Penapisan Komunitas Bakteri Rizosfer secara In Planta untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jagung di Lahan Kering

PENAPISAN KOMUNITAS BAKTERI RIZOSFER
SECARA IN PLANTA UNTUK MENINGKATKAN
PERTUMBUHAN JAGUNG DI LAHAN KERING

ERNIN HIDAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Penapisan Komunitas
Bakteri Rizosfer secara In Planta untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jagung di
Lahan Kering adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015

Ernin Hidayati
NIM G361100071

RINGKASAN
ERNIN HIDAYATI. Penapisan Komunitas Bakteri Rizosfer secara In Planta untuk
Meningkatkan Pertumbuhan Jagung di Lahan Kering. Dibimbing oleh ARIS TRI
WAHYUDI, ANTONIUS SUWANTO dan RAHAYU WIDYASTUTI.
Indonesia mempunyai ketersediaan lahan kering yang luas yang potensial
untuk pengembangan berbagai komoditas tanaman penting seperti jagung, namun
peningkatan kapasitasnya masih terkendala oleh berbagai permasalahan antara lain
kekeringan dan tingkat kesuburan tanah yang rendah. Aplikasi mikrob untuk
meningkatkan produktivitas lahan kering telah banyak dilakukan. Meskipun
demikian pencarian inokulum mikrob yang efektif yang sesuai dengan
permasalahan lahan kering harus terus dilakukan. Dalam penelitian ini, dilakukan
penapisan in planta untuk mendapatkan komunitas bakteri rizosfer yang potensial
sebagai pemacu pertumbuhan tanaman jagung di lahan kering. Kelompok bakteri
dominan yang merupakan bagian dari komunitas bakteri yang terseleksi secara in

planta juga dipelajari untuk mengetahui karakter pemacu tumbuhnya serta potensi
dan peranannya dalam pertumbuhan tanaman jagung pada penelitian skala rumah
kaca.
Sebanyak 11 sampel tanah rizosfer (TR A, TR B, TR C, TR D, TR E, TR F,
TR G, TR H, TR I, TR J, dan TR K) dikoleksi dari tanaman jagung terpilih yang
tumbuh di dua lokasi pengembangan lahan kering di Pulau Lombok, NTB. Hasil
percobaan pada skala rumah kaca terhadap pengaruh penambahan 100 g tanah
rizosfer pada media tanam jagung menunjukkan bahwa TR D memberikan
pengaruh yang paling baik terhadap pertumbuhan. Pada kadar air media tanam 50%
kapasitas lapang, perlakuan TR D menghasilkan rerata peningkatan berat basah
biomassa bagian atas sebesar 47.1%, berat kering biomassa bagian atas sebesar
45.2% dan berat kering akar sebesar 33.4%.
Berdasarkan kajian awal terhadap jumlah dan jenis bakteri yang dikultur
menggunakan empat macam media kultur, diketahui bahwa TR D dihuni oleh
paling sedikitnya 22 isolat bakteri dan 5.72 x 107 sel bakteri per gram tanahnya.
Jumlah isolat tersebut lebih banyak dibanding jumlah isolat yang ditemukan pada
sampel tanah rizosfer lainnya. Analisis T-RFLP dengan pendekatan metagenom
menunjukkan bahwa sebanyak 8 T-RF terdeteksi pada komunitas bakteri TR D.
Jumlah T-RF tersebut lebih banyak dibanding jumlah T-RF yang terdeteksi pada
komunitas lainnya. Pada pendekatan pengkulturan, sebanyak 7 T-RF terdeteksi

pada komunitas TR D. Jumlah T-RF tersebut sama dengan jumlah T-RF yang
terdeteksi pada komunitas TR A. Pada metagenom, keanekaragaman komunitas
bakteri TR D berdasarkan indeks Shannon adalah 1.60. Tingkat keanekaragaman
tersebut lebih tinggi dibanding komunitas lainnya. Pada pengkulturan,
keanekaragaman komunitas bakteri TR D adalah 1.58. Tingkat keanekaragaman
tersebut lebih rendah dibanding komunitas TR A dan lebih tinggi dibanding
komunitas lainnya. Komunitas TR D tersusun antara lain oleh kelompok
Burkholderiales, Pseudomonas, Bacillus, Candidatus, Alphaproteobacteria,
Betaproteobacteria, Rhizobiales, Sinobacteraceae, dan Acidobacteria.
Burkholderiales merupakan kelompok bakteri yang terdeteksi paling dominan pada
metagenom dengan tingkat kelimpahan relatif sebesar 45.83%. Pseudomonas sp.
terdeteksi paling dominan pada pengkulturan dengan tingkat kelimpahan relatif

sebesar 42.88% dan terdeteksi pada metagenom dengan tingkat kelimpahan relatif
sebesar 17.38%.
Pseudomonas sp. strain L485 merupakan sebagian kelompok Pseudomonas
sp. penyusun komunitas TR D. Bakteri ini merupakan bakteri rizosfer penghasil
asam indol asetat (IAA) dan eksopolisakarida (EPS). Pada medium King’s cair yang
mengandung 5 ppm L-triptofan, bakteri ini memproduksi IAA sebanyak 4.97 ppm
pada saat jumlah sel mencapai 3.74 x 1010 sel per ml dan 11.95 ppm pada saat

populasi sel berada pada tahap stasioner. Kultur berumur 3 hari yang tumbuh pada
medium King’s agar dapat memproduksi EPS sebanyak 0.058 mg per mg sel kering
dengan konsentrasi D-glukosa sebesar 30.272 ppm per mg EPS kering. Pada skala
rumah kaca, dengan perlakuan dosis pupuk NPK 100%, 75%, 50%, dan 0% serta
pengaturan kadar air media tanam 100%, 75% dan 50% kapasitas lapang
menunjukkan bahwa aplikasi Pseudomonas sp. strain L485 pada kecambah dan
media tumbuh dapat memacu pertumbuhan tanaman jagung. Di antara ketiga
kondisi air media tanam yang diuji, rerata nilai variabel pertumbuhan paling tinggi
terlihat pada perlakuan kadar air 50% kapasitas lapang. Bila dibandingkan dengan
tanpa inokulum, pemberian inokulum Pseudomonas sp. strain L485 dapat
meningkatkan berat basah biomassa bagian atas sebesar 51.2% dan berat kering
biomassa bagian atas sebesar 48.2%. Peningkatan tertinggi terutama terlihat pada
berat kering akar yaitu sebesar 66.7%.
Kata kunci: komunitas bakteri, rizosfer, in planta, tanaman jagung, lahan kering,
T-RFLP

SUMMARY
ERNIN HIDAYATI. In Planta Screening of Bacterial Community for Maize
Growth Promoting in Dryland. Supervised by ARIS TRI WAHYUDI, ANTONIUS
SUWANTO and RAHAYU WIDYASTUTI.

Indonesia has wide proportion of dryland and its potential for the development
of a variety of important crops, such as maize. Increment of the dryland capacity
is still constrained by various problems, among others, drought and low soil fertility.
Microbial applications to increase the dryland productivity have been carried out.
However, effective microbial inoculum for specific problems in the dryland should
continue to explore. In this study, in planta screening was done to obtain potential
rhizosphere bacterial community for growth promoting of maize in dryland. The
dominant bacterial group from selected bacterial community was also analysed for
plant growth promoting characteristics and its potency and role in the growth of
maize in greenhouse.
A total of 11 rhizosphere soil samples (TR A, TR B, C TR, TR D, TR E, F
TR, TR G, H TR, TR I, J TR, and TR K) were collected from selected maize grown
in two farm of dryland development located in Lombok, West Nusa Tenggara. In
green house screening, a 100 g of each rhizosphere soil sample was added to maize
growth medium. The results showed that TR D gave the best growth performance
of maize. In the 50% water content of growing media, TR D treatment generally
showed increased fresh weight of upper biomass (47.1%), dry weight of upper
biomass (45.2%) and highest increase of root dry weight (33.4%).
Based on cultivation method using four culture media showed that at least 22
bacterial isolates and 5.72 x 107 cells g-1 of soil were found in the TR D. Those

number of isolate was higher compared with the others rhizosphere soil samples.
T-RFLP analysis of bacterial community inhabitant of TR D showed that 8 T-RFs
were detected based on metagenomic approach and 7 T-RFs based on cultivationdependent approach. Those number of T-RF based on metagenomic approach was
higher compared with the others communities in this study. Based on Shannon
index, the diversity level of bacterial community of TR D was 1.6 in metagenomic
and 1.58 in cultivation-dependent approach. The diversity level in metagenomic
approach was higher compared with the others communities. The bacterial
community structure of TR D included Burkholderiales, Pseudomonas, Bacillus,
Candidatus, Alphaproteobacteria, Betaproteobacteria, Rhizobiales, Sinobacteraceae, and Acidobacteria. Burkholderiales is the dominant group in metagenomic
approach with eveness value was 45.83%. Pseudomonas sp. strain L485 is the
dominant group in cultivation-dependent approach with eveness value was 42.88%.
Pseudomonas sp. strain L485 also detected in metagenomic with eveness value
was 17.38%. Based on estimation of the dominance and existence in metagenomic
and cultivation-dependent approaches, Pseudomonas sp. strain L485 was chosed to
plant growth promoting characteristics and tested for its ability to promote the
growth of maize in the greenhouse.
Pseudomonas sp. L485 is the maize rhizosphere bacteria producing indole
acetic acid (IAA) and exopolysaccharide (EPS). The amount of IAA produced by
this strain in King's broth medium supplemented with 5 ppm L-tryptophan was
about 4.97 ppm when the cell density reached 3.74 x 1010 cells ml-1 and 11.95 ppm


when the strain reached the stationary phase of growth. Approximately 0.058 mg
EPS per mg of cell dry weight with 30.272 ppm D-glucose content per mg of EPS
dry weight was produced at 3 days when the strain grown on King's agar medium.
Maize was grown with treatments various dosage of NPK fertilizer (100%, 75%,
50%, and 0%), water content of growing media (100%, 75% and 50% field
capacity) and inoculation of maize seed and growing media with the strain. The
results showed that Pseudomonas sp. L485 inoculum can promote maize growth.
The highest average value of growth variables showed in treatment 50% water
content of growing media. As compare with control (uninoculated treatment),
inoculum treatment showed increased fresh weight of upper biomass (51.2%), dry
weight of upper biomass (48.2%) and highest increase of root dry weight (66.7%).
Keywords: bacterial community, in planta, rhizosphere, maize, dryland, T-RFLP

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENAPISAN KOMUNITAS BAKTERI RIZOSFER
SECARA IN PLANTA UNTUK MENINGKATKAN
PERTUMBUHAN JAGUNG DI LAHAN KERING

ERNIN HIDAYATI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Mikrobiologi (MIK)

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


2

Penguji pada Ujian Tertutup:
1. Dr Ir Iman Rusmana, MSi
(Departemen Biologi, Fakultas MIPA IPB)
2. Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr
(Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka:
1. Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr
(Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB)
2. Dr Edi Husen, MSc
(Badan Litbang Pertanian, Balai Penelitian Tanah Bogor)

3
Judul Disertasi
Nama
NIM

: Penapisan Komunitas Bakteri Rizosfer secara In Planta

untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jagung di Lahan Kering
: Ernin Hidayati
: G361100071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Aris Tri Wahyudi, MSi
Ketua

Prof Dr Antonius Suwanto, MSc
Anggota

Dr Rahayu Widyastuti, MScAgr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Mikrobiologi


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Anja Meryandini, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup : 9 Juli 2015
Tanggal Sidang Promosi : 13 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

4

5

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
limpahan karunia dan kasih sayangNya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan.
Penelitian ini dilaksanakan sejak Agustus 2012, dengan judul Penapisan Komunitas
Bakteri Rizosfer secara In Planta untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jagung di
Lahan Kering.
Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang mendalam kepada
komisi pembimbing, Bapak Prof Dr Aris Tri Wahyudi, Bapak Prof Dr Antonius
Suwanto dan Ibu Dr Rahayu Widyastuti, MScAgr atas semua bimbingan, arahan
dan pembelajaran yang sangat bermakna yang diberikan dengan sepenuh hati dan
penuh tanggung jawab. Serta atas segala kemudahan dalam berdiskusi dan urusanurusan yang berkaitan dengan pembimbingan. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Bapak Dr Suryo Wiyono, MScAgr atas semua kebaikannya serta kritik dan
sarannya sejak ujian lisan prakualifikasi calon doktor, ujian tertutup dan ujian
terbuka. Kepada Bapak Dr Edi Husen, MSc penulis sampaikan terima kasih atas
dukungan, kritik dan sarannya pada ujian terbuka, juga kepada Bapak Dr Iman
Rusmana, MSi atas arahan, kritik dan saran perbaikan disertasi pada saat ujian
tertutup. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr Nisa Rahmania
Mubarik, MSi atas kritik dan sarannya pada saat ujian lisan prakualifikasi calon
doktor.
Ucapan terima kasih juga tak lupa disampaikan kepada Rektor dan Dekan
FMIPA Universitas Mataram atas izin dan dukungan yang telah diberikan kepada
penulis untuk mengikuti tugas belajar di IPB. Selain itu, kepada Bapak Prof
Suwardji, PhD dan Bapak Sri Tejowulan, MSc PhD, penulis mengucapkan terima
kasih atas diskusi dan kemudahan yang telah diberikan selama penulis
melaksanakan penelitian di Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Kepada
Direktur PT Alaska Dwipa Perdana yang telah memberikan keleluasaan untuk
menggunakan laboratoriumnya, penulis ucapkan terima kasih.
Untuk keluarga tercinta, suamiku terkasih M. Sukri Aruman, SPt dan putra
putri tercinta M. Zamzami Sangga Firdaus dan Tiara Zahra Kamalia, adikku
tersayang Eliza Roswati, SSiApt dan Arman Suryadi, SPt, ibundaku Hj. Hadeniyah
dan ayahandaku H. Abdul Kadir (alm) yang terkasih dan tersayang, serta ibu mertua
Seeinenn dan bapak mertuaku Guru Aruman (alm), terima kasih yang tulus penulis
sampaikan atas dukungan, semangat, pengertian dan semua doa yang senantiasa
diberikan.
Semoga disertasi ini bermanfaat. Amin.
Bogor, Juli 2015
Ernin Hidayati

6

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Nilai Kebaruan

1
3
4
4
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Kering dan Pemanfaatannya untuk Pertanaman Jagung di NTB
Beberapa Upaya dalam Meningkatkan Produktivitas Lahan Kering
Peranan Bakteri dalam Pertumbuhan Tanaman
Upaya Pencarian dan Pengembangan Agen Hayati
Komunitas Mikrob sebagai Tolok Ukur Perubahan Lingkungan
Komunitas Bakteri Rizosfer pada Tanaman Jagung

6
7
7
8
9
10

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Penapisan Komunitas Bakteri Rizosfer secara In Planta
Kajian Awal Komunitas Bakteri Terkultur dari Sampel Tanah Rizosfer
Kajian Komunitas Bakteri Rizosfer Menggunakan Teknik T-RFLP
dengan Pendekatan Metagenom dan Pengkulturan
Kajian Karakter Pemacu Tumbuh dan Potensi Isolat Bakteri
Dominan sebagai Pemacu Tumbuh Tanaman Jagung
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komunitas Bakteri Rizosfer yang Menghasilkan Tanaman Jagung
dengan Pertumbuhan Terbaik
Kajian Awal terhadap Jumlah dan Jenis Isolat Bakteri
Penghuni Tanah Rizosfer
Komunitas Bakteri Rizosfer Berdasarkan Analisis T-RFLP
Karakter Pemacu Tumbuh dan Potensi Pseudomonas sp. strain L485
dalam Memacu Pertumbuhan Tanaman Jagung

12
12
12
12
15
16
20

24
31
39
54

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

63
64

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

65
73

7

DAFTAR TABEL
1

Rerata nilai kumulatif variabel pertumbuhan tanaman jagung umur 30
hari pada penanaman tahap I
2 Pengaruh perbedaan kadar air media tanam terhadap rerata nilai variabel
pertumbuhan tanaman jagung umur 30 hari pada penanaman tahap I
3 Rerata nilai kumulatif variabel pertumbuhan tanaman jagung umur 30
hari pada penanaman tahap II
4 Pengaruh perbedaan kadar air media tanam terhadap nilai variabel
pertumbuhan tanaman jagung umur 30 hari pada penanaman tahap II
5 Data parsial nilai variabel pertumbuhan tanaman jagung umur 30 hari
pada penanaman tahap III pada setiap perlakuan pemupukan
6 Karakter morfologi beberapa koloni dan sel isolat bakteri rizosfer
tanaman jagung asal lahan kering Pulau Lombok
7 Konsentrasi dan tingkat kemurnian DNA komunitas mikrob pada setiap
sampel tanah pada preparasi metagenom (A) dan pengkulturan (B)
8 Afiliasi filogenetik dari setiap ukuran T-RF
9 Perbandingan jumlah T-RF, tingkat keanekaragaman dan kemerataan
komunitas bakteri rizosfer hasil analisis T-RFLP dengan pendekatan
metagenom dan pengkulturan
10 Rerata nilai variabel pertumbuhan tanaman jagung umur 30 hari dengan
perlakuan penambahan inokulum Pseudomonas sp. strain L485,
pengaturan kadar air media tanam dan pemberian beberapa dosis pupuk
11 Rerata nilai variabel pertumbuhan tanaman jagung umur 30 hari pada
interaksi perlakuan pemberian inokulum Pseudomonas sp. strain L485
pada beberapa kadar air media tanam (100%, 75% dan 50% kapasitas
lapang)

25
26
27
28
29
32
40
48

50

57

61

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

Diagram alir langkah kerja (
) dan hasil penelitian (
)
Distribusi area pertanaman jagung di Indonesia tahun 2000
Skala jarak antar nilai setiap variabel pertumbuhan tanaman jagung yang
dihasilkan dengan perlakuan penambahan tanah rizosfer
Perbandingan penampilan pertumbuhan tanaman jagung umur 30 hari
hasil penanaman tahap III pada beberapa dosis pupuk NPK. Kode lapang
1K: perlakuan penambahan TR K1 (tanah rizosfer steril); kode lapang
2K: perlakuan tanpa penambahan TR; kode lapang D: perlakuan
penambahan TR D
Total jumlah dan jenis isolat (A) serta rerata jumlah sel bakteri (B) yang
terisolasi menggunakan 4 media kultur pada setiap tanah rizosfer. Huruf
yang berbeda yang ada di atas grafik batang menunjukkan perbedaan
nyata antar perlakuan pada taraf uji 5% (uji Tukey)

5
6
28

30

33

8
6

7

8
9

10

11

12
13

14

15
16
17

18

19

Total jumlah dan jenis isolat (A) serta rerata jumlah sel bakteri (B) yang
terisolasi menggunakan 4 media kultur pada setiap kadar air media
tanam. Huruf yang berbeda yang ada di atas grafik batang menunjukkan
perbedaan nyata antar perlakuan pada taraf uji 5% (uji Tukey)
Total jumlah dan jenis isolat bakteri yang terkultur pada media SEA,
NAln, NAln-SE, dan NAln-RE. Setiap angka yang berada dalam
lingkaran yang bersinggungan menunjukkan jumlah isolat yang sama
yang ditemukan pada lingkaran yang bersinggungan
Perbedaan morfologi bakteri yang terkultur pada media SEA, NAln,
NAln-SE, dan NAln-RE dari pengenceran 10-3 setelah 6 hari inkubasi
Kemampuan antibiosis isolat CDL 19 (A), CDL 32 (B) dan CDL 25 (C)
saat ditumbuhkan pada medium SEA. Kemampuan antibiosis tidak
muncul saat ditumbuhkan pada media NAln (D), NAln-SE (E) dan
NAln-RE (F)
Fragmen 16S rDNA komunitas bakteri yang diperoleh dengan
pendekatan metagenom dan pengkulturan. M: marker, sumur 1: TR D,
sumur 2: TR A, sumur 3: TR K1, sumur 4: K0
Perbandingan profil fragmen 16S rDNA komunitas bakteri hasil
potongan enzim EcoRI, BspI, HindIII, HhaI, dan MspI. U1: profil
fragmen dari pendekatan pengkulturan, U2: profil fragmen dari
pendekatan metagenom
Perbandingan T-RF hasil pemotongan enzim MspI dan HhaI terhadap
isolat CDL 6, CDL 30 dan CDL 32
Perbandingan jumlah total T-RF yang diperoleh dengan pendekatan
metagenom dan pengkulturan (A) serta jumlah dan ukuran T-RF yang
muncul pada komunitas TR D, TR A, TR K1, dan K0 (B)
Perbandingan pola fingerprint T-RFLP komunitas bakteri rizosfer
dengan pendekatan metagenom (A) dan pengkulturan (B). Tanda
lingkaran menunjukkan ukuran T-RF yang berbeda. Tanda panah
menunjukkan ukuran T-RF yang sama yang diperoleh pada pendekatan
metagenom dan pengkulturan pada sampel tanah yang sama
Kelimpahan relatif setiap ukuran T-RF yang muncul dari komunitas
bakteri rizosfer pada pendekatan metagenom (A) dan pengkulturan (B)
Komposisi komunitas bakteri rizosfer pada pendekatan metagenom (A)
dan pengkulturan (B)
Nilai koefisien keserupaan dan pengelompokan komunitas TR D, TR A,
TR K1, dan K0 yang disusun berdasarkan korelasi Jaccard dengan
metode UPGMA. Pendekatan metagenom (A) dan pengkulturan (B)
Kekeruhan kultur sel dan produksi IAA oleh Pseudomonas sp. strain
L485. Isolat ditumbuhkan pada 100 mL medium cair King’s yang
mengandung 5 ppm L-triptofan dengan waktu inkubasi berbeda.
Kekeruhan kultur,
Konsentrasi IAA
Produksi eksopolisakarida dan konsentrasi D-glukosa EPS pada
Pseudomonas sp. strain L485. Isolat ditumbuhkan pada medium King’s
agar dengan waktu inkubasi berbeda. Konsentrasi D-glukosa EPS;
Berat kering EPS

35

36
37

39

41

41
42

43

45
47
49

52

55

55

9
20 Perbandingan penampilan pertumbuhan antara tanaman jagung umur
30 hari tanpa pemberian inokulum (A) dan dengan pemberian inokulum
Pseudomonas sp. strain L485 (B)
21 Perbandingan nilai berat basah biomassa bagian atas tanaman jagung
umur 30 hari tanpa pemberian inokulum ( ) dan dengan pemberian
inokulum Pseudomonas sp. strain L485 (
) pada perlakuan
penambahan beberapa dosis pupuk dan kadar air media tanam. Huruf
yang berbeda yang ada di atas grafik batang pada masing-masing
pasangan kombinasi perlakuan menunjukkan perbedaan nyata antar
perlakuan pada taraf uji 5% (uji Tukey)
22 Perbandingan nilai berat kering biomassa bagian atas tanaman jagung
umur 30 hari tanpa pemberian inokulum ( ) dan dengan pemberian
inokulum Pseudomonas sp. strain L485 (
) pada perlakuan
penambahan beberapa dosis pupuk dan kadar air media tanam. Huruf
yang berbeda yang ada di atas grafik batang pada masing-masing
pasangan kombinasi perlakuan menunjukkan perbedaan nyata antar
perlakuan pada taraf uji 5% (uji Tukey)
23 Perbandingan nilai berat kering akar tanaman jagung umur 30 hari tanpa
pemberian inokulum ( ) dan dengan pemberian inokulum Pseudomonas
sp. strain L485 ( ) pada perlakuan penambahan beberapa dosis pupuk
dan kadar air media tanam. Huruf yang berbeda yang ada di atas grafik
batang pada masing-masing pasangan kombinasi perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan pada taraf uji 5% (uji
Tukey)

59

60

60

61

DAFTAR LAMPIRAN
1

2
3
4
5
6

7

8

Lokasi pengambilan sampel tanah rizosfer tanaman jagung di Desa Akar
Akar, Kabupaten Lombok Utara (A) dan Dusun Bukit Keramat
Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur (B)
Perhitungan kadar air media tanam pada penanaman tahap I. Angka
merupakan rerata dari 5 ulangan
Media dan komposisinya yang digunakan dalam penelitian
Matriks sebaran nilai variabel pertumbuhan tanaman jagung umur 30 hari
pada penanaman tahap I
Rerata nilai kumulatif variabel pertumbuhan tanaman jagung umur 30
hari pada penanaman tahap III
Ukuran T-RF hasil pemotongan enzim MspI yang muncul pada
komunitas bakteri rizosfer tanaman jagung dengan pendekatan
metagenom dan pengkulturan
Uji hipersensitivitas Pseudomonas sp. strain L485 pada daun tembakau.
Sebagai kontrol positif digunakan bakteri patogen Xanthomonas oryzae.
Strain L485 tidak menunjukkan respon HV berupa terbentuknya nekrosis
seperti pada X. oryzae. Respon yang terbentuk serupa dengan yang
ditunjukkan oleh medium King’s cair steril (kontrol negatif )
Reaksi perubahan warna yang dihasilkan oleh Pseudomonas sp. strain
L485 pada uji produksi IAA (A) dan EPS (B)

73
74
75
76
77

78

80
81

10

VV

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan lahan pertanian terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan
pangan global. Tingginya laju degradasi dan alih fungsi lahan pertanian subur yang
cepat mengakibatkan ekspansi kegiatan pertanian mengarah pada lahan kering.
Berdasarkan data MEA (2005), lebih dari 40% daratan dunia merupakan lahan
kering. Luas lahan kering tersebut cenderung terus meningkat sejalan dengan
meluasnya kekeringan sebagai akibat perubahan iklim global. Sejak tahun 1950
sampai 2008, area yang mengalami kekeringan meningkat sekitar 1.74% dan
cenderung akan terus meluas pada masa yang akan datang (Dai 2011; Dai 2013).
Tampak bahwa kekeringan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi
dalam pengembangan pertanian global pada masa sekarang dan masa yang akan
datang.
Indonesia mempunyai ketersediaan lahan kering seluas 78% dari luas
daratannya (Abdurachman et al. 2008). Wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB) merupakan bagian dari lahan kering tersebut. NTB mempunyai lahan kering
bertipe iklim kering seluas 1673476.307 ha atau sekitar 83% dari luas wilayahnya
yang meliputi Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Namun dari total luas lahan
kering yang ada, baru sekitar 626034.60 ha yang dapat dikembangkan (BAPPEDA
NTB 2003). Ditinjau dari potensi, andalan dan unggulan yang dimiliki NTB, lahan
kering tersebut sudah selayaknya dioptimalkan sesuai dengan kepentingan lokal
untuk mempercepat laju pembangunan pertanian daerah. Lahan kering tersebut kini
sedang giat dimanfaatkan untuk pertanaman berbagai komoditas, salah satu
diantaranya adalah tanaman jagung. Sebagai komoditas unggulan, pengembangan
tanaman jagung di lahan kering masih memerlukan berbagai upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan dan kapasitas produksinya.
Pada kenyataannya, pemanfaatan dan pengembangan pertanian lahan kering
dari tahun ke tahun belum memberikan hasil yang memuaskan karena berbagai
kendala (Suwardji & Tejowulan 2002). Menurut Abdurachman et al. (2008),
pengembangan lahan kering untuk kegiatan pertanian terkendala oleh banyak faktor,
terutama kekeringan dan tingkat kesuburan tanah yang rendah. Berbagai inovasi
telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering Indonesia, antara
lain dengan melibatkan peranan mikrob. Penyertaan mikrob sebagai bagian dari
pengembangan lahan kering merupakan langkah yang sudah tepat mengingat
kontribusinya yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, menjaga stabilitas
ekosistem tanah, serta menjamin keberlanjutan ekosistem. Berbagai penelitian
menjelaskan bahwa mikrob tanah berperan antara lain terhadap kesehatan tanah,
produktivitas tanaman dan siklus karbon (van der Heijden et al. 2008; Fierer et al.
2012; Li et al. 2014). Kemampuan tanah dalam memberikan fungsinya sebagai
ekosistem sangat tergantung pada keanekaragaman komunitas mikrob tanah karena
hampir 90% proses penting yang terjadi di dalam tanah melibatkan peranan mikrob
tanah (Nannipieri et al. 2003; Sengupta & Dick 2015). Peranan pentingnya tersebut
mengakibatkan keanekaragaman mikrob tanah sering digunakan sebagai indeks
utama dalam mengevaluasi kualitas tanah (Zhang et al. 2013).

2
Komunitas bakteri rizosfer merupakan salah satu kelompok mikrob tanah
yang hidup di daerah perakaran tanaman. Banyak jenis bakteri rizosfer telah
dikembangkan sebagai agen hayati untuk memacu pertumbuhan tanaman. Agen
hayati merupakan alternatif yang potensial dibanding pupuk kimia karena beberapa
alasan antara lain tidak bersifat toksik serta aman dan murah bagi lingkungan. Oleh
sebab itu, seiring dengan berbagai inovasi yang ada, pengembangan agen hayati
perlu terus dilakukan. Namun permasalahan yang sering dihadapi dalam
pengembangan agen hayati bahwa tidak semua jenis agen hayati efektif dan
memberikan hasil yang konsisten selama aplikasi. Laporan banyaknya kasus
hambatan dan kegagalan aplikasi agen hayati sejalan dengan laporan tingkat
keberhasilan aplikasinya (Bashan & Dubrovsky 1996; Malusa et al. 2012; Mazid &
Khan 2014). Penyebab kegagalan yang sering dilaporkan antara lain karena
berkurangnya tingkat efektifitas agen hayati, ketidakmampuannya berkompetisi
dengan mikrob indigenos dan ketidaksesuaian dengan kondisi lingkungan.
Kemungkinan lain bahwa agen hayati berbasis strain tunggal dan multiple strain
yang dikembangkan saat ini tidak mampu memberikan peranannya secara optimal
dalam kompleksitas ekosistem tanah. Oleh sebab itu, perlu ditemukan strategi
pengembangan agen hayati dan cara mendapatkan agen hayati yang efektif untuk
tipe permasalahan lahan kering.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa tidak ada strain bakteri pemacu tumbuh
yang dapat bekerja dengan baik pada semua kondisi lahan (Bashan et al. 2014).
Hasil penelitian Bashan dan Dubrovsky (1996) sebelumnya menjelaskan bahwa
peningkatan hasil yang diberikan oleh pupuk hayati dapat menjadi tidak konsisten
karena kondisi lingkungan dan agronomi yang berbeda. Pada kondisi tanah dan
iklim yang berbeda, strain kemungkinan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan,
bahkan dapat berdampak merusak tanaman yang sama (Upadhyay et al. 2011).
Agar mampu bekerja lebih efektif, strain lokal dapat menjadi pilihan terutama untuk
lahan suboptimal seperti lahan dengan kondisi kekurangan air (Bashan et al. 2014).
Berkaitan dengan permasalahan dalam pengembangan tanaman jagung lahan
kering, maka dalam penelitian ini pencarian sumber agen hayati dilakukan berbasis
lokasi dengan menggali potensi komunitas bakteri rizosfer tanaman jagung dari
lahan kering. Dalam bentuk konsorsium secara bersama-sama dalam komunitasnya,
bakteri diharapkan lebih mampu memberikan peranannya secara lebih efisien dan
efektif terutama karena adanya kesesuaian dengan kondisi lingkungan.
Proses pengembangan inokulan bakteri melibatkan berbagai tahapan. Potensi
kesuksesan pengembangan inokulan bakteri yang dilakukan selama ini lebih
diandalkan pada teknik formulasi dan metode aplikasi (Malusa et al. 2012; Bashan
et al. 2014). Pada tahap awal, sumber sampel dipilih dari berbagai tipe lingkungan
atau rizosfer dari berbagai jenis tumbuhan. Selanjutnya dilakukan isolasi bakteri
target, karakterisasi sifat pemacu tumbuh dan identifikasi isolat. Isolat terpilih
kemudian diaplikasikan pada tanaman target pada skala rumah kaca (Bashan et al.
2014). Prosedur ini umum dilakukan oleh berbagai kalangan dalam mencari isolat
potensial (Khalid et al. 2004; Husen et al. 2011; Thijs et al. (2014). Seleksi isolat
dengan cara demikian kurang efisien dan rentan untuk mendapatkan isolat target
yang tidak tepat karena seleksi isolat dilakukan berdasarkan sifat unggulnya
berdasarkan uji in vitro. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan untuk melakukan
seleksi secara in planta yaitu berdasarkan kemampuannya memacu pertumbuhan
secara langsung pada tanaman target. Upaya ini lebih memungkinkan untuk

3
mendapatkan agen hayati yang efektif dan efisien sesuai dengan target aplikasi. Hal
ini karena komunitas bakteri yang terseleksi secara in planta kemungkinan dihuni
oleh bakteri yang berpotensi sebagai pemacu tumbuh. Selain komunitas bakteri
secara keseluruhan, perlu juga dipelajari potensi dan peranan kelompok bakteri
dominan yang merupakan bagian dari komunitas dalam memacu pertumbuhan
tanaman jagung.
Penapisan strain bakteri yang dikembangkan sebagai inokulan umumnya
masih berdasarkan pada informasi bakteri terkultur (culturable bacteria). Namun
mengingat bahwa sekitar 99% mikrob tanah bersifat tidak dapat dikultur (Torsvik
et al. 2002), maka informasi berdasarkan bakteri terkultur kurang akurat karena
belum mampu menggambarkan status keberadaan bakteri dalam komunitas
alaminya. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai
struktur komunitas bakteri rizosfer yang diteliti, pendekatan pengkulturan dan
metagenom digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas. Kelompok
bakteri dominan yang merupakan bagian dari komunitas juga ditentukan dengan
mempertimbangkan status keberadaannya pada komunitas metagenomnya.
Beberapa teknik analisis komunitas yang dapat digunakan antara lain
Temperature/Denaturing Gradient Gel Electroforesis (T/DGGE), Single Strand
Conformation Polymorphism (SCCP), Amplified Ribosomal DNA Restriction
Analysis (ARDRA), Restriction Fragment Length Polymorphism/ Terminal RFLP
(RFLP/T-RFLP), Ribosomal Intergenic Spacer Analysis/Automatic RISA (RISA/
ARISA), dan pyrosequencing. Di antara berbagai analisis komunitas, T-RFLP lebih
populer dan banyak digunakan. Menurut Caffaro-Filho et al. (2007), T-RFLP
mempunyai kelebihan dibanding metode lain karena dapat menganalisis sampel
dalam jumlah banyak dengan cepat, tingkat ketelitian tinggi, serta data profil dapat
dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif menggunakan berbagai metode
statistik untuk memperoleh kesimpulan secara komprehensif.

Perumusan Masalah
Indonesia mempunyai ketersediaan lahan kering yang luas yang potensial
untuk pengembangan berbagai komoditas unggulan seperti jagung, namun
peningkatan kapasitasnya masih terkendala antara lain oleh faktor kekeringan dan
tingkat kesuburan tanah yang rendah. Pengembangan agen hayati perlu terus
dilakukan untuk mendapatkan agen hayati yang lebih baik dan sesuai untuk
mengatasi kendala spesifik lahan kering dan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman
jagung di lahan kering. Dalam penelitian ini, penggalian potensi bakteri pemacu
tumbuh untuk tanaman jagung lahan kering dilakukan berdasarkan pendekatan
komunitas bakteri rizosfer yang diseleksi secara in planta. Adapun perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah komunitas bakteri rizosfer yang terseleksi secara in planta dapat
memacu pertumbuhan tanaman jagung pada kondisi kering?
2. Bagaimana struktur komunitas bakteri terseleksi ?
3. Bagaimana karakter pemacu tumbuh dan potensi bakteri rizosfer dominan yang
merupakan bagian dari komunitas dalam memacu pertumbuhan tanaman jagung
pada skala rumah kaca?

4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memperoleh komunitas bakteri rizosfer pemacu pertumbuhan tanaman jagung
lahan kering melalui penapisan in planta.
2. Memperoleh gambaran mengenai struktur komunitas bakteri rizosfer.
3. Menjelaskan karakter pemacu tumbuh dan potensi bakteri dominan yang
merupakan bagian dari komunitas bakteri rizosfer dalam memacu pertumbuhan
tanaman jagung.

Manfaat Penelitian
Pemanfaatan komunitas bakteri rizosfer merupakan pengembangan dari agen
hayati strain tunggal dan multiple strain yang ada sampai saat ini. Cara seleksi in
planta dan inokulum berbasis komunitas bakteri rizosfer dapat diterapkan untuk
mendapatkan agen hayati untuk tipe ekosistem lain, jenis tanaman lain atau untuk
pengembangan agen hayati dengan keperluan tertentu. Komunitas bakteri rizosfer
dan isolat bakteri yang merupakan bagian dari komunitas terseleksi dapat
dieksplorasi lebih lanjut dan dikembangkan sebagai inokulan, terutama untuk
tanaman jagung lahan kering. Gambaran struktur komunitas bakteri rizosfer yang
terseleksi dapat dijadikan sebagai informasi awal bagi peneliti dan sebagai
pembanding dalam mempelajari pola komunitas bakteri rizosfer tanaman jagung
asal lahan kering Pulau Lombok, NTB. Pola struktur komunitas yang diperoleh juga
dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam memanipulasi komunitas bakteri
rizosfer untuk pertumbuhan tanaman.

Ruang Lingkup Penelitian
Kegiatan penelitian meliputi 1) penapisan komunitas bakteri rizosfer secara
in planta yang berasal dari tanah rizosfer tanaman jagung lahan kering Pulau
Lombok, 2) isolasi bakteri rizosfer dan analisis komunitas bakteri dengan teknik TRFLP melalui pendekatan metagenom dan pengkulturan, 3) analisis karakter
pemacu tumbuh yang dimiliki bakteri rizosfer dominan, 4) uji kemampuan bakteri
rizosfer dominan dalam memacu pertumbuhan tanaman jagung pada skala rumah
kaca. Rangkaian kegiatan penelitian disajikan dalam bentuk diagram alir pada
Gambar 1.
Nilai Kebaruan
Nilai kebaruan penelitian ini berkaitan dengan pengembangan komunitas
bakteri rizosfer dan cara seleksi in planta untuk mendapatkan inokulum bakteri
pemacu pertumbuhan tanaman jagung lahan kering, gambaran struktur komunitas
bakteri rizosfer, serta informasi mengenai karakter pemacu tumbuh, potensi dan
peranan bakteri dominan yang diperoleh.

5
PENELITIAN TAHAP I
Penapisan komunitas bakteri rizosfer secara in planta dari tanah rizosfer tanaman jagung asal lahan kering
Pemilihan individu tanaman jagung lahan kering
yang menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik

Individu-individu tanaman jagung terpilih
sebagai sumber sampel tanah rizosfer

Koleksi sampel tanah rizosfer dari tanaman jagung
terpilih

Sampel-sampel tanah rizosfer
- Gambaran pertumbuhan tanaman pada
penanaman tahap I dan koleksi sampelsampel tanah rizosfer terpilih.
- Gambaran pertumbuhan tanaman pada
penanaman tahap II dan koleksi sampelsampel tanah rizosfer terpilih
- Jenis sampel tanah rizosfer (komunitas
bakteri) yang berpengaruh memberikan
pertumbuhan yang terbaik

Aplikasi tanah rizosfer pada media tumbuh
tanaman jagung dan seleksi tanaman jagung yang
mempunyai pertumbuhan yang lebih baik
(Seleksi pada penanaman tahap I dan II pada
penelitian skala rumah kaca)

Uji pengaruh pemberian sampel tanah rizosfer
terbaik terhadap pertumbuhan tanaman jagung
pada beberapa dosis pemupukan dan kadar air
media tanam 50% (Penanaman tahap III pada
penelitian skala rumah kaca )

Gambaran pertumbuhan tanaman yang diberi
perlakuan tanah rizosfer (komunitas bakteri)
terbaik pada kondisi beberapa dosis
pemupukan dan kadar air media tanam 50%

PENELITIAN TAHAP II
Kajian komunitas bakteri rizosfer penghuni tanah rizosfer
Desain media kultur bakteri

Kultivasi, isolasi, karakterisasi, dan
kajian awal komunitas bakteri penghuni
sampel tanah rizosfer

Analisis komunitas bakteri penghuni
sampel tanah rizosfer menggunakan
teknik T-RFLP (pendekatan
pengkulturan dan metagenom): ekstraksi
genom, amplifikasi sekuen 16S rDNA,
purifikasi amplikon, pemilihan enzim
restriksi, pemotongan amplikon dengan
enzim restriksi, pengiriman sampel hasil
restriksi, analisis data

Media-media kultur bakteri
- Isolat bakteri rizosfer
- Gambaran awal komunitas bakteri terkultur penghuni
sampel tanah rizosfer terbaik dan beberapa sampel
tanah rizosfer lainnya
- Informasi hubungan antara status komunitas bakteri
terkultur penghuni sampel tanah rizosfer dengan
penampilan pertumbuhan tanaman jagung
- Pola fingerprint komunitas bakteri rizosfer pada
pengkulturan dan metagenom, jumlah dan ukuran TRF pada setiap komunitas, gambaran
keanekaragaman, kelimpahan, kesamaan antar
komunitas, dan afiliasi filogenetik setiap ukuran
T-RF. Informasi hubungan antara pola fingerprint
komunitas dengan penampilan pertumbuhan tanaman
jagung.
- Gambaran struktur komunitas bakteri rizosfer

PENELITIAN TAHAP III
Kajian potensi isolat dominan yang merupakan bagian dari komunitas
Analisis karakter pemacu tumbuh: kemampuan
melarutkan fosfat, degradasi kitin, produksi HCN,
antifungi patogen, produksi IAA, dan produksi EPS

Karakter pemacu tumbuh dari isolat
dominan

Uji kemampuan isolat dominan dalam memacu
pertumbuhan tanaman jagung pada penelitian skala
TINJAUANrumah
PUSTAKA
kaca

Informasi kemampuan isolat dominan
dalam memacu pertumbuhan tanaman
jagung pada penelitian skala rumah kaca

Gambar 1 Diagram alir langkah kerja (

) dan hasil penelitian (

)

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Kering dan Pemanfaatannya untuk Pertanaman Jagung di NTB
Indonesia mempunyai beberapa tipe lahan suboptimal seperti lahan kering,
rawa, lebak, pasang surut, dan gambut. Bila ditinjau dari luas lahan, potensi, ekologi,
dan sosial ekonomi, maka lahan kering layak dioptimalkan pemanfaatannya sebagai
lahan pertanian produktif (RENSTRA KEMENTAN 2009). Lahan kering
merupakan hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada
sebagian kecil waktu dalam setahun, yang terdiri dari lahan kering dataran rendah
dan lahan kering dataran tinggi (DITJEN PSP 2011).
Dalam kebijakan peningkatan ketahanan pangan nasional, jagung merupakan
komoditas pangan utama setelah padi. Provinsi NTB mempunyai potensi dan
peluang dalam pengembangan tanaman jagung mengingat sumber daya lahan, jenis
tanah, topologi, dan agroklimat yang sesuai, terutama di lahan kering (Sudarto
2012). Bersama dengan daerah lainnya, NTB merupakan salah satu daerah
penghasil jagung di Indonesia. Berdasarkan data penelitian Swastika et al. (2004)
menunjukkan bahwa pada tahun 2000 sekitar 1% dari total luas area pertanaman
jagung di Indonesia berada di NTB (Gambar 2).

19 Provinsi lain
15%

Sumatera Utara
7%

Sulawesi Selatan
6%
NTT
6%
NTB
1%

Gambar 2 Distribusi area pertanaman jagung di Indonesia tahun 2000
Jumlah produksi jagung di NTB terus meningkat. Pada tahun 2009, rerata
produksi sebanyak 3.79 ton ha-1 dari area panen seluas 81,543 ha. Pada tahun 2013,
rerata produksi sebanyak 5.75 ton ha-1 dari area panen seluas 110273 ha
(BAPPEDA NTB 2014). Meskipun demikian, jumlah produksi tersebut masih
rendah dibanding rerata produksi nasional. Menurut Sudarto (2012), kurangnya
manajemen budidaya, tidak tersedianya benih dan pupuk pada saat diperlukan
merupakan penyebab rendahnya produksi tersebut.

7
Beberapa Upaya dalam Meningkatkan Produktivitas Lahan Kering
Lahan kering mempunyai berbagai keterbatasan berkaitan dengan
pengembangannya sebagai lahan pertanian. Berbagai upaya terus dilakukan untuk
meningkatkan kapasitas pemanfaatannya. Usaha dan teknologi yang umum
diterapkan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering antara lain dengan
konservasi air, melindungi tanah dari erosi, meningkatkan kadar lengas tanah, serta
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Idjudin & Marwanto 2008).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman
pangan di lahan kering, misalnya mengembangkan model pengelolaan lahan kering
dengan pola tumpang sari dan pergiliran tanaman (Pujiharti et al. 2008, Edy et al.
2011) dan pertanian yang terintegrasi dengan usaha ternak (Rahardjo & Suryo
2013). Metode untuk meningkatkan kandungan bahan organik dan fosfat
merupakan bidang kajian yang telah banyak dilakukan, misalnya dengan
penambahan fosfat alam dan kombinasi bakteri pelarut fosfat dan pupuk kandang
(Noor 2008).
Pemanfaatan agen hayati merupakan salah satu metode yang banyak dikaji
kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman di lahan
kering. Surbakti et al. (2014) menggunakan Bradyrhizobium japonicum dan
kombinasi pupuk jerami untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi
kedelai di lahan kering. Pada penelitian Astiko et al. (2013), mikoriza indigenos
dikombinasikan dengan pupuk kandang digunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi jagung di lahan kering Lombok Timur, NTB.
Pemanfaatan mikoriza juga pernah dilakukan oleh Sastrahidayat et al. (2011).
Selain itu, kombinasi berbagai jenis pupuk hayati dan pupuk kimia dosis rendah
pernah dicoba di lahan kering untuk menyeleksi genotif tanaman jagung yang
efisien hara (Moelyohadi et al. 2012).

Peranan Bakteri dalam Pertumbuhan Tanaman
Di dalam tanah, mikrob berada dalam agregat tanah dan dapat ditemukan
melimpah pada daerah perakaran atau rizosfer. Mikrob rizosfer dapat bersifat
menguntungkan dan merugikan bagi tanaman. Salah satu kelompok mikrob rizosfer
yang menguntungkan adalah bakteri pemacu tumbuh tanaman (PGPR, plant growth
promoting rhizobacteria). Kelompok bakteri ini telah lama diketahui peranannya
sebagai pemacu pertumbuhan baik secara langsung maupun tak langsung.
Mekanisme secara langsung antara lain dengan memfasilitasi penyediaan nutrien
seperti nitrogen, fosfor dan besi, serta dengan menghasilkan fitohormon seperti
sitokinin, giberelin, asam indol asetat, dan etilen. Mekanisme secara tak langsung
antara lain sebagai biokontrol dengan menghasilkan siderofor, antibiotik dan enzim
litik, serta menginduksi resistensi sistemik pada tanaman sebagai bentuk respon
terhadap infeksi patogen (Glick 2012).
Fosfor dan nitrogen merupakan nutrien penting bagi tanaman. Meskipun
jumlah fosfor melimpah di dalam tanah, namun seringkali berada dalam bentuk
terikat sehingga tidak dapat digunakan oleh tumbuhan. Beberapa jenis bakteri
rizosfer pelarut fosfat antara lain Burkholderia sp., Bacillus sp., Pseudomonas sp.,
dan Flavobacterium sp. (Hussain et al. 2013). Rhizobia dan Frankia merupakan

8
dua kelompok bakteri simbiotik penambat nitrogen yang telah dipelajari secara
mendalam. Selain menambat nitrogen, Rhizobia juga mampu memobilisasi fosfat
menjadi bentuk yang tersedia bagi tumbuhan (Alikhani et al. 2006). Selain fosfor
dan nitrogen, besi juga merupakan elemen yang mempunyai peranan penting bagi
semua organisme sehingga seringkali terjadi kompetisi dalam mendapatkan besi.
Salah satu mekanisme PGPR adalah menghasilkan siderofor yaitu komponen
dengan berat molekul rendah yang berperan sebagai agen pengkhelat besi.
Pseudomonas sp. merupakan salah satu bakteri yang selain mampu menghasilkan
siderofor tetapi juga mampu menggunakan siderofor yang dihasilkan oleh mikrob
lain dalam habitatnya (Loper & Henkels 1999).
Hormon pertumbuhan sangat penting sebagai mekanisme respon tumbuhan
terhadap lingkungan. Terdapat empat kelompok utama fitohormon yaitu auksin,
giberelin, etilen, sitokinin, dan asam absisat (Saharan & Nehra 2011). Beberapa
jenis bakteri diketahui mampu menghasilkan fitohormon asam indol asetat (IAA,
indole-3-acetic acid). Kemampuan menghasilkan IAA sering digunakan sebagai
salah satu dasar seleksi untuk mendapatkan PGPR yang efektif (Spaepen et al.
2007). Kajian produksi IAA pada Rhizobium menunjukkan bahwa bakteri tersebut
menghasilkan IAA hanya bila berasosiasi dengan beberapa jenis legum sebagai
inangnya (Basu & Gosh 2001). Selain IAA, etilen juga merupakan fitohormon yang
penting bagi tumbuhan, namun dalam kondisi cekaman, hormon tersebut akan
diproduksi secara berlebihan oleh tumbuhan sehingga dapat menghambat
pertumbuhan. ACC deaminase yang dihasilkan oleh banyak jenis PGPR dapat
menghidrolisis 1-aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) yang merupakan
prekursor etilen.
Selain bermanfaat bagi tanaman, bakteri rizosfer juga dapat bersifat
merugikan. Salah satu mekanismenya adalah dengan menimbulkan penyakit pada
tanaman. PGPR mempunyai mekanisme dalam menekan pertumbuhan mikrob
penyebab penyakit dengan cara menghasilkan antibiotik. Di antara berbagai jenis
bakteri penghasil antibiotik, Pseudomonas kelompok fluoresen diketahui mampu
menghasilkan antifungi phenazin (Mazurier et al. 2009) dan 2,4-diacetyl
phloroglucinol (DAPG) (Showkat et al. 2014). PGPR juga dapat menghasilkan
sianida dan kitinase sebagai mekanisme melawan patogen.
Tumbuhan mempunyai berbagai mekanisme pertahanan diri sebagai respon
terhadap patogen dan parasit. Induced systemic resistance (ISR) dan systemic
acquired resistance (SAR) merupakan dua bentuk resistensi pada tumbuhan,
keduanya dibedakan berdasarkan sumber elisitor dan jalur regulasinya. Beberapa
strain PGPR telah dikarakterisasi dengan baik berhubungan dengan kemampuannya
dalam menginduksi resistensi pada berbagai jenis tumbuhan.

Upaya Pencarian dan Pengembangan Agen Hayati
Pupuk hayati pertama kali dikembangkan pada tahun 1885 oleh Nobbe dan
Hiltner dalam bentuk kultur rhizobia. Setelah itu, pupuk hayati kemudian
berkembang di berbagai negara. Penelitian dalam pencarian dan pengembangan
pupuk hayati juga semakin giat dilakukan sampai saat ini. Penapisan in vitro
terhadap isolat terduga mulai dari isolasi, identifikasi dan seleksi karakter pemacu
tumbuh merupakan cara yang umum dilakukan. Berbagai variasi percobaan sering

9
dilakukan tergantung pada tujuan yang diinginkan, misalnya isolasi mikrob endofit
dari tanaman sehat untuk mendapatkan mikrob yang mampu melawan mikrob
penyebab penyakit tanaman.
Husen et al. (2011) melakukan pengembangan inokulum untuk menemukan
bakteri pemacu tumbuh dan penekan penyakit tanaman. Bakteri diisolasi dari
rizosfer tanaman kedelai kemudian diuji kemampuannya dalam menghasilkan ACC
deaminase. Selanjutnya dilakukan penelitian skala rumah kaca untuk melihat
kemampuan isolat dalam meningkatkan pertumbuhan dan mereduksi penyakit pada
kedelai. Kecambah kedelai diinokulasi dengan isolat dan ditanam pada media tanah
steril dan nonsteril yang mengandung cendawan patogen seperti F. oxysporum, S.
rolfsii dan R. solani. Metode yang mirip juga pernah dilakukan oleh Khalid et al.
(2004) dengan mengisolasi bakteri dari rizosfer tanaman gandum yang tumbuh di
berbagai lokasi. Isolat yang menunjukkan pertumbuhan yang baik pada media agaragar kemudian diuji kemampuannya dalam menghasilkan auksin. Kecambah
gandum dengan kultivar yang berbeda diinokulasikan dengan isolat terpilih lalu
ditumbuhkan pada kondisi gnotobiotik. Berdasarkan kemampuannya memproduksi
auksin dan aktivitas pemacu tumbuhnya, empat isolat kemudian diuji
kemampuannya dalam menghasilkan auksin pada tanah steril (pot percobaan) dan
nonsteril (percobaan lapang). Pada skala pot percobaan, perlakuan inokulasi
menunjukkan peningkatan biji gandum sebanyak 14.7% dan pada percobaan lapang
sebanyak 27.5%.
Dalam upayanya mengembangkan konsorsium bakteri pendegradasi 2,4dinitrotoluene (DNT) dan pemacu pertumbuhan tanaman, Thijs et al. (2014) juga
melakukan isolasi dari tanah padang rumput dan tanah terkontaminasi DNT. Isolat
diseleksi secara in vitro berdasarkan resistensinya terhadap beberapa bentuk
cekaman, kemampuan degradasi DNT dan beberapa sifat pemacu tumbuh. Isolat
terpilih kemudian diidentifikasi dan konsorsium dibuat dari enam isolat terpilih.
Konsorsium diinokulasikan pada kecambah Arabidopsis thaliana yang
ditumbuhkan secara vertikal pada media agar-agar. Respon tanaman diamati setelah
9 hari dengan melihat pertumbuhan akarnya. Menurut Thijs et al. (2014),
lingkungan yang terkontaminasi juga berpotensi sebagai sumber isolat pemacu
tumbuh dan penekan pengaruh DNT.

Komunitas Mikrob sebagai Tolok Ukur Perubahan Lingkungan
Komunitas mikrob tanah mempunyai peranan dan hubungan timbal balik
dengan faktor lingkungan, sehingga keanekaragaman dan komposisinya dapat
berubah sejalan dengan perubahan lingkungan. Oleh sebab itu, berbagai kondisi
lingkungan dan proses perubahan lingkungan dapat dijelaskan dengan mempelajari
keanekaragaman komunitas mikrob tanah. Banyak peneliti juga telah mempelajari
komposisi komunitas mikrob untuk mengetahui dampak dari perlakuan yang
diberikan pada ekosistem.
Otsuka et al. (2008) mempelajari komunitas mikrob tanah di hutan
Kalimantan pascakebakaran. Keanekaragaman komunitas mikrob tanah pada hutan
nonklimaks pascakebakaran lebih heterogen dibanding hutan klimaks yang tidak
mengalami kebakaran. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa komunitas
mikrob tanah berperan dalam proses suksesi. Perubahan komunitas mikrob

10
berkaitan dengan pola pengelolaan lahan petanian di Sumatera pernah dijelaskan
oleh Prijambada et al. (2012) bahwa sistem pertanian berbasis pohon lebih mampu
mempertahankan keanekaragaman ko