Pengelolaan Pemanfaatan Satwaliar Perdagangan Jenis Kura kura Darta dan Kura kura Air Tawar di Jakarta

dapat dilakukan tanpa tatap muka dan dengan pembayaran melalui ATM atau bank. Pola pengiriman tergantung negosiasi antara pembeli dan penjual, biasanya dengan memanfaatkan pihak ketiga kecuali bila penjual dan pembeli sudah saling kenal. Jenis-jenis yang dilindungi, yang memiliki daya tarik kuat bagi sebagian peminat, dijajakan dengan bebas pada situs-situs yang ada dan pengendaliannya sulit dilakukan secara maya dan harus dilakukan melalui pengawasan peredaran di pelabuhan-pelabuhan, jalan raya dan pemasok di daerah. Dengan demikian, suplai bagi setiap pemilik situs dapat dikurangi dan menekan perdagangan kura- kura darat dan kura-kura air tawar yang dilindungi. Sisi negatif yang muncul adalah bila tingkat perlindungan suatu spesies semakin tinggi maka semakin menarik pula citranya sehingga harga penawarannya semakin tinggi dan mendorong penangkapan lebih intensif di alam. Fenomena serupa juga dicatat oleh Shepherd Nijman 2007. Hal ini perlu diwaspadai sehingga upaya perlindungan tidak menjadi bumerang bagi kelestarian jenis dimaksud. Penyelundupan merupakan ancaman utama perdagangan antar negara dan sejauh ini upaya pengendalian telah dilakukan oleh pengelola walaupun belum optimal. Beberapa upaya penyelundupan ke luar negeri dapat digagalkan namun diduga masih ada penyelundupan yang berhasil dilakukan, baik melalui jalur utama ekspor pelabuhan atau bandara besar maupun melalui jalur tersendiri, seperti Tembilahan Shepherd, pers.comm.. Pada tahun 2003, terjadi penyitaan sebanyak ± 1.000 ekor Carettochelyus insculpta di Jakarta 2003 dan ± 7.000 ekor di Surabaya 2003. Dari jumlah tersebut, 2.862 ekor telah dikembalikan ke Papua dan 516 ekor di antaranya telah dilepasliarkan di habitat alaminya Makur 2006. Jenis ini adalah jenis endemik Papua bagian Selatan hingga ke Papua Nugini dan Australia bagian utara Bargeron 1997; Rhodin Genorupa 2000; Georges et al. 2006.

F. Pengelolaan Pemanfaatan Satwaliar

Sesudah Indonesia meratifikasi Konvensi CITES pada tahun 1978 Presiden RI 1978, maka pelaksanaan perdagangan satwaliar Indonesia ke luar negeri dilakukan sesuai ketentuan CITES yang berlaku. Mekanisme pengaturan dalam negeri juga sudah diatur melalui penyerapan ketentuan CITES dalam peraturan perundang-undangan yang ada, seperti dalam PP No. 7 tahun 1999 Dephut 1999 dan KepMenhut No. 447 tahun 2003 Dephut 2003. Beberapa jenis kura-kura darat dan kura -kura air tawar Indonesia yang banyak diekspor ke luar negeri dan diketahui telah mengalami penurunan populasi alami perlu dikurangi kuotanya atau dihentikan sama sekali. Faktanya, penurunan pasokan dan pengurangan wilayah tangkapan telah terjadi sehingga mengindikasikan adanya penurunan populasi alami yang perlu diantisipasi dengan pengurangan kuota tangkap. Kuota yang ditetapkan setiap tahun oleh Dirjen PHKA adalah kuota tangkap di seluruh Indonesia untuk setiap jenis satwaliar Indonesia yang diperdagangkan dan maksimal 90 dari jumlah tersebut yang diijinkan untuk diekspor. Jenis-jenis Amyda cartilaginea dan Cuora amboinensis adalah jenis-jenis yang banyak diekspor dan harus dijamin bahwa populasi alaminya tidak terganggu oleh perdagangan. Jenis-jenis dilindungi seperti Batagur baska dan Carettochelys insculpta merupakan jenis-jenis yang terancam kepunahan dan seharusnya tidak lagi diperdagangkan di dalam negeri dan ke luar negeri. Hal-hal yang dapat memperkuat implementasi aturan-aturan tersebut dalam upaya konservasi satwaliar di dalam negeri antara lain: 1 pengisian data dasar setiap jenis satwaliar Indonesia yang terkini dan akurat, 2 penentuan kuota berdasarkan data dasar populasi alami yang terkini dan akurat, 3 penetapan dan pengawasan wilayah tangkapan serta 4 pengendalian peredaran antar daerah, 5 penegakan hukum atas pelanggaran pengendalian peredaran dan perdagangan satwaliar, 6 penguatan kelembagaan pengelola Dephut dan asosiasi eksportir serta 7 penyederhanaan lebih lanjut birokrasi eksporimpor satwaliar. Dengan demikian, perdagangan jenis-jenis satwaliar Indonesia termasuk kura-kura darat dan kura-kura air tawar di Indonesia berlangsung dengan dasar ilmiah yang kuat, prosedur administratif yang efektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta penegakan hukum yang konsisten atas pelanggaran. Keberadaan asosiasi IRATA sangat mendukung upaya Pemerintah mengatur perdagangan satwaliar Indonesia, utamanya ekspor ke luar negeri. Asosiasi IRATA sudah mengikuti ketentuan jumlah pemanenan kuota, mekanismen pengiriman yang berlaku SATS-DN, mengatur pembagian kuota yang telah ditetapkan Pemerintah di antara anggotanya serta menerbitkan surat pengantar bagi pengurusan CITES Permit untuk setiap Eksportir yang akan melakukan ekspor. Dorongan dan pembinaan Pemerintah untuk asosiasi sangat penting, utamanya untuk menekan intensitas pelanggaran, kerjasama dalam pengurusan CITES Permit, pemeriksaan stok Eksportir, saling mendukung dalam konteks Perdagangan Internasional utamanya bila terjadi permasalahan yang mengancam terhambatnya kuota ekspor Indonesia ke luar negeri, misalnya dengan ban penghentian ekspor impor serta saran-saran asosiasi untuk perbaikan birokrasi perijinan dan pengurusan usaha Eksportir. Salah satu hal penting yang perlu dicari solusinya adalah belum adanya dasar yang tepat dan akurat untuk penentuan kuota Saputra pers.comm.. Pengaturan kuota belum menyerap pengetahuan Eksportir mengenai kondisi di lapangan, yang seringkali lebih mengetahui keberadaan populasi suatu jenis yang akan diekspor melalui informasi para penangkap atau pengumpulnya di lapangan. Selain itu, penetapan kuota tangkap juga tidak didasarkan pada data ilmiah yang memadai mengenai jenis-jenis yang akan dimanfaatkan sehingga kuota tangkap yang ditetapkan setiap tahun perlu dipertanyakan keabsahannya secara ilmiah. Permasalahan yang belum dapat diatasi secara menyeluruh adalah penyelundupan ke luar negeri melalui beberapa titik rawan seperti Tembilahan Shepherd pers.comm.; Saputra pers.comm., perbatasan Kalimantan bahkan juga melalui pelabuhan dan bandara besar seperti Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Soekarno-Hatta. Upaya penghentian penyelundupan belum memadai dan perlu melibatkan kerja sama para pihak seperti Bea Cukai DepKeu, Administratur Pelabuhan, Kepala Bandara, Balai Karantina Hewan Deptan serta dukungan LSM terkait. Penyelundupan dapat mengancam kelestarian populasi alami jenis-jenis asli Indonesia dan menekan para pengusaha legal yang mencoba mengikuti aturan main. Kegiatan pembinaan dan operasi peredaran tumbuhan dan satwaliar TSL di seluruh wilayah Jakarta sudah dilaksanakan oleh BKSDA DKI Jakarta untuk menekan perdagangan ilegal satwaliar, utamanya lokasi rawan seperti Jalan Barito dan Pasar Pramuka. Pasar Pramuka masih merupakan lokasi penjualan satwaliar terbesar di Jakarta namun saat ini bentuk kegiatannya lebih tertutup karena kegiatan penertibanpengawasan peredaran TSL cukup sering dilakukan di wilayah ini. Beberapa kali kegiatan operasi berhasil menyita berbagai jenis satwaliar, termasuk jenis-jenis yang sudah dilindungi seperti Kura-kura moncong babi Carettochelys insculpta . Satwa-satwa hasil sitaan sudah dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa PPS Tegal Alur untuk dirawat dan sebagian sudah dilepaskan kembali ke habitat aslinya. BKSDA DKI Jakarta juga menerbitkan beberapa macam brosur dan poster mengenai satwaliar dan upaya konservasinya untuk disebarluaskan kepada masyarakat, termasuk ditempel di kios-kios penjual satwaliar.

G. Implementasi Terhadap Pengelolaan Satwaliar