Latar Belakang Reptilia merupakan salah satu bagian dari kekayaan hayati yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Reptilia merupakan salah satu bagian dari kekayaan hayati yang dimiliki

Indonesia. Diperkirakan di Indonesia tercatat 816 jenis reptilia Iskandar 1996. Sekarang ini reptilia telah dimanfaatkan dengan daya guna tinggi seperti obat, makanan, pertunjukan dan juga binatang peliharaan. Pemanfaatan terhadap reptilia akan menyebabkan permintaan akan reptilia meningkat. Perdagangan reptilia mempunyai prospek yang tinggi dan akan mempengaruhi keberadaannya Samedi Iskandar 2000. Perburuan untuk perdagangan yang tidak terkendali merupakan ancaman utama terhadap kepunahan satwaliar Noerdjito et al. 2005. Mardiastuti Soehartono 2003 menyatakan perdagangan reptilia internasional sebagai binatang peliharaan telah dimulai tahun 1980. Tahun 1999, sebanyak 161 spesies reptilia hidup tercatat diperjualbelikan. Jenis ular sanca dan boa dimanfaatkan sebagai binatang peliharaan. Sinaga 2008 menyatakan bahwa pemanfaatan reptilia kura-kura air tawar dan kura-kura darat sejak lama telah dimanfaatkan salah satunya sebagai binatang peliharaan. Dewasa ini masyarakat sudah mulai melirik reptilia sebagai binatang peliharaan menggantikan burung dan beberapa mamalia yang sudah dijadikan binatang peliharaan sebelumnya. Di Asia, perdagangan satwa sebagai binatang peliharaan telah dilakukan dalam skala luas dan jumlah yang besar Nijman Sheperd 2007. Reptilia sebagai binatang peliharaan mempunyai daya tarik yang cukup tinggi. Powell 2005 menyatakan bahwa jenis ular sangat baik dijadikan binatang peliharaan karena eksotik, indah dan unik, selain itu jenis iguana, biawak dan kadal dan cukup menarik untuk dipelihara. Permintaan akan jenis reptilia dari Indonesia bagian timur di pasar internasional cukup tinggi permintaan, karena keindahan tubuh dan status keendemikannya Mardiastuti 2009. Pemanfaatan reptilia dikhawatirkan dapat mempengaruhi populasinya di alam. Pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian terhadap isu perdagangan satwaliar. Indonesia sudah mengikuti konvensi CITES dalam perdagangan satwa, yang mengatur segala bentuk perdagangan satwa pada skala internasional Soehartono Mardiastuti 2003. Keterikatan Indonesia terhadap konvensi tersebut, mengharuskan Indonesia berhati-hati dalam mengelola lingkungan pendukung keanekaragaman hayati agar tidak terjadi kepunahan Noerdjito et al. 2005. Jakarta merupakan ibukota Indonesia yang menjadi pusat perekonomian negara dan tidak menutup kemungkinan menjadi pusat perdagangan reptilia di Indonesia. Hasil penelitian Mardiastuti 2009 mencatat Jakarta sebagai salah satu kota yang disebut titik kuning yaitu kota yang rawan terhadap perdagangan ilegal. Sheperd dan Nijman 2007 di tahun 2004 telah melakukan penelitian untuk perdagangan kura-kura di Jakarta dan tercatat 48 jenis kura-kura yang diperdagangkan di toko hewan. Hal tersebut telah memberi informasi akan tingginya aktivitas perdagangan reptilia di ibukota. Dalam dunia perdagangan satwaliar, DKI Jakarta disebut sebagai pasar yang prospektif karena keunggulan dalam aksesbilitas yang sangat mudah dicapai Mardiastuti 2009. Penelitian mengenai perdagangan reptilia telah dibahas dalam penelitian Sinaga 2008 mengenai perdagangan kura-kura, namun tidak dikhususkan perannya sebagai binatang peliharaan. Penelitian ini diharapkan memberi informasi mengenai reptilia yang menjadi binatang peliharaan oleh para pecinta reptilia dan informasi perdagangan reptilia sebagai binatang pemeliharaan di DKI Jakarta yang masih dirasakan kurang.

1.2 Tujuan