Bagaimana ukuran Morfometrik dan meristik Ikan Lemeduk di tiap

Penelitian kali ini dilakukan sebagai sebuah studi karakter morfometrik dan meristik ikan lemeduk di Sungai Belumai. Disamping faktor genetik, aktifitas yang berbeda diduga dapat mempengaruhi karakter morfologi morfometrik dan meristik sehingga karakter morfologi ikan lemeduk di setiap stasiun perlu diteliti. Jika ditemukan kesamaan karakter morfometrik pada ikan lemeduk di Sungai Belumai, hal ini dapat menunjukkan adanya kesamaan karakter fenotip dan sebaliknya. Karakter fenotip dapat digunakan menentukan kekerabatan ikan. Perumusan Masalah Ikan Lemeduk Barbodes schwanenfedii merupakan salah satu hasil ikan tangkapan di perairan sekitar Sungai Belumai. Ikan ini mengalami kecenderungan penurunan jumlah hasil tangkapan. Hal ini diduga karena adanya perubahan kondisi lingkungan. Untuk mengetahui bagaimana keragaman morfometrik di Sungai Belumai, maka diperlukan data morfometrik dan meristik ikan Lemeduk. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa permasalahan dapat dirumuskan pada penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana ukuran Morfometrik dan meristik Ikan Lemeduk di tiap

stasiun? 2. Berapa jumlah hasil tangkapan ikan Lemeduk yang di tiap stasiun? 3. Bagaimana keragaman Ikan Lemeduk berdasarkan karakter morfometrik di Sungai Belumai? Universitas Sumatera Utara Kerangka Pemikiran Sungai Belumai merupakan salah satu sungai yang memiliki banyak aktifitas, seperti aktifitas domestik, industri, dan penangkapan ikan. Beberapa aktifitas yang dilakukan di sekitar sungai dapat berpengaruh terhadap sumberdaya perikanan yang ada di sungai tersebut. Salah satu potensi sumberdaya ikan yang terdapat di Sungai Belumai adalah ikan Lemeduk Barbodes schwanenfeldii. Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai karakter morfometrik yang dapat membantu dalam stok sebaran populasi dalam habitat atau lingkungan perairan tempat hidupnya. dan meristik ikan Lemeduk Barbodes schwanenfeldii di sungai ini. Kerangka Penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Aktivitas Penangkapan Ekosistem Sungai Belumai Aktivitas Manusia Aktifitas Industri Kondisi Morfologi ikan Lemeduk Morfometrik Meristik Universitas Sumatera Utara Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Mengetahui ciri morfometrik ikan Lemeduk di Sungai Belumai 2. Mengetahui kisaran meristik ikan Lemeduk yang terdapat di Sungai Belumai 3. Melihat Keragaman morfometrik Ikan Lemeduk B. schwanenfeldii ber dasarkan karakter morfometrik baku di Sungai Belumai Manfaat Penelitian Adanya informasi mengenai ukuran morfometrik ikan Lemeduk sehingga data tersebut dapat digunakan dengan hal yang berkaitan dengan manajemen perikanan, informasi ilmiah terkait identifikasi unit populasi diperlukan dalam pengelolaan perikanan agar tidak terjadi kesalahan introduksi spesies. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lemeduk Barbodes schwanenfeldii Ikan Lemeduk merupakan nama lain dari ikan Lampam. Nama sinonim ikan Lampam yaitu Barbonymus schwanefeldi, Barbus pentazona schwanefeldi, Barbodes schwanefeldi, Barbus schwanefeldi, Systomus schwanefeldi, Puntius schwanefeldi, Barbodes schwanefeldii. Nama umum ikan lampam yaitu tinfoil barb dan nama lokalnya sering disebut ikan lampam, lempam, lempem, kepiat, sala, tenadak merah dan kapiek Setiawan, 2007. Ikan Kapiek adalah salah satu spesies ikan air tawar penghuni daerah tropis. Ikan ini hidup di perairan sungai, danau, atau rawa dan ditemukan di Negara-negara Indonesia. Ikan kapiek di Indonesia ditemukan di sumatera dan Kalimantan barat. Berdasarkan evolusinya, ikan kapiek digolongkan pada ikan air tawar utama primary freshwater fishes yaitu golongan ikan air tawar yang telah menghuni perairan tersebut sejak awal pertama ikan telestoi muncul di perairan ini Siregar, 1989. Barbodes schwanenfeldii atau yang baru saja dikenal sebagai Barbonymus schwanenfeldii adalah dikenal sebagai lampam sungai di Peninsular Malaysia dan tengadak di daerah Sarawak. Dari segi morfologi ikan ini sangat mirip dengan Puntius gonionotus atau biasa dikenal dengan ikan Tawes. Ikan ini tersebar di daerah Sungai dan danau sekitar Semenanjung Malaysia terutama dalam Pahang, Perak, Kelantan dan Terengganu dan Selangor Rahim dkk., 2009. Ikan tengadak atau ikan lampam Barbonymus schwanenfeldii merupakan ikan air tawar yang memiliki wilayah penyebaran di Kalimantan, Sumatera, Sungai Mekong, Chao Phraya, Peninsula Pahang, Perak, Kelantan, Terengganu, Selangor, Universitas Sumatera Utara dan Sarawak Malaysia. Keberadaan ikan tengadak sudah mulai berkurang akibat tingginya tingkat penangkapan di alam dan tingginya tingkat pencemaran di habitat aslinya Alavi dkk., 2009 diacu oleh Hapsari, 2013 . Adapun Klasifikasi ikan tersebut adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygi Ordo : Ostariophysi Family : Cyprinidae Genus : Barbodes Spesies : Barbodes schwanenfeldii Gambar 2. Ikan Lemeduk Barbodes schwanenfeldii Ikan kapiek merupakan ikan yang hidup di sungai dan danau. Pada musim banjir ikan ini masuk ke rawa-rawa dan tempat-tempat yang baru tergenang. Ikan ini sering tertangkap di tempat-tempat yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dan pada malam hari berada di daerah pinggir dan tempat bervegetasi. Distribusi ikan kapiek terdapat diperairan Indonesia yaitu di Riau, Padang, Palembang, lampung, Sungai Kapuas, Sungai Mahakam, Pontianak, dan Samarinda. Sumber lain Universitas Sumatera Utara mengatakan bahwa ikan lampam tersebar di wilayah Asia seperti Sungai Mekong, Chao Praya, Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Kalimantan Setiawan, 2007. Genus Puntius termasuk sub famili Cyprininae dari famili Cyprinidae dengan ciri khas mempunyai dua pasang sungut Nelson, 1994. Menurut Kottelat, Whitten, Kartikasari dan Wirjoatmodjo 1993 Puntius mempunyai karakteristik pada sisik yang mempunyai proyeksi dari pusat ke pinggir terlihat seperti jari-jari pada roda, jari-jari yang ke arah samping tidak melengkung ke belakang dan tidak terdapat tonjolan keras Vitri dkk., 2012. Ikan ini memiliki ciri bentuk tubuh pipih dan berwarna putih keperak-perakan atau kuning keemasan, sirip punggung berwarna merah keperak-perakan, sirip punggung berwarna merah dengan bercak hitam pada ujungnya, sirip dada sirip perut dan sirip dubur berwarna merah, sirip ekor berwarna orange atau merah dengan pinggiran garis hitam dan putih sepanjang sirip ekor Setiawan, 2007. B. schwanenfeldii adalah ikan air tawar yang terdapat di danau dan sungai pada kisaran pH antara 6,5 dan 7.0, di daerah tropis pada suhu 20,4-33,7º C. Ukuran rata-rata adalah antara 10 cm dan 25 cm dan berat sekitar 200-600 g. Ikan ini dapat mencapai ukuran maksimal dengan panjang 30 cm dan bobot lebih dari 1,0 kg. Ikan ini merupakan ikan yang berkembang biak dengan cepat, dua kali dalam 15 bulan. Menurut Steven dkk., 1999, betina memiliki indung telur matang sesekali sedangkan jantan dari semua ukuran memiliki testis matang sepanjang tahun. Induk betina biasanya menumpahkan telur mereka di hulu sungai Isa dkk., 2012. Di daerah Riau, ikan kapiek Barbodes schwanenfeldii merupakan salah satu ikan hasil utama sungai Kampar dan pada perairan umum lain di sekitarnya. Ikan kapiek tertangkap dengan alat tangkap seperti rawai, jala, jaring insang dan pancing. Universitas Sumatera Utara Penangkapan ikan dilakukan sepanjang tahun. Puncak penangkapannya adalah pada musim kemarau yaitu pada saat permukaan air sungai mencapai titik yang paling rendah. Pada waktu tersebut kadang-kadang penangkapan dilakukan beramai-ramai dengan menggunakan jaring atau alat penangkap yang terbuat dari daun kelapa. Dengan jaring atau alat tersebut terdahulu, gerombolan ikan digiring ke bagian pinggir sungai yang berkerikil atau berpasir beramai-ramai Siregar, 1989. Morfometrik Karakterisasi populasi bisa dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya menggunakan analisis morfometrik Tschibwabwa, 1997; Sudarto, 2003; Gustiano, 2003. Morfometrik adalah perbandingan ukuran relatif bagian-bagian tubuh ikan yang mencerminkan perbedaan morfologi antar individu dan data yang dihasilkan adalah data yang tidak terpisah atau continous data Manly, 1989 diacu oleh Muflikah dan Arif, 2009. Karakter morfologi morfometrik dan meristik telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi. Hal ini juga banyak membantu dalam menyediakan informasi untuk pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi dalam tingkat intra species ras adalah variasi fenotip yang tidak selalu tepat dibawah kontrol genetik tapi dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Pembentukan fenotip dari ikan memungkinkan ikan dalam merespon secara adaptif perubahan dari lingkungan melalui modifikasi fisiologi dan kebiasaan. Lingkungan mempengaruhi variasi fenotip, walau bagaimanapun karakter morfologi Universitas Sumatera Utara telah dapat memberikan manfaat dalam identifikasi stok dalam suatu populasi yang besar Turan, 1998 diacu oleh Akbar, 2008. Evaluasi berbagai karakteristik ikan merupakan bagian penting dari setiap studi aspek biologi yang bertujuan untuk perbaikan genetik dari stok ikan. Variasi fenotipe antara strain dan korelasi antara studi karakteristik, baik di alam maupun di dalam ruangan memiliki pertumbuhan tertentu berupa karakteristik yang paling menonjol, yang dapat digunakan sebagai indikator untuk meningkatkan Reproduksi dalam budidaya Akhter dkk., 2003. Morfometrik merupakan salah satu cara untuk mendeskripsikan jenis ikan dan menentukan unit stok pada suatu perairan dengan berdasarkan atas perbedaan morfologi spesies yang diamati. Pengukuran morfometrik dapat dilakukan antara lain panjang standar, moncong atau bibir, sirip punggung, atau tinggi batang ekor Rahmat, 2011. Studi morfometrik secara kuantitatif memiliki tiga manfaat yaitu membedakan jenis kelamin dan spesies, mendeskripsikan pola-pola keragaman morfologis antar spesies, dan mengklasifikasikan serta menduga hubungan filogenik. Perbedaan morfologis antar populasi atau spesies biasanya digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau ciri-ciri anatomi tertentu. Hal yang sama dapat dilakukan pada ciri-ciri meristik. Terdapat perbedaan yang mendasar antara ciri morfometrik dan meristik, yaitu ciri meristik memiliki jumlah yang lebih stabil selama masa pertumbuhan, sedangkan ciri morfometrik berubah secara kontinu sejalan dengan ukuran dan umur Strauss and Bond 1990 diacu oleh Rachmawati, 2009. Universitas Sumatera Utara Karakter morfometrik dapat membantu dalam menyediakan informasi untuk pendugaan stok sebaran populasi dalam habitat atau lingkungan perairan tempat hidupnya. Hasil dari kajian morfometrik dapat digunakan sebagai salah satu perangkat manajemen sumberdaya biota di alam, menjadikan kajian morfometrik ini cukup banyak dipelajari oleh para ahli perikanan Anggraini 1991diacu oleh Muzammil, 2010. Ciri morfometrik pada ikan merupakan beberapa ukuran baku, antara lain panjang. Tinggi dan lebar badan. Tiap spesies ikan mempunyai ukuran mutlak yang berbeda-beda yang disebabkan oleh umur, jenis kelamin dan lingkungan hidupnya. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain makanan, suhu, pH dan salinitas. Ukuran tiap individu ikan berbeda sehingga ukuran ikan mutlak tidak dapat digunakan sebagai patokan dalam perbandingan Affandi dkk., 1992 diacu oleh Surawijaya, 2004. Menurut Kusrini dkk., 2008 Pengukuran secara morfometrik merupakan suatu teknik yang lebih baik untuk membedakan bentuk tubuh pada populasi. Pengukuran keragaman genetik berdasarkan karakter fenotipe dengan metode morfometrik lebih mudah dilakukan dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pengukuran berdasarkan karakter genotipenya. Morfometrik dapat dilakukan dengan tujuan antara lain untuk membedakan strainspesiespopulasi menentukan jarak genetik dan mencari indikator morfologi untuk tujuan seleksi. Perbedaan morfologi antar populasi atau spesies digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau dengan anatomis tertentu. Jika suatu spesies mempunyai bentuk tubuh lebih sempit dan lebih dalam daripada spesies lainnya atau memiliki mata yang relative besar ukurannya merupakan deskripsi Universitas Sumatera Utara kualitatif. Deskripsi kualitatif dianggap belum memadai, sehingga seringkali diperlukan ekpresi kuantitatif dengan mengambil ukuran dari individu. Manfaat dari studi morfometri secara kuantitatif yaitu dapat membedakan individu antar jenis kelamin atau spesiesnya, menggambarkan pola-pola keragaman morfometrik antar populasi maupun spesies Suci, 2007. Yuliana dkk., 2013 menyatakan bahwa morfometri untuk setiap individu sering menunjukkan hasil pengukuran yang berbeda-beda, beberapa hal yang mempengaruhinya adalah umur, jenis kelamin, makanan yang cukup, persentase unsur kimia dalam perairan dan keadaan lingkungan hidupnya. Pengukuran karakter morfometrik perlu diperhatikan, agar tidak terjadi kesalahan. Hal tersebut penting karena karakter morfometrik salah satu cara identifikasi. Cara pengukuran yang dipakai harus mengikuti kaidah yang berlaku, contoh: untuk mengukur panjang standar diukur dari bagian terdepan moncong atau bibir atas sampai pangkal sirip ekor. Pangkal sirip ekor dapat diketahui dengan cara menekukkan sirip ekornya Nurdawati dkk., 2007. Genus Barbodes mempunyai ciri morfologi mulut kecil, terminal sub terminal, celahnya tidak memanjang melebihi garis vertical yang melalui pinggiran depan mata, mempunyai bibir halus berpapila atau tidak tetapi tanpa lipatan, bibir bagian atas terpisah dari moncongnya oleh satu lekukan yang jelas, pangkal bibir atas tertutup oleh lipatan kulit moncong, pada ujung rahang bawah tidak ada ada tonjolan. Bagian perut di depan sirip perut datar atau membulat tidak memipih membentuk geligir tajam, jika terdapat geligir hanya di bagian belakang sirip perut Surawijaya, 2004. Universitas Sumatera Utara Meristik Ciri-ciri meristik adalah jumlah bagian-bagian tubuh ikan misalnya jari-jari sirip dan sisik yang akan digunakan untuk mengidentifikasi serta mengklasifikasinya. Dengan sifat-sifat meristik dapat diketahui kemantapan sifat suatu spesies tertentu, yang mungkin berubah karena seleksi habitat atau tekanan-tekanan pengelolaan sumberdaya perairan itu Surawijaya, 2004. Karakter meristik juga merupakan cara untuk mengidentifikasi ikan. Adapun bagian tubuh ikan yang sering dilakukan secara meristik adalah sirip. Penghitungan sirip yang sering digunakan dalam identifikasi adalah sirip punggung, sirip perut, sirip dubur, dan sirip dada. Sedang sirip ekor hanya dihitung pada kelompok ikan tertentu. Perhitungan sirip dibedakan antara jumlah jari-jari keras dan jari-jari lunak Nurdawati dkk., 2007. Perbedaan morfologis antar populasi atau spesies biasanya digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau ciri-ciri anatomis tertentu. Terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik, yaitu ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama masa pertumbuhan, sedangkan karakter morfometrik berubah secara kontinu sejalan ukuran dan umur Widiyanto, 2008. Genus Barbodes mempunyai sisik dengan struktur beberapa jari-jari sisik sejajar atau melengkung ke ujung, sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping. Ada tonjolan sangat kecil yang memanjang dari tulang mata sampai ke moncong dan dari dahi sampai ke antara mata. Bibir bagian atas terpisah dari moncongnya oleh suatu lekukan yang jelas. Pangkal bibir atas tertutup oleh lipatan kulit moncong. Bagian perut di depan sirip perut datar atau membulat tidak memipih membentuk geligir tajam. jika terdapat geligir hanya terbatas di bagian belakang sirip Universitas Sumatera Utara perut. Tidak ada tonjolan di ujung rahang bawah. Terdapat 5 – 812 jari-jari bercabang pada sirip dubur. Tidak ada duri mendatar di depan sirippunggung. Jari- jari terakhir sirip punggung lemah atau keras, tapi tidak bergerigi. Jari-jari terakhir sirip punggung halus atau bergerigi di belakangnya, 7- 10,5 jari-jari bercabang pada sirip punggung. Gurat sisi tidak sempurna, tidak ada atau berakhir di pertengahan pangkal sirip ekor. Tidak ada pori tambahan pada sisik sepanjang gurat sisi. Pori-pori pada kepala terisolasi, tidak membentuk barisan sejajar yang padat. Mulut terminal atau subterminal. Mempunyai bibir halus berpapila atau tidak, tetapi tanpa lipatan. Mulut kecil, celahnya tidak memanjang melebihi garis vertical yang melalui pinggiran depan mata. Jari-jari sirip dubur tidak mengeras Kottelat dkk., 1993. Barbodes schwanenfeldii memiliki ciri meristik yaitu gurat sisi sempurna, 13 sisik sebelum awal sirip punggung, 8 sisik antara sirip punggung dan gurat sisi, badan berwarna perak dan kuning keemasan, sirip punggung merah dan bercak hitam pada ujungnya, sirip dada, sirip perut dan sirip dubur berwarna merah, sirip ekor berwarna oranye atau merah dengan pinggiran garis hitam dan putih sepanjang cupang sirip ekor Kottelat dkk., 1993. Perbedaan karakter meristik bilateral dapat terjadi karena tidak stabilnya perkembangan individu bagi faktor gentik maupun faktor lingkungan. Keadaan organisme yang memiliki perkembangan genetik yang teratur disebut Homeostatis, dimana kondisi stabilitas perkembangan tetap terjaga dan fisiologis organisme terhadap fluktuasi lingkungan dalam kisaran normal. Organisme yang dikatakan normal adalah organisme yang memiliki ciri-ciri fenotipe mendekati ciri-ciri fenotip yang dimiliki oleh populasi normal dan memiliki daya homeostatis yang tinggi Yusuf, 2010. Universitas Sumatera Utara Faktor Fisika dan Kimia Perairan Suhu Suhu mempengaruhi aktifitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun di perairan air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim Ghufran dkk., 2010. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat Effendi, 2003. pH Derajat Keasaman pH singkatan dari Puissance negatif de H yaitu logaritma dari kepekatan ion- ion hydrogen yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen pada suhu tertentu Ghufran dkk., 2010. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Ammonium bersifat toksik. Namun pada suasana alkalis pH tinggi lebih banyak Universitas Sumatera Utara ditemukan amoniak yang tidak terionisasi dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap kedalam tubuh organism akuatik dengan ammonium. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat berpengaruh pada proses biokimiawi perairan Effendi, 2003. Nilai pH air tidak berpengaruh langsung terhadap kehidupan biota akuatik, tetapi melalui mekanisme peningkatan daya racun misalnya peningkatan ammonia tidak terionisasi pada pH diatas 7. Sedangkan pH air yang rendah menyebabkan peningkatan H 2 S dan daya racun nitrit, gangguan fisiologis sehingga dapat mengalami setress dan peningkatan kematian pada perairan. Chien, 1992 diacu oleh Ameliawati, 2003. DO Disolved oxygen Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm Fardiaz, 1992 diacu oleh Umiyati, 2002. Ketersediaan DO berperan penting dalam penguraian proses bahan organik. Pada kadar DO yang rendah, proses penguraian bahan organik akan menjadi lambat. Jika proses penguraian berlangsung secara anaerob, maka perairan akan menghasilkan H 2 S dan NH 3 N yang bersifat reduktif dan toksik Purnomo, 1998 diacu oleh Ameliawati, 2002. Universitas Sumatera Utara Arus Arus adalah gerakan massa air yang arah gerakannya horizontal maupun vertikal. Arus sungai adalah gerakan massa air sungai yang arahnya searah dengan aliran sungai menuju hilir atau muara. Faktor yang mempengaruhi arus, yaitu tahanan dasar, perbedaan densitas Agustini dkk. 2013 Kecepatan arus penting diamati sebab menurut Angelier 2003 merupakan faktor pembatas kehadiran organism di dalam sungai. Kecepatan arus sungai berfluktuasi 0,09 - 1,40 mdetik yang semakin melambat ke hilir. Faktor gravitasi, lebar sungai dan material yang dibawa oleh air sungai membuat kecepatan arus di hulu paling besar Siahaan dkk, 2012 Kekeruhan Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan intensitas cahaya sampai pada suatu nilau optimum tertentu cahaya saturasi. Diatas nilai tersebut, cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis cahaya inhibisi, sedangkan dibawahnya merupakan cahaya pembatas pada suatu kedalaman dimana fotosintesis sama dengan respirasi. Penetrasi sinar matahari kedalam kolom air dipengaruhi oleh tingkat kekeruhan air Ameliawati, 2003. Kecerahan air sungai dipengaruhi oleh banyaknya material tersuspensi yang ada di dalam air sungai. Material ini akan mengurangi masuknya sinar matahari ke air sungai. Semakin ke hilir semakin banyak material yang ada di dalam air sungai yang semakin menurunkan kecerahan air sungai berakibat pada penurunan kecerahan air sungai Siahaan dkk., 2012. Universitas Sumatera Utara Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan-bahan tarsuspensi yang bervariasi, dari ukuran kolodial sampai dispersi kasar, tergantung dari derajat turbulensinya. Kebanyakan bahan-bahan ini berupa zat organik dan anorganik. Didaerah pemukiman, kekeruhan disebabkan oleh buangan penduduk dan buangan industri baik yang telah diolah maupun belum mengamati pengolahan. Kekeruhan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem pernafasan organisme akuatik, menghalangi penetrasi cahaya dan menurunkan kualitas perairan Umiyati, 2002. Menurut Boyd 1982 diacu oleh Johan dan Edirmawan 2011 perairan yang memiliki kecerahan 0,60 m – 0,90 m dianggap cukup baik untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme lainnya. Akan tetapi jika kecerahan 0,30 m, maka dapat menimbulkan masalah bagi ketersediaan oksigen terlarut diperairan. Kisaran kekeruhan 13,65 – 18,94 NTU secara umum cukup baik dan masih mendukung kehidupan organisme aquatik. Alearts dan Santika 1984 menambahkan bahwa nilai minimum untuk kekeruhan adalah 5 NTU dan maksimum yang diperbolehkan adalah 25 NTU. Universitas Sumatera Utara METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel telah dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014. Adapun lokasi penelitian bertempat di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Setelah ikan Lemeduk tertangkap dan dimasukkan kedalam coolbox kemudian dilakukan pengukuran karakter meristik dan morfometrik ikan Lemeduk Barbodes schwanenfeldii di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu. Lokasi pengambilan sampel ikan dapat disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Universitas Sumatera Utara Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS Global Positioning System, pH meter, bola duga, termometer, kaliper digital, coolbox, penggaris, jala, gill net, pinset, tongkat berskala, plastik, kertas milimeterblok, alat tulis dan Kamera digital. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan Alkohol 96, Ikan Lemeduk Barbodes schwanenfeldii, MnSO 4, KOH-KI, H 2 SO 4, NA 2 S 2 O 3, Amilum dan sampel air. Alat dan bahan dapat dilihat pada lampiran 1. Prosedur Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun untuk pengambilan sampel adalah “Purposive Sampling”. Terdapat empat stasiun pada penelitian ini dengan penentuan sampel berdasarkan perbedaan aktifitas oleh masyarakat. Untuk keterangan stasiun penelitian dapat dilihat pada deskripsi area berikut ini. Deskripsi Area Adapun deskripsi area tiap stasiun atas berbagai pertimbangan adalah sebagai berikut: a. Stasiun 1 Stasiun ini terletak di desa Bandar Labuhan kecamatan tanjung morawa yang secara geografis terletak pada 3 29` 47,82`` LU 98 46` 5,55`` BT. Lokasi ini merupakan daerah tanpa aktifitas rutin. Lingkungan masih dikelilingi oleh pepohonan. Kondisi stasiun 1 disajikan pada Gambar 4. Universitas Sumatera Utara Gambar 4. Stasiun 1 b. Stasiun 2 Stasiun ini terletak di Tanjung Morawa yang secara geografis terletak pada 03 o 31` 30,4`` LU 098 o 47` 11,9`` BT Lokasi ini terdapat dibelakang PDAM, dan belakang rumah sakit. Jarak stasiun 1 ke stasiun 2 sekitar 4 km. Kondisi stasiun 2 disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Stasiun 2 c. Stasiun 3 Stasiun ini terletak di Desa Aras Kabu Kecamatan Batang Kuis yang secara geografis terletak pada 03 o 37` 02,2`` LU 098 o 50` 02,8`` BT . Lokasi ini berupa muara pertemuan Sungai Batugingging dan Sungai Belumai yang Universitas Sumatera Utara terdapat aktifitas penangkapan. Jarak antara stasiun 2 ke stasiun 3 sekitar 11 km. Kondisi stasiun 3 dapat disajikan pada Gambar 6. Gambar 6. Stasiun 3 d. Stasiun 4 Stasiun ini terletak di Desa Aras kabu Kecamatan Batang Kuis yang secara geografis terletak pada 03 o 38` 01,9`` LU 098 o 50` 06,3``BT. Lokasi ini dibagian bawah muara. Daerah ini juga dapat dijumpai beberapa aktifitas penangkapan dan aktifitas domestik seperti mandi, mencuci dan lain-lain. Jarak dari stasiun 3 ke stasiun 4 sekitar 1 km. Kondisi stasiun 4 disajikan pada Gambar 7. Gambar 7. Stasiun 4 Universitas Sumatera Utara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel ikan menggunakan jala dan Gill net dengan mesh size 2 inchi dengan diameter tebar 4 meter pada hari yang sama. Ikan dikumpulkan selama 3 hari dengan interval waktu dua minggu. Seluruh ikan Lemeduk yang tertangkap dimasukkan ke dalam coolbox guna di amati karakter morfometrik dan meristik di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu. Pada saat pengambilan ikan dilakukan pengukuran parameter fisika dan kimia untuk mengetahui kualitas air. Pengukuran Karakter Morfometrik dan Meristik Karakter morfometrik yang di ukur pada ikan Lemeduk ini adalah sebagai berikut: a. Panjang total : Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan ujung sirip caudal yang paling belakang b. Panjang Standar : Jarak antara ujung bagian kepala yang paling depan dengan pelipatan pangkal sirip caudal c. Panjang kepala: Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan ujung terbelakang dari keping tutup insang operculum d. Panjang batang ekor : Jarak miring antara ujung dasar sirip dengan pangkal jari- jari tengah sirip caudal e. Panjang moncong : panjang antara ujung mulut ikan ke pangkal dekat mata f. Tinggi sirip punggung : jarak antara dari awal sirip sampai ke ujung sirip yang awal g. Panjang pangkal sirip punggung : jarak antara awal sirip hingga ujung sirip punggung terakhir Universitas Sumatera Utara h. Diameter mata : Panjang garis tengah rongga mata i. Tinggi batang ekor : Diukur pada bagian batang ekor pada tempat yang terendah j. Tinggi badan : Diukur pada bagian ventral tertinggi antara bagian dorsal dengan bagian ventral k. Panjang sirip dada : Jarak sirip awal dan sirip terakhir pada sirip dada terakhir l. Panjang sirip perut : Jarak antara sirip pertama dengan sirip terakhir pada sirip perut Sedangkan karakter meristik dilakukan penghitungan sisik bagian tubuh ikan. Adapun karakter meristik yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Jumlah sisik pada gurat sisi linea lateralis scales Merupakan jumlah sisik yang berpori pada garis lateral jumlah pori-pori pada gurat sisi 2. Jumlah sisik melintang badan transversal line scales Merupakan jumlah baris sisik antara gurat sisi dan awal sirip punggung dan antara gurat sisi dan awal sirip dubur 3. Jumlah sisik di depan sirip punggung predorsal scales Meliputi semua sisik di pertengahan punggung antara insang dan awal sirip punggung 4. Jumlah sisik di sekeliling batang ekor caudal peduncle scales Merupakan jumlah baris sisik yang melingkari batang ekor pada bidang yang tersempit 5. Sirip punggung dorsal fin Merupakan sirip yang terdapat di bagian punggung ikan. Sirip-sirip tersebut tersusun atas jari jari sirip yang bersifat keras, lemah dan lemah mengeras. Universitas Sumatera Utara 6. Sirip Perut ventral fin Merupakan sirip yang berada pada bagian perut. Sirip tersusun atas jari sirip lemah dan lemah mengeras. 7. Sirip Dada pectoral fin Sirip yang terletak di posterior operculum atau pada pertengahan tinggi pada kedua sisi tubuh ikan. umumnya terdiri dari satu atau lebih duri keras. 8. Sirip Dubur anal fin Merupakan sirip yang berada pada bagian ventral tubuh di daerah posterior anal. 9. Sirip Ekor caudal fin Merupakan sirip ikan yang berada di bagian posterior tubuh ikan. Sirip ikan dirumuskan dengan menggunakan perhitungan semua jari-jari yang menyusun sirip ikan. Jari-jari yang dihitung tersebut meliputi jari-jari keras dan lunak. Kemudian ditulis dengan rumus D dorsal yaitu jumlah jari-jari keras ditulis dengan angka romawi dan jumlah jari-jari lunak ditulis dengan angka biasa, P perctoral yaitu jumlah jari-jari keras ditulis dengan angka romawi dan jumlah jari- jari lunak ditulis dengan angka biasa, V ventral yaitu jumlah jari-jari keras ditulis dengan angka romawi dan jumlah jari-jari lunak ditulis dengan angka biasa, A anal yaitu jumlah jari-jari keras ditulis dengan angka romawi dan jumlah jari-jari lunak ditulis dengan angka biasa, C Caudal yaitu jumlah jari-jari lunak dengan angka biasa. Universitas Sumatera Utara Gambar 8. Bagian Morfometrik ikan: a. Panjang Total, b. Panjang Standar, c. Panjang Kepala, d. Panjang Batang Ekor, e. Panjang Moncong, f. Tinggi Sirip Punggung, g. Panjang Pangkal Sirip Punggung h. Diameter Mata i. Tinggi Batang Ekor, j. Tinggi Badan, k. Panjang Sirip Dada, l. Panjang Sirip Perut Pengukuran Faktor Fisika Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika kimia perairan dilakukan pada saat pengambilan sampel ikan. Pengukuran suhu air menggunakan Termometer yang dimasukkan ke badan air selama beberapa menit kemudian dilihat suhu air tersebut. Pengukuran ini dilakukan setiap lokasi penangkapan pada tiap stasiun. Pengukuran kecepatan arus menggunakan Bola Duga. Diambil jarak 5 m dari satu titik ke titik lainnya, kemudian benda tersebut diletakkan mengikuti arah arus pada titik awal dan dihitung waktu yang ditempuh dari satu titik ke titik lain. Pengukuran arus juga dihitung pada setiap lokasi penangkapan pada tiap stasiun. Pengukuran pH menggunakan pH meter yang dimasukkan ke badan air selama beberapa menit kemudian dilihat pH air tersebut. Pengukuran ini dilakukan setiap lokasi penangkapan pada tiap stasiun. DO diukur menggunakan Metode Winkler. Cara kerja pengukuran DO menggunakan metode ini dapat dilihat pada lampiran. Pengukuran ini dilakukan setiap melakukan penangkapan pada tiap stasiun. Universitas Sumatera Utara Kedalaman diukur menggunakan Tongkat berskala yang dimasukkan kedalam sungai sampai ke dasar, kemudian diukur kedalaman sungai. Pengukuran ini dilakukan setiap lokasi penangkapan pada tiap stasiun. Kekeruhan diukur menggunakan metode spektrofotometri. Sampel air diambil menggunakan botol gelap kemudian dibawa ke Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit Kelas 1 Medan guna dilihat nilai kekeruhannya. Pengukuran ini dilakukan setiap melakukan penangkapan pada tiap stasiun. Analisis Data Analisis karakter morfometrik dilakukan dengan dua analisis yakni menggunakan analisis komponen utama dan analisis korelasi. Metode untuk menghitung perbedaan karakter morfometrik dari tiap stasiun menggunakan analisis data yang dinamakan Analisis Komponen Utama AKU. Analisis korelasi karakter morfometrik digunakan untuk melihat karakter-karakter morfometrik yang memiliki keterkaitan antara satu karakter dengan karakter lainnya. Analisis statistik ini dapat dilakukan menggunakan Minitab versi 14. Apabila ditemukan koefisien komponen memiliki tanda yang sama hal ini mengindikasikan adanya variasi ukuran dan apabila ditemukan komponen memiliki kedua tanda positif dan negatif ini menunjukkan adanya indikasi variasi be ntuk dari ikan Doherty dan McCarthy, 2004. Untuk menganalisis karakter meristik digunakan analisa perbandingan dengan membandingkan karakter meristik yang sudah ada dalam literatur atau penelitian sebelumnya dengan karakter meristik yang dihitung. Teknik perbandingan yang Universitas Sumatera Utara digunakan adalah membandingkan jumlah dan kisaran jumlah karakter meristik keempat stasiun yang dihitung dengan kisaran meristik dari literatur. Dari hasil perbandingan akan terlihat jarak kisaran ukuran karakter meristik yang dihitung dengan literatur. Literatur yang digunakan adalah dari www.fishbase.org dan Kottelat, et al., 1993. Analisis karakter meristik juga dilakukan untuk menghitung kisaran nilai masing-masing dari karakter meristik. Dari kisaran ini dapat menjadi dasar dalam penulisan rumus suatu karakter meristik. Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil Tangkapan Ikan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai Belumai berjumlah 55 ekor, diantaranya 12 ekor terdapat di stasiun I, 10 ekor di stasiun II, 23 ekor di stasiun III dan stasiun IV terdapat 10 ekor. Hasil tangkapan ikan tertinggi diperoleh di stasiun III yang merupakan pertemuan Sungai Belumai dengan Sungai Kualanamu. Hasil tangkapan yang diperoleh pada tiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Hasil Tangkapan Ikan Lemeduk di Sungai Belumai Analisis Karakter Morfometrik Berdasarkan hasil analisis komponen utama dari 12 karakter morfometrik diperoleh 12 komponen utama. Dari keseluruhan data dikelompokkan berdasarkan 5 10 15 20 25 Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Universitas Sumatera Utara jenis kelamin. Diambil dua komponen utama yang dapat mewakili informasi dari beberapa stasiun. Dari dua komponen utama yang digunakan diperoleh ragam kumulatif karakter morfometrik ikan Lemeduk keseluruhan yang tertangkap di perairan Sungai Belumai sebesar 84,3 yang terdiri dari komponen utama ke-1: 76,6 dan komponen utama ke-2: 7,7. Hasil ini merupakan ekstraksi dari 12 komponen karakter morfometrik yang diukur baik jantan, betina, ataupun keseluruhan. Nilai Komponen utama yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komponen Utama ke-1 dan ke-2 ikan Lemeduk Karakter Jantan Betina Gabungan PC1 PC2 PC1 PC2 PC1 PC2 PT -0.331 -0.081 -0.305 0.108 -0.317 0.115 PS -0.311 -0.107 -0.305 -0.013 -0.306 0.091 PK -0.264 -0.187 -0.265 0.249 -0.266 0.125 PBE -0.260 -0.194 -0.265 0.463 -0.255 0.356 PM -0.249 -0.328 -0.260 0.189 -0.258 0.247 TSP -0.323 -0.030 -0.295 0.204 -0.308 0.109 PPSP -0.195 0.646 -0.272 -0.568 -0.245 -0.620 DM -0.208 0.614 -0.268 -0.549 -0.244 -0.611 TBE -0.313 -0.069 -0.309 -0.026 -0.310 0.066 TB -0.323 0.043 -0.306 -0.025 -0.315 -0.033 PSD -0.324 0.012 -0.305 -0.082 -0.312 -0.005 PSP -0.319 0.003 -0.302 0.050 -0.310 0.022 Eigenvalue 8.4515 1.3096 10.010 0.619 9.1936 0.9251 Proportion 0.704 0.109 0.834 0.052 0.766 0.077 Cumulative 0.704 0.813 0.834 0.886 0.766 0.843 Ket: = yang memberikan pengaruh keragaman morfometrik Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Hasil Penelitian Keragaman Fenotip pada ikan Lemeduk di Sungai Belumai Keragaman fenotip tiap karakter menunjukkan nilai tertinggi pada variabel panjang total PT dengan 11,74 dan Diamater mata DM dengan keragaman terendah 0,0194. Nilai keragaman fenotip yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Nilai Keragaman Fenotip Ikan Lemeduk Karakter Rata-rata Simpangan baku Keragaman Fenotip PT 20.55818 3.426406 11.74026 PS 15.91131 3.558574 12.66345 PK 3.500164 0.687856 0.473146 PBE 2.029236 0.523869 0.274439 PM 0.794673 0.185162 0.034285 TSP 3.592182 0.683437 0.467087 PPSP 2.552273 0.639406 0.40884 DM 1.0224 0.139443 0.019444 TBE 2.316836 0.426214 0.181659 TB 6.658636 1.076183 1.158169 PSD 3.278582 0.60767 0.369262 PSP 3.119436 0.615044 0.378279 Kesamaan karakter morfometrik menunjukkan ikan Lemeduk di Sungai Belumai adalah unit populasi yang sama. Aktifitas yang terdapat di Sungai Belumai tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bentuk morfometrik ikan Lemeduk. Pada Gambar 10 ditampilkan hasil analisis penyebaran individu dan korelasi karakter morfometrik ikan Lemeduk di Sungai Belumai pada 4 stasiun. Universitas Sumatera Utara Analisis Karakter Meristik Untuk hasil perhitungan meristik ikan Lemeduk di Sungai Belumai disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Kisaran Meristik Ikan Lemeduk B. Schwanenfeldii No karakter St I St II St III St IV Kottelat 1993 Fishbase 1 Sisik Linea Literalis 35-36 34-36 34-36 36 35-36 2 Sisik Melintang Badan 17-18 17-20 17-20 20 3 Sisik Di Depan Sirip Punggung 13-14 13-14 13-14 13-14 13-14 4 Jumlah Sisik Di Sekeliling Batang Ekor 16 16 16 16 5 Sirip Punggung DIII.9 DIII.9 DIII.9 DIII.9 DIII.8 6 Sirip Perut VI.8 VI.8 VI.8 VI.8 7 Sirip Dada PI.14 PI.14 PI.14 PI.13-14 8 Sirip Dubur AIII.6 AIII.6 AIII. 6 AIII. 6 AIII.5 9 Sirip Ekor 33 32 33 33 Parameter Fisika kimia perairan Sungai Belumai Berdasarkan hasil pengamatan kondisi Perairan Sungai Lemeduk diperoleh nilai faktor fisika-kimia yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter Fisika Kimia Perairan di Sungai Belumai Parameter yang diukur Stasiun 1 II III IV Suhu o C 28-30 29 - 30 28-31 27-34 pH 5,6 – 7,5 5,6 - 7 5,3 – 6,5 4,2 - 6,6 Kedalaman cm 94,6 - 137 66,3 – 87,3 116,3 –137,6 261,6 -308,3 Kekeruhan NTU 1,03 – 7,15 2,18 – 6,93 5,38 – 34,7 3,34 – 36,5 DO mgl 4,081 - 8,16 3,57 – 6,12 1,42 – 4,08 0,61 – 3,06 Kecepatan arus ms 0.509 – 1,25 0,89 – 1,08 0,15 – 0,39 0,095 - 0,3 Universitas Sumatera Utara Pembahasan Hasil Tangkapan Ikan Lemeduk yang diteliti pada penelitian ini keseluruhan berjumlah 55 ekor yang terdiri dari 21 ekor ikan betina dan 34 ekor ikan jantan. Pada stasiun I terdapat 12 ekor ikan Lemeduk yang tertangkap, 10 ekor tertangkap di stasiun II, 23 ekor pada stasiun III dan stasiun IV terdapat 10 ekor. Ikan yang tertangkap banyak terdapat di stasiun III yang merupakan pertemuan antara Sungai Kualanamu dengan Sungai Batugingging. Berdasarkan kisaran ukuran ikan yang didapat pada tiap stasiun maka ditemukan perbedaan ukuran dari ikan yang diukur pada keempat stasiun tersebut. Untuk stasiun I ukuran ikan panjang total kisaran 21,4 mm - 29 mm, Stasiun II ukuran ikan sekitar 184 mm - 295 mm, Stasiun III berkisar 153 mm -208 mm dan stasiun IV berkisar antara 166 mm – 204 mm dengan bobot 53-151,14 gram Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. Dari hasil penelitian Setiawan 200 diperoleh jumlah keseluruhan ikan lampam B. Schwanenfeldii yang tertangkap diperairan Sungai Musi dari hulu sampai hilir sebanyak 425 ekor, yang terdiri dari 238 ekor ikan jantan dan 187 ekor ikan betina. Ikan yang tertangkap memiliki panjang total 51-280 mm dengan bobot tubuh 1,25-336 gram. Perbedaan hasil tangkapan baik berupa jumlah tangkapan, bobot tubuh maupun kisaran panjang total ini diduga karena interval pengambilan sampel ikan ini di Sungai Musi jauh lebih lama daripada yang dilakukan di Sungai Belumai. Pengambilan sampel di Sungai Musi interval 3 bulan sedangkan di Sungai Belumai Universitas Sumatera Utara dengan interval 2 minggu. Untuk pengambilan sampel di Sungai Musi menggunakan berbagai ukuran mata jaring 0,5-2 inci sedangkan pengambilan sampel di Sungai Belumai hanya menggunakan satu ukuran mata jaring yaitu 2 inci. Alat tangkap gillnet dengan beberapa ukuran mata jaring memungkinkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang beragam. Banyak tertangkapnya ikan yang berukuran kecil diduga adalah hasil tangkapan yang berukurun 0,5 inci, sedangkan ikan yang tertangkap berukuran besar hasil tangkapan gillnet dengan ukuran 2 inci. Analisis Karakter Morfometrik Analisis Komponen Utama AKU atau Principal Component Analysis PCA digunakan untuk mereduksi banyaknya peubah variabel yang digunakan dalam sejumlah data hingga mendapatkan suatu komponen utama yang dapat menggambarkan sebagian besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total yang terkandung di dalam sejumlah variabel. Seluruh karakter morfometrik yang dianalisis menggunakan program PCA Principal Components Analysis didapat suatu matriks data yang nilai-nilainya menunjukkan seberapa dekat suatu karakter memiliki keterkaitan dengan karakter lainnya. Berdasarkan hasil analisis komponen utama dari 12 karakter morfometrik diperoleh 12 komponen utama. Dari keseluruhan komponen diambil dua komponen utama yang dapat mewakili informasi dari beberapa stasiun. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1. yakni ragam kumulatif yang besar pada kedua komponen utama. Hasil ini merupakan ekstraksi dari 12 komponen karakter morfometrik yang di ukur. Data morfometrik ikan Lemeduk yang tertangkap dapat dilihat pada lampiran 2. Universitas Sumatera Utara Pada ikan jantan diperoleh ragam kumulatif karakter morfometrik ikan Lemeduk di Sungai Belumai sebesar 81,3 dengan komponen utama ke-1 bernilai 70,4 dan komponen ke-2 bernilai 10,9. Nilai 12 komponen yang dihitung dapat dilihat pada lampiran 3. Untuk ikan betina memiliki ragam kumulatif sebesar 88,6 diberikan komponen utama ke-1 sebesar 83,4 dan komponen 2 sebesar 5,2. Nilai 12 komponen yang dihitung dapat dilihat pada lampiran 4. Secara keseluruhan gabungan jantan dan betina dari dua komponen utama yang digunakan diperoleh ragam kumulatif karakter morfometrik ikan Lemeduk di Sungai Belumai sebesar 84,3 diberikan oleh komponen utama ke-1 : 76,6 dan komponen utama ke-2 : 7,7. Hal ini berarti apabila 12 variabel asli direduksi menjadi 2 variabel, maka variabel tersebut dapat menjelaskan 84,3 dari total keragaman 12 variabel asli. Nilai 12 komponen yang dihitung secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran 5. Pada komponen utama pertama baik data jantan, data betina maupun data keseluruhan yang merupakan gabungan antara jantan dan betina ikan Lemeduk yang terdapat di perairan ini menunjukkan semua koefisiennya komponen pertama bertanda negatif. Hasil penelitian oleh Doherty dan McCarthy 2004, menunjukkan metode yang sama dan hasil sesuai untuk jenis ikan yang berbeda. ikan yang diteliti merupakan ikan Salvelinus alpines. Jolicoeur dan Mosimann diacu oleh Doherty dan McCarthy 2004 juga menunjukkan bahwa setiap komponen memiliki semua koefisien dari tanda yang sama adalah indikasi dari variasi ukuran, sedangkan setiap komponen yang memiliki baik positif maupun negatif koefisien adalah indikasi dari variasi bentuk. Dengan demikian nilai pada komponen utama pertama hanya menunjukkan adanya variasi Universitas Sumatera Utara ukuran bukan perbedaan bentuk dari ikan Lemeduk. Hal ini dibuktikan oleh variasi ukuran ikan Lemeduk yang diukur pada empat stasiun. Pada komponen utama kedua secara keseluruhan diperoleh ragam kumulatif sebesar 7,7 . Pada nilai komponen utama kedua terlihat ada sebagian kecil variabel dari komponen utamanya yang bertanda negatif dengan dominasi variabel bertanda positif. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan ikan pada tiap stasiun juga memiliki keragaman bentuk, akan tetapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan untuk membuktikan bahwa ikan yang diteliti memiliki perbedaan bentuk. Pada tabel 1 juga terlihat beberapa karakter seperti Panjang Pangkal Sirip Punggung dan Diameter Mata memberikan pengaruh keragaman morfometrik. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa perbedaan aktifitas pada lokasi penelitian tidak mempengaruhi karakter fenotip ikan Lemeduk. Diduga karena lokasi stasiun yang berdekatan. Kesamaan karakter morfometrik menunjukkan ikan Lemeduk di Sungai Belumai adalah unit populasi yang sama. Perbedaan kisaran karakter morfometrik spesies pada tiap stasiun tersebut disebabkan adanya perbedaan umur dan jenis kelamin. Sedangkan faktor lingkungan seperti suhu, Arus dan pH diduga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap perbedaan ukuran perbandingan ciri morfometrik pada empat stasiun tersebut karena keseluruhannya dianggap berasal dari satu habitat yang memiliki faktor lingkungan sama yaitu aliran Sungai Belumai. Pada Tabel 2 yang merupakan Keragaman fenotip tiap karakter menunjukkan nilai tertinggi pada variabel panjang total PT dengan 11,74 dan Diamater mata DM dengan keragaman terendah 0,0194. Diameter mata merupakan salah satu karakter morfometrik yang mempengaruhi keragaman morfometrik, akan tetapi nilai Universitas Sumatera Utara keragamannya termasuk paling rendah. Dari nilai keragaman fenotip yang diperoleh diketahui bahwa perbedaan stasiun tidak mempengaruhi karakter morfologi ikan Lemeduk secara umum, hal ini ditunjukkan nilai keragaman fenotip yang tergolong rendah. Dari tabel tersebut juga dapat dilihat ikan yang tertangkap memiliki keragaman ukuran bukan keragaman bentuk. Berdasarkan analisis korelasi data morfometrik ikan Lemeduk, terlihat bahwa korelasi antar karakter memiliki kisaran yang cukup lebar yaitu antara 0,377 sampai 0,946. Hubungan yang sangat erat ditunjukkan oleh karakter Tinggi Batang Ekor TBE dan Panjang standar PS dengan nilai korelasi sebesar 0,946 sedangkan untuk korelasi terendah ditunjukkan oleh karakter panjang pangkal sirip punggung PPSP dan Panjang Batang Ekor PBE dengan nilai korelasi sebesar 0,377. Namun analisis korelasi karakter morfometrik ini hanya menunjukkan karakter-karakter yang memiliki hubungan saling terkait dengan karakter lainnya dan bukan menjadi standar dalam identifikasi ikan Lemeduk. Nilai korelasi karakter morfometrik pada B. schwanenfeldii dapat dilihat pada Lampiran 6. Analisis Karakter Meristik Untuk penghitungan meristik mencakup pengukuran sirip ikan maupun jumlah sisik ikan. Sirip pada ikan ini dapat dibedakan atas dua macam, yaitu sirip keras dan sirip lemah. Sirip keras tidak berbuku-buku, tidak dapat dibengkokkan dan biasanya berupa duri, cucuk, atau patil, dan berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri. Jari-jari lemah bersifat agak cerah, seperti tulang rawan, mudah dibengkokkan, dan berbuku-buku atau beruas-ruas. Bentuknya berbeda-beda tergantung pada jenis ikannya. Perumusan jari-jari keras digambarkan dengan angka Universitas Sumatera Utara Romawi, walaupun jari-jari itu pendek sekali. Untuk pengukuran sirip lemah digambarkan menggunakan angka biasa. Penghitungan karakter meristik berupa jumlah jari – jari sirip dorsal D pada ikan Lemeduk di keempat stasiun menunjukkan kisaran hasil yang sama yaitu 3 buah sirip keras dan 9 sirip lemah. Hal ini mendekati rumus umum sirip dorsal menurut fishbase yaitu 3 sirip keras dan 8 sirip lemah. Untuk jumlah jari – jari sirip anal memiliki jumlah yang sama untuk ikan di keempat stasiun yaitu berkisar 2 buah dengan literatur dari fishbase.org dimana ikan ini memiliki 3 sirip keras dan 6 sirip lemah. Untuk karakter meristik yang lain, sirip ventral memiliki 1 buah sirip keras dan sirip lemah sebanyak 8 buah, jumlah sirip caudal sekitar 32-33 buah, jumlah sisik pada garis rusuk LL 34-36 buah, jumlah sisik melintang badan 17-20 buah, jumlah sisik di muka sirip dorsal 13-14 buah, dan Jumlah sisik sekeliling batang ekor berjumlah 16 buah. Untuk melihat data meristik ikan Lemeduk dapat dilihat pada lampiran Hasil yang didapat dari keempat stasiun menunjukkan kesamaan jumlah karakter meristik pada ikan Lemeduk. Sebagai tambahan, diperoleh hasil penelitian Setiawan 2007 pada ikan yang sama B. Schwanenfeldii dengan jumlah sisik sepanjang Linea Literalis berjumlah 34-36, jumlah sisik di muka sirip dorsal berjumlah 13 sisik, jumlah sisik sekeliling batang ekor berjumlah 18 sisik. hasil pengukuran yang dilakukan oleh Setiawan masih dalam kisaran meristik yang dihitung pada penelitian ini. Hasil penelitian Gante dkk., 2008 menunjukkan hasil yang tidak berbeda pada penelitian ini. Pada pengukuran meristik B. schwanenfeldii di Portugal memiliki linea literalis 36 buah, pada sirip punggung terdapat 4 buah jari-jari keras dan 9 buah Universitas Sumatera Utara jari-jari lemah, 1 buah jari-jari keras dan 14 buah jari-jari pada sirip dada, 1 buah jari-jari keras dan 8 jari-jari lemah pada sirip perut dan sirip dubur memiliki 3 buah jari-jari keras dan 6 jari-jari lemah. Pada penelitian ini nilai meristik yang dihitung tidak terlalu berbeda kecuali pada jari-jari keras sirip punggung. Hal ini diduga karena perbedaan bentang alam sehingga ikan beradaptasi terhadap lingkungan dimana ikan itu berada. Sebagai tambahan Pada penelitian Gante dkk., 2008 juga menyebutkan bahwa salah satu karakteristik B. schwanenfeldii adalah panjang moncong lebih pendek daripada diameter mata. Hal ini juga dibuktikan pada penelitian ini. Pada penelitian ini juga panjang moncong lebih pendek daripada diameter mata. Hasil analisis perbandingan karakter meristik menunjukkan jumlah dan kisaran jumlah karakter meristik menunjukkan nilai yang sama pada keempat stasiun. Identifikasi karakter meristik ini menguatkan dugaan bahwa ikan Lemeduk pada ketiga stasiun adalah unit populasi yang sama. Sebagai tambahan, Ikan ini badannya berbentuk bundar telur memanjang apabila dilihat dari samping, dan memipih tegak dilihat dari depan dengan perut agak membundar.posisi mulut terminal, dapat disembulkan dan dilengkapi dua pasang sungut. Ikan Lemeduk memiliki sirip yang lengkap dan hanya memiliki 1 sirip dorsal. Sisik-sisik relatif berukuran besar. Sirip punggung berwarna merah dan hitam pada ujungnya, sirip dubur dan sirip perut berwarna merah atau oranye dengan pinggiran garis hitam sepanjang cupang sirip ekor. Ikan ini juga memiliki linea literalis yang bentuknya melengkung sedikit dan lengkap dari belakang tutup insang hingga batang ekor dan tidak terputus. Universitas Sumatera Utara Parameter Kualitas Air Dari hasil parameter kualitas air yang diperoleh secara umum masih mendukung kehidupan biota termasuk ikan dan ini dapat diketahui dari beberapa parameter kualitas air di masing-masing stasiun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu dari masing-masing stasiun di Perairan Sungai Belumai berkisar 27 C - 34 C Tabel 4.. Variasi tersebut diduga disebabkan karena perbedaan waktu pengambilan maupun perbedaan kondisi lingkungan di setiap stasiun . Pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen faktor yang diakibatkan manusia seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan Daerah Aliran Sungai DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Nilai pH dari masing-masing stasiun di Perairan Sungai Belumai berkisar 4,2- 7,5. Nilai pH terendah terdapat pada stasiun 4 sebesar 4,2 dan pH tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 7,5. Rendahnya nilai pH pada stasiun 4 ini disebabkan karena stasiun IV merupakan aliran hilir sungai. Sehingga buangan limbah yang terdapat dari hulu mengalir ke hilir sungai stasiun 4. Tingginya nilai pH pada stasiun I disebabkan daerah ini belum ada aktivitas yang menghasilkan senyawa organik sehingga tidak terjadi penguraian yang dapat menurunkan nilai pH di perairan tersebut. Fungsi pH sendiri menjadi faktor pembatas karena masing-masing organism memiliki toleransi kadar maksimal dan minimal nilai pH. Dengan nilai pH perairan kita dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan perairan. Kisaran pH di perairan ini masih mendukung kehidupan plankton yang hidup di Universitas Sumatera Utara dalamnya. Menurut Sinambela 1994, dalam Surbakti 2009 menyatakan kehidupan di dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kekeruhan dari masing-masing stasiun di Perairan Sungai Belumai berkisar 1,03 - 36,5 NTU. Nilai kekeruhan terendah terdapat di stasiun I sebesar 1,03 dan nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 36,5 NTU. Tingginya nilai kekeruhan pada stasiun 4 disebabkan adanya masukan zat-zat terlarut ke badan perairan seperti buangan dari hulu sungai. Nilai kekeruhan yang cukup tinggi di beberapa stasiun sudah tidak baik untuk kehidupan organisme. Tingkat kekeruhan menggambarkan jumlah bahan organik tersuspensi maupun terlarut pada perairan. Semakin keruh suatu perairan berarti semakin banyak bahan tersuspensi dan terlarut yang ada di perairan. Menurut Boyd 1982 diacu oleh Johan dan Edirmawan 2011 perairan yang memiliki Kisaran kekeruhan 13,65 – 18,94 NTU secara umum cukup baik dan masih mendukung kehidupan organisme aquatik. Alearts dan Santika 1984 juga menambahkan bahwa nilai minimum untuk kekeruhan adalah 5 NTU dan maksimum yang diperbolehkan adalah 25 NTU. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh arus dari masing-masing stasiun di Perairan Sungai Belumai berkisar 0,095 - 1,25 ms. Kecepatan arus yang lebih tinggi terdapat pada stasiun I sebesar 1,25 ms dan kecepatan arus terendah ada pada stasiun IV. Jenis substrat akan mempengaruhi kecepatan arus, namun kecepatan arus dalam suatu ekosistem tidak dapat ditentukan dengan pasti karena arus pada suatu perairan sangat mudah berubah. Menurut Siahaan dkk 2012 Faktor gravitasi, lebar sungai dan material yang dibawa oleh air sungai membuat kecepatan arus di hulu paling besar. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kedalaman dari masing-masing stasiun di Perairan Sungai Belumai berkisar 66,3 – 308,3 cm. Kedalaman yang lebih tinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 308,3 cm dan kedalaman terendah ada pada stasiun II. Pada penelitian Fisesa 2014 kedalaman yang diukur pada Sungai Belumai berkisar antara 2,5 – 3,1 M. perbedaan nilai kedalaman ini dikarenakan perbedaan penentuan titik sampel di Sungai Belumai. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai DO dari masing-masing stasiun di perairan Sungai Belumai berkisar 0,61-8,16 mgl. nilai DO yang tertinggi berada di stasiun I yakni 8,16 dan DO terendah terdapat pada stasiun IV yakni 0,61. Perbedaan nilai DO yang cukup tinggi ini disebabkan karena stasiun I merupakan daerah bagian hulu sungai dimana buangan limbah masih sedikit sedangkan stasiun IV merupakan daerah hilir dimana seluruh buangan akan mengalir ke stasiun IV tersebut. Menurut Michael 1984 oksigen hilang dari air secara alami oleh adanya pernafasan biota, pengurairan bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen dan kenaikan suhu. Pengelolaan sumber daya hayati ikan diarahkan pada upaya-upaya yang menjamin kelestarian stok ikan di alam. Ikan Lemeduk memiliki potensi yang tinggi dalam bidang perikanan. Meningkatnya permintaan pasar terhadap ikan Lemeduk menyebabkan semakin tingginya kegiatan penangkapan dan penggunaan alat tangkap oleh nelayan. Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan populasi suatu spesies di alam yaitu terjadinya degradasi lingkungan. Terjadinya kerusakan lingkungan perairan dapat mengganggu pertumbuhan biota perairan terutama ikan. Dengan demikian perlu dibuat strategi pengelolaan yang tepat untuk mencegah terjadinya kepunahan dan ikan Lemeduk dapat tetap lestari. Universitas Sumatera Utara Menurut Dahuri 1996 diacu oleh Khamsani 2010, empat aspek berikut harus benar-benar diperlihatkan secara sungguh-sungguh dalam rangka pembangunan berkelanjutan, yaitu : 1 kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada lokasi yang secara ekologis sesuai tata ruang, 2 laju pemanfaatan sumberdaya pulih tidak melebihi potensi lestari, 3 laju pembuangan limbah ke lingkungan tidak melebihi kapasitas asimilasinya, dan 4 tidak merusak bentang alam. Banyak cara untuk mencegah kepunahan ikan, khusus untuk ikan Lemeduk, pendirian suaka perikanan, domestikasi, penebaran kembali, dan pengembangan budidaya menjadi alternatif tindakan pencegahan kepunahan yang strategis. Mengacu pada uraian di atas, serta dikaitkan dengan hasil penelitian ini maka perlu adanya strategi pengelolaan ikan Lemeduk di Sungai Belumai agar tidak merusak kelestarian ikan Lemeduk, antara lain : 1. Domestikasi ikan Lemeduk dan Pengembangan budidaya. Berhasilnya upaya domestikasi dapat mendorong pengembangan budidaya sehingga tekanan penangkapan dapat berkurang, sehingga diharapkan populasi ikan Lemeduk dapat meningkat dan produksi ikan dapat cepat tercapai. 2. Minimalisasi Tingkat Pencemaran. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem di perairan, diperlukan suatu pengelolaan perikanan terhadap sumberdaya yang beragam. Usaha pengelolaan dapat berupa penyuluhan terhadap masyarakat setempat tentang dampak lingkungan terhadap organisme perairan bahkan juga berdampak pada manusia. 3. Identifikasi Stok Ikan Lemeduk Disamping itu dalam hal manajemen perikanan di Sungai Belumai, informasi ilmiah terkait identifikasi stok ikan Lemeduk diperlukan agar tidak Universitas Sumatera Utara terjadi kesalahan introduksi spesies dalam pengelolaan stok ikan terutama ikan Lemeduk. Agar upaya pengelolaan dapat diterapkan dan berjalan dengan baik, maka perlu adanya kerjasama dengan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat LSM dan pemerintah setempat. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis komponen utama terhadap karakter morfometrik, Panjang Pangkal Sirip Punggung dan Diameter Mata merupakan karakter morfometrik yang mempengaruhi keragaman bentuk. 2. Hasil analisis perbandingan karakter meristik menunjukkan jumlah dan kisaran jumlah karakter meristik menunjukkan nilai yang sama pada keempat stasiun. 3. ikan Lemeduk yang tertangkap di Sungai Belumai memiliki keragaman ukuran bukan keragaman bentuk. Kesamaan karakter morfometrik menunjukkan ikan Lemeduk di Sungai Belumai adalah unit populasi yang sama. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aspek genetik ikan Lemeduk di Sungai Belumai sebagai kelengkapan informasi tentang ikan Lemeduk B. Schwanenfeldii sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil analisis karakter morfometrik dan meristik agar hasilnya dapat lebih akurat. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Agustini,T, Muh, I,J, Andi, I. 2013. Simulasi Pola Sirkulasi Arus Di Muara Kapuas Kalimantan Barat. PRISMA FISIKA. I 1 : 33 – 39 Akbar, H. 2008. Studi Karakter Morfometrik - Meristik Ikan Betok Anabas testudineus bloch Di Das Mahakam Tengah Propinsi Kalimantan Timur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Akhter, T., M,S, Islam., L, Hussain., M,G, dan Hussain. 2003. Studies Of Morphometric And Meristic Characters And Early Growth Of Different Strains And Crossbred Of Silver Barb, Barbodes gonionotus Bleeker. Pakistan journal of biological science 6 23 : 1930-1935 Ameliawati, 2003. Karakteristik Kualitas Air Di Muara Sungai Cimandiri, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Doherty, D dan T.K. Mccarthy. 2004. Morphometric and Meristic Characteristics Analyses of Two Western Irish Populations of Arctic char, Salvelinus alpinus l.. Jurnal of Biology and Environment: Proceedings of The Royal Irish Academy, 104b 1. hlm 75-85 Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Fisesa,D,E., Isdradjad,S., Majariana,K., 2014. Kondisi perairan dan struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Perikanan. 3 1:1-9 Gante, H, F., L, M, Costa., J, Micael., M, J, dan Alves. 2008. Brief Communication: First record of Barbonymus schwanenfeldii Bleeker in the Iberian Peninsula. Journal of Fish Biology. The Fisheries Society of the british isles. 1089-1094 Ghufran, M. Kordi, K, Andi, B.T. 2010. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka cipta. Jakarta Hapsari, A,D. 2013. Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Isa, M, Amir,S, Shahrul,A, Nadieya, B, Muhammad, A, Abdul, H. 2012. Population Dynamics of Tinfoil Barb, Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1853 in Pedu Reservoir, Kedah. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. 25:55-69 Johan, Edirmawan. 2011. Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singing Di Kabupaten Kuantan Singing Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan. 5 2. 168-183 Universitas Sumatera Utara Khamsani, A, J. 2010. Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida Chitala Lopis Di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Kottelat, M., Anthony J, W, Sri, N, K, Soetikno, W., 1993. Freshwater Fishes Of Western Indonesia And Sulawesi. Periplus Editions Ltd. In Collaboration With The Environmental Management Development In Indonesia EMDI Project. Indonesia. Hal 44 Kusrini,E, Wartono,H, Alimuddi, Komar,S, Achmad,S. 2008. Studi Morfometrik Udang Jerbung] Fenneropenaeus merguiensis de man Dari Beberapa Populasi Di Perairan Indonesia. Jurnal Akuakultur. 41. 15-21 Muflikah, N, Arif W. 2009. Karakter Populasi Ikan Puntung Anyut Balantheocheilos melanopterus Di Sungai Musi Menggunakan Analisis Morfometrik. Jurnal Perikanan. XI 1: 46-53 Muzammil, W. 2010. Studi Morfometrik Dan Meristik Udang Mantis Oratosquillina gravieri dan Harpiosquilla raphidea Di Daerah Pantai Berlumpur Kuala Tungkal, Provinsi Jambi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Nurdawati, S, Dian, O, Safran, M, Sunarya,W, Ike, R, Haryono, 2007. Tata Nama Spesies Ikan Air Tawar Indonesia Ditinjau Dari Perkembangan Taksonomi. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta Rachmawati, P, F. 2009. Analisa Variasi Karakter Morfometrik dan Meristik Kepiting Bakau Scylla Spp. di Perairan Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rahim, K. Kamaruddin, Yuzine. 2009. Phylogeny And Phylogeography Of Barbonymus schwanenfeldii Cyprinidae From Malaysia Inferred Using Partial Cytochrome B Mtdna Gene. Journal Of Tropical Biology And Conservation. 5 : 1 – 13 Rahmat, E. 2011. Teknik Pengukuran Morfometrik Pada Ikan Cucut Di Perairan Samudera Hindia. Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru. Jakarta Setiawan, B. 2007. Biologi Reproduksi Dan Kebiasaan Makanan Ikan Lampam Barbonymus schwanefeldii Di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Siahaan, R, Andry,I, Dedi, S, Lilik, B, P. 2012. Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat – Banten. Jurnal Ilmiah Sains. 11 2:268-272 Siregar, S. 1989. Kemungkinan Pembudidayaan Ikan Kapiek Puntius schwanelfeldi BLKR. dari sungai Kampar. Riau. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Universitas Sumatera Utara Suci, R,M. 2007. Keragaman Morfometrik Populasi Udang Windu Penaeus monodon Keturunan Induk Alam Dan Hasil Domestikasi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Surawijaya, A. 2004. Studi Morfologi Beberapa jenis ikan Lalawak Barbodes spp di sungai cikandung dan kolam budidaya kecamatan buah dua kabupaten sumedang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Umiyati, 2002. Kualitas air sungai cisadane bagian hulu dan tengah yang melintasi wilayah kabupaten bogor jawa barat, selama periode 1996-2000. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Vitri,D,K, Dewi I.R, Syaifullah. 2012. Analisis Morfologi Ikan Puntius binotatus Valenciennes 1842 Pisces: Cyprinidae dari beberapa Lokasi di Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas 12 : 139-143 Widiyanto, I, N, 2008. Kajian Pola Pertumbuhan Dan Ciri Morfometrik-Meristik Beberapa Spesies Ikan Layur Superfamili Trichiuroidea Di Perairan Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Yuliana,W, Eddy, S, Ambeng. 2013. Morfometrik Kerang Bulu anadara antiquata, L.1758 Dari Pasar Rakyat Makassar, Sulawesi Selatan. Universitas Hasanuddin. Makassar Yusuf, N, S. 2010. Fluktuasi Asimetrik Ikan Betok Anabas testudineus bloch Di Kawasan Perairan Rawa Gambut Kalimantan Tengah. Journal of tropical Fisheries. 52 : 519-525 Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar Alat dan Bahan Jala Kaliper Digital Coolbox GPS Gillnet Ikan Lemeduk Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Data Morfometrik Ikan Lemeduk stasiun No Karakter PT PS PK PBE PM TSP PPSP DM TBE TB PSD PSP JK I 1 254 232.9 46.39 32.85 11.39 46.24 35.65 12.91 31.94 91.34 44.07 43.26 B 2 228 160.8 40.6 24.82 9.01 43.54 30.14 10.2 24 67.36 38.71 36.28 B 3 225 157.2 33.78 25.21 7.44 36.75 25.11 11.62 21.88 65.83 34.72 35.8 J 4 225 167 38.56 30 7.76 41.39 25.6 10.09 25.4 72.82 36.89 36.24 J 5 223 154 31.12 24.98 7.31 35.82 24.31 10.72 20.82 63.7 33.78 30.95 J 6 214 158.1 33.51 23.07 7.38 37.37 28.94 11.01 23.45 66.56 32.74 36.35 J 7 222 154.1 35.71 25.09 7.36 39.24 22.23 10.08 22.84 68.42 32.64 30.2 J 8 290 220 51.95 25.44 9.85 48.83 29.11 11.83 29.35 77.76 41.51 43.54 J 9 245 197 47.04 21.81 11.25 42.58 30.94 9.73 28.64 77.86 34.51 31.14 B 10 275 212 50.68 25 11.21 46.61 28.89 11.61 30.57 84.56 48.6 40.87 J 11 260 197 44.18 24.87 10.37 45.59 24.47 9.57 27.5 79.45 37.54 37.43 B 12 245 190 41.72 21.51 10.12 40.73 28.05 10.07 25.99 73.55 37.12 38.8 B II 13 295 252.2 50.47 24.09 11.77 50.81 56.6 16.31 34.98 97.7 49.72 46.66 B 14 237 238.2 34.26 27.08 7.86 44.89 29.27 11.07 32.83 73.66 37.18 33.76 J 15 242 238.2 35.69 28.6 9.04 42.71 29.48 9.46 33.22 75.38 39.53 36.59 J 16 220 203.7 39.61 24.35 9.14 40.45 27.99 11.56 26.79 69.48 34.8 31.02 J 17 184 152 30.01 16.01 7.04 28.05 25.62 8.56 20.79 56.02 29.28 27.14 B 18 233 188.4 39.98 23.72 7.4 48.59 25.46 10.77 26.18 78.69 41.95 41.19 B 19 235 190 37.47 22.48 8.67 41.71 29.32 10.82 25.34 77.22 36.91 34.45 B 20 220 194.5 35.97 22.74 10.64 39.87 28.16 9.56 24.09 77.34 33.17 34.11 J 21 237 199.1 36.12 25.55 11.2 43.93 28.28 11.08 27.52 80.71 40.1 40.28 J 22 220 176 38.59 20.02 7.62 41.36 27.67 10.42 25.29 75.91 33.71 31.01 J III 23 193 148 34 18 6.09 32.2 29 10.76 20 61.06 30.49 29.26 J 24 208 154.7 35.88 14.7 8.33 32.24 23.3 10.19 24.04 71.09 35.48 33.5 J 25 153 118.9 28.83 10.87 7.81 26.55 18.96 8.06 20.28 55.81 26.34 25.44 J 26 237 173.6 36.12 25.55 11.2 43.93 28.28 11.08 27.52 80.71 40.1 40.28 B 27 186 141.9 31.92 22.89 6.57 35.13 22.29 8.99 20.68 56.8 27.46 25.79 J 28 185 138 29.9 9.03 6.03 37.26 34.73 11.99 22.15 70.5 32.24 32.85 J 29 192 142.9 32.24 20.88 7.57 33.24 25.77 11.13 19.31 59.64 32.88 30.24 J Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Lanjutan St. No PT PS PK PBE PM TSP PPSP DM TBE TB PSD PSP JK III 29 192 142.88 32.24 20.88 7.57 33.24 25.77 11.13 19.31 59.64 32.88 30.24 J 30 174 129.13 32.17 12.13 5.07 32.92 28.28 11.16 20.2 59.7 29.45 26.69 J 31 158 113.34 26.62 13.34 7.65 26.35 18.79 8.53 18.43 48.58 22.97 23.55 J 32 157 113.06 28.22 19.06 7.69 31.74 18.69 8.94 20.4 53.26 27.39 24.5 B 33 180 126.62 33.64 17.62 7.16 35.45 22.17 9.24 19.94 64.05 30.71 29.51 J 34 160 110.19 8.29 13.19 5.46 26.46 17.17 8.87 18.3 56.16 28.92 23.97 B 35 175 127.26 35.7 17.26 6.51 31.34 22.78 10.24 20.25 60.78 28 22.95 J 36 200 149.23 39.68 18.23 6.73 36.56 24.76 10.55 22.81 70.62 31.58 31.51 B 37 188 137.16 31.98 23.16 5.39 33.68 20.81 10.16 21.02 61.06 30.59 28.62 B 38 179 131.7 37.51 18.7 4.15 25.83 19.85 9.6 19.48 54.23 26.28 24.49 J 39 187 133.17 33.82 20.17 6.41 32.08 21.69 9.82 22.47 66.63 31.02 29.61 B 40 219 151 36.81 23 9.3 37.46 19.18 10.94 23.09 72.39 35.39 33.81 B 41 153 105.15 31.01 12.15 5.95 30.98 21.31 9.26 17.72 56.29 27.12 24.96 B 42 211 154.78 36.7 22.78 8.05 33.84 23.58 9.78 22.69 68.19 34.24 31.99 J 43 161 120 31.02 12.32 6.05 26.08 16.14 7.9 16.51 47.46 24.94 22.69 B 44 185 138 31.38 14.56 7.09 32.34 20.23 9.3 19.52 53.5 20.09 24.04 J 45 180 138 33.66 15.35 8.43 30.52 18.58 8.24 19.64 56.53 29.43 28.96 J IV 46 200 164.19 35.95 21.19 11.59 32.77 27.3 11.07 23.32 65.8 35.77 35.77 B 47 173 127.52 29.37 17.52 7.88 27.86 19.9 9.59 21.02 58.62 25.88 24.4 B 48 202 150.58 32.08 17.58 7.36 31.32 23.85 8.98 22.63 66.86 31.59 26.77 B 49 180 142.4 27.1 17.04 6.24 27.52 36.38 11.2 20.25 57.46 28.04 25.62 J 50 190 149.2 32.12 19.2 8.15 31.8 31.09 11.11 21.62 65.51 32.69 29.55 J 51 186 137.72 27.91 20.72 8.04 28.75 23.16 9.55 19.94 60.13 24.73 24.98 J 52 177 119.18 33.31 15.18 5.84 31.07 20.45 10.5 19.48 59.61 25.37 22.29 J 53 204 154.09 35.71 25.09 7.36 39.24 22.23 10.08 22.84 68.42 32.64 30.2 J 54 180 136.01 30.01 16.01 7.04 28.05 25.62 8.56 20.79 56.02 29.28 27.14 J 55 165 142.32 31.02 12.32 6.05 26.08 16.14 7.9 16.51 47.46 24.94 22.69 J Keterangan: PT : Panjang Total PM : Panjang Moncong PSD : Panjang Sirip Dada PS : Panjang Standar TSP : Tinggi Sirip Punggung PSP : Panjang Sirip Perut PK : Panjang Kepala DM : Diameter Mata PPSP : Panjang Pangkal Sirip Punggung PBE : Panjang Batang Ekor TB : Tinggi Badan TBE : Tinggi Batang Ekor Universitas Sumatera Utara Lampiran 3. Nilai 12 Komponen yang dihitung Jantan Principal Component Analysis: PT, PS, PK, PBE, PM, TSP, PPSP, DM, TBE, TB, PSD, Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 8.4515 1.3096 0.6161 0.5400 0.3491 0.1970 0.1786 0.1276 Proportion 0.704 0.109 0.051 0.045 0.029 0.016 0.015 0.011 Cumulative 0.704 0.813 0.865 0.910 0.939 0.955 0.970 0.981 Eigenvalue 0.1092 0.0512 0.0404 0.0295 Proportion 0.009 0.004 0.003 0.002 Cumulative 0.990 0.994 0.998 1.000 Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 PT -0.331 -0.081 0.172 0.075 0.055 -0.110 -0.147 -0.292 PS -0.311 -0.107 -0.239 0.225 -0.425 -0.257 -0.170 -0.252 PK -0.264 -0.187 0.645 -0.284 -0.271 -0.221 -0.261 0.311 PBE -0.260 -0.194 0.058 0.730 0.461 -0.044 -0.137 0.295 PM -0.249 -0.328 -0.455 -0.446 0.370 -0.500 -0.006 0.053 TSP -0.323 -0.030 0.083 0.094 -0.065 0.047 0.626 -0.148 PPSP -0.195 0.646 -0.357 -0.003 -0.089 -0.023 -0.314 0.312 DM -0.208 0.614 0.311 -0.004 0.223 -0.398 0.168 -0.238 TBE -0.313 -0.069 -0.221 0.152 -0.503 0.074 0.079 -0.018 TB -0.323 0.043 -0.058 -0.172 0.031 0.214 0.474 0.482 PSD -0.324 0.012 0.057 -0.170 0.089 0.430 -0.292 0.139 PSP -0.319 0.003 -0.020 -0.202 0.263 0.473 -0.165 -0.487 Variable PC9 PC10 PC11 PC12 PT 0.185 -0.411 0.270 -0.672 PS -0.051 0.046 0.496 0.441 PK 0.213 0.048 -0.183 0.177 PBE 0.012 0.017 -0.145 0.128 PM -0.046 0.108 -0.133 -0.047 TSP 0.376 0.549 -0.004 -0.125 PPSP 0.437 0.086 -0.064 -0.102 DM -0.409 -0.023 -0.078 0.127 TBE -0.351 -0.149 -0.614 -0.192 TB -0.064 -0.491 0.287 0.172 PSD -0.485 0.461 0.270 -0.213 PSP 0.231 -0.174 -0.256 0.388 Universitas Sumatera Utara Lampiran 4. Nilai 12 Komponen yang dihitung Betina Principal Component Analysis: PT, PS, PK, PBE, PM, TSP, PPSP, DM, TBE, TB, PSD, Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 10.010 0.619 0.433 0.336 0.221 0.152 0.091 0.069 0.030 Proportion 0.834 0.052 0.036 0.028 0.018 0.013 0.008 0.006 0.003 Cumulative 0.834 0.886 0.922 0.950 0.968 0.981 0.988 0.994 0.997 Eigenvalue 0.021 0.012 0.006 Proportion 0.002 0.001 0.001 Cumulative 0.998 0.999 1.000 Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 PT -0.305 0.108 -0.087 -0.141 -0.358 0.115 -0.034 0.146 PS -0.305 -0.013 -0.153 -0.078 -0.233 0.339 0.290 0.427 PK -0.265 0.249 -0.480 -0.521 0.508 -0.190 -0.055 0.150 PBE -0.265 0.463 0.384 0.260 0.479 0.338 0.322 -0.102 PM -0.260 0.189 -0.525 0.703 -0.061 -0.262 -0.132 -0.130 TSP -0.295 0.204 0.206 -0.323 -0.178 -0.272 -0.123 -0.630 PPSP -0.272 -0.568 -0.239 -0.069 0.041 0.085 0.469 -0.356 DM -0.268 -0.549 0.213 0.148 0.471 -0.100 -0.329 0.126 TBE -0.309 -0.026 -0.072 0.055 -0.071 0.399 -0.137 -0.203 TB -0.306 -0.025 0.131 -0.052 -0.135 0.280 -0.601 0.093 PSD -0.305 -0.082 0.286 0.042 -0.200 -0.278 0.215 0.035 PSP -0.302 0.050 0.258 0.046 -0.089 -0.496 0.144 0.395 Variable PC9 PC10 PC11 PC12 PT -0.803 -0.165 -0.178 0.021 PS 0.216 0.614 0.078 -0.114 PK 0.051 -0.104 0.126 0.126 PBE -0.121 -0.069 0.044 -0.146 PM -0.009 0.086 0.083 -0.074 TSP 0.035 0.418 -0.093 -0.151 PPSP 0.021 -0.289 0.018 -0.319 DM -0.256 0.347 -0.098 0.087 TBE 0.311 -0.148 -0.431 0.605 TB 0.230 -0.309 0.333 -0.399 PSD 0.012 -0.115 0.624 0.500 PSP 0.273 -0.251 -0.483 -0.189 Universitas Sumatera Utara Lampiran 5. Nilai 12 Komponen yang dihitung Keseluruhan Principal Component Analysis: PT, PS, PK, PBE, PM, TSP, PPSP, DM, TBE, TB, PSD, Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 9.1936 0.9251 0.4681 0.3979 0.2984 0.2567 0.1282 0.1022 Proportion 0.766 0.077 0.039 0.033 0.025 0.021 0.011 0.009 Cumulative 0.766 0.843 0.882 0.915 0.940 0.962 0.972 0.981 Eigenvalue 0.0892 0.0620 0.0455 0.0330 Proportion 0.007 0.005 0.004 0.003 Cumulative 0.988 0.993 0.997 1.000 Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 PT -0.317 0.115 -0.048 -0.120 0.048 -0.040 0.156 0.029 PS -0.306 0.091 0.032 0.123 0.548 -0.082 0.148 0.266 PK -0.266 0.125 0.206 -0.850 0.073 0.270 0.076 0.044 PBE -0.255 0.356 -0.618 0.218 0.007 0.557 0.070 -0.121 PM -0.258 0.247 0.684 0.352 -0.234 0.411 -0.151 -0.038 TSP -0.308 0.109 -0.172 -0.135 -0.045 -0.295 -0.353 -0.582 PPSP -0.245 -0.620 0.145 0.140 0.309 0.159 0.304 -0.494 DM -0.244 -0.611 -0.223 -0.058 -0.267 0.296 -0.310 0.396 TBE -0.310 0.066 0.028 0.161 0.417 -0.205 -0.227 0.298 TB -0.315 -0.033 0.033 0.038 -0.129 -0.237 -0.498 -0.046 PSD -0.312 -0.005 -0.045 0.070 -0.313 -0.298 0.356 0.274 PSP -0.310 0.022 -0.003 0.058 -0.425 -0.230 0.426 -0.069 Variable PC9 PC10 PC11 PC12 PT 0.444 0.660 0.226 -0.396 PS 0.320 -0.043 -0.117 0.604 PK -0.213 -0.111 -0.069 0.033 PBE -0.217 0.002 -0.040 0.017 PM 0.109 -0.084 0.118 0.005 TSP 0.306 -0.361 0.254 0.069 PPSP -0.220 0.065 0.044 -0.053 DM 0.289 -0.135 0.013 0.015 TBE -0.230 -0.306 -0.091 -0.601 TB -0.414 0.510 -0.268 0.267 PSD -0.352 -0.100 0.589 0.159 PSP 0.147 -0.164 -0.649 -0.107 Universitas Sumatera Utara Lampiran 6. Korelasi Antar Karakter Morfometrik Correlations: PT, PS, PK, PBE, PM, TSP, PPSP, DM, TBE, TB, PSD, PSP PT PS PK PBE PM TSP PPSP DM TBE TB PS 0.910 0.000 PK 0.812 0.726 0.000 0.000 PBE 0.772 0.732 0.576 0.000 0.000 0.000 PM 0.737 0.726 0.626 0.574 0.000 0.000 0.000 0.000 TSP 0.914 0.855 0.766 0.753 0.669 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 PPSP 0.640 0.678 0.516 0.377 0.493 0.604 0.000 0.000 0.000 0.005 0.000 0.000 DM 0.650 0.595 0.535 0.460 0.418 0.635 0.831 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 TBE 0.893 0.946 0.715 0.726 0.732 0.876 0.681 0.621 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 TB 0.900 0.852 0.738 0.691 0.739 0.904 0.701 0.717 0.902 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 PSD 0.898 0.840 0.717 0.711 0.715 0.877 0.671 0.697 0.870 0.912 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 PSP 0.902 0.826 0.721 0.710 0.743 0.887 0.655 0.685 0.839 0.897 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 PSD PSP 0.943 0.000 Cell Contents: Pearson correlation P-Value Universitas Sumatera Utara Lampiran 7. Data Meristik Ikan Lemeduk No Stasiun karakter L.L SMB SDSP SSBE DF VF PF AF CF 1 1 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 2 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 3 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 4 36 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 5 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 6 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 7 36 17 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 8 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 9 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 10 36 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 11 36 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 12 36 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 13 2 36 20 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 14 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 15 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 16 35 17 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 17 34 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 18 36 17 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 19 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 20 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 21 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 22 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 32 23 3 34 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 24 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 25 35 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 26 36 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 27 34 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 28 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 29 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 30 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 31 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 32 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 33 35 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 34 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 35 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 36 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 37 35 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 Universitas Sumatera Utara Lampiran 7. Lanjutan No Stasiun karakter L.L SMB SDSP SSBE DF VF PF AF CF 38 3 34 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 39 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 40 36 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 41 34 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 42 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 43 35 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 44 35 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 45 35 18 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 46 4 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 47 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 48 36 17 13 16 III.9 I.8 I.13 III.6 33 49 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 50 36 18 13 16 III.9 I.8 I.13 III.6 33 51 36 17 14 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 52 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 53 36 18 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 54 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 55 36 17 13 16 III.9 I.8 I.14 III.6 33 Keterangan L.L : jumlah sisik pada gurat sisi SMB : Sisik Melintang Badan SDSP : Sisik didepan sirip punggung SSBE : sisik disekeliling batang ekor DF : Sirip punggung VF : Sirip Perut PF : Sirip dada AF : sirip dubur CF : Sirp dubur Universitas Sumatera Utara