhu udara antara 18,3 dan 26,7 ˚C. Suhu rata-rata
yang terlalu tinggi dapat menurunkan jumlah buah. Suhu rata-rata di atas 32 ˚C
dapat mengakibatkan tepung sari menjadi tidak berfungsi. Suhu rata-rata yang
tinggi pada malam hari juga dapat berpengaruh kurang baik terhadap produksi
cabai (Widodo 2002).

Kegunaan Buah Cabai
Buah cabai pada umumnya digunakan sebagai bahan makanan yang
digunakan sebagai bumbu masak. Akan tetapi buah cabai juga dapat dimanfaatkan
untuk keperluan lain, seperti untuk terapi kesehatan dan bahan ramuan tradisional.
Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa buah cabai dapat membantu
menyembuhkan kejang otot, rematik, sakit tenggorokan, dan alergi. Cabai juga
dapat membantu melancarkan sirkulasi darah dalam jantung. Selain itu, cabai
dapat digunakan sebagai obat oles kulit untuk meringankan rasa pegal dan dingin
akibat rematik dan encok karena bersifat analgesik (Wiryanta 2002). Berbagai
khasiat cabai tersebut disebabkan oleh senyawa kapsaisin (C18H27NO3). Buah
cabai mengandung lima senyawa kapsaisinoid, yaitu nordihidrokapsaisin,
kapsaisin, dihidrokapsaisin, homokapsaisin, dan homodihidrokapsaisin (Wiryanta
et al. 2010). Senyawa-senyawa tersebut bisa dijadikan obat untuk pengobatan
sirkulasi darah yang tidak lancar di kaki, tangan, dan jantung.
Cabai juga mengandung kapsikidin yang terdapat dalam biji, berguna untuk
memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem pencernaan.
Senyawa lain yang terdapat dalam buah cabai adalah kapsikol yang berfungsi
sebagai pengganti minyak kayu putih untuk mengurangi pegal-pegal, rematik,
sakit gigi, sesak napas, dan gatal-gatal (Wiryanta 2002).

7
Lalat Buah
Taksonomi Lalat Buah
Lalat buah termasuk dalam ordo Diptera, famili Tephritidae, subfamili
Dacinae, dan tribe Dacinae. Secara morfologi tribe Dacinae dibagi menjadi tiga
genus, yaitu Bactrocera, Dacus, dan Monacrostichus (White & Harris 1992). Di
Indonesia bagian barat terdapat 90 spesies lalat buah yang termasuk jenis lokal,
tetapi hanya delapan spesies yang termasuk hama penting, yaitu Bactrocera
(Bactrocera) albistrigata (de Meijere), B. (B.) carambolae (Drew dan Hancock),
B. (B.) papayae (Drew dan Hancock),

B. (B.) umbrosa (Fabricius), B. (Z.)

cucurbitae (Coquilett), B. (Z.) tau (Walker), dan Dacus (Callantra) longicornis
(Wiedeman). Lalat buah yang umum menyerang cabai adalah B. (B.) carambolae
dan B. (B.) papayae (Siwi et al. 2006). Kedua jenis lalat buah tersebut termasuk
B. (B.) dorsalis kompleks yang sulit dibedakan satu dengan yang lain tanpa
menggunakan alat bantu mikroskop (Muryati et al. 2007).

Gejala Serangan Lalat Buah
Lalat buah betina menyerang buah cabai dengan memasukkan telur melalui
ovipositornya ke dalam buah (Agarwal 1984). Pemasukan ovipositor ke dalam
buah menyebabkan adanya gejala tusukan pada buah berupa tanda titik berwarna
gelap cokelat kehitaman.
Telur kemudian menetas menjadi larva yang hidup, makan dan berkembang
di dalam buah sehingga buah menjadi busuk berisi larva atau dikenal dengan
bilatung (Kalshoven 1981). Sesudah telur menetas, larva membuat lubang di
dalam buah sehingga mempermudah masuknya bakteri dan cendawan (Siwi et al.
2006). Lalat buah hidup secara simbiosis mutualisme dengan bakteri, sehingga
ketika lalat buah meletakkan telur pada buah, bakteri akan terbawa dengan diikuti
cendawan yang akhirnya menyebabkan busuk. Sesudah telur menetas, larva
mengorek daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak atau pencerna yang
berfungsi melunakkan daging buah sehingga mudah diisap dan dicerna. Enzim
tersebut diketahui yang mempercepat pembusukan, selain bakteri pembusuk yang
mempercepat aktivitas pembusukan buah. Bakteri tersebut hidup pada dinding

8
ovari, tembolok, dan ileum lalat (Hill 1983; Ria 1994). Buah yang terserang lalat
buah dan busuk, akhirnya jatuh ke tanah.

Siklus Hidup Lalat Buah
Lalat buah termasuk serangga yang bermetamorfosis sempurna, yaitu
melewati empat fase perkembangan: telur, larva, pupa, dan imago. Lalat buah
betina dapat meletakkan telur 1-40 butir per hari. Seekor lalat buah betina mampu
memproduksi telur sampai 800 butir selama hidupnya (Metcalf & Flint 1951).
Telur berwarna putih berbentuk bulat panjang, dan diletakkan berkelompok
2-15 butir. Telur akan menetas menjadi larva 2 hari setelah telur diletakkan di
dalam buah. Larva berbentuk ramping atau bulat panjang, memiliki 8 ruas
abdomen, berwarna putih keruh atau putih kekuningan dengan ujung belakang
tumpul. Larva Diptera dapat dikenali dari kemampuannya untuk meloncat. Fase
larva terdiri atas tiga instar. Instar I sangat kecil, berwarna jernih dan bening
dengan permukaan seperti bentuk pahatan. Larva instar II dan III berwarna putih
keruh dan hampir sama, hanya bentuk larva instar III lebih besar (Siwi et al.
2006). Larva membuat saluran-saluran di dalam buah dan mengisap cairan buah.
Larva hidup dan berkembang dalam daging buah selama 6-9 hari. Larva instar III
biasanya menjatuhkan diri ke tanah sebelum berubah menjadi pupa. Keberadaan
larva di dalam buah juga dapat memicu pertumbuhan dan kehidupan organisme
pembusuk lainnya (Harris 1994).
Puparium berbentuk oval, berwarna kecokelatan, dan panjang mencapai 5
mm. Masa pupa 4-10 hari dan setelah itu pupa menjadi imago. Periode larva dan
pupa berlangsung selama 2-4 minggu (Harris 1994). Rata-rata daur hidup lalat
buah dari telur sampai imago di daerah tropis sekitar 25 hari. Setelah menjadi
imago, lalat membutuhkan sumber protein untuk makanannya dan reproduksi
(Drew 1994).
Imago lalat buah memiliki ciri-ciri penting yang umum digunakan untuk
identifikasi yaitu pada bagian antena, mata, noda/bercak muka (facial spot),
dorsum toraks, sayap, dan abdomen. B. (B.) carambolae memiliki sayap pita
hitam pada garis costa dan garis anal, pola sayap bagian ujung (apex) berbentuk
seperti pancing, skutum berwarna hitam dengan pita lateral kuning pada sisi

9
lateral (lateral postsutural vitae), postpronotal berwarna kuning atau oranye,
apisternum sisi lateral mempunyai bercak berwarna kuning, terdapat spot
berwarna hitam pada bagian apical femur tungkai depan lalat buah betina, dan
abdomen berwarna oranye dengan pola-pola yang jelas. B. (B.) papayae memiliki
spot hitam pada muka di masing-masing lekukan antena, toraks berwarna hitam
pada skutum dan mempunyai rambut supra alar di sisi anterior, skutum dengan
pita berwarna kuning/oranye di sisi lateral, sayap mempunyai pita hitam pada
garis costa dan garis anal dengan sel bc sangat jelas, abdomen dengan ruas-ruas
jelas, tergit 3 pada jantan dengan pecten (sisir bulu) di masing-masing sisinya, dan
tidak terdapat spot berwarna hitam pada bagian apical femur tungkai depan lalat
buah betina (Siwi et al. 2006).

Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Konsep dan Pengertian PHT
Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan strategi mengombinasikan
berbagai

metode

pengelolaan

agroekosistem

secara

optimum

dengan

mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial (Untung 1993). Menurut
Norris et al. (2003), PHT adalah sistem pendukung keputusan untuk pemilihan
dan penggunaan taktik pengendalian hama secara tunggal atau harmonis yang
dikoordinasikan ke dalam strategi manajemen, berdasarkan analisis biaya-manfaat
yang mempertimbangkan kepentingan dan dampak pada produsen, masyarakat,
dan lingkungan.
Prinsip-prinsip PHT antara lain (1) prinsip budi daya tanaman, meliputi
persiapan, penanaman, pemeliharaan tanaman supaya sehat, panen, dan
penyimpanan; (2) prinsip sosial-ekonomi, terkait dengan kebutuhan manusia; (3)
prinsip ekologi, terkait dengan interaksi dan kelimpahan organisme; (4) genetika
populasi, terkait dengan ketahanan tanaman terhadap hama; (5) prinsip
pengendalian, meliputi pengendalian secara kimia, fisik, dan biologi (Dent 2000).
Menurut Norris et al. (2003), ada tiga pendekatan fundamental dalam PHT,
yaitu (1) manipulasi organisme hama, (2) manipulasi tanaman inang, dan (3)
manipulasi lingkungan. Pendekatan pertama menggunakan taktik yang secara
langsung memengaruhi organisme hama atau mengubah perilakunya sehingga

10
tidak lagi menyebabkan kerugian yang tidak dapat diterima. Pada pendekatan
kedua, digunakan taktik yang dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap
serangan hama atau mengubah tanaman sehingga hama tidak lagi menyerang.
Pada penedekatan ketiga, taktik yang digunakan memengaruhi populasi hama
secara tidak langsung melalui sumber makanan; Taktik ini mengubah lingkungan
sehingga populasi hama tidak meningkat ke tingkat yang lebih merusak.
Lingkungan dibuat kurang cocok untuk hama, lebih cocok untuk inang, atau lebih
menguntungkan bagi musuh alami.

Implementasi PHT Lalat Buah
Lalat buah merupakan salah satu hama penting pada cabai. Pengendalian
lalat buah dapat dilaksanakan dengan pengendalian hama terpadu (PHT). Menurut
Duriat dan Sastrosiswojo (1994), komponen PHT cabai adalah sebagai berikut:
(1) Pengendalian secara kultur teknis, antara lain pengelolaan tanah dan air,
sanitasi, rotasi tanaman, pengaturan jadwal tanam, penggunaan benih/bibit sehat,
pemupukan berimbang, drainase/guludan, tumpang sari, tanaman perangkap, dan
penggunaan varietas tahan; (2) Pengendalian hayati, pemanfaatan musuh alami
termasuk parasitoid, predator, dan patogen hama; (3) Pengendalian secara
mekanis/fisik, meliputi pengumpulan telur dan larva dengan tangan, isolasi, mulsa
jerami atau plastik, penggantian dengan tanaman sehat, pemotongan daun dan
pucuk; (4) Pemantauan hama, pengamatan mingguan komponen-komponen biotik
dan abiotik untuk menganalisis agroekosistem dan pengambilan keputusan; (5)
Pengendalian secara kimia, menggunakan pestisida sebagai alternatif terakhir, bila
diperlukan secara selektif, efektif, dan aman.
Beberapa pengendalian lalat buah yang dapat diterapkan antara lain
pencegahan serangan lalat buah, sanitasi kebun, penggunaan perangkap dan
atraktan, pemanfaatan musuh alami, penggunaan teknik serangga mandul, dan
penggunaan insektisida (White & Harris 1992).
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menerapkan peraturan karantina
yang ketat terhadap masuknya lalat buah dari wilayah atau negara yang diketahui
mempunyai masalah dengan lalat buah. Untuk mencegah masuknya lalat buah ke
Indonesia melalui produk impor telah diberlakukan Peraturan Menteri Pertanian

11
No. 37 Tahun 2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina
Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-buahan dan atau Sayuran Segar ke dalam
Wilayah Republik Indonesia (Ditlinhor 2006).
Sanitasi kebun dilakukan dengan cara membersihkan area sekitar kebun,
buah yang rontok dan jatuh karena lalat buah dikumpulkan lalu dimasukkan ke
dalam kantung plastik, kemudian dibakar agar larva lalat buah mati. Sanitasi
kebun juga dapat dilakukan dengan membersihkan gulma di sekitar areal
pertanaman karena dapat digunakan sebagai inang alternatif terutama saat tidak
musim berbuah (Ditlinhor 2006). Untuk menekan pertumbuhan gulma dan
serangan lalat buah dapat juga menggunakan mulsa plastik atau jerami (Vos et al.
1995). Menurut Komar (2012) mulsa yang dipasang di bawah tanaman akan
menghalangi larva instar terakhir lalat buah untuk berpupa di dalam tanah.
Penggunaan

perangkap

dilakukan

dengan

menggunakan

perangkap

beratraktan yang dapat mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti
aroma buah atau feromon seks. Contoh atraktan yang dapat digunakan adalah
metil eugenol dan cue lure (Muryati et al. 2008). Zat pemikat lain yang dipadukan
dengan penggunaan perangkap adalah ragi autolisis. Perangkap yang digunakan
sebaiknya terbuat dari bahan yang ringan dan mudah diperoleh. Perangkap
berumpan dipasang atau digantungkan pada ranting atau cabang pohon dengan
ketinggian 2-3 m di atas permukaan tanah (Kardinan 2007; Prihandoyo 2004).
Musuh alami lalat buah yang telah diidentifikasi adalah parasitoid Fopius
arisanus Sonan (Hymenoptera: Braconidae), Dichasmimorpha longicaudata
Ashmead (Hymenoptera: Pteromalidae), dan Tetrastichus difardii Walker
(Hymenoptera: Eulophidae). Predator yang terbukti efektif menurunkan populasi
lalat buah adalah semut Odontoponera denticulate Smith (Hymenoptera:
Formicidae) dan Oecophyla smaragdina F. (Hymenoptera: Formicidae) (Suputa
2006). Menurut White dan Harris (1992), larva dan pupa lalat buah dapat diserang
oleh berbagai jenis parasitoid Hymenoptera, pada umumnya oleh spesies Opiinae
(Braconidae), tapi Chalcidoidea dan famili lain juga penting. Pupa lalat buah di
tanah dapat diserang oleh berbagai jenis predator.
Prinsip teknik serangga mandul (TSM) dalam mengendalikan lalat buah
adalah melepas lalat buah mandul di kebun agar bersaing kawin dengan lalat buah

12
normal. Hanya perkawinan antara sesama lalat normal (fertile) saja yang
menghasilkan keturunan, sedangkan antara jantan normal dan betina mandul atau
sebaliknya tidak menghasilkan keturunan sehingga akhirnya akan terjadi
pengurangan jumlah keturunan (Kuswadi 2000). Penerapan TSM di Indonesia
telah digunakan pada pengendalian lalat buah B. (B.) carambolae. Jutaan
kepompong yang dihasilkan dapat dimandulkan dengan iradiasi gama untuk
kemudian dilepas di lapangan sebagai agen pengendali.
Penggunaan insektisida untuk mengendalikan lalat buah dapat dilakukan
dengan berbagai cara antara lain penyemprotan, pengabutan (fogging),
pencampuran dengan zat penarik yaitu atraktan seks atau atraktan makan,
pencelupan buah pada larutan pestisida (dipping), perlakuan panas atau dingin,
dan fumigasi (Armstrong 1994, Ditlinhor 2006). Insektisida yang diizinkan oleh
Departemen Pertanian Indonesia untuk mengendalikan lalat buah antara lain
insektisida yang mengandung bahan aktif imidakloprid, sipermetrin, alfa
sipermetrin, dan spinosad (Deptan 2008). Selain insektisida sintetik, insektisida
botani juga dapat digunakan dalam pengendalian lalat buah. Beberapa famili
tumbuhan yang berpotensi sebagai sumber insektisida botani adalah famili
Meliaceae, Annonaceae, Piperaceae, Asteraceae, Zingiberaceae, dan Solanaceae
(Dadang 1999). Hasil penelitian Mardiasih (2010) serai wangi berpotensi sebagai
repelen bagi lalat buah. Menurut Dadang dan Prijono (2008) ekstrak Azadirachta
indica juga dapat menghambat aktivitas peneluran lalat buah B. dorsalis (Diptera:
Tephritidae).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di pertanaman cabai milik petani di Megamendung
dan Katulampa Bogor, serta di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dimulai bulan Juni 2010 hingga Desember 2011.

Ekstraksi Bahan Tanaman
Biji srikaya, buah cabai jawa, dan batang serai wangi dipotong-potong
menjadi bagian yang lebih kecil lalu dikeringudarakan. Setiap bahan tumbuhan
dihaluskan dengan blender dan diayak dengan pengayak bermata 0,5 mm
sehingga dihasilkan serbuk. Serbuk setiap bahan tanaman sebanyak 200 gram
direndam dalam pelarut metanol dengan perbandingan 1:10 (w/v) selama 24 jam.
Selanjutnya cairan rendaman tersebut disaring menggunakan corong kaca yang
dialasi kertas saring dan ditampung menggunakan labu erlenmeyer.

Hasil

penyaringan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 50 ˚C dan tekanan 335
mbar. Pelarut yang diperoleh kembali pada proses penguapan tersebut digunakan
untuk merendam ulang ampas bahan tanaman hingga hasil penyaringan agak
bening atau tidak berwarna. Hasil ekstrak kasar bahan tanaman yang diperoleh
ditimbang kemudian disimpan di dalam lemari es pada suhu ±4˚C sampai
digunak