Degradasi Pelarut Organoklorin dengan Metode Oksidasi-Fenton

DEGRADASI PELARUT ORGANOKLORIN DENGAN
METODE OKSIDASI-FENTON

CHARINA AGUSTINE

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
CHARINA AGUSTINE. Degradasi Pelarut Organoklorin dengan Metode OksidasiFenton. Dibimbing oleh MUHAMMAD FARID dan ZAINAL ALIM MAS’UD.
Organoklorin tergolong senyawa klorokarbon yang memiliki ciri khusus dan
banyak digunakan dalam bidang industri, contohnya diklorometana, kloroform, dan
karbon tetraklorida. Akan tetapi, keberadaannya dapat menimbulkan dampak buruk bagi
lingkungan karena sangat beracun, persisten, dan bioakumulatif. Oleh karena itu,
diperlukan manajemen pengolahan limbah untuk meminimalkan dampak tersebut.
Metode oksidasi-Fenton dapat digunakan untuk pengolahan berbagai limbah industri.
Metode ini menggunakan oksidator H2O2 dan katalis besi (FeSO4) sehingga dihasilkan
radikal hidroksil (gugus reaktif). Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh pH dan

nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 (b/b) dalam reaksi oksidasi-Fenton. Kisaran pH yang
dicobakan adalah 1–11 dan kisaran nisbahnya 1:10–1:100 (b/b). Banyaknya klorida
anorganik yang terurai dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Metode oksidasi-Fenton
efektif bekerja pada pH 3–8 dengan nisbah 1:10 sampai 1:40 (b/b). Kisaran nilai
degradasi diklorometana dengan metode oksidasi-Fenton sebesar 0.00–45.11% dan
kloroform sebesar 0.31–13.76%. Sementara, karbon tetraklorida tidak dapat terdegradasi
menggunakan metode ini. Pengaruh pH dan nisbah pun diteliti melalui dekomposisi H2O2
pada pH 1 dan 11, serta nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 yaitu 1:10 dan 1:100 (b/b). Nilai
persen dekomposisi H2O2 lebih tinggi pada kondisi basa dibandingkan kondisi asam.
Percobaan dekomposisi H2O2 belum dapat memberi gambaran secara menyeluruh
mengenai pengaruhnya terhadap degradasi pelarut organoklorin.

ABSTRACT
CHARINA AGUSTINE. Degradation Organochlorine Solvents using Oxidation-Fenton
Method. Supervised by MUHAMMAD FARID and ZAINAL ALIM MAS’UD.
Organochlorine is classified as chlorocarbon compound having a role in industry
processes, e.g. dichloromethane, chloroform, and carbon tetrachloride. However, their
existence may cause severe consequence towards environment because they are very
toxic, persistence, and bioaccumulative. Therefore, pollution treatment management is
necessary to minimize the effect. The oxidation-Fenton method may be used to solve the

chlorinated hydrocarbon pollutant in the environment. This method employed H2O2 as
oxidant and iron (FeSO4) as catalyst to generate hydroxil radical (reactive group). This
research is aimed to analyze the effects of pH and ratio of FeSO4·7H2O–H2O2 (w/w) in
oxidation-Fenton reaction. Range of pH in this study was 1 to 11 and range of ratio was
1:10 to 1:100 (w/w). The amount of inorganic chloride degraded was analyzed both
qualitatively and quantitatively. The oxidation-Fenton method was effective on pH 3–8
with ratio of 1:10 until 1:40 (w/w). Range of dichloromethane degradation using
oxidation-Fenton was 0.00–45.11% and for chloroform was 0.31–13.76%. Whereas,
carbon tetrachloride was not able to be distincted using this method. The role of pH and
ratio of FeSO4·7H2O to H2O2 was also tested through the decomposition of H2O2 within
pH 1 and 11, and ratio of 1:10 and 1:100 (w/w). Decomposition value of H2O2 was higher
in alkaline than an acid condition. Nevertheless, study of decomposition of H2O2 was not
able to depict completely its effect towards organochlorine degradation.

DEGRADASI PELARUT ORGANOKLORIN DENGAN
METODE OKSIDASI-FENTON

CHARINA AGUSTINE

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul : Degradasi Pelarut Organoklorin dengan Metode Oksidasi-Fenton
Nama : Charina Agustine
NRP : G44202040

Menyetujui:

Drs. Muhammad Farid
NIP 132 002 064

Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA

NIP 131 578 815

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA
NIP 131 578 806

Tanggal lulus:

5

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan pernyertaanNya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul penelitian ini
adalah Degradasi Pelarut Organoklorin dengan Metode Oksidasi-Fenton, yang
dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 sampai bulan Januari 2008, di Laboratorium
Terpadu dan Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Farid dan Bapak
Zainal Alim Mas’ud selaku pembimbing I dan II; kepada Bapak Ahmad Sjahriza atas
bimbingannya dalam mengolah data dengan program Umetrics modde 5. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Mas Khotib beserta para laboran dan pekerja Lab.
Terpadu atas diskusi dan fasilitas yang diberikan selama penelitian. Begitupun juga
kepada Bapak Sobur, Ibu Yeni, Ibu Aah, dan teman-teman peneliti di Lab. Kimia Organik
dan Lab. Terpadu atas bantuan, diskusi, dan kebersamaannya. Ungkapan terima kasih
juga kepada teman-teman kimia 39 (khususnya Hasna, Mirah, Rellang, Seri, Dewe,
Steven, Joko, dan Budhi), adik-adik kelas, atas kebersamaan, canda tawa selama penulis
menempuh studi dan menjalankan penelitian. Di samping itu, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kedua orangtua dan adikku tercinta, serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir kepada Mas Heri atas segala bantuan dan
motivasinya kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberi
kontribusi bagi yang lainnya.
Bogor, Juni 2008
Charina Agustine

5

6


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Agustus 1984 dari Bapak Suherman
dan Ibu Corriana. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2002, penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama
diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Tahun 2005, penulis menjalankan kegiatan praktik lapangan
di Laboratorium Pemastian Mutu (QC), PT Bristol Myers Squibb (BMS) Indonesia, Tbk,
Cibinong dengan judul Analisis Kadar Klorida, pH, dan Identifikasi Gugus Fungsi pada
Resin Colestiramin.
Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Kimia Bahan dan Alat D3 Analisis Kimia dan Manajemen Laboratorium D3
Analisis Kimia tahun ajaran 2007/2008.

6

vi

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR TABEL

............................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii
PENDAHULUAN ............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Ekolabel ......................................................................................................
Penggolongan Organoklorin .......................................................................
Pelarut Organoklorin ..................................................................................
Degradasi Organoklorin .............................................................................
Reagen Fenton ........................................................................................ ....
Analisis Klorida ..........................................................................................


1
2
2
2
3
4

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...........................................................................................
Metode Penelitian .......................................................................................

4
4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Degradasi Diklorometana ...........................................................................
Degradasi Kloroform ..................................................................................
Degradasi Karbon Tetraklorida ..................................................................
Dekomposisi Hidrogen Peroksida ..............................................................


5
6
7
8

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .....................................................................................................
Saran ...........................................................................................................

8
8

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

8

LAMPIRAN ...................................................................................................... 11

vi


vii

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5

Kekuatan oksidasi relatif dari gugus reaktif ................................................
Data rerata persen degradasi diklorometana ................................................
Data rerata persen degradasi kloroform .......................................................
Data rerata persen degradasi karbon tetraklorida .........................................
Data rerata persen dekomposisi hidrogen peroksida ...................................

3
5
6
7

8

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Grafik data penggunaan senyawa klorometana .....................................
2 Kurva tiga dimensi rerata persen degradasi diklorometana .........................
3
4
5
6
7

Kurva kontur rerata persen degradasi diklorometana ..................................
Kurva tiga dimensi rerata persen degradasi kloroform ................................
Kurva kontur rerata persen degradasi kloroform .........................................
Kurva tiga dimensi rerata persen degradasi karbon tetraklorida ..................
Kurva kontur rerata persen degradasi karbon tetraklorida ...........................

1
6
6
7
7
7
7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Prosedur pembuatan pereaksi ...................................................................... 12
2
3
4.
5

Diagram alir penelitian ................................................................................
Prosedur analisis dan standardisasi ..............................................................
Data perhitungan statistik ANOVA .............................................................
Nilai pendekatan bilangan oksidasi .............................................................

13
15
16
17

vii

PENDAHULUAN
Organoklorin tergolong senyawa klorokarbon yang memiliki ciri khusus dan berperan
dalam bidang industri. Sir James Young
Simpson pertama kali menggunakan kloroform
pada tahun 1847 sebagai anastetik (obat bius)
untuk menggantikan eter. Namun pada
akhirnya, penggunaannya sebagai anastetik
mulai dihentikan karena dapat menimbulkan
penyakit liver (Belding 2006). Walaupun
demikian, kloroform masih berperan sebagai
pelarut dalam industri farmasi (Department of
the Environment and Water Resources 2005).
Pada bidang industri, penggunaan kloroform
semakin meningkat, terutama untuk produksi
polimer fluoro.
Penggunaan senyawa klorometana semakin
meningkat, kecuali penggunaan karbon
tetraklorida. Menurut The Kyoto Protocol,
sejak tahun 1986 karbon tetraklorida
diidentifikasi sebagai senyawa yang dapat
merusak lapisan ozon stratosfer (Thompson
2004). Hal ini dapat dilihat dari data
penggunaan klorometana ditampilkan pada
Gambar 1.
1400

Ket. :
CH3Cl
CH2Cl2
CHCl3
CCl4

J u m la h (x 1 0 0 0 to n )

1200
1000
800
600
400
200
0
1987

1990

1993

1997

2000

Tahun

Gambar 1 Penggunaan senyawa klorometana
(Marshall 2007)
Keberadaan pelarut organoklorin dapat
menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan
karena sangat beracun (menyerang sistem saraf
pusat), persisten, bioakumulatif, dan dapat
menimbulkan penyakit kanker pada manusia
(karsinogenik) (Azman 1995). Sebagian besar
negara maju memang telah mengurangi,
bahkan melarang produksi dan penggunaan
senyawa ini melalui program ekolabel. Namun,
hal ini masih sulit dilaksanakan di negara
berkembang karena dibutuhkan kesiapan dari
pemerintah dan produsen di negara tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan kesiapan langkah
untuk
meminimalkan
dampak
limbah
organoklorin, terutama bagi negara yang belum
menghentikan penggunaan senyawa tersebut.

Salah satu langkah awal yang dibutuhkan
ialah manajemen pengolahan limbah.
Oksidasi-Fenton
merupakan
metode
oksidasi yang menggunakan hidrogen
peroksida (H2O2) sebagai pengoksidasinya
dan besi sebagai katalis. Metode ini telah
diterapkan untuk pengolahan berbagai
macam limbah industri yang mengandung
senyawaan organik toksik, seperti fenol dan
limbah kompleks dari pestisida, cat, maupun
zat aditif plastik (US Department of Energy
1999). Gugus reaktif yang berperan dalam
metode ini adalah radikal hidroksil yang
dihasilkan dari reaksi antara H2O2 dan Fe2+.
Namun, pembentukan radikal hidroksil ini
membutuhkan kondisi pH tertentu karena
pada kondisi pH yang tidak sesuai, bentuk
ion fero (Fe2+) dapat berubah menjadi bentuk
koloid ion feri (Fe3+). Selain itu, kondisi ini
pun
dapat
menyebabkan
katalisis
dekomposisi H2O2 oleh ion besi tanpa
menghasilkan radikal hidroksil (Industrial
Wastewater 2007).
Salah satu segi yang perlu diperhatikan
dalam memilih suatu metode pengolahan
limbah ialah kandungan residu akhir.
Walaupun residu dari proses pengolahan
limbah sangat sulit dihindari, akan tetapi
diperlukan upaya untuk meminimumkan
dampak dari residu tersebut. Salah satu residu
yang perlu diminimumkan pada metode
oksidasi-Fenton ialah besi. Oleh karena itu,
dibutuhkan data mengenai pengaruh pH dan
nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 (b/b) terhadap
kinerja reagen Fenton.
Penelitian ini bertujuan menentukan
besarnya pengaruh pH dan nisbah
FeSO4·7H2O–H2O2
(b/b) dalam reaksi
oksidasi-Fenton untuk pendegradasian pelarut
organoklorin.

TINJAUAN PUSTAKA
Ekolabel
Menurut FEA (1999), ekolabel adalah
label atau tanda dari produsen dalam
memberikan informasi kepada konsumen
mengenai dampak lingkungan yang terdapat
pada suatu produk tertentu. Program ekolabel
pertama di dunia dibentuk di Jerman pada
tahun 1977, yang diberi nama Blue Angel.
Saat ini, ada 27 program ekolabel di berbagai
negara.
Penerapan sertifikasi ekolabel produkproduk dalam negeri telah dikampanyekan
sejak tahun 2004. Namun, hingga kini belum
ada satu pun produk dalam negeri yang telah

2

memiliki pengakuan ramah lingkungan dalam
proses produksi dari hulu hingga hilir. Tim
skema ekolabel Indonesia baru berhasil
menyusun kriteria ekolabel untuk lima jenis
produk manufaktur, yaitu serbuk detergen
sintetik, tekstil dan produk tekstil, kertas cetak,
produk kulit jadi, dan sepatu kulit (Hendra
2005).
Penggolongan Organoklorin
Organoklorin
merupakan
senyawa
hidrokarbon terklorinasi, minimal ada satu
posisi atom hidrogen pada hidrokarbon yang
digantikan oleh atom klor. Berdasarkan sifat
kelembaman atau persistensinya, organoklorin
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu senyawa
POP (polutan organik persisten), kandidat POP,
dan
non-POP.
Berdasarkan
konvensi
Stockholm, senyawa POP dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan, yaitu pestisida organoklor, bahan industri organoklor, dan
golongan POP yang terbentuk secara tidak
sengaja dari sumber antropogenik. (Nugrohati
2004).
Kandidat POP merupakan kelompok
senyawa yang memiliki ciri seperti senyawa
POP. Kelompok senyawa ini belum tercantum
dalam daftar senyawa POP, namun termasuk
senyawa yang dinominasikan menjadi senyawa
POP. Program ini ditangani oleh sebuah komite
peninjau POP, POPRC (persistent organic
pollutants review committee) yang disepakati
pula dalam konvensi Stockholm. Sementara,
senyawa organohalogen yang tidak tergolong
dalam kedua kelompok tersebut dikenal dengan
non-POP (IPEN 2005).
Pelarut Organoklorin
Metilena klorida atau diklorometana,
CH2Cl2, CAS number [75-09-2], merupakan
senyawa toksik dan karsinogenik dengan bobot
molekul 84.93 g/mol dan berat jenis 1.32 g/mL
(Stevens 2001). Senyawa ini bersifat volatil
dan sedikit larut dalam air (2 g/100 mL pada
20 °C), tetapi larut dalam pelarut organik
seperti etanol, eter, fenol, aldehida, dan keton
(WHO Regional Office for Europe 2000).
Metilena klorida digunakan sebagai pelarut
cat, formula tinta, pembersih logam, dan
sebagai aerosol. Lembaga CHIP (chemical
hazard information and packaging) menyatakan
diklorometana sebagai bahaya karsinogenik
sehingga beberapa produk yang mengandung
diklorometana harus diberi label dengan
peringatan harmfull (Stevens 2001).
Kloroform atau triklorometana, CHCl3,
CAS number [67-66-3], merupakan senyawa
toksik dengan bobot molekul 119.38 g/mol dan

berat jenis 1.498 g/mL. Senyawa ini bersifat
volatil dan sedikit larut dalam air, tetapi dapat
juga bercampur dengan alkohol, benzena,
petroleum eter, karbon tetraklorida, karbon
disulfida, dan minyak (Belding 2006).
Kloroform digunakan sebagai pelarut
ekstraksi (lemak, minyak, karet, lilin, pernis
dan getah), pembuatan cat, pembuatan obatobatan dan pestisida, produksi plastik
(khususnya vinil klorida), reagen pembersih
untuk menghilangkan noda, dan produksi
pendingin seperti kloro fluoro karbon (CFC)
(Department of the Environment and Water
Resources 2005).
Berdasarkan Protokol Montreal, karbon
tetraklorida dan kloroform digolongkan
sebagai bahan perusak lapisan ozon (Sibarani
2002). Oleh karena itu, berdasarkan Keppres
Nomor 96/2000 jo.118/2000, sektor industri
dan perdagangan menutup investasi bagi
salah satu industri yang menghasilkan bahan
kimia berbahaya bagi lingkungan, seperti
karbon tetraklorida dan kloroform (Badan
Koordinasi Penanaman Modal 2007).
Karbon tetraklorida, CCl4, CAS number
[56-23-5], merupakan senyawa toksik dan
karsinogenik dengan bobot molekul 158.82
g/mol dan berat jenis 1.59 g/mL. Senyawa ini
bersifat tidak larut dalam air, tidak mudah
terbakar, dan memiliki bau yang khas.
Senyawa ini digunakan sebagai herbidisida
padi dan senyawa intermediet dalam produksi
pendingin (refrigerants) (Tripp & Liu 2006).
Semakin banyak penggunaan karbon
tetraklorida ternyata memberikan efek negatif
sebagai polutan lingkungan. Lembaga
internasional EPA (environmental protection
agency) juga menggolongkan karbon
tetraklorida sebagai penyebab karsinogenik
pada manusia (ATSDR 1994).
Degradasi Organoklorin
Dahulu, limbah POP dan senyawa lain
yang sulit dihancurkan diolah dengan
teknologi remediasi sederhana, yaitu metode
landfill cap system dan deep well injection,
dengan penimbunan pada lahan yang telah
dilengkapi lapisan pembatas dan drainase.
Akan tetapi, ternyata teknologi ini sangat
tidak efektif untuk senyawa persisten, bahkan
dapat membahayakan lingkungan. Perkembangan teknologi selanjutnya ialah
pembakaran bersuhu tinggi (870–1200 °C)
dan tanur semen (1100–1450 °C) dalam
suasana pH tinggi. Ternyata teknologi ini
juga berdampak buruk bagi lingkungan dan
kesehatan manusia, serta membutuhkan
infrastruktur yang memadai serta manajemen

2

DEGRADASI PELARUT ORGANOKLORIN DENGAN
METODE OKSIDASI-FENTON

CHARINA AGUSTINE

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
CHARINA AGUSTINE. Degradasi Pelarut Organoklorin dengan Metode OksidasiFenton. Dibimbing oleh MUHAMMAD FARID dan ZAINAL ALIM MAS’UD.
Organoklorin tergolong senyawa klorokarbon yang memiliki ciri khusus dan
banyak digunakan dalam bidang industri, contohnya diklorometana, kloroform, dan
karbon tetraklorida. Akan tetapi, keberadaannya dapat menimbulkan dampak buruk bagi
lingkungan karena sangat beracun, persisten, dan bioakumulatif. Oleh karena itu,
diperlukan manajemen pengolahan limbah untuk meminimalkan dampak tersebut.
Metode oksidasi-Fenton dapat digunakan untuk pengolahan berbagai limbah industri.
Metode ini menggunakan oksidator H2O2 dan katalis besi (FeSO4) sehingga dihasilkan
radikal hidroksil (gugus reaktif). Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh pH dan
nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 (b/b) dalam reaksi oksidasi-Fenton. Kisaran pH yang
dicobakan adalah 1–11 dan kisaran nisbahnya 1:10–1:100 (b/b). Banyaknya klorida
anorganik yang terurai dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Metode oksidasi-Fenton
efektif bekerja pada pH 3–8 dengan nisbah 1:10 sampai 1:40 (b/b). Kisaran nilai
degradasi diklorometana dengan metode oksidasi-Fenton sebesar 0.00–45.11% dan
kloroform sebesar 0.31–13.76%. Sementara, karbon tetraklorida tidak dapat terdegradasi
menggunakan metode ini. Pengaruh pH dan nisbah pun diteliti melalui dekomposisi H2O2
pada pH 1 dan 11, serta nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 yaitu 1:10 dan 1:100 (b/b). Nilai
persen dekomposisi H2O2 lebih tinggi pada kondisi basa dibandingkan kondisi asam.
Percobaan dekomposisi H2O2 belum dapat memberi gambaran secara menyeluruh
mengenai pengaruhnya terhadap degradasi pelarut organoklorin.

ABSTRACT
CHARINA AGUSTINE. Degradation Organochlorine Solvents using Oxidation-Fenton
Method. Supervised by MUHAMMAD FARID and ZAINAL ALIM MAS’UD.
Organochlorine is classified as chlorocarbon compound having a role in industry
processes, e.g. dichloromethane, chloroform, and carbon tetrachloride. However, their
existence may cause severe consequence towards environment because they are very
toxic, persistence, and bioaccumulative. Therefore, pollution treatment management is
necessary to minimize the effect. The oxidation-Fenton method may be used to solve the
chlorinated hydrocarbon pollutant in the environment. This method employed H2O2 as
oxidant and iron (FeSO4) as catalyst to generate hydroxil radical (reactive group). This
research is aimed to analyze the effects of pH and ratio of FeSO4·7H2O–H2O2 (w/w) in
oxidation-Fenton reaction. Range of pH in this study was 1 to 11 and range of ratio was
1:10 to 1:100 (w/w). The amount of inorganic chloride degraded was analyzed both
qualitatively and quantitatively. The oxidation-Fenton method was effective on pH 3–8
with ratio of 1:10 until 1:40 (w/w). Range of dichloromethane degradation using
oxidation-Fenton was 0.00–45.11% and for chloroform was 0.31–13.76%. Whereas,
carbon tetrachloride was not able to be distincted using this method. The role of pH and
ratio of FeSO4·7H2O to H2O2 was also tested through the decomposition of H2O2 within
pH 1 and 11, and ratio of 1:10 and 1:100 (w/w). Decomposition value of H2O2 was higher
in alkaline than an acid condition. Nevertheless, study of decomposition of H2O2 was not
able to depict completely its effect towards organochlorine degradation.

DEGRADASI PELARUT ORGANOKLORIN DENGAN
METODE OKSIDASI-FENTON

CHARINA AGUSTINE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul : Degradasi Pelarut Organoklorin dengan Metode Oksidasi-Fenton
Nama : Charina Agustine
NRP : G44202040

Menyetujui:

Drs. Muhammad Farid
NIP 132 002 064

Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA
NIP 131 578 815

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA
NIP 131 578 806

Tanggal lulus:

5

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan pernyertaanNya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul penelitian ini
adalah Degradasi Pelarut Organoklorin dengan Metode Oksidasi-Fenton, yang
dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 sampai bulan Januari 2008, di Laboratorium
Terpadu dan Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Farid dan Bapak
Zainal Alim Mas’ud selaku pembimbing I dan II; kepada Bapak Ahmad Sjahriza atas
bimbingannya dalam mengolah data dengan program Umetrics modde 5. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Mas Khotib beserta para laboran dan pekerja Lab.
Terpadu atas diskusi dan fasilitas yang diberikan selama penelitian. Begitupun juga
kepada Bapak Sobur, Ibu Yeni, Ibu Aah, dan teman-teman peneliti di Lab. Kimia Organik
dan Lab. Terpadu atas bantuan, diskusi, dan kebersamaannya. Ungkapan terima kasih
juga kepada teman-teman kimia 39 (khususnya Hasna, Mirah, Rellang, Seri, Dewe,
Steven, Joko, dan Budhi), adik-adik kelas, atas kebersamaan, canda tawa selama penulis
menempuh studi dan menjalankan penelitian. Di samping itu, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kedua orangtua dan adikku tercinta, serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir kepada Mas Heri atas segala bantuan dan
motivasinya kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberi
kontribusi bagi yang lainnya.
Bogor, Juni 2008
Charina Agustine

5

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Agustus 1984 dari Bapak Suherman
dan Ibu Corriana. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2002, penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama
diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Tahun 2005, penulis menjalankan kegiatan praktik lapangan
di Laboratorium Pemastian Mutu (QC), PT Bristol Myers Squibb (BMS) Indonesia, Tbk,
Cibinong dengan judul Analisis Kadar Klorida, pH, dan Identifikasi Gugus Fungsi pada
Resin Colestiramin.
Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Kimia Bahan dan Alat D3 Analisis Kimia dan Manajemen Laboratorium D3
Analisis Kimia tahun ajaran 2007/2008.

6

vi

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL

............................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii
PENDAHULUAN ............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Ekolabel ......................................................................................................
Penggolongan Organoklorin .......................................................................
Pelarut Organoklorin ..................................................................................
Degradasi Organoklorin .............................................................................
Reagen Fenton ........................................................................................ ....
Analisis Klorida ..........................................................................................

1
2
2
2
3
4

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...........................................................................................
Metode Penelitian .......................................................................................

4
4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Degradasi Diklorometana ...........................................................................
Degradasi Kloroform ..................................................................................
Degradasi Karbon Tetraklorida ..................................................................
Dekomposisi Hidrogen Peroksida ..............................................................

5
6
7
8

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .....................................................................................................
Saran ...........................................................................................................

8
8

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

8

LAMPIRAN ...................................................................................................... 11

vi

vii

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5

Kekuatan oksidasi relatif dari gugus reaktif ................................................
Data rerata persen degradasi diklorometana ................................................
Data rerata persen degradasi kloroform .......................................................
Data rerata persen degradasi karbon tetraklorida .........................................
Data rerata persen dekomposisi hidrogen peroksida ...................................

3
5
6
7
8

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Grafik data penggunaan senyawa klorometana .....................................
2 Kurva tiga dimensi rerata persen degradasi diklorometana .........................
3
4
5
6
7

Kurva kontur rerata persen degradasi diklorometana ..................................
Kurva tiga dimensi rerata persen degradasi kloroform ................................
Kurva kontur rerata persen degradasi kloroform .........................................
Kurva tiga dimensi rerata persen degradasi karbon tetraklorida ..................
Kurva kontur rerata persen degradasi karbon tetraklorida ...........................

1
6
6
7
7
7
7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Prosedur pembuatan pereaksi ...................................................................... 12
2
3
4.
5

Diagram alir penelitian ................................................................................
Prosedur analisis dan standardisasi ..............................................................
Data perhitungan statistik ANOVA .............................................................
Nilai pendekatan bilangan oksidasi .............................................................

13
15
16
17

vii

PENDAHULUAN
Organoklorin tergolong senyawa klorokarbon yang memiliki ciri khusus dan berperan
dalam bidang industri. Sir James Young
Simpson pertama kali menggunakan kloroform
pada tahun 1847 sebagai anastetik (obat bius)
untuk menggantikan eter. Namun pada
akhirnya, penggunaannya sebagai anastetik
mulai dihentikan karena dapat menimbulkan
penyakit liver (Belding 2006). Walaupun
demikian, kloroform masih berperan sebagai
pelarut dalam industri farmasi (Department of
the Environment and Water Resources 2005).
Pada bidang industri, penggunaan kloroform
semakin meningkat, terutama untuk produksi
polimer fluoro.
Penggunaan senyawa klorometana semakin
meningkat, kecuali penggunaan karbon
tetraklorida. Menurut The Kyoto Protocol,
sejak tahun 1986 karbon tetraklorida
diidentifikasi sebagai senyawa yang dapat
merusak lapisan ozon stratosfer (Thompson
2004). Hal ini dapat dilihat dari data
penggunaan klorometana ditampilkan pada
Gambar 1.
1400

Ket. :
CH3Cl
CH2Cl2
CHCl3
CCl4

J u m la h (x 1 0 0 0 to n )

1200
1000
800
600
400
200
0
1987

1990

1993

1997

2000

Tahun

Gambar 1 Penggunaan senyawa klorometana
(Marshall 2007)
Keberadaan pelarut organoklorin dapat
menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan
karena sangat beracun (menyerang sistem saraf
pusat), persisten, bioakumulatif, dan dapat
menimbulkan penyakit kanker pada manusia
(karsinogenik) (Azman 1995). Sebagian besar
negara maju memang telah mengurangi,
bahkan melarang produksi dan penggunaan
senyawa ini melalui program ekolabel. Namun,
hal ini masih sulit dilaksanakan di negara
berkembang karena dibutuhkan kesiapan dari
pemerintah dan produsen di negara tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan kesiapan langkah
untuk
meminimalkan
dampak
limbah
organoklorin, terutama bagi negara yang belum
menghentikan penggunaan senyawa tersebut.

Salah satu langkah awal yang dibutuhkan
ialah manajemen pengolahan limbah.
Oksidasi-Fenton
merupakan
metode
oksidasi yang menggunakan hidrogen
peroksida (H2O2) sebagai pengoksidasinya
dan besi sebagai katalis. Metode ini telah
diterapkan untuk pengolahan berbagai
macam limbah industri yang mengandung
senyawaan organik toksik, seperti fenol dan
limbah kompleks dari pestisida, cat, maupun
zat aditif plastik (US Department of Energy
1999). Gugus reaktif yang berperan dalam
metode ini adalah radikal hidroksil yang
dihasilkan dari reaksi antara H2O2 dan Fe2+.
Namun, pembentukan radikal hidroksil ini
membutuhkan kondisi pH tertentu karena
pada kondisi pH yang tidak sesuai, bentuk
ion fero (Fe2+) dapat berubah menjadi bentuk
koloid ion feri (Fe3+). Selain itu, kondisi ini
pun
dapat
menyebabkan
katalisis
dekomposisi H2O2 oleh ion besi tanpa
menghasilkan radikal hidroksil (Industrial
Wastewater 2007).
Salah satu segi yang perlu diperhatikan
dalam memilih suatu metode pengolahan
limbah ialah kandungan residu akhir.
Walaupun residu dari proses pengolahan
limbah sangat sulit dihindari, akan tetapi
diperlukan upaya untuk meminimumkan
dampak dari residu tersebut. Salah satu residu
yang perlu diminimumkan pada metode
oksidasi-Fenton ialah besi. Oleh karena itu,
dibutuhkan data mengenai pengaruh pH dan
nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 (b/b) terhadap
kinerja reagen Fenton.
Penelitian ini bertujuan menentukan
besarnya pengaruh pH dan nisbah
FeSO4·7H2O–H2O2
(b/b) dalam reaksi
oksidasi-Fenton untuk pendegradasian pelarut
organoklorin.

TINJAUAN PUSTAKA
Ekolabel
Menurut FEA (1999), ekolabel adalah
label atau tanda dari produsen dalam
memberikan informasi kepada konsumen
mengenai dampak lingkungan yang terdapat
pada suatu produk tertentu. Program ekolabel
pertama di dunia dibentuk di Jerman pada
tahun 1977, yang diberi nama Blue Angel.
Saat ini, ada 27 program ekolabel di berbagai
negara.
Penerapan sertifikasi ekolabel produkproduk dalam negeri telah dikampanyekan
sejak tahun 2004. Namun, hingga kini belum
ada satu pun produk dalam negeri yang telah

2

memiliki pengakuan ramah lingkungan dalam
proses produksi dari hulu hingga hilir. Tim
skema ekolabel Indonesia baru berhasil
menyusun kriteria ekolabel untuk lima jenis
produk manufaktur, yaitu serbuk detergen
sintetik, tekstil dan produk tekstil, kertas cetak,
produk kulit jadi, dan sepatu kulit (Hendra
2005).
Penggolongan Organoklorin
Organoklorin
merupakan
senyawa
hidrokarbon terklorinasi, minimal ada satu
posisi atom hidrogen pada hidrokarbon yang
digantikan oleh atom klor. Berdasarkan sifat
kelembaman atau persistensinya, organoklorin
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu senyawa
POP (polutan organik persisten), kandidat POP,
dan
non-POP.
Berdasarkan
konvensi
Stockholm, senyawa POP dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan, yaitu pestisida organoklor, bahan industri organoklor, dan
golongan POP yang terbentuk secara tidak
sengaja dari sumber antropogenik. (Nugrohati
2004).
Kandidat POP merupakan kelompok
senyawa yang memiliki ciri seperti senyawa
POP. Kelompok senyawa ini belum tercantum
dalam daftar senyawa POP, namun termasuk
senyawa yang dinominasikan menjadi senyawa
POP. Program ini ditangani oleh sebuah komite
peninjau POP, POPRC (persistent organic
pollutants review committee) yang disepakati
pula dalam konvensi Stockholm. Sementara,
senyawa organohalogen yang tidak tergolong
dalam kedua kelompok tersebut dikenal dengan
non-POP (IPEN 2005).
Pelarut Organoklorin
Metilena klorida atau diklorometana,
CH2Cl2, CAS number [75-09-2], merupakan
senyawa toksik dan karsinogenik dengan bobot
molekul 84.93 g/mol dan berat jenis 1.32 g/mL
(Stevens 2001). Senyawa ini bersifat volatil
dan sedikit larut dalam air (2 g/100 mL pada
20 °C), tetapi larut dalam pelarut organik
seperti etanol, eter, fenol, aldehida, dan keton
(WHO Regional Office for Europe 2000).
Metilena klorida digunakan sebagai pelarut
cat, formula tinta, pembersih logam, dan
sebagai aerosol. Lembaga CHIP (chemical
hazard information and packaging) menyatakan
diklorometana sebagai bahaya karsinogenik
sehingga beberapa produk yang mengandung
diklorometana harus diberi label dengan
peringatan harmfull (Stevens 2001).
Kloroform atau triklorometana, CHCl3,
CAS number [67-66-3], merupakan senyawa
toksik dengan bobot molekul 119.38 g/mol dan

berat jenis 1.498 g/mL. Senyawa ini bersifat
volatil dan sedikit larut dalam air, tetapi dapat
juga bercampur dengan alkohol, benzena,
petroleum eter, karbon tetraklorida, karbon
disulfida, dan minyak (Belding 2006).
Kloroform digunakan sebagai pelarut
ekstraksi (lemak, minyak, karet, lilin, pernis
dan getah), pembuatan cat, pembuatan obatobatan dan pestisida, produksi plastik
(khususnya vinil klorida), reagen pembersih
untuk menghilangkan noda, dan produksi
pendingin seperti kloro fluoro karbon (CFC)
(Department of the Environment and Water
Resources 2005).
Berdasarkan Protokol Montreal, karbon
tetraklorida dan kloroform digolongkan
sebagai bahan perusak lapisan ozon (Sibarani
2002). Oleh karena itu, berdasarkan Keppres
Nomor 96/2000 jo.118/2000, sektor industri
dan perdagangan menutup investasi bagi
salah satu industri yang menghasilkan bahan
kimia berbahaya bagi lingkungan, seperti
karbon tetraklorida dan kloroform (Badan
Koordinasi Penanaman Modal 2007).
Karbon tetraklorida, CCl4, CAS number
[56-23-5], merupakan senyawa toksik dan
karsinogenik dengan bobot molekul 158.82
g/mol dan berat jenis 1.59 g/mL. Senyawa ini
bersifat tidak larut dalam air, tidak mudah
terbakar, dan memiliki bau yang khas.
Senyawa ini digunakan sebagai herbidisida
padi dan senyawa intermediet dalam produksi
pendingin (refrigerants) (Tripp & Liu 2006).
Semakin banyak penggunaan karbon
tetraklorida ternyata memberikan efek negatif
sebagai polutan lingkungan. Lembaga
internasional EPA (environmental protection
agency) juga menggolongkan karbon
tetraklorida sebagai penyebab karsinogenik
pada manusia (ATSDR 1994).
Degradasi Organoklorin
Dahulu, limbah POP dan senyawa lain
yang sulit dihancurkan diolah dengan
teknologi remediasi sederhana, yaitu metode
landfill cap system dan deep well injection,
dengan penimbunan pada lahan yang telah
dilengkapi lapisan pembatas dan drainase.
Akan tetapi, ternyata teknologi ini sangat
tidak efektif untuk senyawa persisten, bahkan
dapat membahayakan lingkungan. Perkembangan teknologi selanjutnya ialah
pembakaran bersuhu tinggi (870–1200 °C)
dan tanur semen (1100–1450 °C) dalam
suasana pH tinggi. Ternyata teknologi ini
juga berdampak buruk bagi lingkungan dan
kesehatan manusia, serta membutuhkan
infrastruktur yang memadai serta manajemen

2

3

emisi udara dan residu lainnya (Rahuman et al.
2000).
Dampak negatif dari teknologi pembakaran
mendorong banyak ilmuwan dunia untuk
merancang
berbagai
teknologi
tanpa
pembakaran. Beberapa teknologi tanpa
pembakaran yang telah dikomersilkan yaitu
GPCR (gas phase chemical reduction), BCD
(base catalysed decomposition), SCWO (supercritical water oxidation), PLASCON (plasma
arc), Reduksi Natrium, dan Pirolisis
(McDowald et al. 2004).
Pengolahan limbah selain kelompok POP,
umumnya lebih sederhana. Beberapa metode
yang sudah digunakan untuk pengolahan
limbah tersebut ialah biodegradasi dan
degradasi secara kimia. Menurut Papp (1996),
senyawa 2,4-diklorofenol dan diklorometana
dapat didegradasi dengan metode biodegradasi
inheren (membutuhkan mikrob yang sesuai).
Sementara, senyawa trikloroetilena, tetrakloroetilena, pestisida, dan hidrokarbon petroleum dapat didegradasi secara kimia melalui
metode oksidasi-Fenton (US Department of
Energy 1999).
Reagen Fenton
Reagen antara hidrogen peroksida (H2O2)
dengan katalis besi disebut juga reagen Fenton.
Hidrogen peroksida merupakan salah satu
oksidator yang lazim digunakan. Oksidator ini
memiliki kandungan oksigen aktif yang tinggi.
Kandungan oksigen aktif ini berpengaruh pada
penekanan biaya proses (Strukul 1992).
Hidrogen
peroksida
mudah
sekali
terdekomposisi menjadi oksigen dan air.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi
dekomposisi hidrogen peroksida ialah suhu dan
pH (Strukul 1992). Reaksi hidrogen peroksida
sangat lambat sehingga membutuhkan katalis.
Katalis yang umum digunakan adalah besi
sulfat (FeSO4) (Eckenfelder 2000).
Reagen Fenton menggunakan radikal
hidroksil sebagai gugus reaktif dan besi sebagai
katalis pembentukan radikal hidroksil tersebut
(Eckenfelder
2000).
Radikal
hidroksil
merupakan salah satu gugus yang sangat reaktif
yang telah diketahui saat ini, bahkan gugus ini
menempati posisi kedua setelah fluorin. Hal ini
dapat dilihat dari Tabel 1 (Industrial
Wastewater 2007 ).
Reaksi pembentukan radikal hidroksil
sebagai berikut:
Fe 2+ + H2O2
Fe 3+ + H2O2

Fe 3+ + OH - + · OH
Fe 2+ + · OOH + H+

(1)
(2)

Reaksi tersebut menghasilkan radikal bebas
·OH, serta pembentukan kembali Fe2+

(Eckenfelder 2000). Besi feri dapat berubah
kembali menjadi besi fero pada reaksi
selanjutnya dengan kelebihan molekul H2O2
(US Department of Energy 1999).
Tabel 1 Kekuatan oksidasi relatif dari gugus
reaktif (Metcalf & Eddy 2003)
Gugus Reaktif
Fluorin
Radikal hidroksil
Atom oksigen
(singlet)
Ozon
Hidrogen peroksida
Asam hipoklorat
Klorin
Klorin dioksida
Bromin
Oksigen (molekul)
Iodin

Kekuatan
Oksidasi relatif
(Cl2 = 1.0)
2.25
2.05
1.78
1.52
1.30
1.10
1.00
0.93
0.80
0.90
0.54

Tahap oksidasi-Fenton meliputi pengaturan pH limbah cairan 3–6, penambahan
katalis besi sebagai larutan FeSO4, dan
penambahan perlahan-lahan H2O2. Jika pH
limbah cairan terlalu tinggi, maka besi lebih
cepat teroksidasi berubah menjadi Fe(OH)3
dan terjadi dekomposisi H2O2 (US
Department of Energy 1999).
Berdasarkan parameter COD (kebutuhan
oksigen kimia), nisbah Fe–H2O2 adalah 1:5–
1:10 (b/b) dengan konsentrasi besi < 25–50
mg/L dapat bereaksi selama 10–24 jam.
Produk oksidasinya (asam organik) terpisah
dari besi. Reagen Fenton ini cukup efektif
sebagai pengolahan pendahuluan untuk
limbah dengan nilai COD > 500 mg/L
(Industrial Wastewater 2007).
Katalis besi dapat digunakan baik dalam
bentuk garam fero (Fe2+) maupun feri (Fe3+).
Hal ini dikarenakan sirkulasi perubahan
kedua ion tersebut sangat cepat. Akan tetapi,
jika konsentrasi reagen Fenton yang
digunakan rendah (< 10–25 ppm H2O2), maka
lebih baik menggunakan garam fero
(Industrial Wastewater 2007).
Kecepatan
reaksi
reagen
Fenton
meningkat dengan peningkatan suhu (20–40
°C). Namun, jika suhu reaksi > 40–50 °C,
peranan H2O2 sebagai pengoksidasi semakin
berkurang
karena
dekomposisi
H2O2
dipercepat. Selain suhu, kecepatan kerja
reagen Fenton juga dipengaruhi oleh nilai pH
(3–6) (Industrial Wastewater 2007).
Reagen
Fenton
digunakan
untuk
pengolahan berbagai limbah industri (cairan,

3

4

lumpur, dan kontaminan tanah) yang
mengandung
senyawa
organik
toksik.
Keuntungan metode oksidasi menggunakan
reagen Fenton adalah murah, siap digunakan,
dan produk hasil reaksi tidak berbahaya di
lingkungan (berupa air, oksigen, dan CO2).
Proses reaksi ini mudah diaplikasikan dan
dikontrol. Waktu pengolahan dan proses reaksi
cukup
cepat.
Reagen
Fenton
tidak
menghasilkan senyawa organik atsiri (US
Department of Energy 1999).
Analisis Klorida
Analisis kimia ion klorida dapat berupa
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Prinsip analisis klorida secara kualitatif
berdasarkan pembentukan endapan AgCl yang
berwarna putih. Hal ini dilakukan dengan
penambahan asam nitrat pekat dan beberapa
0.1 N (Vogel 1959).
tetes larutan AgNO3
Analisis klorida secara kuantitatif dapat
dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya
metode argentometri, merkuri(II) nitrat, potensiometri, ferisianida secara otomatis, dan
merkuri tiosianat (injeksi alir) (Clesceri et al.
2005).
Prinsip metode merkuri nitrat ialah titrasi
klorida menggunakan merkuri(II) nitrat.
Difenilkarbazon (DPC) sebagai indikator dapat
menunjukkan titik akhir dengan pembentukan
kompleks ungu (Clesceri et al. 2005) merkuridifenilkarbazon (Dorey & Draves 1998).
Bahan-bahan yang dapat mengganggu dalam
analisis ini ialah kromat, feri, dan ion sulfit jika
keberadaannya lebih dari 10 mg/L (Clesceri et
al. 2005).
Reaksi titrasi yang terjadi sebagai berikut:
Hg2+ + 2 ClHgCl2
(3)
Hg2+ + 2 DPC
Hg(DPC)2
(4)
Merkuri(II) nitrat sebagai titran akan bereaksi
dengan titrat yang mengandung klorida
anorganik membentuk merkuri(II) klorida,
sesuai dengan persamaan (3). Kelebihan
merkuri nitrat akan bereaksi dengan indikator
difenilkarbazon membentuk kompleks merkuridifenilkarbazon yang berwarna ungu, sesuai
dengan persamaan (4) (Dorey & Draves 1998).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
sampel pelarut (diklorometana, kloroform, dan
karbon tetraklorida), garam FeSO4·7H2O. Alatalat yang dibutuhkan adalah penangas air,
pengaduk magnetik, neraca analitik, lempeng
pemanas, dan peralatan kaca.

Metode Penelitian
Degradasi Senyawa
Sebanyak 0.1 mL sampel dicampurkan
dengan 100 mL akuades di dalam
Erlenmeyer, lalu diatur pH-nya menggunakan
asam sulfat/NaOH pekat dengan ragam pH 1,
3, 4, 5, 6, 8, dan 11. Setelah itu, larutan
sampel ditambahkan FeSO4·7H2O dan 5 mL
H2O2 30% (Lampiran 1) sambil diaduk
selama 30 menit. Selanjutnya, larutan
dipindahkan ke dalam labu takar
250 mL
dan ditera dengan akua-des. Larutan ini
disebut larutan A, kemudian dilakukan
analisis klorida duplo. Adapun ragam nisbah
Fe–H2O2 (b/b) yang diamati yaitu 1:10, 1:20,
1:40, 1:80, dan 1:100. Setiap ragam
dilakukan triplo (Lampiran 2).
Dekomposisi Hidrogen Peroksida
Sebanyak 100 mL akuades dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian
diatur pH-nya, dengan ragam pH 1 dan 11.
Setelah itu, ditambahkan FeSO4·7H2O dan 5
mL H2O2 sambil diaduk selama 30 menit.
Adapun ragam nisbah Fe–H2O2 (b/b) yang
diamati ialah 1:10 dan 1:100. Selanjutnya,
larutan diencerkan dalam labu takar 250 mL
dan ditera dengan akuades. Larutan ini
disebut larutan B. Sebanyak 25 mL (VA)
larutan B diencerkan lagi dalam labu takar
100 mL (VB). Larutan ini disebut larutan C
yang akan dilakukan analisis hidrogen
peroksida. Setiap ragam pH dan nisbah Fe–
H2O2 (b/b) dilakukan triplo dan dianalisis
H2O2 triplo.
Analisis Klorida
Analisis
klorida
secara
kualitatif
dilakukan dengan cara sedikit filtrat larutan A
dimasuk-kan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan HNO3 pekat dan beberapa tetes
larutan AgNO3 0.1 N (Lampiran 1). Klorin
dideteksi
secara
kualitatif
dengan
terbentuknya endapan AgCl yang berwarna
putih (Vogel 1959). Analisis klorida juga
dilakukan untuk blangko (akuades).
Analisis klorida secara kuantitatif
dilakukan dengan cara 10 mL larutan A
ditambahkan 8 tetes larutan indikator
campuran (Lampiran 1) hingga larutan
berwarna ungu, lalu ditambahkan 1–2 tetes
HNO3 pekat hingga larutan berwarna kuning.
Setelah itu, larutan dititrasi dengan merkuri
nitrat 0.0141 N (Lampiran 3) sampai
berwarna ungu (Clesceri et al. 2005).
Analisis klorida juga dilakukan untuk
blangko (air bebas ion). Setiap analisis
dilakukan triplo.

4

5

Analisis Hidrogen Peroksida
Sebanyak 10 mL (VC) larutan contoh
perhidrol (H2O2) 30 % dimasukkan ke dalam
labu takar 1000 mL (VL) dan diencerkan
dengan air akuades hingga tanda tera. Larutan
ini disebut larutan C. Sebanyak 25 mL (V1)
larutan C dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
250 mL serta ditambahkan 100 mL akuades
dan 20 mL larutan H2SO4 6 N. Setelah itu,
larutan dititrasi dengan
KMnO4 0.1 N
(Lampiran 3) sampai berwarna merah muda
(Basset et al. 1978). Analisis ini dilakukan
triplo.
Analisis Pengolahan Data
Data persen degradasi masing-masing
sampel dianalisis menggunakan uji statistik
ANOVA (analysis of variance) dua faktorial,
faktor A dan faktor B. Sebelumnya, diten-tukan
hipotesis nol (Ho) dan hipotesis tandingan (H1)
dari penelitian ini. Peluang kesalahan (taraf
nyata; α) yang digunakan ialah 0.05 dengan
tingkat kepercayaan (1- α ) 95%. Statistik uji
Fhitung mengikuti sebaran F dengan derajat
bebas (db) pembilang masing-masing faktor, n1, dan db penyebut hasil kali db pembilang
kedua faktor. Jika hasil Fhitung > Ftabel
(0.05,db1,db2) dan peluang nyata (P) < α,
berarti data mendukung untuk menolak Ho.
Dengan kata lain, faktor A, faktor B, dan
interaksi kedua faktor saling memengaruhi atau
data persen degradasi sampel berbeda nyata
(Mattjik, Sumertajaya 2002).
Data persen degradasi juga diolah dengan
program Umetric modde 5. Pada program ini
data yang tersedia diambil secara acak dan
diolah dengan rancangan RSM (model respon
permukaan), kemudian dianalisis dengan PLS
(partial least square). Rancangan RSM
digunakan untuk membuat pendekatan respon
dengan model polinomial kuadratik. Langkah
ini bertujuan mengetahui lebih detail faktor
yang dapat memengaruhi respon dan membuat
prediksi, optimasi, serta kisaran pengerjaan.
Analisis PLS digunakan bila respon yang akan
diukur cukup banyak (lebih dari 3) dan/atau
bila ada data yang hilang, serta faktor yang
tidak terkontrol. Pengolahan data ini
ditampilkan dengan persamaan model serta
kurva 3 dimensi dan kontur (Umetric 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan 3 macam
pelarut organoklorin (diklorometana, kloroform, dan karbon tetraklorida) dengan melibatkan 2 faktor yang memengaruhi hasil
degradasi pelarut organoklorin ialah faktor

nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 (b/b) dan faktor pH.
Ragam nisbah yang digunakan yaitu 1:10,
1:20, 1:40, 1:80, dan 1:100. Ragam pH yang
digunakan yaitu pH 1, 3, 4, 5, 6, 8, dan 11.
Degradasi Diklorometana
Data titrasi digunakan untuk menghitung
persen degradasi sampel. Rerata persen (%)
degradasi diklorometana 0.00–45.11 (Tabel
2). Rerata persen degradasi diklorometana
semakin meningkat dari nisbah 1:100 ke
nisbah 1:10. Nilai degradasi diklorometana
tertinggi terjadi pada pH 3 dengan nisbah
1:10 yaitu 45.11%. Sementara, nilai
degradasi diklorometana rendah umumnya
terjadi pada pH 11 dengan ragam nisbah yang
dilakukan. Bahkan, pada pH 11 dengan
nisbah 1:80, diklorometana tidak dapat
didegradasi.
Tabel 2 Data rerata
diklorometana

persen

degradasi

pH

Nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 (b/b)
1:10
1:20
1:40
1:80 1:100

1
3
4
5
6
8
11

24.78
45.11
37.08
41.27
34.19
40.71
42.01

16.02
33.35
23.38
25.62
39.59
34.28
1.78

3.63
27.01
32.37
23.76
27.11
20.49
0.56

9.69
14.53
29.25
17.05
16.40
6.89
0.00

9.87
6.71
8.38
11.37
7.45
1.68
0.75

Faktor nisbah memberikan pengaruh
nyata terhadap nilai persen degradasi
diklorometana dengan α 5% (Lampiran 4).
Peningkatan nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 (b/b)
mempercepat pembentukan radikal hidroksil
sehingga degradasi diklorometana menjadi
lebih cepat.
Diklorometana cukup baik terdegradasi
pada pH 3–8. Bahkan, pada nisbah 1:10
dengan kondisi asam maupun basa sama
besarnya. Hal ini menyimpang dari
pernyataan Industrial Wastewater (2007)
bahwa pH 3–6 merupakan kisaran pH yang
baik untuk oksidasi Fenton. Faktor pH
berpengaruh nyata terhadap persen degra