Ringkasan Kliping Berita Kesehatan, 1-4 Juni 2007 - [KLIPING]

RINGKASAN KLIPING BERITA KESEHATAN
Tanggal 1-4 Juni 2007

A

MANAJEMEN

Kebijakan, Perencanaan dan Anggaran, Pengawasan, Hukum dan Organisasi, Data dan
Informasi, Analisis Pembangunan Kesehatan, Penanggulangan Masalah/Krisis Kesehatan,
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Peningkatan dan Pemberdayaan SDM, Promosi
Kesehatan, Komunikasi Publik, BUMN

”2008 Depkes Rekrut Ribuan Tenaga Penyuluh”. Departemen Kesehatan pada
tahun 2008 berencana merekrut ribuan tenaga penyuluh kesehatan di puskesmas.
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes Sri Astuti Soeparmanto mengatakan
hingga saat ini tenaga penyuluh kesehatan yang ada masih minim dan kurang diminati.
Menurutnya tenaga penyuluh dibutuhkan untuk mendampingi dokter. Karena itu selain
pengobatan, juga ada penyuluhan yang bertujuan membudayakan hidup sehat kepada
masyarakat dengan metode promotif-preventif. ”Di Puskesmas memang ada
pengobatan yang harus ditangani dokter, tapi idealnya ada public health yang
menggunakan jasa sarjana kesehatan masyarakat. Namun anggaran kita belum

mampu. Jadi rencananya ke depan, kami merekrut tenaga penyuluh dari lulusan SMA
yang dilatih”, paparnya. (Hr. Seputar Indonesia 02/06/2007)
”30% Rumah Sakit Belum Terapkan Standar Pelayanan”. Dirjen Bina Pelayanan
Medik, Dr. Farid W Husain, SpB KBD., mengatakan masih ada sekitar 20% hingga
30% dari 1.000 lebih rumah sakit yang belum menerapkan standar minimal pelayanan.
Kebanyakan adalah rumah sakit daerah dan kabupaten. Standar minimal itu tak hanya
berpatokan pada pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, tapi juga meliputi
ketersediaan sarana dan prasarana. Termasuk, gedung dan peralatan yang dimiliki.
Penerapan itu menjadi tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Dinkes Propinsi.
Dinkes Propinsi berhak memberikan teguran pada rumah sakit yang belum
menerapkan standar pelayanan minimum. (Hr. Suara Merdeka 02/06/2007)
”Minta Subsidi RSUD Dikurangi”. DPRD DKI Jakarta mendesak Pemprov. DKI
mengurangi subsidi bagi enam RSUD yang tersebar di wilayah Jakarta. Sebab,
bantuan yang selama ini dikucurkan terlalu besar hingga membuat RSUD menjadi
tidak mandiri. Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Igo Ilham, mengatakan pemberian
subsidi bagi RSUD tersebut memang kewajiban bagi Pemprov. DKI Jakarta. Namun
dengan pengurangan subsidi, paling tidak akan membuat kemandirian RSUD dalam
mencari sumber dana. Subsidi yang seharusnya diberikan ke RSUD, bisa dialihkan ke
sektor lain yang lebih penting yang masih berkaitan dengan bidang kesehatan.
Misalnya untuk pelayanan promosi pencegahan penyakit, tanpa harus menunggu

penyakit datang terlebih dulu. (Hr. Seputar Indonesia 02/06/2007)

1

”Surat Berobat Gratis Dijual Para Calo”. Dinkes DKI Jakarta menilai
pengadaan SKTM sebagai akses pelayanan kesehatan gratis bagi warga miskin telah
menjadi ajang percaloan, sehingga perlu dihapuskan. Kepala Dinkes DKI Jakarta,
Wibowo Sukidjat, mengatakan guna menghindari percaloan dan kesalahpahaman perlu
dibuat kebijakan untuk meniadakan SKTM. Sebagai gantinya seluruh keluarga miskin
(Gakin) diberi kartu keterangan Gakin. Pemegang kartu berobat gratis diusulkan
benar-benar dari daftar Gakin yang diterbitkan BPS. (Hr. Media Indonesia
02/06/2007)
”Terpuruknya Citra Dokter Umum dan Puskesmas”. Permasalahan penting
terkait dengan buruknya pelayanan kesehatan primer di Indonesia saat ini
terpuruknya citra dokter umum dan puskesmas secara umum. Dokter umum sering
dicitrakan sebagai dokter kelas dua dengan kemampuan yang rendah, sehingga layak
dibayar murah dan hanya cocok untuk para keluarga miskin. Peneliti dan konsultan
dokter keluarga dr. Nugroho Wiyadi, MPH., mengatakan sebenarnya dokter keluarga
merupakan profesi yang ideal untuk pelayanan primer di berbagai negara di dunia.
Pelayanan dokter keluarga merupakan pelayanan y ang menyatu dari segala tahap,

yakni pelayanan promotif, protektif, detektif, kuratif dan rehabilitatif. Menurutnya
saat ini yang membedakan dokter keluarga di Indonesia di beberapa negara, dokter
keluarga merupakan suatu pendalaman lebih lanjut setelah lulus dari dokter umum
dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan gelar spesialis. (Hr. Kedaulatan
Rakyat 03/06/2007)
”AS Imbau Tak Pakai Pasta Gigi Tiongkok”. FDA, BPOM Amerika Serikat
meminta agar warga AS tidak menggunakan pasta gigi yang diproduksi Tiongkok.
Pasta gigi tersebut diduga mengandung diethylene glycol (DEG) yang beracun serta
membahayakan kesehatan. FDA menemukan beberapa merek pasta gigi yang
diproduksi dua perusahaan di Tiongkok, yakni Goldcredit International Trading dan
Suzhou City Jinmao Daily Chemical Co mengandung DEG dengan konsentrasi 1-4
persen. (Hr. Indo Pos 03/06/2007, Hr. Terbit 02/06/2007)
”RSUD kekurangan dokter spesialis”. Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Kaur,
Bengkulu, belum memiliki dokter spesialis, sementara tenaga dokter umumpun masih
sangat kurang. Tenaga dokter spesialis yang dibutuhkan sekitar lima orang dan
dokter umum 25 orang termasuk dokter gigi, kata Kepala Tata Usaha Dinkes Kaur
Johan.
Untuk mengisi kekurangan tenaga dokter di RSUD Kaur terpaksa
menggunakan tenaga dokter yang bertugas di puskesmas dengan cara bergantian,
sedangkan dokter spesialis sama sekali belum ada. Dokter spesialis yang sangat

dibutuhkan adalah kandungan, anak, bedah dan penyakit dalam. (Hr. Terbit
02/06/2007)

B

KESEHATAN MASYARAKAT

Berita Bina Kesmas (Kesehatan Keluarga, Kesehatan Komunitas, Kesehatan
Masyarakat Rentan/Perbatasan, Gizi Masyarakat/Institusi, Kesehatan Kerja)

2

”Tuntutan Keselamatan Agar Direspons Proaktif”. Ketua Pengurus Daerah
Ikatan Sarjana Farmasi DIY, Nunut Rubiyanto, Ssi, Apt., mengatakan isu dan
tuntutan akan keselamatan pasien harus direspons secara proaktif dan bukan hanya
sekadar didiskusikan dan diperdebatkan namun harus menjadi sebuah gerakan yang
didasari oleh pertimbangan moralitas dan etika. Masalah patient safety dipahami
sebagai reduksi tindakan yang tidak aman dan meminimalkan akibat tindakan yang
tidak aman. (Hr. Kedaulatan Rakyat 02/06/2007)
”Penderita Gizi Buruk Masih Ditemukan di Lebak”. Warga Kab. Lebak yang

dikenal sebagai wilayah yang terbelakang di Provinsi Banten, hingga kini belum bebas
dari masalah penyakit gizi buruk. Persoalan ini muncul bukan hanya karena lemahnya
sistem pelayanan kesehatan, tetapi juga kondisi ekonomi masyarakat yang mayoritas
masih berstatus berada di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan pantauan di RSUD
dr. Adjidarmo, Rangkasbitung, Lebak, terdapat seorang anak balita warga Cibangkur,
Desa Parage, Kec. Cikulur, Kab. Lebak tergolek lemah. Kaki dan tangan mengecil,
sementara perutnya mulai membesar. (Hr. Suara Pembaruan 04/06/2007). Berita
lain ”300 balita di Jaksel menderita Gizi Buruk” (Hr. Rakyat Merdeka 01/06/2007),
”Jumlah balita di bawah garis merah meningkat – Jakarta Utara” (Hr. Koran Tempo
04/06/2007)
”22,6% Remaja Hamil akibat Seks Bebas”. Sebanyak 22,6% kehamilan remaja
di Indonesia disebabkan pergaulan seks bebas. Sedangkan kehamilan remaja di luar
nikah sebanyak 3,2% akibat diperkosa, hubungan seks sama suka 12,9% dan tidak
terduga 45,2%. Tingginya angka kehamilan remaja akibat pergaulan seks bebas itu
terjadi karena minimnya pengetahuan para remaja mengenai kesehatan reproduksi.
Akibatnya kalangan remaja rentan terinfeksi penyakit menular sebagai dampak
hubungan seksual. Dokter spesialis obstetri ginekologi, Boy Abidin, mengungkapkan
data hasil survei 1 – 31 Mei 2007 itu seusai menjadi pembicara pada kampanye sex
education di SMA 68 Salemba. (Hr. Media Indonesia 02/06/2007)


”Kolaborasi manasik haji menuju jemaah mandiri”. Dr. H. Ari Bratasena,
Kasubdit Kesehatan Haji Depkes RI, mengatakan Departemen Agama memiliki
ujung tombak KUA dan Depkes memiliki ujung tombak Puskesmas yang bisa
berkolaborasi dalam memberikan bimbingan kepada jemaah haji. Kolaborasi
sangat tepat apabila dilakukan pada saat menasik haji. Para calon jemaah haji
juga diberikan bekal tentang kesehatan haji. (Hr. Rakyat Merdeka
02/06/2007)

C

PELAYANAN MEDIK

Pelayanan Medik dan Gigi Dasar, Pelayanan Medik dan Gigi Spesialistik, Keperawatan
dan Keteknisian Medik, Sarana dan Peralatan Medik, Laboratorium Kesehatan,
Kesehatan Jiwa Masyarakat

3

”Nggak Puas Pada Dokter Lokal, Pasien Pilih Berobat ke Luar Negeri”. Guru
Besar Emeritius dari FKUI, Daldiyono Hardjodisastro, mengatakan saat ini masih

banyak pasien yang merasa tidak aman atau tidak puas dengan pelayanan dokter
lokal. Tak heran jika para pasien tersebut berbondong-bondong ke luar negeri
mendapat pengobatan di negara lain. Hal itu terjadi karena komunikasi efektif
dengan pasien belum menjadi urusan utama dokter di Indonesia. Di sisi lain,
pasienpun belum menyadari hak dan kewajibannya sebagai pasien. (Hr. Rakyat
Merdeka 03/06/2007)
”RS dr. Soeradji Kebanjiran Pasien Kelas III”. Akibat terus meningkatnya
jumlah pasien kelas III dan pasien miskin menjadikan RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro, Klaten, kekurangan ruang perawatan sesuai kelas tersebut. Akibatnya
banyak pasien yang harus menempati ruang perawatan kelas lain. Direktur RSUP dr.
Soeradji Klaten, Prof. Dr. Arif Faisal, mengatakan rata-rata hunian ruang perawatan
kelas tiga sekarang ini mencapai 115% atau ada kelebihan sebanyak 15%. Sehubungan
hal itu pihak rumah sakit telah mengajukan ke pusat untuk pembangunan gedung
khusus ruang perawatan kelas III. Ajuan itu telah disetujui dan rencananya akan
dibangun pada tahun 2007 ini. (Hr. Kedaulatan Rakyat 04/06/2007)

D

PELAYANAN FARMASI


Farmasi Komunitas dan Klinik, Penggunaan Obat Tradisional, Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, Produksi dan Distribusi Farmasi & Alkes, Makanan dan Minuman, Napza,
Kosmetika

”Harga Obat Mahal karena Diserahkan kepada Pasar”. Pemerhati Kesehatan,
Kartono Mohammad, mengatakan obat di Indonesia mahal karena pemerintah
menyerahkan penentuan harga kepada pasar. Pemerintah hanya mengendalikan harga
obat generik, bukan harga obat pada kelompok market leader, yaitu perusahaan
multinasional yang menemukan obat. Menurutnya, di Indonesia tidak ada kelangkaan
obat. Ada sekitar 5.000 jenis dan merek obat untuk semua jenis penyakit yang
diproduksi lebih dari 50 produsen. Namun tidak semua masyarakat mampu
menjangkau harga obat. Kebijakan pemerintah dinilai tidak mendorong tumbuhnya
industri hulu. Sementara menurut Direktur Pemasaran PT Kimia Farma, Sofiarman
Tarmizi, mengatakan terjadinya kelangkaan OGB karena harga jual yang ditetapkan
pemerintah terlalu rendah sehingga tidak menutup biaya produksi. Apalagi telah
terjadi kenaikan harga bahan baku. Untuk menetapkan harga obat yang realistik,
perlu dilakukan survei on the spot di pasar negara lain dan pembatasan harga obat
generik bermerek maksimal 60 persen dari harga obat orisinal. (Hr. Kompas
02/06/2007)
”Dokter Bisa Bikin Harga Obat Mahal”. Banyak faktor yang mendasari

tingginya harga obat. Salah satunya pilihan dokter yang meresepkan obat tersebut
kepada pasiennya. Padahal dokter masih bisa memberikan obat yang harganya lebih

4

murah. Pakar Kesehatan, Harianto Dhanutirto, mengatakan saat ini paradigma yang
menempatkan posisi dokter paling tinggi dalam bidang kesehatan belum hilang.
Akibatnya segala keputusan dokter harus diikuti oleh pasien, termasuk pemilihan
obat. Bahkan apoteker yang seharusnya menganalisa resep dokter dengan kebutuhan
pasien tak berfungsi dan terkesan hanya sebagai kepanjangan tangan dokter.
Komunikasi yang baik antara apoteker dan dokter bisa dijadikan cara yang cukup
ampuh menekan harga obat. (Hr. Rakyat Merdeka 01/06/2007)
”Obat Atasi Kecanduan Narkoba Banyak Tak Lewat Riset”. Dr. Kusman
Suryokusumo, dokter kejiwaan BNN mengungkapkan bahwa sebagian besar obat dan
alat kesehatan narkotika dari luar negeri yang beredar di Indonesia tidak melalui
prosedur riset. Dampaknya justru tidak signifikan dalam menyembuhkan pasien
pengguna narkoba yang sedang menjalani proses rehabilit asi. Menurutnya persoalan
ini sebenarnya sudah disampaikan ke Departemen Kesehatan, akan tetapi hingga saat
ini belum ditindaklanjuti. ”Mungkin karena saya kroco-kroco, jadi tidak ditanggapi”,
keluhnya. (Hr. Sinar Harapan 02/06/2007)

”Persediaan Vaksin Rabies di Dinkes Sumut Kosong”. Kadinkes Sumut, dr.
Fatni Sulani, mengatakan vaksin rabies di Dinkes Sumut untuk saat ini telah habis.
Dan pemberian vaksin terakhir telah diberikan pada minggu lalu saat ada kasus
rabies yang terjadi di desa Namoriam, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang. (Batak
Pos 04/06/2007). Berita lain ”Persediaan obat generik menipis – di RSUD Mamuju”
(Hr. Fajar 04/06/2007)

E

P2PL DAN LITBANGKES

Penanggulangan Penyakit Bersumber Binatang, Menular Langsung, Surveilans Epim dan
Kesehatan Matra, Penyehatan Lingkungan, Penyehatan Air dan Sanitasi, Penyakit Tidak
Menular serta hasil-hasil penelitian di bidang kesehatan.

”Hampir 5 Juta Orang Meninggal akibat Rokok”. Menkes Siti Fadilah Supari
dalam sambutan tertulis pada acara Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang dibacakan
Indriyono Tantoro, Staf Ahli Menkes Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan
Depkes, mengungkapkan saat ini ada 4,9 juta kematian tiap tahun akibat rokok. 70%
diantaranya di negara berkembang. Angka perkiraan konsumsi tembakau di Indonesia

28,7 persen. Jika penduduk Indonesia 220 juta, ada 63,14 juta perokok. Dampak
negatif merokok antara lain kanker paru, penyakit jantung koroner, stroke dan
penyakit paru. Merokok juga mengakibatkan gangguan kesuburan dan impotensi. (Hr.
Kompas 02/06/2007)
”Jumlah Korban Tewas Flu Burung 79 Orang”. Orang yang terinfeksi virus flu
burung sekarang berjumlah 99 orang. Dari jumlah tersebut, 79 orang diantaranya
meninggal dunia setelah perempuan asal Kendal, Jateng, berinisial R (15)

5

dikonfirmasi positif terinfeksi virus H5N1. Siara Pers dari Pusat Komunikasi Publik
Depkes menyebutkan kesimpulan tersebut dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium Badan Litbangkes Depkes tanggal 29 Mei dan Lembaga Biologi
Molekuler Eijkman Jakarta tanggal 1 Juni 2007. Dengan demikian kini flu burung
telah menyebar di 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten,
Sumut, Jateng, Jatim, Lampung, Sulsel, Sumbar, Sumsel dan Riau. (Hr. Kompas
03/06/2007, Hr. Pelita, Hr. Media Indonesia 02/06/2007, Hr. Seputar Indonesia
01/06/2007, Hr. Suara Pembaruan, Hr. Pelita, Hr. Media Indonesia, Hr. Republika
04/06/2007)
”Kasus di Papua kian mengkhawatirkan”. Epidemi HIV/AIDS di wilayah Papua
kian mengkhawatirkan. Tingginya angka kasus HIV/AIDS ini dipicu perilaku seks
yang berisiko di masyarakat. Karena itu, mata rantai penularan virus ini harus diputus
dengan meningkatkan akses pengobatan dan penggunaan kondom. Pemerintah pun
berencana meningkatkan akses pelayanan kesehatan dengan menyiapkan para kader
kesehatan di tiap kampung. Menkes Siti Fadilah Supari pada acara Diseminasi
Surveilans Terpadu HIV-Perilaku Tahun 2006 di Jayapura mengatakan untuk
mempercepat penanggulangan HIV/AIDS dalam waktu dekat pemerintah akan
mengambil sampel darah setiap keluarga di Papua dari rumah ke rumah. Namun,
strategi ini dalam pandangan Gubernur Papua Barnabas Suebu sangat sulit dilakukan,
terutama karena keterbatasan tenaga dan sulitnya kondisi geografis di wilayah
Papua. (Hr. Kompas 02/06/2007, Hr. Seputar Indonesia 01/06/2007, Hr. Pelita
04/06/2007, Hr. Media Indonesia 03/06/2007)
”15 Pendonor Darah di PMI Bantul Positif HIV/AIDS”. Sekitar 13-15 orang
pendonor darah di PMI Bantul sejak tahun 2005 hingga sekarang dinyatakan positif
terkena virus HIV/AIDS. Para penderita umumnya adalah ibu rumah tangga dan
mahasiswa yang berumur 25-40 tahun. Pada awal Mei lalu mereka telah diundang ke
PMI Bantul dan diberitahu jika menderita HIV/AIDS yang selanjutnya akan
diberikan pendampingan. Kepala Markas PMI Bantul, Budiyanto, mengatakan
terdeteksinya pendonor yang positif HIV/AIDS dari luar Bantul ketika PMI Bantul
melakukan aksi donor darah massal di lingkungan kampus. Para mahasiswa pendonor
tidak semuanya berasal dari Bantul. Sedangkan ibu rumah tangga yang terinfeksi
HIV/AIDS adapula yang ditularkan oleh suaminya. (Hr. Kedaulatan Rakyat, Hr. Media
Indonesia 02/06/2007, Hr. Suara Merdeka 04/06/2007)
”Pasien DBD Tangerang Melonjak”. Kepala Bagian Tata Usaha RSUD
Tangerang, Sudaryanto, mengatakan jumlah pasien DBD di RSUD Tangerang terus
meningkat. Hingga kemarin (31/05), pasien DBD mencapai 383 orang melonjak
ketimbang April lalu yang hanya 313 pasien. Sementara Kadinkes Kota Tangerang,
Nuriman, justru belum tahu gejala meningkatnya KLB DBD. ”Saya tidak bisa
mengambil tindakan apa-apa karena belum mengetahui laporan tersebut” ujarnya.
(Hr. Seputar Indonesia 01/06/2007, Hr. Suara Pembaruan 02/06/2007, Hr. Suara
Pembaruan, Koran Tempo 04/06/2007)

6

”Kasus Malaria Meningkat Dua Kali Lipat”. Kasus malaria di Kabupaten
Banjarnegara, Jateng, pada Mei 2007 meningkat dua kali lipat dibanding pada
periode yang sama tahun lalu. Kepala Seksi Pencegahan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Dinkes Banjarnegara, Kusneri, mengungkapkan tahun sebelumnya hanya 6
kasus malaria, tahun ini 13 kasus. Ia meminta masyarakat Banjarnegara untuk
mewaspadai munculnya kasus malaria. Sehingga secara dini dapat diantisipasi agar
tidak bertambah jumlahnya. (Hr. Media Indonesia 02/06/2007)

Sub Bidang Pendapat Umum
Bidang Pendapat Umum dan Berita
Pusat Komunikasi Publik Setjen Depkes

Catatan :
Harian sore, tabloid/majalah mingguan, 2 mingguan atau bulanan dan media daerah
dikliping/diringkas sesuai tanggal diterimanya di Bidang Pendapat Umum dan Berita.

7