Bahasa Indonesia (Pidgin, Creol, atau bukan keduanya?)

BAHASA INDONESIA
Merupakan Pijin, Kreol, Atau Bukan Pijin Maupun Kreol
Manusia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya, yaitu
kemampuan untuk berbahasa. Berbicara mengenai bahasa, tentu tidak bisa dipisahkan dengan
fungsi utama bahasa itu sendiri yaitu sebagai alat komunikasi. Di dunia ini, ada begitu banyak
bahasa yang digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi antar mereka. Keberagaman
bahasa ini menyebabkan para pengguna bahasa terkadang mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi dengan pengguna bahasa lainnya. Dari hasil pertemuan antar bahasa yang
berbeda-yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur yang berbeda pula-terbentuklah suatu
bahasa yang sama sekali berbeda dari bahasa ibu mereka, bahasa tersebut disebut dengan pijin.
Menurut Holmes (1992: 90), pijin adalah sebuah bahasa yang tidak memiliki native speakers
(penutur asli). Pijin terbentuk sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh orang-orang dengan
latar belakang bahasa yang berbeda-beda. Todd (1974) mengemukakan sebab terjadinya
pijinisasi sebagai akibat dari konsekuensi alamiah percampuran manusia dengan latar belakang
bahasa yang berbeda. Sehingga mereka membutuhkan bahasa bantu untuk memudahkan mereka
dalam berkomunikasi. Sedangkan pijin yang telah memiliki native speakers (penutur asli)
disebut dengan kreol (Holmes, 1992: 95). Ciri-ciri bahasa kreol menurut Holmes (1992) adalah
adanya perluasan tata bahasa dan kosakata untuk mengakomodasi makna-makna baru.
Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi Negara Republik Indonesia dan dikenal
dengan Lingua Franca karena dipergunakan sebagai alat komunikasi sosial diantara orang-orang
yang berlainan bahasa di Indonesia (Kridalaksana, 2011: 143) merupakan salah satu bahasa yang

menarik untuk ditelaah apakah termasuk pijin ataukah kreol dikarenakan menilik sejarah panjang
bahasa Indonesia sebelum dikenal dengan nama bahasa Indonesia itu sendiri. Menurut Parera
(1991: 119), kata Indonesia ini menunjukkan negara, bangsa, pemerintahan, daerah, dan bahasa
sesuai dengan UUD 1945. Dalam pasal 36 UUD 1945 juga disebutkan “Bahasa Indonesia adalah
bahasa Negara”. Dalam hal ini dapat ditarik suatu kesimpulan jika sebelumnya nama bahasa di
Indonesia bukanlah bahasa Indonesia, melainkan bahasa daerah yang bermacam-macam (bahasa
Nusantara).

Bahasa Indonesia sendiri merupakan perubahan nama dari bahasa Melayu Tinggi yang
berpusat di Riau dan Johor (Dakan, 2010: 7). Bahasa Melayu Tinggi pada waktu itu sudah
memiliki penutur asli, historitas, dan otonomi (keaslian) yang memiliki banyak kosakata
pinjaman dari berbagai bahasa seperti bahasa Arab, bahasa Parsi, dan bahasa Belanda. Sebagai
akibat dari penyebaran agama Islam yang masuk ke Indonesia pada abad ke-12. Kata-kata seperti
masjid, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini (Hidayat, 2010: 1).
Bahasa Belanda juga memberikan sumbangan kosa kata terhadap perkembangan bahasa Melayu
dialek Riau (Melayu tinggi), terutama memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan
resmi, dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot,
dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini (Hidayat, 2010: 2).
Keberadaan bahasa Melayu dialek Riau semakin diakui ketika pada tanggal 28 Mei 1928
tepatnya pada saat Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dialek Riau diakui sebagai bahasa resmi dan

bahasa nasional dengan sebutan ‘Bahasa Indonesia’. Hal ini juga diperkuat dengan penetapan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan nasional dari Negara Republik Indonesia dalam
Undang-Undang Dasar 1945. Jadi, penyebutan ‘Bahasa Indonesia’ disini hanya mengacu kepada
bahasa resmi kenegaraan, sedangkan bahasa yang dipakai sebenarnya adalah bahasa Melayu
dialek Riau (Hidayat, 2010: 4).
Dari paparan singkat diatas, sedikit banyak bisa ditarik kesimpulan apakah Bahasa
Indonesia termasuk pijin, kreol, atau bukan pijin maupun kreol. Bahasa Indonesia ternyata tidak
memiliki ciri seperti yang ada dalam bahasa pijin, seperti digunakan pada ranah dan fungsi yang
terbatas, memiliki bentuk struktur sederhana dibandingkan bahasa standar, dan biasanya
memiliki prestise rendah terutama di luar penuturnya (Holmes, 1992: 94). Dengan demikian,
Bahasa Indonesia bukan termasuk bahasa pijin dan juga tidak bisa disebut sebagai bahasa kreol
dikarenakan kreol berasal dari pjin yang sudah memiliki Native Speakers (penutur asli),
sementara Bahasa Indonesia sendiri bukan berasal dari pijin. Jadi, dapat disimpulkan jika Bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang bukan pijin maupun kreol, tetapi lebih merupakan bahasa
pemersatu dari sebegitu banyaknya bahasa nusantara yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia
juga bukan merupakan suatu bahasa baru dikarenakan sebenarnya nama ‘Bahasa Indonesia’ itu
sendiri mengacu kepada bahasa resmi dan nasional, yang sebenarnya hanya merubah nama dari
bahasa Melayu dialek Riau menjadi Bahasa Indonesia tanpa melakukan perubahan terhadap

susunan leksikal dan tata bahasa dari bahasa Melayu dialek Riau itu sendiri. Tentunya,

diperlukan penelitian akademik yang lebih mendalam dan komprehensif untuk mengetahui asal
bahasa Indonesia baik secara diakronis maupun sinkronis untuk memaksimalkan pengatasan
masalah yang ada tentang sejarah bahasa Indonesia yang mana akan memberikan jawaban yang
lebih tepat tentang apakah Bahasa Indonesia termasuk pijin, kreol, atau bukan pijin maupun
kreol.

DAFTAR PUSTAKA
Dakan, Myles Louis. 2010. The Indonesian Language. Swarthmore: Swarthmore College
Hidayat, Noor. 2010. Sejarah Bahasa Indonesia. Malang: UMM
Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman Group UK Limited
Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Parera, J.D. 1991. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural Edisi
Kedua. Jakarta: Erlangga
Todd, Loreto. 1974. Pidgins and Creoles. London: Routledge & Kegan Paul Ltd