MANAJEMEN PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MELALUI PENDAMPINGAN PENDEKATAN KOLABORATIF DI SD SMART INSANI

(1)

iv ABSTRACT

MANAGEMENT OF

IMPROVING TEACHER PEDAGOGICAL COMPETENCE THROUGH MENTORING OF COLLABORATIVE APPROACH

IN SMART INSANI ELEMENTARY SCHOOL

By RIDWAN

This research is done to improve pedagogical competence comprise; documents possession by mentees which meet the Standard Operating Procedure, the ability of the mentees in designing lesson plan which meets Standard Operating Procedure, and the ability of the mentees in executing lesson plan well in Smart Insani Elementary School mentoring activity using collaborative approach.

This action research used Margaret Riel model and done in three cycles. Each cycle passes study and plan, take action, collect and analyse evidence, and reflect. The subject of the action research are teacher and student. The subject foci are the teachers who have not been mentored yet.

The result of the research shows that (1)planning is based on the clear target a long with the instruments that assure you can achieve the target for both mentoring focus on documents and pelanning and teaching process, (2) in increasing pedagogical competence focus documents is done through workshop, and through mentoring for planning and teaching process, (3) all mentees increase their pedagogical competence so that they have had documents meet the Standard Operating Procedure and all mentees are able to prepare teaching in the form of making lesson plan a long with media, student adequate worksheet in the setting of proportional time and increase their ability in carrying out teaching and learning process include affective, psychomotor, and cognitive, and (4) mentees and principal respond that mentoring in the possitive manner.

Key words: pedagogical competence, mentoring, collaborative approach, action research


(2)

iii ABSTRAK

MANAJEMEN PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MELALUI PENDAMPINGAN PENDEKATAN KOLABORATIF

DI SD SMART INSANI

Oleh RIDWAN

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru yang terdiri dari: kepemilikan dokumen dampingan sesuai dengan Standard Operating Procedure, kemampuan dampingan merencanakan pembelajaran yang memenuhi Standard Operating Procedure, dan kemampuan dampingan melaksanakan pembelajaran yang telah disusun dengan baik di SD Smart Insani melalui pendampingan pendekatan kolaboratif.

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan Margaret Riel yang dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan fase; mempelajari dan merencanakan (study and plan), melakukan tindakan (take action), mengumpulkan dan menganalisa bukti (collect and analyse evidence), dan merefleksi (reflect). Subjek penelitian adalah guru dan siswa. Fokus pendampingan adalah guru kelas yang belum pernah mendapat pendampingan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perencanaan didasarkan pada target yang jelas disertai instrumen yang memperlancar pencencapaian target, baik untuk pendampingan fokus dokumen, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran, (2) peningkatan kompetensi pedagogik fokus dokumen ditempuh dengan workshop, sedangkan untuk kompetensi persiapan dan pelaksanaan pembelajaran dengan pendampingan, (3) seluruh dampingan mengalami peningkatan hingga memiliki dokumen yang memenuhi standard operating procedure dan semua dampingan mampu mempersiapan pembelajaran dalam bentuk penyusunan RPP yang lengkap berikut media, lembar kerja siswa yang baik dan cukup dalam setting waktu yang proporsional dan mengalami peningkatan dalam melaksanakan pembelajaran dengan baik dan memenuhi kriteria pembelajaran yang mendidik meliputi aspek afektif, psikomotor, dan kognitif peserta didik, dan (4) dampingan dan Kepala Sekolah memberikan respon baik atas pelaksanaan pendampingan yang dilaksanakan.

Kata kunci: kompetensi pedagogik, pendampingan, pendekatan kolaboratif, penelitian tindakan


(3)

MANAJEMEN PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MELALUI PENDAMPINGAN PENDEKATAN KOLABORATIF

DI SD SMART INSANI Tesis

Oleh R I D W A N

1423012018

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

PASCASARJANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

vii

Gambar Halaman

2.1. Diagram Proses Manajemen ... 15

2.2. Diagram Proses Manajemen Pendidikan ... 16

2.3. Diagram Sintesa Proses Manajemen Pendampingan ... 16

2.4. Kerangka Pikir ... 76


(5)

v HALAMAN SAMPUL

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

LEMBAR PERNYATAAN ... xi

SANWACANA ... xii

RIWAYAT HIDUP ... xiv

MOTTO ... xv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... ... 1

1.2 Fokus Penelitian ... ... 10

1.3 Perumusan dan Pemecahan masalah ... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 13

1.6.1 Ruang Lingkup Ilmu ... 13

1.6.2 Subyek Penelitian... 13

1.6.3 Ruang Lingkup Obyek ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Kajian Pustaka ... 14

2.1.1 Manajemen Pendidikan ... 14

2.1.1.1Fungsi-fungsi Manajemen... 14

2.1.1.2Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidik ... 17

2.1.2 Supervisi Pendidikan ... 26

2.1.2.1Pendekatan Supervisi Kolaboratif... 26

2.1.2.2Perbedaan Pendampingan dengan Supervisi ... 28

2.1.3 Pendampingan Guru ... 30

2.1.3.1Pendampingan... 30

2.1.3.2Stereotipe Pendamping dan Dampingan .... 32

2.1.3.3Peran Pendamping dari perspektif Penampingan ... 33

2.1.3.4Peran Dampingan ... 38

2.1.3.5Pendampingan dalan Perspektif Penelitian 41 2.1.4 Penelitian Tindakan ... 43

2.1.4.1Model Tindakan Margaret Riel... 43


(6)

vi

menurut undang-undang Indonesia ... 50

2.2 Penelitian yang Relevan ... 72

2.3 Kerangka Pikir ... 74

BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Seting Penelitian ... 77

3.2 Metode dan Rancangan Penelitian ... 78

3.3 Data dan Sumber Data ... 80

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 82

3.5 Indikator Kompetensi Pedagogik ... 85

3.6 Peran Pendamping ... 85

3.7 Rencana Pelaksanaan Pendampingan (mentoring plan) ... 86

3.8 Analisis Data ... 87

3.9 Indikator Keberhasilan ... 89

3.10 Ruang Lingkup Tempat dan Waktu ... 90

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 91

4.1.1 Kelas dimana Guru “A” mengajar ... 92

4.1.2 Kelas dimana Guru “B” mengajar ... 93

4.1.3 Kelas dimana Guru “C” mengajar ... 93

4.1.4 Kelas dimana Guru “D” mengajar ... 94

4.2 Hasil dan Paparan Data ... 94

4.2.1 Pendampingan Kompetensi Pedagogik Fokus Dokumen ... 95

4.2.2 Pendampingan Persiapan dan Observasi Pembelajaran ... 108

4.2.3 Rekapitulasi ... 157

4.3 Temuan Penelitian ... 164

4.3.1 Perencanaan Kegiatan Pendampingan ... 164

4.3.2 Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan ... 166

4.3.3 Peningkatan Kompetensi Pedagogik ... 167

4.3.4 Respon Guru Dan Kepala Sekolah ... 171

4.4 Pembahasan ... 172

4.4.1 Perencanaan Kegiatan Pendampingan ... 173

4.4.2 Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan ... 175

4.4.3 Peningkatan Kompetensi Pedagogik ... 178

4.4.4 Respon Guru Dan Kepala Sekolah ... 181

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 188

5.2 Implikasi ... 190

5.3 Saran ... 191

DAFTAR PUSTAKA ... 193


(7)

xi

No Halaman

1 Lampiran 1 sampel Rencana pelaksanaan pendampingan fokus

dokumen siklus 1 ... 202

2 Lampiran 2 sampel Rencana pelaksanaan pendampingan persiapan pembelajarn Guru “A” siklus 1 ... 205

3 Lampiran 3 sampel Rencana pelaksanaan pendampingan pelaksanaan pembelajaran Guru “A” siklus 1 ... 210

4 Lampiran 4 sampel Rencana pelaksanaan pendampingan persiapan Guru “B” siklus 2 ... 216

5 Lampiran 5 sampel Rencana pelaksanaan pendampingan pembelajaran Guru“B” siklus 2 ... 221

6 Lampiran 6 Sampel Rencana Pelaksanaan Pendampingan Persiapan Guru “D” Siklus 3 ... 227

7 Lampiran 7 Sampel Rencana Pelaksanaan Pendampingan Pembelajaran Guru “D” siklus 3 ... 232

8 Lampiran 8 Sampel Hasil Observasi Pendampingan ... 238

9 Lampiran 9 Sampel Refleksi Diri Proses Pembelajaran Dampingan... 240

10 Lampiran 10 Sampel Refleksi Dampingan Terhadap Pendamping . 241 11 Lampiran 11 Sampel Persepsi Kebermaknaan Pendampingan ... 242

12 Lampiran 12 Sampel Deskripsi Pembelajaran ... 243

13 Lampiran 13 Format Flanders Pembelajaran Guru “A” Siklus 1... 248

14 Lampiran 14 Format Flanders Pembelajaran Guru “B” Siklus 1... 249

15 Lampiran 15 Format Flanders Pembelajaran Guru “C” Siklus 1... 250

16 Lampiran 16 Format Flanders Pembelajaran Guru “D” Siklus 1 .... 251

17 Lampiran 17 Format Flanders Pembelajaran Guru “A” Siklus 2 .... 252

18 Lampiran 18 Format Flanders Pembelajaran Guru “B” Siklus 2 .... 253

19 Lampiran 19 Format Flanders Pembelajaran Guru “C” Siklus 2 .... 254

20 Lampiran 20 Format Flanders Pembelajaran Guru “D” Siklus 2 .... 255

21 Lampiran 21 Format Flanders Pembelajaran Guru “A” Siklus 3 .... 256

22 Lampiran 22 Format Flanders Pembelajaran Guru “B” Siklus 3 .... 257

23 Lampiran 23 Format Flanders Pembelajaran Guru “C” Siklus 3 .... 258

24 Lampiran 24 Format Flanders Pembelajaran Guru “D” Siklus 3 .... 259

25 Lampiran 25 Daftar Cerk Indikator Persiapan Pembelajaran Guru Siklus 1 ... 260

26 Lampiran 26 Daftar Cerk Indikator Pembelajaran Pembelajaran Guru Siklus 1 ... 262

27 Lampiran 27 Daftar Cerk Indikator Persiapan Pembelajaran Guru Siklus 2 ... 267

28 Lampiran 28 Daftar Cerk Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Guru Siklus 2 ... 279

29 Lampiran 29 Daftar Cerk Indikator Persiapan Pembelajaran Guru Siklus 3 ... 274

30 Lampiran 30 Daftar Cerk Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Guru Siklus 3 ... 276


(8)

viii

Tabel Halaman

1.1. Penilaian supervisi kompetensi pedagogik guru oleh kepala sekolah 6

2.1. Peran pendamping dari perspektif pendamping ... 34

2.2. Peran pendamping dari perspektif dampingan... 35

2.3. Peran pendamping dan outline-nya bagaimana pendamping memainkan peranannya ... 36

2.4. Peran Dampingan ... 38

2.5. Hubungan antara pendamping dan dampingan ... 39

3.1. Sumber Data ... 81

3.2. Penilaian peran pendamping dari dampingan ... 86

3.3 Rentang skor dan kriteria penilaian dampingan terhadap pendamping ... 89

4.1. Kontrak Pendampingan... 96

4.2. Kualitas hasil kerja Guru siklus 1 ... 101

4.3. Penilaian peran pendamping dari dampingan siklus 1 ... 103

4.4. Kualitas hasil kerja Guru siklus 2 ... 105

4.5. Penilaian Peran pendamping dari guru siklus 2 ... 107

4.6. Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “A” siklus 1.. 112

4.7. Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “B” siklus 1.. 113

4.8. Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “C” siklus 1.. 115

4.9. Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran guru “D” siklus 1... 118

4.10 Persepsi kebermaknaan pendampingan dari Guru “A” siklus 1 ... 120

4.11 Persepsi kebermaknaan pendamping dari Guru “A” siklus 1 ... 121

4.12 Persepsi kebermaknaan pendampingan Guru “B” siklus 1 ... 122

4.13 Persepsi kebermaknaan pendamping dari Guru “B” siklus 1... 123

4.14 Persepsi kebermaknaan pendampingan dari Guru “C” siklus 1 ... 123

4.15 Persepsi kebermaknaan pendamping Guru “C” siklus 1 ... 124

4.16 Persepsi kebermaknaan pendampingan dari Guru “D” siklus 1 ... 127


(9)

ix

4.19 Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “A” siklus 2.. 131

4.20 Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “B” siklus 2.. 132

4.21 Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “C” siklus 2.. 133

4.22 Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “D” siklus 2.. 134

4.23 Persepsi kebermaknaan pendampingan Guru “A” siklus 2 ... 136

4.24 Persepsi kebermaknaan pendamping dari Guru “A” siklus 2 ... 137

4.25 Persepsi kebermaknaan pendampingan dari Guru “B” siklus 2 ... 137

4.26 Persepsi kebermaknaan pendamping dari Guru “B” siklus 2 ... 138

4.27 Persepsi kebermaknaan pendampingan dari Guru “C” siklus 2 ... 149

4.28 Persepsi kebermaknaan pendamping dari Guru “C” siklus 2 ... 140

4.29 Persepsi kebermaknaan pendampingan dari Guru “D” siklus 2 ... 140

4.30 Persepsi kebermaknaan pendamping dari Guru “D” siklus 2 ... 141

4.31 Penilaian peran pendamping dari dampingan siklus 2 ... 142

4.32 Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “A” siklus 3.. 146

4.33 Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “B” siklus 3.. 147

4.34 Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “C” siklus 3.. 149

4.35 Catatan masalah dari pelaksanaan pembelajaran Guru “D” siklus 3.. 150

4.36 Persepsi kebermaknaan pendampingan Guru “A” siklus 3 ... 151

4.37 Persepsi kebermaknaan pendamping Guru “A” siklus 3 ... 152

4.38 Persepsi kebermaknaan pendampingan Guru “B” siklus 3 ... 153

4.39 Persepsi kebermaknaan pendamping Guru “B” siklus 3 ... 154

4.40 Persepsi kebermaknaan pendampingan Guru “C” siklus 3 ... 154

4.41 Persepsi kebermaknaan pendamping Guru “C” siklus 3 ... 155

4.42 Persepsi kebermaknaan pendampingan Guru “D” siklus 3 ... 155

4.43 Persepsi kebermaknaan pendamping Guru “D” siklus 3 ... 156

4.44 Penilaian peran pendamping dari dampingan siklus 3 ... 157 4.45 Data rekapitulasi pendampingan kompetensi pedagogik fokus

dokumen ...


(10)

x fokus dokumen ... 159 4.47 Rekapitulasi pencapaian indikator persiapan pembelajaran dan

pelaksanaan pembelajaran siklus 1, 2, dan 3 ... 161 4.48 Rekapitulasi format Flanders siklus 1, 2, dan 3 ... 161 4.49 Rekapitulas peningkatan dari tiap siklus ... 161 4.50 Rekapitulasi permasalahan pembelajaran dari pelaksanaan

pembelajaran Guru “A” siklus 1, 2, dan 3 ... 162 4.51 Rekapitulasi permasalahan pembelajaran dari pelaksanaan

pembelajaran Guru “B” siklus 1, 2, dan 3 ... 162 4.52 Rekapitulasi permasalahan pembelajaran dari pelaksanaan

pembelajaran Guru “C” siklus 1, 2, dan 3 ... 163 4.53 Rekapitulasi permasalahan pembelajaran dari pelaksanaan

pembelajaran Guru “D” siklus 1, 2, dan 3 ... 163 4.54 Penilaian peran pendamping dari dampingan dan Kepala Sekolah.... 164 4.55 Rekapitulasi persentase kepemilikan dokumen ... 168 4.56 Rekapitulasi persentase pencapaian indikator kompetensi

pedagogik persiapan pembelajaran ... 168 4.57 Rekapitulasi persentase pencapaian indikator kompetensi


(11)

(12)

xvi

Motto

Ojo mangro mundak kendo. Ojo keminter mundak

keblinger, ojo cidro mundak ciloko. Ojo ketungkul

marang kelungguhan, kadonyan lan kemareman.


(13)

(14)

xvii

PERSEMBAHAN

Tesis ini penulis persembahkan kepada:

Kedua orang tuaku, Ayahanda Rosidi (alm) dan

Ibundaku Kamsiah (almh)

Kedua mertuaku, Ayah Lamiyo, B.A (alm) dan Ibunda

Kasniyem (almh)

Isteriku Estikaningsih

Putriku Fukrapti dan putraku Rausanfikr.

Rekan-rekan seperjuangan di Manajemen Pendidikan

Angkatan (MP 6) 2014.


(15)

(16)

xv Penulis dilahirkan di Wonosobo Jawa Tengah, 04 Juli 1971. Terlahir sebagai anak transmigrasi tahun 1979 dan ditempatkan di Morisjaya Kecamatan Banjar Agung Tulang Bawang. Anak ketiga dari empat bersaudara pasangan suami-istri, Bapak Rosidi (Alm) dengan Ibu Kamsiah (Almh).

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri Tri Dharma Wira Jaya, Tulang Bawang 1984, sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri Bawang Bhakti Jaya 1987, sekolah pendidikan guru di SPG Negeri Kotabumi, Lampung Utara 1990. Pendidikan Diploma 3 di FKIP Unila 1993 serta Pendidikan Sarjana (S1) pada Program Studi Bahasa dan Seni Bahasa Inggris FKIP Unila diselesaikan pada tahun 1997 melalui jalur penyetaraan.

Tahun 1995, dengan menggunakan ijazah Diploma 3, penulis diangkat sebagai PNS dan bertugas di SMP Islam Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung hingga Oktober 1998. Sejak November 1998 mutasi ke SMP Negeri 12, sekarang SMP Negeri 6 Terbanggi Besar hingga tahun 2003. Sejak tahun 2003 hingga sekarang bertugas di SMPN 3 Way Pengubuan, Lampung Tengah.

Sejak 2006 penulis aktif sebagai tim pengembang kurikulum Kabupaten Lampung Tengah, nara sumber pada MGMP Bahasa Inggris Kabupaten dan dari tahun 2007 sampai dengan 2010 terlibat dalam proyek Mainstreaming Good Practices in Basic Education kerjasama UNICEF dengan Kemendikbud didanai Uni Eropa. Selama proyek tersebut, penulis menjadi Fasilitator dan Master Trainer dan melakukan pendampingan pelatihan untuk Fasilitator Daerah di Propinsi Riau, Lampung, Banten, NTB, dan Maluku.

Tahun 2014 tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana dengan Nomer Pokok Mahasiswa (NPM) 1423012018 pada Program Magister Manajemen Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.


(17)

xiii Penulis memanjatkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat selesai sesuai dengan harapan. Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan pada Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Penelitian ini mengungkap manajemen peningkatan kompetensi pedagogik guru, permasalahan pelaksanaan pembelajaran dan solusi untuk mengatasinya yang dilaksanakan di SD Smart Insani Bandarjaya Lampung Tengah.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi serta ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr.Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. Rektor Universitas Lampung sebagai penanggung jawab pada level Universitas yang telah memberikan perlindungan kegiatan akademik di lingkungan Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Sudjarwo M.S., Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung sebagai penanggung jawab pada level Program yang telah memberikan perlindungan kegiatan akademik di lingkungan Program Pascasarkana Universitas Lampung.

3. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sebagai penanggung jawab pada level Fakultas, yang telah memberikan perlindungan kegiatan akademik di lingkungan FKIP Universitas Lampung dan penguji satu pada ujian tesis ini. 4. Dr. Riswanti Rini,M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan sebagai penanggung jawab pada level Jurusan yang telah memberikan perlindungan kegiatan akademik di lingkungan Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Dr. Irawan Suntoro, M.S., Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sebagai penanggung jawab Program Studi dan sekaligus Pembimbing kedua dalam penyusunan tesis dan sekaligus sebagai Sekretaris penguji yang telah membimbing dan mengarahkan sejak awal menemukan gagasan tesis.


(18)

xiv dalam penyusunan tesis ini sekaligus sebagai Ketua Tim Penguji yang telah memberi arahan dan bimbingan dalam penyusunan hingga penyelesaian tesis. 7. Dr. Sowiyah, M.Pd. sebagai penguji yang telah bersedia membahas dan

memberikan kritik dan saran yang membangun sehingga terselesaikannya tesis ini.

8. Seluruh Dosen Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan pengetahuan, wawasan dan diskusi yang mencerahkan.

9. Yayasan Smart Learning Centre Lampung Tengah yang telah memfasilitasi panelitian ini.

10.Kepala SD Smart Insani dan guru yang telah bersedia menjadi mitra dalam penelitian ini.

11.Estikaningsih, istri dan anak-anak tercinta, Fukrapti dan Rausanfikr atas dukungan dan pengertiannya.

12.Teman-teman Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang senantiasa memberi dukungan moral dan material serta teman diskusi di dalam dan luar kelas. 13.Pak Bagio, Mas Dwi dan Staf Sekretariat Pascasarjana Manajemen Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memfasilitasi kelancaran kegiatan akademik di lingkungan Pascasarjana Manajemen Pendidikan FKIP Unila.

Sebagai penutup, semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi khususnya, SD Smart Insani dalam rangka perbaikan dan peningkatan kompetensi guru dan pembaca umumnya. Atas semua saran dan masukkan konstruktif yang diberikan, penulis menghaturkan terima kasih.

Bandar Lampung, 11 Februari 2016

RIDWAN


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan hal yang esensial untuk pembangunan berkelanjutan dan merupakan hak asasi yang fundamental. Pendidikan juga memiliki relevansi langsung terhadap kesejahteraan dan kebebasan manusia serta berperan secara tidak langsung terhadap perubahan sosial masyarakat dan produktivitas ekonomi. Dengan kata lain, individu yang mendapatkan pendidikan yang bermutu akan lebih mendapat kesempatan pekerjaan, akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, akan mampu mengatasi shock ekonomi, dan mampu memelihara kesehatan keluarga yang lebih baik.

Education For All (EFA) dalam Monitoring Global Report (2005:17) melaporkan bahwa mutu pendidikan memiliki dua ciri pokok: Pertama, mengidentifikasi perkembangan kognitif peserta didik sebagai tujuan utama yang tersurat dari keseluruhan sistem pendidikan. Kedua, menekankan peran pendidikan dalam mempromosikan nilai dan sikap tanggung jawab warga negara dalam menumbuhkembangkan kreativitas dan pertumbuhan emosional.


(20)

Dari keseluruhan sistem pendidikan, guru memegang peranan yang sentral. Guru merupakan subsistem penting yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses pembelajaran dan mutu peserta didik (Permenegpan dan RB No.16/2009). Mutu pendidikan hanya dapat diupayakan oleh guru yang profesional. Guru profesional memiliki empat kompetensi guru yang terdiri dari Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional.

Para ahli pendidikan memberi istilah yang berbeda-beda untuk setiap kompetensi. Sebagai contoh untuk guru yang menguasai kompetensi pedagogik dapat disebut dengan guru efektif, guru yang baik, atau guru yang memiliki keterampilan kognitif. Dengan kata lain penggunaan istilah tersebut terkadang tumpang tindih, seperti diuraikan di bawah ini. Guru profesional akan menampilkan kualitasnya. Ketika guru menampilkan kualitas yang baik maka mereka dianggap guru yang efektif. Kualitas dan keefektifan saling terjalin berbanding lurus sebagaimana tinjauan literatur. Unsur-unsur yang jalin menjalin tersebut adalah stakeholders yang menentukan keefektifan guru termasuk murid, kepala sekolah, atau teman sejawat (Hamid, Hasan, dan Ismail, 2003:87).

Mengukur kualitas guru sangat kompleks karena ia melibatkan persiapan mengajar dan kepercayaan diri guru (Darling-Hammond, 2000; Siti dan Sharifah, 2012:8). Harris dan Rutledge (2007) telah menyimpulkan bahwa tanda-tanda guru yang efektif memiliki kemampuan kognitif, kepribadian yang baik, dan latar belakang pendidikan. Model guru yang efektif menurut Rockoff (et al., 2008)


(21)

meliputi kemampuan kognitif, pengetahuan materi ajar, kepribadian, perasaan akan motivasi/motivasi diri adalah yang menentukan outcome peserta didik.

Keterampilan kognitif guru benar-benar menentukan kinerja akademik peserta didik dan menentukan pengelolaan kelas yang efektif (Khojastehmehr & Takrimi, 2009:53-66). Studi Wayne dan Young (2003) berkesimpulan bahwa peserta didik belajar lebih dari guru dengan karakteristik keterampilan kognitif tertentu (penguasaan pengetahuan materi, tahu bagaimana mendesain dan menyampaikan untuk kelas yang beragam secara efektif). Rockoff, Jacob, Kane dan Staiger (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor kognitif mempengaruhi kinerja guru dan murid. Kemampuan kognitif memiliki penyebab timbal balik dengan pengelolaan kelas dan kinerja akademik peserta didik. Dalam hal ini kemampuan kognitif meliputi skill asesmen dan penilaian, skill Teknologi Informasi, dan pengetahuan ko-kurikuler.

Kemampuan mengelola kelas dan mengendalikan perilaku peserta didik adalah prasyarat untuk menjadi guru yang efektif. Oliver dan Reschl (2007) menyimpulkan bahwa guru yang memiliki kemampuan mengorganisasi dan mengelola perilaku peserta didik akan menghasilkan lulusan/outcome pendidikan yang positif. Emmer dan Stough (2001) menyatakan guru yang efektif mampu meminimalisir perilaku peserta didik pengganggu kelas. Conroy, Sutherland, Snyder dan Marsh (2008) mendapati peserta didik yang terlibat dalam proses pembelajaran kurang menunjukkan masalah perilaku dan lebih terlibat dalam merespon dan dalam respon yang benar. Dengan demikian akan terjadi kompetisi yang sehat. Kompetisi yang sehat menguatkan kepemimpinan dan pemahaman yang menguntungkan antara yang


(22)

kalah dan yang menang (Rafiah, Sariah, dan Hisam, 2012). Zapatero, Maheshwari dan Chen (2011) menyatakan bahwa keefektifan belajar dipengaruhi oleh setting penerapan metode lingkungan belajar kolaborasi, sehingga terdapat peningkatan yang dramatis pada tingkat peserta didik oleh guru yang tiap semester mengubah lingkungan kelas. Halawah (2011) memeriksa faktor-faktor yang memotivasi peserta didik belajar dari perspektif mereka menemukan bahwa faktor utama adalah kepribadian guru, metodologi mengajar, pengelolaan ruang kelas yang positif.

Studi yang menyatakan bahwa komitmen dan tanggung jawab adalah penjamin kualitas atas pengelolaan ruang kelas, dan keefektifan pembelajaran. Renolds (2008) memeriksa kualitas guru tertentu yang menyatu dengan guru panutan (examplery teacher) ditentukan oleh pendidikan sebelum guru mencari sertifikat guru. Selain itu, kualitas pembelajaran ditentukan oleh faktor; (1) perbedaan gender dalam persepsi peserta didik kualitas guru panutan dan (2) guru panutan mempengaruhi keputusan pemilihan untuk memasuki prosesi pembelajaran.

Berdasarkan catatan pendampingan penulis pola in dan on yang dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kota Gajah tanggal 23 September 2014 yang melibatkan 37 guru Bahasa Inggris menunjukkan bahwa banyak guru yang belum menguasai kompetensi pedagogik. Dari dialog yang dilakukan dan pertanyaan yang diajukan, mayoritas guru mendapatkan dirinya dalam posisi yang sulit bagaimana menghubungkan antara materi pelatihan dengan praktik mengajar mereka. Secara umum kesulitan guru-guru tersebut termasuk kategori mendasar. Guru belum mampu memahami KD secara utuh. Guru belum mampu mengidentifikasi materi apa yang terkandung dalam KD,


(23)

seberapa luas dan dalam materinya, keterampilan apa yang penting untuk peserta didik alami agar peserta didik mendapatkan kompetensinya, bagaimana peserta didik dapat menguasai keterampilan yang diinginkan oleh KD tersebut, tanda-tanda apa/indikator apa yang dapat guru lihat yang menunjukkan bahwa peserta didik sudah mencapai kompetensinya, tujuan pembelajaran, berapa lama memerlukan waktu pembelajarannya KD tersebut, media, sumber dan bahan apa yang diperlukan untuk mengantarkan peserta didik agar dapat mencapai kompetensinya, dan instrumen apa yang harus digunakan agar tepat dalam mengukur ketercapaian kompetensi yang diinginkan. Demikianpun yang terjadi dengan guru-guru di SD Smart Insani.

SD Smart memiliki visi menjadi Sekolah Dasar yang ungul dan terpercaya untuk membentuk generasi islami yang smart secara intelektual, emosional, dan spiritual untuk berkiprah secara global. Untuk mewujudkan visi disusunlah misi sebagai berikut; (1) mempraktikkan nilai-nilai dasar Islam dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, (2) melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan dan mendidik (PAKEM), (3) menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan di sekolah, (4) menyediakan tenaga pendidik yang profesional dan handal, dan (5) menyediakan fasilitas yang lengkap dan berkualiats.

Sejak berdirinya, “manajemen” SD Smart Insani lebih menekankan untuk merekrut fresh graduate sebagai tenaga pengajar. Namun, oleh karena faktor fresh graduate dan guru pemula, guru belum memahami peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, akibat turunannya adalah guru belum memahami Kerangka Dasar dan struktur kurikulum: meliputi rasional, filosofi, konsep, kaidah, prinsip,


(24)

makna, dan elemen perubahan kurikulum berdasarkan SKL, SK dan KD sampai dengan strategi pelaksanaan Kurikulum, isi buku dan penggunaannya, dan proses pembelajaran dan penilaiannya. Akibatnya guru belum terampil untuk menyusun rencana pembelajaran, mengelola pembelajaran, dan melaksanaan penilaian termasuk pengisian rapor.

Berdasarkan penilaian dan supervisi Kepala Sekolah, kompetensi pedagogik guru pemula dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1.1 Penilaian Supervisi Kompetensi Pedagogik Guru oleh Kepala Sekolah

No Nama Guru

Kompetensi Pedagogik

1*) 2*) 3*)

1 “A” 0/38*) 6/38**) 25/107***)

2 “B” 0/38*) 10/38**) 22/107***)

3 “C” 0/38*) 6/38**) 27/107***)

4 “D” 0/38*) 10/38**) 19/107***)

Sumber: Data supervisi Kepala Sekolah SD Smart Insani 20015 Keterangan:

1*) Dokumen kompetensi pedagogik

2*) Kompetensi pedagogik persiapan pembelajaran 3*) Kompetensi pembelajaran

*) Indikator berupa dokumen **) Indikator persiapan pembelajaran ***) Indikator pelaksanaan pembelajaran

Selanjutnya penulis melakukan studi pra tindakkan untuk mengetahui penyebab masalah tersebut. Hasil kajian menunjukkan bahwa (1) guru adalah fresh graduate, (2) guru belum memiliki dokumen sesuai dengan peraturan yang berlaku, (3) idak membuat perencanaan (RPP), (4) pembelajaran tidak menggunakan media,


(25)

(5) menggunakan metode ceramah, (6) tidak menyiapkan LK, dan (7) pembelajaran perpusat kepada guru.

Mengatasi permasalahan guru sebagaimana diuraikan di atas, yang umum dilakukan adalah supervisi akademik. Supervisi Akademik dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah. Supervisi akademik berfungsi meningkatkan mutu pembelajaran yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan dan arahan kepada peserta didik. Fokus supervisi ini antara lain: intensitas keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, perhatian guru kepada peserta didik dalam pembelajaran, penampilan guru dalam menjelaskan materi, keterampilan guru dalam menggunakan media, ketelitian guru dalam menilai hasil belajar peserta didik, keluasan dan kedalaman materi, keruntutan dan urutan penyajian, pengelolaan kelas, dan perencanaan pembelajaran (Suntoro, 2013).

Supervisi melekat kepada jabatan tambahan kepala sekolah dan jabatan fungsional pengawas sekolah. Pada kegiatan supervisi terdapat unsur menilai. Kegiatan menilai pada supervisi adalah sebuah entitas. Karena merupakan entitas dari supervisi seharusnya guru tidak bereaksi yang berlebihan. Namun demikian, pandangan yang berlaku secara umum tentang supervisi adalah adanya guru yang menunjukkan sikap antipati terhadap kegiatan supervisi akademik, baik yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru senior, maupun yang dilakukan oleh pengawas pendidikan. Berbagai dalih diungkapkan sebagai alasan, mengapa para guru tersebut merasa kenyamanannya sedikit terganggu, ketika berhadapan dengan aktivitas yang biasa juga disebut sebagai kegiatan menilik atau mengawasi ini. Salah satunya adalah


(26)

anggapan bahwa kegiatan supervisi merupakan kegiatan yang semata-mata hanya mencari titik lemah atau keburukan seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya di dalam kelas. Kelas tidak ubahnya berwujud sebagai ruang ujian yang menegangkan bagi sebagian guru ketika sedang disupervisi. Pengawas mencatat satu persatu kekurangan-kekurangan yang diamati untuk dijadikan sebagai ukuran pembenaran dalam menstratifikasikan guru tersebut ke dalam kualifikasi guru profesional, guru cukup profesional ataukah guru tidak profesional. Wajarlah jika muncul berbagai ekspresi berlebihan yang dilakukan oleh guru menyikapi kegiatan supervisi ini, diantaranya adanya guru yang melakukan aktivitas persiapan yang berlebihan berbeda dari hari biasanya dalam mempersiapkan sebuah desain pembelajaran ketika akan disupervisi. Lebih dari itu, sebagian lainnya secara sengaja mencari-cari alasan untuk tidak masuk mengajar hanya sekedar untuk menghindari kegiatan supervisi tersebut. Pemandangan seperti ini tentulah merupakan indikator buruk jika dikaitkan dengan tujuan utama supervisi yaitu membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan menjadi guru profesional.

Melihat kenyataan sebagaimana tertuang pada latar belakang, perlu dicarikan satu pemecahan masalah agar kompetensi pedagogik guru yang belum memenuhi kriteria yang disyaratkan dapat terpenuhi. Sejauh ini bekal guru untuk mendidik para peserta didik didapatkan di bangku kuliah dan magang bagi guru prajabat dan dari kegiatan workshop atau training bagi guru dalam jabatan. Oleh karenanya masih diperlukan upaya lain yang lebih diperlukan oleh guru tersebut untuk menunaikan kewajiabanya sebagai guru yang profesional. Upaya yang dimaksud adalah kegiatan


(27)

pendampingan di sekolah. Pendampingan secara langsung memerlukan keterlibatan pendamping dari perencanaan dalam pembelajaran. Pendampingan dapat membantu mereka melaksanakan tugas untuk mencapai guru yang profesional.

Kegiatan pendampingan merupakan kegiatan saling membelajarkan karena fokus pendampingan adalah membantu meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Kegiatan pendampingan dapat dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah, atau antar sejawat guru. Guru pendamping memiliki pengaruh terbesar dalam perkembangan guru sebagai guru profesional. Tanggung jawab ini adalah sebuah tanggung jawab yang sangat signifikan. Pengetahuan, waktu, dan keterlibatan diperlukan untuk membuat pengalaman bermakna bagi guru yang didampingi. Menyediakan iklim keterbukaan dan diskusi yang jujur, pertanyaan, dan perhatian akan menciptakan lingkungan yang memungkinkan refleksi dan perkembangan bagi kedua pihak pendamping dan yang didampingi mencapai tataran guru yang berkembang dan sukses akan tercapai (Popper, 2007:5).

Kegiatan pendampingan harus dikelola dengan hati-hati, jelas, dan harus mampu menghilangkan kesan sebagaimana kegiatan supervisi. Apabila kesan baik terhadap pendampingan dan pendamping mampu dihadirkan, dan pendamping mampu menumbuhkan satu kesadaran tentang arti penting kehadiran pendamping yang dapat memberikan kontribusi konstruktif dari pihak lain terhadap guru yang didampingi maka tataran guru profesional dapat diraih.

Sebagai penutup latar belakang penelitian, penulis menyampaikan bahwa sejauh ini, penelitian tentang guru yang baik, guru profesional atau guru panutan


(28)

(exemplary teacher) diteliti dalam bingkai penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penulis berketetapan bahwa belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengupayakan pembentukkan, pembinaan, dan pencapaian guru yang berkompetensi pedagogik yang baik. Oleh karena alasan tersebut maka penelitian tindakan ini dilaksanakan dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam memperkuat konstruksi pengetahuan dan sistem tentang kajian pembinaan dan peningkatan kompetensi pedagogik guru.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang, fokus penelitian ini adalah pendampingan tenaga pendidik dengan sub fokus peningkatan kompetensi pedagogik guru.

1.3. Perumusan Masalah

Sebagaimana paparan pada latar belakang, dan subfokus penelitian, dengan demikian masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1.3.1. Bagaimanakah perencanaan kegiatan pendampingan fokus dokumen, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam rangka pembinaan guru di SD Smart Insani?

1.3.2. Bagaimanakah pelaksanaaan kegiatan pendampingan fokus dokumen, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam rangka pembinaan guru di SD Smart Insani?


(29)

1.3.3. Bagaimanakah peningkatan kompetensi pedagogik guru melalui kegiatan pendampingan fokus dokumen, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam rangka pembinaan guru di SD Smart Insani?

1.3.4. Bagaimanakah respon guru dan kepala sekolah terhadap kegiatan pendampingan kompetensi pedagogik guru di SD Smart Insani?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1.4.1. Menjelaskan proses perencanaan kegiatan pendampingan fokus dokumen, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam rangka pembinaan guru di SD Smart Insani.

1.4.2. Menjelaskan proses pelaksanaaan kegiatan pendampingan fokus dokumen, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam rangka pembinaan guru di SD Smart Insani.

1.4.3. Menjelaskan peningkatan kompetensi pedagogik guru melalui kegiatan pendampingan fokus dokumen, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam rangka pembinaan guru di SD Smart Insani.

1.4.4. Untuk mengetahui respon guru dan kepala sekolah terhadap kegiatan pendampingan kompetensi pedagogik guru di SD Smart Insani.


(30)

1.5. Manfaat Penelitian

Peneliti berharapan besar bahwa penelitian ini dapat berkontribusi kepada pengambil kebijakan, yayasan, pengawas sekolah, kepala sekolah, guru pendamping, fasilitator daerah, dan orang tua/wali murid dalam hal:

1.5.1. Secara teoritis mengungkap konsep dalam manajemen pendidik khususnya supervisi pendidik dalam upaya perbaikan mutu tenaga pendidik.

1.5.2. Secara praktis:

1.5.2.1. Sekolah: meningkatkan kualitas pendidikan yang berdampak pada kepercayaan stakeholders dan pemerintah terhadap sekolah serta status akreditasi.

1.5.2.2. Guru: meningkatkan kompetensi pedagogik sehingga dapat meningkatkan keterampilan mengajar dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

1.5.2.3. Peserta didik: memperoleh pelayanan pendidikan, khususnya pembelajaran secara optimal sesuai dengan kebutuhannya.

1.5.2.4. Praktisi: menumbuhkan pemahaman yang lebih besar tentang situasi guru yang sedang diteliti, menemukan masalah baru dan memodifikasi perencanaan kegiatan pendampingan, dan menemutunjukkan tidak efektifnya rencana, program, atau metode pembelajaran kepada guru.


(31)

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian terdiri dari ruang lingkup ilmu, subjek, objek, waktu dan tempat. Secara berurutan penulis paparkan sebagai berikut:

1.6.1. Ruang lingkup ilmu: Penelitian ini adalah wilayah manajemen pendidikan dengan bidang manajemen pembinaan dan peningkatan mutu sumber daya manusia pendidik.

1.6.2. Subjek penelitian: guru, dan peserta didik. Terdapat empat tingkat kelas yakni kelas 1, 2, 3, dan 4 dengan jumlah guru 22 orang. Fokus pendampingan guru adalah guru kelas yang direkrut terbaru dan mereka belum pernah didampingi. Guru-guru tersebut adalah ANK, AA, RW, dan NI dan peserta didik di kelas di mana guru tersebut mengajar.

1.6.3. Ruang lingkup obyek

1.6.3.1. Manajemen pendampingan pendekatan kolaboratif. Dalam hal ini terdiri dari; perencanaan pendampingan kolaboratif, pelaksanaan pendampingan kolaboratif, pengorganisasian pendampingan kolaboratif, dan pengawasan pendampingan kolaboratif.

1.6.3.2. Kompetensi pedagogik yang terdiri dari pemahaman karakteristik peserta didik, penguasaan teori dan prinsip-prinsip pembelajaran, pengembangan kurikulum, kegiatan pembelajaran yang mendidik, pengembangan potensi peserta didik, komunikasi dengan peserta didik, dan penilaian dan evaluasi.


(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah landasan teoritis dan sandaran yang menjadi dasar penelitian ini dilaksanakan. Berikut adalah kajian pustaka selengkapnya meliputi manajemen pendidikan, manajemen sumber daya pendidik, supervisi, pendampingan, penelitian tindakan, dan kompetensi pedagogik.

2.1.1. Manajemen Pendidikan

2.1.1 Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan

Para ahli, dalam literatur manajeman, telah banyak mengemukakan proses manajemen. Imron (2003:5) mengemukakan bahwa meskipun dengan menggunakan berbagai label, misalnya fungsi-fungsi manajemen dan abstraksi-abstraksi manajemen, para ahli mengemukakan di area proses manajemen dengan istilah yang relatif sama.

Pendapat ahli tentang proses manajemen adalah (1) Fayol dalam Imron (2003:5) mengemukakan proses manajemen terdiri dari: planning, organizing, commanding, coordinating, dan controlling, (2) Gulick dalam Imron (2003:5) mengemukakan proses manajemen terdiri dari: planning, organizing, staffing, directing,


(33)

coordinating, reporting, dan budgeting, (3) Newman dalam Imron (2003:5) merumuskan proses manajemen diawali dari: melakukan planning, organizing, assembling resources, directing, dan controlling, (4) Sears dalam Imron (2003:5) mengemukakan proses manajemen dilakukan dari: planning, organizing, directing, coordinating, dan controlling, (5) American Association of School Administration mengemukakan dalam Imron (2003:5) proses manajemen mulai dari: planning, allocating resources, stimulating, coordinating, dan evaluating, (6) Gregg dalam Imron (2003:5) manyatakan bahwa proses manajemen mulai dari: decision making, planning, organizing, communicating, influencing, coordinating, dan evaluating, (7) Campbell dan kawan-kawan dalam Imron (2003:6) mengedepankan proses manajemen mulai dari: decision making, programming, stimulating, coordinating, dan appraising.

Dari berbagai para ahli, pakar manajemen di era sekarang banyak mengabstraksikan menjadi empat fungsi, ialah planning, organizing, actuating, dan controlling (Imron, 2003:6). Keempat proses tersebut lazimnya membentuk siklus seperti pada diagram berikut:

Diagram 2.1 Proses manajemen

Sumber: Manajemen Pendidikan Analisis Subtantif dan Aplikatif dalam Pendidikan, Imron, 2003.

3. ACTUATING

4. CONTROLLING

1. PLANNING


(34)

Berdasarkan alur diagram di atas ahli manajemen pendidikan merumuskan proses manajemen pendidikan menjadi: merencanakan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, penggerakkan pendidikan, dan pengawasan pendidikan. Dengan demikian, proses pendidikan menganut proses manajemen bersiklus seperti terdapat pada diagram berikut:

Diagram 2.2. Proses Manajemen Pendidikan

Sumber: Manajemen Pendidikan Analisis Subtantif dan Aplikatif dalam Pendidikan, Imron, 2003.

Merujuk kepada diagram 2.2 Proses Manajemen Pendidikan di atas, maka penelitian pendampingan ini menganut diagram alur proses tersebut yakni perencaan pendampingan, pengorganisasian pendampingan, penggerakkan pendampingan, dan pengawasan pendampingan, seperti tergambar dalam diagram berikut:

Diagram 2.3. Sintesa: Proses Manajemen Pendampingan hasil adaptasi Sumber: Manajemen Pendidikan Analisis Subtantif dan Aplikatif

dalam Pendidikan, Imron, 2003.

1. Perencanaan Pendidikan

2. Pengorganisasian Pendidikan

3. Penggerakkan Pendidikan

4. Pengawasan Pendidikan

1. Perencanaan pendampingan

3. Penggerakkan Pendampingan 4. Pengawasan Pendampingan


(35)

Berdasarkan diagram alur tersebut maka manajemen pendampingan adalah suatu proses yang intens di mana seorang pendamping melakukan perencanaan, penataan, penggerakkan, dan melakukan pengawasan pendampingan.

2.1.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidik

Guru merupakan subsistem penting yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses pembelajaran dan mutu peserta didik (Permenegpan dan Reformasi Birokrasi No.16/2009). Oleh karenanya pembinaan dan peningkatan kompetensi tenaga pendidik senantiasa diperhatikan. Hak-hak guru sebagai karyawan harus menjadi dasar dalam pola manajemen kepegawaian. Sebagai sekolah swasta, manajemen guru minimal berdiri pada dua kementrian. Pertama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai instistusi resmi yang memiliki perangkat lunak penyelenggaraan pendidikan. Kedua, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai instsitusi yang mengayomi ketenagakerjaan. Berikut disajikan kegiatan manajemen pendidik yang disarikan dari modul pelatihan MBS Sekolah Dasar meliputi:

1. Perencanaan Kebutuhan

Langkah awal dalam pengelolaan ketenagaan adalah perencanaan, yaitu sebagai proses yang sistematis dan rasional dalam memberikan kepastian, bahwa jumlah dan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan dalam berbagai formasi yang ada, pada waktu tertentu benar-benar representatif dapat menuntaskan tugas organisasi yang ditetapkan.


(36)

Dalam mempersiapkan kualifikasi dan jumlah tenaga pendidik yang tepat, perlu dilakukan prediksi jumlah siswa yang akan masuk sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan tenaga pendidik. Langkah selanjutnya adalah menghitung selisih kekurangan atau kelebihan tenaga pendidik untuk dijadikan dasar dalam menetapkan kulifikasi dan jumlah tenaga pendidik yang dibutuhkan, sehingga jumlah dan kualifikasi tenaga pendidik yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Perencanaan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan bertujuan untuk: (a) Mengurangi kelebihan dan menambah kekurangan tenaga pendidik; (b) Mendayagunakan tenaga pendidik seoptimal mungkin; (c) Mengoptimalkan kinerja tenaga pendidik; dan (d) Meningkatkan efektivitas sekolah secara menyeluruh (Mustiningsih dkk.,2014:7)

2. Rekrutmen/Pengadaan

Rekrutmen tenaga pendidik adalah usaha mencari dan mendapatkan calon-calon tenaga pendidik yang potensial sesuai jumlah dan kualifikasi yang memadai, sehingga sekolah bisa memilih tenaga-tenaga yang sesuai dengan kebutuhan. Rekrutmen bertujuan untuk: (a) Menentukan jumlah dan kualifikasi tenaga pendidik yang dibutuhkan; (b) Meningkatkan jumlah calon/pelamar; (c) Meningkatkan kualitas calon karena banyaknya jumlah pelamar kerja; (d) Mengurangi adanya kemungkinan berhenti atau mutasi setelah diangkat; (e) Pemerataan jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan (Lunenburg dan Irby, 2006:296).

Rekrutmen tenaga pendidik meliputi kegiatan penetapan, pengangkatan, penempatan tenaga pendidik (tenaga sukarelawan dan magang) dengan


(37)

memperhatikan kualifikasi dan kompetensi serta tugas dan tanggung jawab yang dibutuhkan. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan rekrutmen di Satuan Pendidikan dengan mengacu kepada Permendiknas No.16 Tahun 2007 sebagai berikut:

1. Guru non PNS yang direkrut harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2. Guru non PNS dipersyaratkan memiliki: (1) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1); (2) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan satuan pendidikan, kependidikan lain, atau psikologi; dan (3) sertifikat profesi guru satuan pendidikan. Dalam keadaan tertentu yang mendesak persyaratan tersebut bersifat fleksibel, dengan catatan diputuskan bersama komite sekolah dan berkonsultasi dengan dinas pendidikan setempat. 3. Pembina/pelatih dipersyaratkan sesuai kebutuhan bidang pembinan/pelatihan

kesiswaan yang akan diampunya. Paling tidak berlatar pendidikan SLTA dan memiliki sertifikat pelatih di bidangnya.

4. Tenaga kependidikan non PNS dapat meliputi tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboran, dan tenaga kebersihan sekolah.

Langkah-langkah rekrutmen di sekolah dilakukan dengan: (a) Pengumuman adanya kebutuhan tenaga pendidik non PNS; (b) Pendaftaran calon; (c) Seleksi calon yang terdiri atas seleksi persyaratan administratif, seleksi edukatif, dan wawancara,


(38)

yang dilaksanakan secara fleksibel sesuai kebutuhan; (d) Pengumuman hasil seleksi; (e) Pengangkatan dengan surat keputusan; (f) Penempatan sesuai keperluan.

3. Pembinaan dan Pengembangan

Pembinaan dan pengembangan tenaga pendidik dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja tenaga pendidik. Pembinaan dapat dilakukan melalui berbagai cara, Sikula dalam Hartatik (2014:106-108) antara lain: (1) studi lanjut (pendidikan) , (2) pelatihan, (3) lokakarya, (4) kursus keterampilan, (5) rapat, (6) pertemuan anggota seprofesi, (7) diskusi, (8) seminar, (9) wawancara face-to-face, (10) studi banding, (11) kunjungan lapangan, dan (12) tukar pengalaman.

Pembinaan dan pengembangan tenaga, Mustinigsih (2014:9) pendidik dilakukan dengan memperhatikan prinsip:

a. Pembimbingan secara terus menerus; b. Pengakuan perbedaan individu;

c. Pemberian kesempatan untuk mengerjakan pekerjaan sesuai bidang tugasnya; d. Pemberian penghargaan dan sanksi;

e. Adanya tindak lanjut.

Selain itu, pembinaan dan pengembangan hendaknya memperhatikan: bidang yang akan dibinakan, pelaku pembinaan, sasaran pembinaan, ketersediaan sumber daya bagi terlaksananya pembinaan. Aspek pembinaan yang diperlukan tenaga pendidik, dalam hal ini staf sekolah adalah: (1) keterampilan dasar yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas; (2) teknis yang terkait tugasnya; (3) hubungan antar pribadi;


(39)

dan (4) konseptual umum, misalnya perencanaan strategis dan perencanaan operasional, rancangan organiasi dan kebijakan organisasi (Lunenburg dan Irby, 2006:306).

Aspek pembinaan yang dilakukan pada pendidik (guru) merujuk pada beban kerja guru seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, Pasal 52, Ayat 1 dan 2, mencakup kegiatan pokok: merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran; dan membimbing dan melatih peserta didik; dan melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.

Beban kerja guru sebagaimana dimaksud ayat (1) paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya jumlah jam mengajar sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 63Ayat (2) yang berbunyi: Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan tidak mendapatkan pengecualian dari Menteri, dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.

Pembinaan dan pengembangan pendidik diarahkan pada peningkatan empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Sedangkan pembinaan kompetensi tenaga kependidikan diarahkan pada optimalisasi pelaksanaan tugas masing-masing. Untuk


(40)

kepentingan hal tersebut, tenaga pendidik di sekolah diwajibkan untuk mengisi Sasaran Kerja Pegawai (SKP) untuk satu tahun yang ditandatangani kepala sekolah dan dan diketahui oleh pengawas. Selain itu, di akhir tahun diwajibkan mengisi format realisasi kinerja selama satu tahun yang ditandatangani kepala sekolah dan pengawas.

4. Pemotivasian

Pemotivasian dapat dimaknai pemberian penguatan positif dan negatif kepada tenaga pendidik untuk bekerja lebih baik. Penguatan positif diberikan kepada tenaga pendidik yang telah memenuhi kewajiban serta menunjukkan kinerja atau prestasi yang baik. Sedangkan pembinaan diberikan pada tenaga pendidik yang menunjukkan kinerja atau prestasi yang belum baik.

Pemotivasian tenaga pendidik, Hartatik (2014:107) dapat dilakukan dengan cara mendorong secara terus menerus untuk melaksanakan kewajiban: (a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (b) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; (c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Selain itu juga sekolah hendaknya melakukan pemenuhan hak tenaga pendidik yang dilakukan dengan cara: (a) Memberikan kesejahteraan sosial yang pantas sesuai kemampuan sekolah; (b) Memberikan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; (c) Melakukan pembinaan karier sesuai dengan tuntutan


(41)

pengembangan kualitas; (d) Memberikan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; (e) Memberi kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas (Mustiningsih, 2014:9).

Pemimpin di sekolah juga diharapkan memberikan penguatan terhadap tenaga pendidik berupa penguatan positif dan negatif. Penguatan positif diberikan kepada tenaga pendidik yang menunjukkan kinerja yang baik, memajukan sekolah, dan membawa dampak positif bagi perkembangan sekolah. Namun bagi tenaga pendidik yang memiliki kinerja sebaliknya, maka diberikan penguatan negatif.

Stoop dalam Mustinigsih (20014:10) mengemukakan penguatan positif dapat berupa: (1) pemberian piagam, (2) kenaikan pangkat atau jabatan, (3) pemberian hadiah, dan (4) pengumuman capaian prestasi. Penguatan negatif dapat diwujudkan antara lain: (1) teguran, (2) penundaan atau penurunan pangkat atau jabatan, dan (3) pengumuman capaian prestasi buruk.

5. Mutasi

Mutasi merupakan perpindahan pegawai dari satu posisi ke posisi lain yang didasarkan pada analisis jabatan/tugas sesuai kebutuhan. Mutasi bertujuan untuk penyegaran dan pemberian pengalaman kepada tenaga pendidik. Di satuan pendidikan sebenarnya mutasi tenaga pendidik tidak mungkin dilakukan, karena jumlah pegawai terbatas. Kewenangan tenaga pendidik dalam mutasi, ke lembaga lain hanya sebatas pemberian rekomendasi/izin pengusulan mutasi pada tenaga


(42)

pendidik yang menginginkan mutasi, atau merekomendasikan kepada dinas untuk pemutasian tenaga pendidik.

Mutasi internal di sekolah, dilakukan dengan melakukan mutasi (rotasi) mengajar guru dari kelas satu ke kelas lain sesuai karakteristik kelas dan guru yang bersangkutan. Selain itu mutasi dapat dilakukan untuk pemberian tugas di luar mengajar, seperti tugas pembina kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lainnya yang sejenis. Dalam hal ini perlu memperhatikan kemampuan dan minat tenaga pendidik yang bersangkutan (Mustiningsih, 2014:12).

6. Pengawasan dan Penilaian Kinerja

Pengawasan tenaga pendidik diartikan sebagai pemantauan selama proses pelaksanaan pekerjaan. Pemantauan dapat dilakukan secara formal maupun non-formal. Secara formal dilakukan dengan pengukuran menggunakan instrumen penilaian kinerja, dan melalui catatan harian kepala sekolah. Secara non-formal dapat dilakukan setiap saat, dan dalam waktu yang tepat. Hasil pengawasan dapat digunakan sebagai bahan untuk penilaian kinerja (Lunenburg dan Irby, 2006:315).

Penilaian kinerja, Mustiningsih (2014:13) adalah pengukuran secara sistematis dan terstruktur untuk mengetahui hasil pekerjaan, prestasi, loyalitas, sikap, tingkah laku, dan kehadiran, sehingga dapat disimpulkan tingkat pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tenaga pendidik. Secara khusus, penilaian kinerja pendidik, dalam hal ini guru, diarahkan pada kinerja dalam mengajar yang terdiri dari: (a) kinerja dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran (RPP, bahan ajar, LKS, instrumen


(43)

penilaian); (b) penguasaan dalam pelaksanaan pembelajaran, terkait dengan penguasaan materi, metode, dan penggunaan media dan alat pembelajaran); serta (c) kemampuan melaksanakan penilaian. Penilaian kinerja tenaga pendidik di satuan pendidikan dapat digunakan untuk: (1) umpan balik, (2) perbaikan kinerja, (3) penelitian, (4) promosi, (5) pelatihan, (6) mutasi, dan (7) pemberian penguatan positif dan negatif.

7. Pemberhentian

Pemberhentian tenaga pendidik yang berstatus bukan pegawai negeri diatur tersendiri oleh satuan pendidikan atau penyelenggara pendidikan. Secara umum pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan, Hartatik (2014:265) disebabkan antara lain: (1) menggunakan hak pensiun, (2) permintaan sendiri, (3) sakit fisik atau mental, (4) hukuman jabatan, (5) keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan (6) meninggal dunia.

Untuk kepentingan pemberhentian tenaga pendidik non PNS perlu disediakan SOP pemberhentian dengan memperhatikan azas kemanusiaan, keadilan dan kebutuhan sekolah. SOP tersebut selanjutnya dijadikan panduan dalam melakukan pemberhentian.

8. Pertanggungjawaban (Pelaporan)

Pertanggungjawaban pelaksanaan pekerjaan tenaga pendidik berupa pelaporan tahunan, semesteran, bulanan, dan mingguan dapat dilakukan berdasarkan penugasan dari kepala sekolah atau pejabat lain yang berwenang. Bentuk pertanggungjawaban


(44)

tenaga pendidik di satuan pendidikan, secara umum adalah adanya peningkatan kinerja dan peningkatan mutu pendidikan, termasuk prestasi akademik dan non-akademik siswa (Mustiningsih, 2014:13).

Kewajiban tenaga pendidik adalah memenuhi dan sudah seharusnya melampoi standar minimal yang ditetapkan pemerintah agar tetap bertahan dan berkontribusi terhadap pembanguna melalui jalur pendidikan. Oleh karenanya pelatihan dalam rangka peningkatan mutu sumberdaya tenaga pendidik terus dapat ditingkatkan. Guna melakukan serangkain tujuan itu diperlukan manajemen tenaga pendidikan yang meliputi perencanaan pelatihan, pengorganisaian pelatihan, pengerahan pelatihan, dan pengawasan pelatihan. Sebagai kewajiban lembaga terhadap karyawannya adalah memenuhi hak karyawan sebagaimana diatur dalam peraturan Menakertrans yang berlaku, seperti ketentuan Upah Minimal Propinsi (UMP), hak cuti, bonus dan lain-lain.

2.1.2. Supervisi Pendidikan

2.1.2.1 Pendekatan Supervisi Kolaboratif

Supervisi bagi guru adalah bagian penting baik bagi guru prabakti dan guru bakti. Pengawas memiliki pilihan yang luas atas perilaku kepengawasan dalam menjalankan aktivitasnya. Pendekatan supervisi kolaboratif adalah peran pengawas untuk bekerja dengan guru tidak dengan mengarahkan. Pengawas secara aktif berpartisipasi dengan guru dalam hal mengambil keputusan, dan mencoba untuk membangun hubungan dalam konteks berbagi. Cogan dalam Gerbhard (1973:2) mengemukakan model supervisi semacam ini disebut supervisi klinis. Supervisi


(45)

klinis adalah pembelajaran yang umumnya adalah proses pemecahan masalah yang memerlukan berbagi pendapat antara guru dan pengawas. Guru dan pengawas bekerja sama memecahkan masalah pembelajaran yang terjadi di ruang kelas dimana guru mengajar. Keduanya baik guru dan pengawas mengajukan hipotesis, eksperimen, dan menerapkan strategi yang dianggap sebagai solusi yang masuk akal atas permasalahan yang ada.

Dalam pelaksanaan supervisi pendekatan kolaboratif, pengawas disarankan mengajukan pertanyaan dari pada memberi tahu. Misalnya, “Apa pendapat Anda tentang pelajaran tadi? Bagaimana jalannya proses pembelajarannya? Apakah siswa

mencapai tujuan pembelajaran?” Pertanyaan diajukan dalam suasana yang positif,

menarik, dan tidak menghakimi. Selanjutnya guru dapat dengan mudah memahmi ide, masalah dalam pembelajaran, dan macam-macam rencana yang akan dilakukan. Terdapat kemungkinan bagi pengawas untuk memberikan masukkan, saran, dan berbagi pengalaman. Keputusan tentang apa yang akan dilakukan selanjutnya dibuat bersama antara guru dan pengawas.

Proses di atas adalah sangat ideal. Namun, yang ideal tersebut terkadang sangat jauh dari kenyataan. Terdapat beberapa situasi yang harus menjadi perhatian pengawas/pendamping. Tidak semua guru bersedia berbagi secara seimbang dan membuat keputusan kolaboratif yang simetris. Terlebih bagi guru di Indonesia yang masih menerapkan budaya ewuh pekiwuh. Untuk itu diperlukan usaha yang lebih keras untuk mewujudkan pendekatan supervisi kolaboratif. Di sisi lain, berdasarkan pengalaman penulis pada saat melakukan pendampingan, apa bila dalam mengajukan


(46)

pertanyaan tidak dikelola dengan baik, maka dampingan akan berpersepsi bahwa pendamping adalah orang yang pelit dan tidak mau memberi tahu. Berdasarkan paparan di atas maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model klinis, dengan pendekatan kolaboratif dan dengan teknik individu (Sahertian, 2008:36-40).

2.1.2.2 Perbedaan Supervisi dan Pendampingan

Pendampingan telah menggantikan kata supervisi dalam banyak kasus pada calon guru dan guru (Walkington, 2005b; Hudson, 2004). Bray dan Nettleton (2006) mendiskusikan perbedaan antara pendampingan dan supervisi. Mereka mengindikasikan bahawa supervisi melibatkan peran sebagai guru, boss, penilai, konselor dan ahli, sedangkan pendampingan melibatkan bantuan, persahabatan, bimbingan, nasehat dan konseling (Bray & Nettleton, 2006:849). Pendampingan sebagaimana digambarkan secara umum dalam literatur melibatkan dukungan dan penyediaan umpan balik untuk dampingan tanpa menghakimi. Walkington (2005b) mengarisbawahi pentingnya membedakan antara pendampingan dan supervisi, dalam kajiannya pendampingan calon guru adalah isu asesmen. Menurut Walkington (2005b), asesmen berasosiasi dengan supervisi tetapi tidak dengan pendampingan; dalam hal ini supervisor membuat catatan yang menghakimi kinerja, sementara pedampingan tidak. Hudson dan Millwater (2006) menjelaskan supervisi sebagai yang memiliki tujuan kunci dari penilaian kinerja, sedangkan pendampingan berkenaan dengan membangun hubungan kepercayaan. Berkenaan dengan ini Sanford dan Hopper (2000) mengklaim bahwa supervisi memiliki konotasi negatif:


(47)

bahwa supervisor perlu melihat atau memeperbaiki dan juga mencatat terdapat sistem hirarki dalam supervisi; supervisor memiliki kekuatan dibanding dengan juniornya. Zeegers (2005) menggambarkan bahwa supervisi sebagai model praktik yang ketinggalan jaman, namun demikian calon guru adalah perlu mengembangkan kecakapan dan keterampilan khusus dalam proses pembelajaran.

Berkenaan dengan perbedaan tersebut, pendampingan untuk calon guru dan guru terikat dalam dua istilah tersebut; pendampingan dan supervisi. pendamping mengasuh pengembangan dampingan melalui kesepahaman yang baik satu sama lain dengan komunikasi yang baik (Hudson & Millwalter, 2008). Mereka juga menggunakan fungsi hubungan sosial sedemikian rupa untuk mendukung, menasehati, berempati, dan sebagai role model, (Hopper, 2001; Le Maistre, Boudreau & Pare, 2006; Hall et al., 2008).

Lai (2005:12) mengemukakan bahwa pendampingan memainkan peran penting dalam memperkuat guru baru dan membrikan kesempatan untuk belajar dalam konteks pembelajaran. Freiman-Nemser (2003:26) mencatat bahwa guru perlu belajar mengajar dalam konteks tertentu. Oleh karena itu pendampingan khusus akan terjadi tergantung pada konteks lingkungan. Guru sering bekerja sendirian dan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh siswa yang menghuni kelas tersebut. Sebaliknya di bidang kesehatan, atau bisnis sering melibatkan team atau setiap orang memiliki pekerjaan khusus. Dalam konteks pendidikan, dampingan harus mengambil keseluruhan tugas seperti halnya pendampingnya, memerlukan pengorganisasian dan


(48)

perencanaan yang kompleks terhadap hubungan pendampingan dan prosesnya (Hudson, 2004).

2.1.3. Pendampingan Guru 2.1.3.1 Pendampingan

Kata pendampingan telah menjadi kata yang hangat dibicarakan. Kata ini menggantikan istilah supervisi. Pendampingan adalah proses memberi pelayanan sebagai seorang yang mendampingi, seseorang yang memfasilitasi dan membantu perkembangan orang lain. Dalam prosesnya dapat meliputi modeling karena seorang pendamping juga berarti mentor yang harus mampu memodelkan pesan dan saran yang sedang diajarkan kepada guru pemula (Gay, 2000). Juga seorang mentor harus mampu menjalankan peran sebagai seorang guru dalam pendidikan. Proses pendampingan melibatkan coaching juga sebagai sebuah teknik pembelajaran yang digunakan dalam mencoba melakukan seperti dalam oleh raga atau dalam pemagangan. Pendampingan seperti coaching adalah sebuah proses kolaboratif (Gay, 1995; Koki, 2000:3). Namun demikian sebagai sebuah fungsi, pendampingan dianggap lebih memiliki dimensi dari pada coaching, atau modeling. Oleh karenanya pendampingan lebih kompleks dan menuntut (Head, Reiman dan Sprinthall, 1992; Koki, 2000:3).

Terdapat banyak definisi tentang pendampingan. Umumnya mendefinisikan pendampingan sebagai hubungan hirarki dimana pendamping lebih berpengalaman dari pada dampingan, atau pendamping telah atau dapat menyediakan pengetahuan


(49)

dan keterampilan yang diperlukan dan inginkan oleh dampingan (Aladejana, Aladejana & Ehindero, 2006:104).

Smith (2007:277) mendefinisikan pendampingan sebagai moda khusus pembelajaran dimana pendamping tidak hanya mendukung dampingan, tetapi juga menantang mereka untuk membuat peningkatan. Fairbanks, Freedman dan Kahn (2000:103) mendefinisikan pendampingan dalam pendidikan guru sama kompleksnya dengan bangunan dan negosiasi pendampingan antara guru dan guru mendampingi siswa dengan beraneka macam tujuan profesional dan dalam merespon faktor-faktor yang mereka hadapi.

Pendampingan dapat didefinisikan sebagai hubungan interpersonal yang intens (Kram, 1985). Smith (2007) menuliskan bahwa pendampingan adalah sebuah proses yang mengembangkan pribadi secara utuh, dari pada sebagian saja. Ambrosetti (2005:276) memandang pendampingan meliputi dua aspek; hubungan dan proses. Fairbanks (2000) menyipulkan keseluruhan definisi di atas konteks adalah kunci dari pendampingan. Namun demikian, literatur sebelum tahun 2000-an dalam pendampingan tidak memasukkan ketiga hal tersebut yakni hubungan, proses, dan konteks sebagai satu kesatuan yang dipertimbangkan dalam pendampingan.

Lai (2005:12) menggambarkan ketiga komponen dalam terminologi dimensi hubungan, pengembangan, dan konteks. Rasionalitas mengacu kepada hubungan antara pendamping dan dampingan. Pengembangan mengacu kepada bagaimana pendamping dan dampingan mengembangkan ciri-ciri kepribadian dan keprofesionalan yang mengarah kepada tujuan khusus. Konteks berfokus kepada ciri


(50)

budaya dan situasi dari seting pendampingan. Lai (2005:12) menulis bila ketiga komponen terjadi maka hubungan terjadi dan berdampak pada hubungan pendampingan. Sedangkan menurut panduan pendampingan pelaksanaan pendampingan Kurikulum 2013, pendampingan berarti kegiatan pemantauan, konsultasi, penyampaian informasi, modeling, mentoring, dan coaching.

Merujuk kepada paparan di atas, yang dimaksud pendampingan pada penelitian ini adalah peran pendamping dengan indikator sebagai pendukung (supporter), role model, fasilitator, kolaborator, asesor, sahabat, pelatih guru, pelindung, kolega, evaluator, dan komunikator dengan model kolaboratif.

2.1.3.2 Stereotipe Pendamping dan Dampingan

Secara tradisional literatrur tentang pendamping menstereotipekan pendamping adalah lebih tua, lebih bijaksana, lebih berpengalaman, dan dampingan adalah sebagai yang lebih muda, kurang berpengalaman. Tetapi, akhir-akhir ini telah muncul pandangan yang lebih kontemporer siapa pendamping dan dampingan (Kostovich & Thurn, 2006; Higgins & Kram, 2001). Menurut Smith (2007), pendamping dapat berperan sebagai pekerja pendampingan atau teman sejawat, seseorang yang sama statusnya dan setara usianya. Teman sejawat yang menjadi pendamping bisa saja lebih berpengalaman dari pada dampingan atau sama level perkembangannya.

Pendamping secara tradisional umumnya adalah orang dalam peran kepemimpinan menyarankan dampingan lebih beraspirasi mirip (Koki & Cox, 2005). Namun demikian, penelitian menyarankan bahwa dampingan memiliki pengalaman


(51)

yang negatif dari pada pengalaman positif dalam tipe hubungan ini (Eby et al., 2000). Dalam studi pengalaman negatif pendampingan, mereka menemukan bahwa keterampilan mentor kurang, dan secara personalitas ketidakcocokan adalah penyebab utama kenegatifan dalam hubungan pendampingan secara tradisional. Bullough Jr, Young, Birrell, Claerk, Egen, Erickson, Frankovich, Brunetti, & Welling (2003), dalam studi mereka terhadap kelompok pendampingan teman sejawat berkesimpulan bahwa pengalaman negatif dapat juga terjadi dalam hubungan yang sedemikian rupa, tetapi dicatat bahwa pencocokan yang hati-hati dari peserta mungkin memperburuk masalah ini. Dalam konteks pembelajaran, pendampingan dalam arti coaching, sering mengacu kepada peer coaching, yang berarti bantuan yang diberikan dari satu guru ke guru yang lain dalam mengembangkan keterampilan mengajar, strategi, atau teknik secara umum dalam tiga struktur formal: diskusi awal, observasi pembelajaran, dan diskusi akhir (Koki, 1995:2).

2.1.3.3 Peran Pendamping dari Pesrpektif Pendampingan

Dalam hal ini Ambrosetti dan Dekkers (2010) mengekstrak berbagai sumber dokumen dari hampir seluruh dunia yang menggunakan fokus, metodologi, jumlah pendamping dan dampingan, referensi dan perannya masing-masing pihak dapat dilihat dalam tabel berikut:


(52)

Tabel 2.1 Peran pendamping dari perspektif pendamping

Fokus riset Peran pendamping

Fokus: Guru pendamping Referensi: Hall, Drapper, Smith & Bullough Jr, 208, p.333.

Metodologi: kualitatif – survey dan interviu dengan 264 guru pendamping dari USA

- Memberikan dukungan – memberi umpan balik, mendorong, berbagi, ide, membimbing, mengarahkan, dan mendemonstrasikan.

- Memberikan dukungan untuk tugas perguruan tinggi.

- Penilai kritis

- Guru team

Fokus: Guru pendamping Referensi: Jaipal 2009 Metodologi Mixed methods – semi structural interviu dengan 5 pendamping di Ontario, Canada

- Modeling

- Coaching

- Scaffolding

Fokus: Guru pendamping Referensi: Kwan & Lopez-Real, 2005, p.278-281 Metodologi: Kualitatif-semi tersetruktur interviu dengan 259 pendamping di Hongkong

- Penyedia unpan balik – diskusi kinerja guru

- Konselor – membantu masalah pribadi dan profesinal

- Pengamat – mengamati pelajaran, persiapan dan perilaku profesinal

- Role model – menyeting contoh yang baik dari perilaku profesional

- Teman sejawat – dukungan yang saling menguntungkan, saling membelajarkan

- Teman yang kritis – kritik yang membangun untuk guru

- Instruktor – menyediakan pembelajaran yang khusus bagaimana mengajar

Sumber: Australian Journal of Teacher Education, Volume 35, terbitan 6, Ambrossetti dan Dekkers, 2010.

Selanjutnya, berikut disajikan peran-peran pendamping dari literatur dari perspektif dampingan.


(53)

Tabel 2.2 Peran pendamping dari perspektif dampingan

Fokus riset Peran dampingan dan karekternya Fokus: Pendamping guru

Referensi: Jones, 2000, p.72 Metodologi: Kualitatif – kuisioner dengan 50 lulusan keguruan di Inggris dan Jerman

 Penyedia dukungan

 Teman yang kritis

 Teman kolegial

Fokus: Pendamping guru Referensi: Maynard, 2000, pp.21-26

Metodologi: Kualitatif – interviu dengan 17 Mahasiswa keguruan di Swansea, Wales.

 Menyediakan inklusi – mahasiswa dibuat nyaman, diterima dan menjadi bagian

 Menyediakan dukungan – nasehat, teamwork, komunikasi dan feedback

Role model – praktisioner yang efektif dan mengijinkan dampingan mencoba teknik dan strategi yang berbeda

Fokus: Pendamping perawat Referensi: Kilcullen, 2007, pp.99-100

Metodolgi: Kualitatif – fokus grup dengan 29 mahasiswa perawat di Dublin, Irlandia.

 Bermasyarakat – membuat dampingan nyaman, memperkenalkan mereka kepada lingkungan dan menciptakan kesadaran akan peraturan

 Mendukung dalam belajar – menegosiasi tujuan pembelajaran, memberi feedback yang membangun, modeling, dan mendemonstrasikan.

Role model – ditujukan untuk perilaku perawat dan tindakan perawat

 Asesor – memberi dampingan feedback atau tingkat kinerja

Fokus: Guru pendamping Referensi: Jewll, 2007, pp. 298-299

Metodologi: Kulaitatif – interviu dengan 7 guru berpengalaman di Oklahoma, US.

 Komunikator yang efektif – mengijinkan dan mendorong pemikiran yang reflektif dan tindakan yang reflektif

 Menyediakan dukungan – mendengar dan menasehati.

Sumber: Australian Journal of Teacher Education, Volume 35, terbitan 6, Ambrossetti dan Dekkers, 2010.


(1)

Hall, K. M., R. Draper, R. J., Smith, L. K. & Bullough Jr, R.V. 2008. More than a place to teach: Exploring the perceptions of the roles and responsibilities of mentor teachers'. Mentoring and Tutoring, 16 (3), 328-345.

Hamid, S.R.Abd., Hasan, S.S.S., dan Ismail, N.A.H. 2012. Teaching Quality and Performance Among Experienced Teachers in Malaysia. Australian Journal of Teacher Education. Volume 37. Issue 11. Article 5.

Hannum, E., & Buchmann, C. 2003. The consequences of global educational expansion: Social Science Perspectives. American Academy of Arts and Sciences.

Hayes, D. 2001. The impact of mentoring and tutoring on student primary teachers' achievements: A case study. Mentoring and Tutoring, 9 (1), 5-21.

Heirdsfield, A. M., Walker,S., Walsh, K. & Wilss, L. 2008. Peer mentoring for first-year teacher education students: The mentors experience. Mentoring and Tutoring, 16(2), 109-124.

Higgins, M. C. & Kram, K. E. 2001. Reconceptualizing mentoring at work: A developmental network perspective. The Academy of Management Review, 26(2), 264-288.

Hill, J. J., Del Favero, M & Ropers-Huilman, B. 2005. The role of mentoring in developing African American nurse leaders. Research and Theory for Nursing Practice, 19(4), 341-357.

Hillman, A. L., & Jenkner, E. 2004. Educating children in poor countries (Vol. 33). International Monetary Fund.

Hopper, B. 2001. The role of the HEI tutor in initial teacher education school – based Australian Journal of Teacher Education placements. Mentoring and Tutoring, 9 (3), 211-222.

House of Representatives Standing Committee on Educational and Vocational Training. 2007. Top of the class: Report on the inquiry into teacher education. Canberra: House of Representatives Publishing Unit.

Hudson, P. 2004. From generic to specific mentoring: A five-factor model for developing primary teaching practices. Paper presented at the Australian Association for Research in Education International Education Research Conference, Melbourne.


(2)

Hudson, P. & Millwater, J. 2008. Mentors’ views about developing effective English teaching practices. Australian Journal of Teacher Education, 33(5), 1-13.

Imron, Ali., 2003. ManajemenPendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang. Indriana, Diana. 2011. Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif. Diva Press.

Jogyakarta.

Jaipal, K. 2009. Re-envisioning mentorship: Pre-service teachers and associate teachers as co-learners’. Teaching Education, 20 (3), 257 -27.

Jewell, M. L. 2007. What does mentoring mean to experienced teachers? A phenomenological interview study. The Teacher Educator, 42 (4), 289-303.

Jomaa, L. H., McDonnell, E., & Probart, C. 2011. School feeding programs in developing countries: impacts on children's health and educational outcomes . Nutrition Reviews 69, 83–98.

Jones, M. 2000. Trainee teachers' perceptions of school -based training in England and Germany with regard to their preparation to teaching, mentor support and assessment. Mentoring and Tutoring, 8 (1), 63 -80.

Kamvounias, P., McGrath-Champ, S & Yip, J. 2007. Mentoring in academicsettings: The views of mentees. Paper presented at the Australian Association for Research in Education International Educational Research Conference, Freemantle.

Kemmis, S., McTaggart, R., & Retallick, J. (Eds.). 2004. The action research planner (2nd ed. rev.).: Aga Khan University, Institute for Educational Development. Karachi.

Kemepan RB. 2009. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi No. 16 tahun 2009. Jakarta.

Kennedy, Aleen. 2005. Models of Continuing Professional Development: a Framework for analysis. Journal of In-service Education, Volume 31, Number 2, 2005

Khojastehmehr, R. & Takrimi. A. 2009. Characteristics of Effective Teachers:Perception of the English Teacher. Journal of Education & Psychology, 3 (2), p53-66.


(3)

Kilcullen, N. M. 2007. Said another way: The Impact of mentoring on clinical learning. Nursing Forum, 42(2), 95 -104.

Koki, Stan. 2000. The Role of Teacher Mentoring in Education Reform. Pacific Recources for Education and Learning. Honolulu. Hawai’i.

Kostovich, C. T. & Thurn, K. E. 2006. Connecting: Perceptions of becoming a faculty mentor. International Journal of Nursing Education Scholarship, 3(3), 1-15.

Kram, K. E. 1985. Mentoring at work. Glenview, IL: Scott, Foresman. Kwan, T. & Lopez-Real, F. (2005). Mentors' perceptions of their roles in mentoring student teachers. Asia-Pacific Journal of Teacher Education, 33(3), 275-287.

Lai, E. 2005. Mentoring for in-service teachers in a distance teacher education programme: views of mentors, mentees and university teachers. Paper presented at the Australian Association for Research in Education International Education Research Conference, Parramatta.

Laker, A., Laker, J. C. & Lea, S. 2008. Sources of support for pre -service teachers during school experience. Mentoring and Tutoring, 16 (2), 125-140. Le Maistre, C., Boudreau,S., & Pare, A. 2006. Mentor or evaluator? Assisting and

assessing newcomers to the professions. The Journal of Workplace Learning, 18 (6), 344-354.

Lucas, K. F. 2001. The social construction of mentoring roles. Mentoring and Tutoring, 9 (1), 23 -47.

Lunenburg,Fred.C., dan Irby, Beverly,J. 2006. The Principleship:Vision to Action. Wardworth. New York.

Maynard, T. 2000. Learning to teach or learning to manage mentors? Experiences of school -based teacher training. Mentoring and Tutoring, 8 (1), 17 -30. Mertler. A. Craigg. 2012. Action Reseach: Improving School and Empowering

Educators. Edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. McCormack, C. & West, D. 2006. Facilitated group mentoring develops key career

competencies for university women: A case study. Mentoring and Tutoring, 14(4), 409-431.


(4)

McNiff, J. & Whitehead. 2010. Action research: principles and practice. Routledge. Newyork.

Morgan, C., Petrosino, A., & Fronius, T. A. 2012. A systematic review of the evidence of the impact of eliminating school user fees in low -income deve loping countries. London: EPPI-Centre, Social Science Research Unit, Institute of Education, University of London.

--- (2013). A systematic review of the evidence of the impact of school voucher programmes in develop ing countries. London: EPPI -Centre,

Social Science Research Unit, Institute of Education, University of London.

Moleong, J. Lexy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Penerbit PT Rosdakarya Bandung.

Mustiningsih. 2014. Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan berbasis Sekolah dasar: bahan Bimtek manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta. Norman, P. J. & Feiman -Nemser, S. 2005. Mind activity in teaching and

mentoring. Teacher and Teacher Education, 21, 679-697.

Nofke, Susan.E. & Somech, B. 1995. Educational action research: becoming practically critical. Teachers College. New York.

Nurhadi, 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Depdiknas, Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Orr, D., Westbrook, J., Pryor, J., Durrani, N., Sebba, J., & Adu -Yeboah, C.

2013.What are the impacts and cost-effectiveness of strategies to improve performance of untrained and under -trained teachers in the classroom in developing countries? London: EPPI Centre, Social Science Research Centre, Institute of Education, University of London.

Paris, L. 2010. Reciprocal mentoring residencies… better transitions to teaching. Australian Journal of Teacher Education, 35 (3), 14-26

Petrosino, A., Morgan, C., Fronius, T.A., Tanner-Smith, E.E., Boruch, R.F. 2012. Interventions in developing nations for improving primary and secondary school enrolment of children: A systematic review. Campbell Systematic Reviews, 2012:19


(5)

Popper, Arthur N. 2008. Mentoring of Junior Faculty, a Guide for Faculty Mentors (and Mentees) in the College of Chemical and Life Sciences. University of Maryland

Price, M. A. & Chen, H. 2003. Promises and challenges: Exploring a collaborative telementoring programme in a pre-service teacher education programme. Mentoring and Tutoring, 11(1), 105-117.

Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Dan Kebudayaan Dan Penjaminan Mutu Pendidikan. 2013. Pedoman Pendampingan Implementasi Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan 2013. Jakarta.

Psacharopoulos, G., & Patrinos, H. A. 2004. Returns to investment in education: a further update. Education economics, 12 (2), 111-134.

Rajuan, M., Beijaard, D., & Verloop, N. 2007. The role of the cooperating teacher: Bridging the gap between the expectations of cooperating teachers and student teachers. Australian Journal of Teacher Education Mentoring and Tutoring, 15 (3), 223-242.

Riel, M. 2015. Understanding Action Research. Center for Collaboritive Action Research . Available at http://cadres.peperdine.edu/ccar/define.html. Sadulloh, Uyoh. 2012. Pengantar Filsafat Pendidikan. Penerbit Alfabeta Bandung. ---. 2011. Pedagogik; Ilmu Mendidik. Alfabeta Bandung.

Sanford, K. and Hopper, T. 2000. Mentoring, not monitoring: Mediating a whole school model in pre-service teachers. Alberta Journal of Educational Research, 46 (2), 14 9-166.

Scalon, L. 2008. The impact of experience on student mentors' conceptualisations of mentoring. International Journal of Evidence Based Coaching and Mentoring, 6 (2), 57-66.

Sennett, Frank. 2004. Guru Teladan Tahun Ini. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Sharan, Shlomo. 2009. Handbook of Cooperative Learning. Imperium. Yogyakarta. Smith, A. 2007. Mentoring for experienced school principals: Professional


(6)

Sundli, L. 2007. Mentoring: A new mantra for education? Teaching and Teacher Education, 23, 201-214.

Suntoro, Irawan. 2013. Penerapan Supervisi Klinis oleh Kepala Sekolah dalam Pembinaan Profesionalisme Guru. Laporan penelitian. Manuskrip tidak diterbitkan.

Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

The State of Queensland (Queensland College of Teachers). 2007. Program approval guidelines for pre-service teacher education. Brisbane: Queensland Government.

Walkington, J. 2005a. Becoming a teacher: Encouraging development of teacher identity through reflective practice. Asia-Pacific Journal of Teacher Education, 33(1), 53 -64.

---. 2005b. Mentoring preservice teachers in the preschool setting: Perceptions of the role. Australian Journal of Early Childhood, 30(1), 28 -35. Wayne, A.M., & Youngs.P. 2003. Teacher Characteristics and Student

Acghievement Gains: A Review. Review of Education Research, 73(1),89-122.

Webb, M. E., Pachler, N., Mitchell, H. & Herrington, N. (2007). Towards a pedagogy of mentor education . Journal of In -service Education, 33(2), 171-188.

Wikipedia. The Free Encyclopedia. 2014. Robert Mills Gagne: The American Educational Psikologist. en.m.wikipedia.org/wiki/Robert Mills Gagne. August 21, 1916 – April 28, 2002.

World Bank 21. 2011. Learning for All: Investing in People’s Knowledge and Skills to Promote Development. Washington, DC: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.

Zeegers, M. 2005. From supervising practical to mentoring professional experience: Possibilities for education students. Teaching Education, 16 (4), 349 -357.