Analisis Rugi Laba Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Pengolahan Tapioka

Selain biaya invetasi, terdapat beberapa komponen biaya reinvestasi yang harus dilakukan pada tahun-tahun berikutnya, antara lain sewa tanah serta peralatan lain seperti kain saringan, bambu, tambir, dan lain sebagainya.

9.2.2. Biaya Operasional

Biaya operasional usaha tapioka merupakan biaya tidak tetap variable cost yang besarnya tergantung pada kapasitas produksi. Komponen biaya operasional dalam pengolahan tapioka ini meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead. Biaya operasional tiap tahunnya diasumsikan konstan karena kapasitas mesin yang tetap. Usaha pengolahan tapioka Skenario 1 per tahunnya membutuhkan biaya operasional sebesar Rp. 841,462,500,- per tahun. Biaya terbesar 74,28 dikeluarkan untuk komponen pengadaan bahan baku ubi kayu sebesar Rp. 625,000,000,- per tahun, kemudian disusul komponen tenaga kerja 14,68 sejumlah Rp. 123,562,500,- per tahun seperti yang terlihat pada Lampiran 13. Rincian biaya operasional pengolahan tapioka yang dibutuhkan pada Skenario 2 dapat dilihat pada Lampiran 14. Biaya operasional Skenario 2 berjumlah Rp. 972,900,000,- per tahun. Serupa dengan Skenario 1, pada Skenario 2 biaya terbesar dikeluarkan untuk komponen bahan baku sebesar Rp. 812,500,000,- per tahun 83,51, kemudian disusul komponen tenaga kerja sejumlah Rp. 67,500,000,- per tahun 6,94 .

9.3. Analisis Rugi Laba

Analisis rugi laba digunakan perusahaan untuk mengetahui perkembangan usaha dalam periode tertentu, komponen dari rugi laba terdiri dari penerimaan, biaya operasional, biaya penyusutan, biaya lain di luar usaha dan pajak penghasilan. Hasil analisis rugi laba Skenario 1, seperti tampak pada Lampiran 15, menunjukkan bahwa pada tahun pertama perusahaan tidak dikenakan pajak penghasilan karena masih mengalami kerugian. Baru pada tahun kedua dan seterusnya perusahaan dikenakan pajak penghasilan sebesar Rp. 50,714,510,00 per tahun. Hasil dari analisis rugi laba Skenario 2, seperti tampak pada Lampiran 20, menunjukkan bahwa pada tahun pertama perusahaan juga tidak dikenakan pajak penghasilan karena masih mengalami kerugian. Baru pada tahun kedua dan seterusnya perusahaan dikenakan pajak penghasilan sebesar Rp. 10,916,630,- per tahun. Pendapatan yang diperoleh Skenario 1 jauh lebih besar dibandingkan dengan Skenario 2. Hal ini dikarenakan kesegaran bahan baku ubi kayu yang belum dikupas pada Skenario 1 sangat mempengaruhi kualitas tapioka yang dihasilkan perusahaan, disamping biaya operasional yang lebih sedikit dari pada Skenario 2.

9.4. Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Pengolahan Tapioka

Kriteria penilaian investasi dilakukan dengan empat kriteria yaitu NPV, IRR, Net BC, dan Discounted Pay Back Period. Hasil perhitungan kelayakan investasi ini diperoleh dari hasil pengurangan komponen outflow terhadap inflow. Komponen inflow terdiri dari penerimaan penjualan tapioka, penerimaan sampingan penjualan onggok, dan penerimaan nilai sisa pada akhir umur proyek. Komponen outflow terdiri dari biaya investasi, dan biaya operasional.

9.4.1. Kriteria Kelayakan Investasi Skenario 1

Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi pada Skenario 1 dapat dilihat pada Tabel 25. NPV bernilai positif Rp. 301,685,302,18 artinya bahwa usaha tapioka yang dilakukan oleh perusahaan menurut nilai sekarang akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. Rp. 301,685,302,18 dalam jangka waktu 5 tahun. Net BC bernilai lebih besar daripada satu yaitu 1,91 artinya bahwa setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar Rp. 1,- akan memberikan nilai pendapatan bersih tambahan sekarang sebesar Rp. 1,91. Suatu usaha dinyatakan menguntungkan jika memiliki nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang telah ditentukan. Skenario 1 memiliki nilai IRR sebesar 44,83 persen. Nilai yang lebih tinggi dari tingkat diskonto ini menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan dan akan lebih menguntungkan bagi perusahaan jika modal digunakan untuk menjalankan usaha pengolahan tapioka daripada disimpan di bank. Payback Period untuk Skenario 1 adalah 3 tahun 1 bulan 18 hari. Tabel 25. Hasil Analisis Kriteria Investasi Skenario 1 Kriteria Investasi Skenario 1 NPV 301,685,302.89 IRR 44.83 Net BC 1.91 Discounted PBP 3 tahun, 1 bulan, 18 hari

9.4.2. Kriteria Kelayakan Investasi Skenario 2

Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi pada Skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 26. NPV bernilai Rp. 27,944,379,84 artinya bahwa usaha tapioka yang dilakukan oleh perusahaan menurut nilai sekarang akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 27,944,379,84 dalam jangka waktu 5 tahun. Net BC bernilai lebih besar daripada satu yaitu 1,09 artinya bahwa setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar Rp. 1,- akan memberikan nilai pendapatan bersih tambahan sekarang sebesar Rp. 1,09. Skenario 2 memiliki nilai IRR sebesar 13,51 persen. Nilai yang lebih tinggi dari tingkat diskonto ini menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan dengan masa pengembalian investasi yang dikeluarkan perusahaan 4 tahun, 9 bulan, 12 hari. Tabel 26. Hasil Analisis Kriteria Investasi Skenario 2 Kriteria Investasi Skenario 2 NPV 27,944,379.84 IRR 13.51 Net BC 1.09 Discounted PBP 4 tahun, 9 bulan, 12 hari 9.5. Analisis Sensitivitas dan Switching Value 9.5.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu usaha dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Analisis ini dilakukan dengan merubah tingkat harga output serta biaya operasional, dimana terjadi peningkatan harga output dan penurunan biaya operasional masing-masing sebesar 7 persen. Nilai ini diambil berdasarkan tingkat inflasi yang terjadi pada saat analisis ini dilakukan. Hasil analisis sensitivitas Skenario 1 diperlihatkan pada Tabel 27. Setelah usaha mengalami penurunan harga output sebesar 7 persen, NPV masih lebih besar dari nol yaitu Rp. 125,442,412.79, IRR masih lebih besar dari dari tingkat diskonto yaitu 24,34 persen, Net BC 1,36 dan masa pengembalian masih pada umur proyek yaitu 4 tahun 2 bulan 8 hari. Hal yang sama pun terjadi ketika usaha mengalami peningkatan biaya operasional sebesar 7 persen. NVP Rp. 142,707,484,52 dengan IRR sebesar 25,37 persen, Net BC 1,38 dan masa pengembalian modal 4 tahun 1 bulan 15 hari. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan tapioka Skenario 1 pada saat penurunan harga output dan saat peningkatan biaya operasional sebesar 7 persen masih dinilai secara finansial layak untuk dijalankan. Tabel 27. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Tapioka Skenario 1 Penurunan Harga Output Kenaikan Biaya Operasional Kriteria Investasi 7 7 NPV 125,442,412.79 142,707,481.52 IRR 24.34 25.37 Net BC 1.36 1.38 Discounted PBP 4 tahun, 2 bulan, 8 hari 4 tahun, 1 bulan, 15 hari Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Skenario 2, usaha tapioka pada Skenario 2 tidak layak untuk diusahakan apabila terjadi penurunan harga output maupun kenaikan biaya operasional masing-masing sebesar 7 persen. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV yang lebih kecil dari nol, nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto yang berlaku, dan Net BC bernilai lebih kecil dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini tidak layak untuk dijalankan dan akan lebih menguntungkan bagi perusahaan jika menyimpan modalnya di bank. Hasil analisis sensitivitas Skenario 2 diperlihatkan pada Tabel 28. Tabel 28. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Tapioka Skenario 2 Penurunan Harga Output Kenaikan Biaya Operasional Kriteria Investasi 7 7 NPV -212,034,442.94 -189,433,094.27 IRR -16.06 -12.82 Net BC 0.29 0.32 Discounted PBP - -

9.5.2. Switching Value

Nilai pengganti Switching Value merupakan suatu variasi pada analisis sensitivitas. Analisis ini bertujuan untuk mencari sejauh mana perubahan dari beberapa variabel seperti penurunan harga output dan peningkatan biaya operasional akan menjadikan usaha berada pada tingkat minimum kelayakan usaha. Hasil analisis switcing value bisa dilihat pada Tabel 29. Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha tapioka pada Skenario 1 masih layak untuk dijalankan walaupun terjadi penurunan harga output, namun penurunannya tidak lebih dari 11,09 persen. Kelayakan usaha tapioka Skenario 1 ini juga dapat tercapai jika kenaikan biaya operasional tidak lebih dari 13,28 persen. Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha tapioka pada Skenario 2 masih layak untuk dijalankan walaupun terjadi penurunan harga output, namun penurunannya tidak lebih dari 0,84 persen. Kelayakan usaha tapioka Skenario 2 ini juga dapat tercapai jika kenaikan biaya operasional tidak lebih dari 1,29 persen. Tabel 29. Hasil Analisis Switching Value Skenario Penurunan Harga Output Kenaikan Biaya Operasional 1 11.09 13.28 2 0.84 1.29

X. KESIMPULAN DAN SARAN