Kondisi Hidrologi Perubahan Landuse terhadap Respon hidrologi

39 Gambar 15. Sebaran stasiun penakar hujan DAS Citarum Hulu

4.4 Kondisi Hidrologi

Debit observasi yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari pos duga Air Nanjung. Pemilihan pos duga air Nanjung karena ketersediaan data debit sungai untuk outlet Nanjung lebih lengkap dibandingkan dengan pos duga air yang lain. Data debit 40 yang tersedia lengkap adalah data debit bulanan dan harian. Gambar 16 menunjukan rata-rata debit bulanan dari tahun 2004-2008. Gambar 16 . Debit aliran sungai rata-rata bulanan 2004-2008 Rata-rata debit minimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 9.29 m 3 s dan rata- rata debit maksimu terjadi pada bulan pada bulan Maret sebesar 128.95 m 3 s. 20 40 60 80 100 120 140 jan feb mar apr mei jun jul Agus Sept Agust Okt Nov Des Q m 3 s HASIl DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Perubahan Lahan

5.1.1 Laju Perubahan

Penggunaan Lahan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam proses hidrologi yang dapat dikelola sehingga mampu menciptakan kondisi hidrologi yang lebih baik. Berdasarkan hasil analisis perubahan lahan yang berasal dari BAPPEDA Kabupaten Bandung pada tahun 1994, 1997, 2001, 2005. Penggunaan lahan di daerah DAS Citarum Hulu terdiri dari hutan primer dan sekunder, lahan terbangun industri dan pemukiman, kebun campuran, tegalan, padang rumput, perkebunan,, sawah, semak belukar, lahan terbukatanah kosong dan danau. Perubahan penggunaan lahan merupakan perubahan penggunaan dari suatu pengguna ke penggunaan yang lain diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari satu waktu ke waktu yang berikutnya Vink 1975. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di suatu wilayah dapat diketahui dari pengamatan berbagai fenomena pada waktu yang berbeda menggunakan data yang dikumpulkan multi waktu. Pada penggunaan lahan tahun 1994 yang paling dominan adalah hutan dengan persentase luas hutan terhadap luas DAS sebesar 26.7 sedangkan penggunaan lahan yang paling dominan pada tahun 1997, 2001 dan 2005 adalah sawah dengan persentase luasan sebesar 23.5 , 21 dan 19.3. Untuk persentase luas penggunaan yang lain selengkapnya disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 17. Pada Gambar 17 menunjukkan bahwa pada grafik lahan hutan menurun signifikan. Hal ini menggambarkan bahwa areal hutan luas selalu menurun tanpa ada usaha untuk perbaikan. 42 Tabel 8. Luas pengunaan lahan DAS Citarum Hulu tahun 1994, 1997, 2001 dan 2005 Jenis Lahan Luasha Luas 1994 1997 2001 2005 1994 1997 2001 2005 Hutan 42,517 36,815 20,604 19,579 26.7 23.1 12.9 12.3 Kawasan dan Zona Industri 1,897 1,911 1,959 2,914 1.2 1.2 1.2 1.8 Kawasan Pertambangan Galian 142 142 23,594 148 0.1 0.1 14.8 0.1 Kebun Campuran 18,960 19,213 18,395 23,638 11.9 12.0 11.5 14.8 Ladang Tegalan 17,609 18,612 27,687 19,524 11.0 11.7 17.4 12.2 Padang RumputIlalang 2,452 2,452 28,216 3,940 1.5 1.5 17.7 2.5 Perkebunan 9,470 13,007 159 26,662 5.9 8.2 0.1 16.7 Permukiman 26,179 26,784 2,452 28,947 16.4 16.8 1.5 18.1 Sawah 37,532 37,553 33,619 30,842 23.5 23.5 21.1 19.3 Semak Belukar 205 471 271 782 0.1 0.3 0.2 0.5 Tanah Kosong Terbuka 283 283 283 258 0.2 0.2 0.2 0.2 Tubuh Air 294 294 294 294 0.2 0.2 0.2 0.2 Total 159,534 159,534 159534 159534 100.0 100.0 100.0 100.0 Sumber : Hasil analisis data Gambar 17. Komposisi kelas Penggunaan Lahan pada DAS Citarum Hulu Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada DAS Citarum Hulu selama periode tahun 1994 sampai 2005 didominasi oleh peningkatan lahan perkebunan 51.2 dan kebun campuran sebesar 13.9 sedangkan lahan sawah dan hutan selalu mengalami penurunan masing-masing sebesar 41.7 dan 19.9 . Perubahan penggunaan lahan selengkapnya disajikan pada Tabel 9. 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Lu a s Tahun Hutan Pertambangan Kebun Tegalan Rumput Perkebunan Pemukiman Sawah 43 Tabel 9. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 1994 sampai 2005 Jenis Lahan 19941997 19972001 20012005 19942005 ha ha ha ha Hutan -13.41 -10.9 -44.04 -39.0 -5.0 0.1 -53.9 -41.7 Kawasan dan Zona Industri 0.03 0.0 0.13 0.2 4.6 0.1 2.4 3.0 Kawasan Pertambangan Galian 0.00 0.0 63.70 78.4 -113.8 -1.3 0.0 0.0 Kebun Campuran 0.59 0.8 -2.22 -2.7 25.4 0.3 11.0 13.9 Ladang Tegalan 2.36 3.0 24.65 30.3 -39.6 -0.4 4.5 5.7 Padang RumputIlalang 0.00 0.0 69.98 86.1 -117.8 -1.3 3.5 4.4 Perkebunan 8.32 10.5 -34.90 -43.0 128.6 1.5 40.4 51.2 Permukiman 1.42 1.8 -66.09 -81.3 128.6 1.5 6.5 8.2 Sawah 0.05 0.1 -10.68 -13.2 -13.5 -0.2 -15.7 -19.9 Semak Belukar 0.63 0.8 -0.54 -0.7 2.5 0.0 1.4 1.7 Tanah Kosong Terbuka 0.00 0.0 0.00 0.0 -0.1 0.0 -0.06 -0.08 Tubuh Air 0.00 0.0 0.00 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Total 0.00 0.0 0.00 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Sumber : Hasil analisis data Berdasarkan hasil analisis spasial terhadap perubahan penggunaan lahan dari tahun 1994 sampai 2005, menunjukkan penurunan luas lahan hutan yang besar. Perubahan lahan hutan yang terus menerus tanpa disertai untuk memperbaikinya maka luas hutan di DAS Citarum hulu akan semakin berkurang. Pengurangan hutan ini akan mempengaruhi kondisi hidrologi DAS, apalagi disertai dengan terjadinya perubahan pengunaan lahan yang tidak seimbang. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada suatu DAS dapat merubah hidrologi DAS tersebut Seyhan 1999. Berkurangnya tutupan menyebabkan peresapan air ke dalam tanah menjadi rendah sehingga air bawah tanah berkurang dan terjadi kelebihan air di permukaan. Hasil penelitian Fohrer et.al 2002, perubahan penggunaan lahan menjadi padang rumput dan lahan pertanian menyebabkan terjadinya peningkatan komponen runoff secara signifikan.

5.1.2 Distribusi perubahan Landuse

Proses distribusi perubahan landuse dilakukan dengan melakukan proses overlay tumpang tindih antara peta landuse tahun 1994 dengan 1997, hasil perubahan lahan dapat dilihat pada Gambar 18. Dari tahun 1994 sampai 1997, total luas lahan hutan berkurang sebesar 6124 ha, sebagian dikonversi menjadi perkebunan 3048,4 ha dan ke kelas lahan yang lain 3075.5 ha antara lain kebun campuran, pemukiman, semak belukar, sawah dan tegalan. Pada Tabel matrik tersebut, untuk 44 luas lahan pemukiman juga mengalami penambahan sebesar 958,9 ha. Penambahan tersebut hasil konversi dari kelas lahan hutan, kebun campuran, sawah dan tegalan. Untuk lahan tegalan mengalami penambahan luasan sebesar 1946.3 ha. Distribusi perubahan lahan dari tahun 1994-1997 dapat dilihat pada Gambar 18 dan pada Tabel 10. Pada matrik perubahan lahan 1997-2001 yang ditunjukan Tabel 11. Perubahan lahan hutan terbesar dikonversi menjadi perkebunan sebesar 16404.7 ha, dan yang lainnya dikonversi ke kelas lahan kebun campuran 3019.6 ha, pemukiman 68.9 ha, sawah 357.6 ha dan tegalan 202 ha. Dari tahun 1997 sampai 2001, terjadi reforestasi penambahan area hutan dari lahan kebun campuran sebesar 191.6 ha. kelas lahan pemukiman mengalami penambahan sebesar 2561.2 ha yang berasal dari konversi lahan hutan, kebun campuran, perkebunan, semak belukar, sawah dan tegalan. Untuk lahan sawah mengalami penambahan luas sebesar 385.6 ha hasil Gambar 18. Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1994-1997 45 konversi lahan hutan sebesar 357.6 ha dan tegalan sebesar 28 ha. Untuk distribusi perubahan landuse dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19. Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1997-2001 46 Tabel 10. Matrik perubahan landuse tahun 1994-1997 19941997 HT IND KC PK PM RP SM SW TG TK TB TM Total Pengurangan ha HT 42517 274,1 3048,4 26,7 728,6 127,9 1918,2 6124 IND 1897 KC 18960 69,3 41 110.3 PK 9470 15,9 38,2 54.1 PM 26179 RP 2452 82,8 82.8 SM 205 SW 659,8 4 37532 28,1 691.9 TG 463,1 187,2 17609 650.3 TK 120,5 283.1 120.5 TB 294 TM 142 Total perubahan ha 274,1 3511,5 958,9 732,6 410,4 1946,3 159534 Sumber: Hasil analisis Keterangan HT = Hutan RP = Rumput KC = Kebun Campuran IND = Industri PK = Perkebunan PM = Pemukiman SM = Semak belukar SW = Sawah TG = Tegalan TK = Lahan terbuka TB= tubuh air 46 47 Tabel 11. Tabel distribusi perubahan lahan 1997-2001 19972001 HT IND KC PK PM RP SM SW TG TK TB TM Total Pengurangan ha HT 20410.6 3019.6 12382 374.6 68.9 357.6 202 16404.7 IND 2039.4 KC 191,6 17957.5 216,4 847,5 1063.9 PK 588.8 11889.6 55,8 463,1 117.5 PM 25868.1 RP 2451.6 SM 727,3 1,3 202.1 4 732.6 SW 2150 633,4 1270,2 82,8 37251.2 818,5 120,5 5075.4 TG 75.2 1831,2 11,8 28 16981.5 1946.2 TK 283.1 TB 294 TM 142 Total penambahan 159534 191,6 5833.6 15790,3 2561,2 82,8 68,9 385,6 1487,6 120,5 Sumber: Hasil analisis Keterangan HT = Hutan RP = Rumput TB = Tubuh Air KC = Kebun Campuran IND = Industri PK = Perkebunan PM = Pemukiman SM = Semak belukar SW = Sawah TG = Tegalan TK = Lahan terbuka 47 48 Pada Tabel 12, perubahan lahan dari tahun 2001-2005, luas hutan berkurang sebesar 1612. Reforestasi juga semakin meningkat sebesar 258 ha, penambahan area hutan ini berasal dari konversi lahan kebun campuran, perkebunan, dan tegalan. Dari tabel tersebut, penambahan yang besar terjadi pada area tegalan yaitu sebesar 1567 ha yang berasal dari hutan, kebun campuran, perkebunan dan sawah. Lahan industri juga teradi peningkatan sebesar 1002 ha. Untuk distribusi perubahan tataguna lahan pada tahun 2001-2005 dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Perubahan tataguna lahan 2001-2005 49 Tabel 12. Matrik perubahan tataguna lahan tahun 2001-2005 2001-2005 HT IND KC PK PM RP SM SW TB TG TK TM Total pengurangan HT 19321.3 121.2 102.5 228.1 155 280.8 724.8 1612 IND 2009 KC 107.4 23135 4.9 138 21.5 92.8 96.3 460.9 PK 118.5 19.8 26673 22.5 77.1 362 258.7 155.4 1014 PM 27907 RP 28.3 2417 6.5 26.6 61.4 SM 271 SW 1000.2 360.7 553.2 1163 11.1 30076 590.8 3679 TB 294 TG 32.2 10 10.4 151.1 20.7 442 17921 666.4 TK 25.2 258 25.2 TM 148 Total Penambahan 225.9 1000.2 415.7 136.5 1005 1510 1069 566 1567 159534 Sumber : Hasil analisis Keterangan: HT = Hutan RP = Rumput TB : Tubuh Air KC = Kebun Campuran IND = Industri TM : Kawasan Pertambangan PK = Perkebunan PM = Pemukiman SM = Semak belukar SW = Sawah TG = Tegalan TK = Lahan terbuka 49 50 Pada Tabel 13, untuk perubahan lahan dari tahun 1994 sampai 2005, telah terjadi konversi area hutan yang sangat signifikan sebesar 24023 ha dan pada periode tersebut, terjadi peningkatan lahan industri sebesar 1002 ha dari konversi lahan sawah. Penambahan lahan terbesar adalah lahan perkebunan sebesar 18.334 ha. Konversi lahan perkebunan tersebar didaerah das hulu bagian selatan. Distribusi perubahan lahan periode tahun 1994 - 2005 disajikan pada Gambar 21. Gambar 21. Perubahan tataguna lahan 1994-2005 51 Tabel 13. Matrik perubahan tataguna lahan tahun 1994-2005 1994-2005 HT IND KC PK PM RP SM SW TG TB TK TM Total Pengurangan HT 19579 3111.4 17617 541 289.2 524 979 961.6 24023 IND 2914 16.9 16.9 KC 170.5 23638 75.6 900.5 7.8 73 73.5 1300.9 PK 36.3 516.9 26662 31.8 23.5 69.1 120.1 157.9 965.4 PM 28947 RP 28.3 3940 6.5 26.6 61.4 SM 782 SW 1083.4 2222.1 631.4 1353 1177 22.9 30342 1370 7859.8 TG 32.2 10 10.4 147.3 20.7 442 3940 662.6 TB 294 TK 25.2 258 25.2 TM 148 Total Penambahan 159534 239 1084 5885.6 18334 3001.4 1518.2 1137.4 1125.7 2579.8 Sumber : Hasil analisis Keterangan: HT = Hutan RP = Rumput SM = Semak belukar PK = Perkebunan KC = Kebun Campuran IND = Industri SW = Sawah PM = Pemukiman TK = Lahan terbuka TB = Tubuh Air TM = Kawasan Pertambangan 51 52

5.2 Model SWAT

5.2.1 Deliniasi DAS

Pemanfaatan model MW SWAT untuk deliniasi DAS Citarum dilakukan secara otomatis. Proses deliniasi ini, data yang dibutuhkan berupa peta jaringan sungai, peta DEM, lokasi DAS dan outlet DAS. Hasil yang diperoleh dari proses deliniasi berupa peta jaringan sungai, batas DAS dan Sub DAS dan perhitungan topografi lengkap. Proses deliniasi tersebut menggunakan ambang batas threshold yang digunakan adalah 50000 ha, sehingga membentuk 23 Sub DAS dengan total luasan 157538 ha, masing-masing luasnya disajikan Tabel 14. Hasil deliniasi Batas DAS dan Sub Das Citarum Hulu dapat dilihat pada Gambar 22. Tabel 14. Luas Sub DAS pada DAS Citarum Hulu hasil deliniasi Model No SUB DAS Luas Sub DAS ha 1 Sub DAS 1 12165 2 Sub DAS 2 6189 3 Sub DAS 3 7670 4 Sub DAS 4 6015 5 Sub DAS 5 5612 6 Sub DAS 6 4773 7 Sub DAS 7 11219 8 Sub DAS 8 4869 9 Sub DAS 9 7602 10 Sub DAS 10 6239 11 Sub DAS 11 29140 12 Sub DAS 12 25117 13 Sub DAS 13 642 14 Sub DAS 14 232 15 Sub DAS 15 46 16 Sub DAS 16 10583 17 Sub DAS 17 528 18 Sub DAS 18 94 19 Sub DAS 19 7623 20 Sub DAS 20 4101 21 Sub DAS 21 7039 22 Sub DAS 22 20 23 Sub DAS 23 20 Luas Total 157538 Sumber : Hasil analisis 53 Hasil pengamatan kekasaran manning sungai-sungai yang terdapat pada DAS Citarum Hulu berkisar 0.025-0.065. Nilai ini tergolong sedang untuk sungai yang masih alami. Semakin rendah nilai kekasaran manning menunjukkan hambatan terhadap aliran sungai semakin rendah sehingga kecepatan aliran air semakin besar . Sedangkan nilai konduktivitas hidrolik efektif tanah pada sungai hasil pengamat menunjukan nilai berkisar antara 6-25 mm, nilai ini tergolong sedang. Hasil deliniasi jaringan sungai utama dan anak sungai DAS Citarum Hulu dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22 . Hasil deliniasi DAS Citarum Hulu dengan model MW SWAT 54

5.2.2 Pembentukan HRU pada DAS Citarum Hulu

Unit lahan yang terbentuk oleh model SWAT merupakan tumpang tindih dari jenis tanah, penggunaan lahan dan kemiringan lereng yang terdapat pada DAS Citarum Hulu. HRU yang terbentuk oleh model dengan menggunakan metode threshold by percentage dimana untuk jenis lahan menggunakan threshold 10 dan jenis tanah menggunakan threshold sebesar 5 serta kemiringan lereng menggunakan threshold 5 . HRU yang yang diperoleh dari model SWAT adalah 1509 unit dengan 23 Subbassin.

5.2.3 Pembangkit Data Iklim WGN

Data WGN dibangun oleh data curah hujan, temperatur, kecepatan angin, radiasi matahari dalam kurun waktu 15 tahun 1994-2008. Data iklim ini digunakan untuk membangun generator cuaca dapat dilihat pada Lampiran 1. .WGN ini yang berfungsi untuk mengisi kekosongan data curah hujan yang digunakan pada masing- masing penakar hujan.

5.2.4 Karakteristik Landuse untuk Model SWAT

SWAT membutuhkan banyak input data yang sebagian besar masih belum terpenuhi karena terbatasnya data yang tersedia pada DAS Citarum Hulu. Oleh karena itu, input data jenis landuse lokal disesuaikan dengan input data landuse global yang yang telah tersedia di dalam database SWAT dalam bentuk Microsoft acsess mwswat.mdb yang telah terintegrasi dalam software SWAT. Penyesuaian input data landuse lokal dengan landuse global dapat dilihat pada Tabel 15 . 55 Tabel 15. Penyesuaian jenis landuse lokal dengan landuse global database SWAT TanamanLandcover crop Data Kode SWAT LANDUSE_ID Keterangan Jenis Tanaman Landcover dalam SWAT Hutan Primer FOEB Evergreen Broadleaf Forest Hutan Sekunder FOEN Evergreen Needleleaf Forest Kebun Campuran CRDY Dry Cropland and Pasture Tegalan AGRR Agricultural Land-Row Crops Padang Rumput LBLS Little Bluestem Perkebunan CRWO CroplandWoodland Mosaik Sawah RICE Rice Semak Belukar SHRB Shrubland Tubuh Air WATB Water Body Industri UIDU Industrial Pemukiman Sedang URMD Residential-Medium Density Pemukiman Padat URHD Residential-High Density Tanah Terbuka MIGS Mix GrasslandShrubland Galiantambang URMD Residential-Medium Density

5.2.5 Output SWAT

Output SWAT merupakan hasil dari proses analisis SWAT pada tahap 4. Dapat dilihat pada Gambar 23. Visualisasi output debit aliran dapat ditandai dengan gradasi warna. Pemilihan output berupa debit rata-rata bulanan dari masing-masing Sub DAS Flow out. Pada Gambar 23 menyajikan hasil debit prediksi model SWAT pada ketebalan aliran permukaan tiap Sub DAS pada DAS Citarum Hulu. Pada Gambar tersebut, Sub DAS yang mempunyai aliran permukaan yang sangat tinggi dan tinggi yaitu pada Sub DAS Cisangkuy, Ciwidey, Cikapundung dan Cikeruh dengan ketebalan aliran permukaannya sebesar 148-224 mm, Sub DAS Citarum Hulu dan Citarik juga termasuk aliran permukaan pada kriteria tinggi yaitu sebesar 123-147 sedangkan Sub DAS Cimahi, aliran permukaan masih tergolong sangat rendah yaitu sebesar 75-77 mm. 56 Gambar 23. Hasil output simulasi aliran permukaan SWAT 2001

5.2.6 Kalibrasi dan Validasi Model SWAT

Kalibrasi model dilakukan dengan membandingkan debit hasil perhitungan model flow out pada file RCH dengan debit hasil pengukuran lapang pada SPAS Nanjung. Kalibrasi dilakukan menggunakan data hujan dan debit tahun 2001 dengan menggunakan periode bulanan. Pemilihan menggunakan tahun 2001 karena dari hasil perbandingan curah hujan antara tahun 1994, 1997, 2001 dan 2005 disajikan pada Tabel 16, curah hujan untuk tahun 2001 mempunyai nilai total hujan tahunan yang lebih besar. Curah hujan pada tahun tersebut lebih menggambarkan kondisi peluang terjadinya limpasan yang lebih besar. 57 Tabel 16. Jumlah curah hujan tahun 1994, 1997, 2001 dan 2005 pada DAS Citarum Hulu Bulan Curah Hujan mm 1994 1997 2001 2005 Jan 343.86 175.91 199.14 182.57 Feb 246.31 163.14 177.01 292.4 Mar 296.76 180.54 216.8 282.25 Apr 266.26 200.92 376.23 199.07 Mei 134.99 188.15 268.29 117.35 Jun 21.94 25.32 101.9 104.87 Jul 7.73 23.31 96.26 51.56 Agust 17.07 29.15 75.27 73.94 Sept 52.58 30.64 127.06 78.25 Okt 64.79 66.54 160.09 122.5 Nov 222.19 149.91 308.44 173.58 Des 209.84 265.12 195.53 246.29 Total tahun 3878.32 3495.65 4303.02 3929.63 Hasil analisis debit total model SWAT periode bulanan pada tahun 1994 sebesar 792.18 m 3 s dan menghasilkan nilai NSI sebesar 0.734 dengan nilai R 2 Hasil debit model SWAT periode bulanan untuk tahun menghasilkan nilai NSI sebesar 0.277 dengan nilai R sebesar 0.747. Untuk landuse tahun 1994 sebelum dilakukan kalibrasi, nilai debit model SWAT sudah mendekati hasil sebenarnya dengan nilai NSI yang termasuk dalam kategori memuaskan. Hasil debit model bulanan sebelum dilakukan kalibrasi pada tahun 1994 dapat dilihat pada Gambar 24. 2 sebesar 0.413 dengan nilai total debit model SWAT bulanan pada tahun 1997 sebesar 452,97 m 3 s Hasil nilai debit total model SWAT bulanan tahun 2001 sebesar 884.78 m . Hasil debit model dapat dilihat pada Gambar 25. 3 s dengan menghasilkan nilai efisiensi Nash-Sutcliffe Index NSI sebesar 0.202 dan nilai R 2 Hasil debit model SWAT periode bulanan tahun 2005 sebelum dilakukan kalibrasi menghasilkan nilai NSI sebesar 0.455 dengan nilai R sebesar 0.325. Nilai tersebut masih jauh dari nilai yang diharapkan. Hasil debit model SWAT bulanan pada tahun 2001 dapat dilihat pada Gambar 26. 2 sebesar 0.779. Nilai 58 debit total hasil model SWAT pada tahun 2005 sebesar 668.53 m 3 s. Hasil debit model dapat dilihat Gambar 27. Gambar 24. Debit model dan debit observasi bulanan sebelum dikalibrasi di outlet Nanjung sub DAS 23 Gambar 25. Debit model dan debit observasi bulanan sebelum dikalibrasi di outlet Nanjung Sub DAS 23 50 100 150 200 250 300 350 400 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des D e b it m 3 s Bulan 1994 Hujan Observasi Debit Model 50 100 150 200 250 300 20 40 60 80 100 120 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des D e b it Q m 3 s Bulan 1997 hujanmm debit observasi m3s debit model m3s H uj a n m m H uj a n m m 59 Gambar 26. Debit model dan debit observasi bulanan sebelum dikalibrasi di outlet Nanjung Sub DAS 23 Gambar 27. Debit model dan debit observasi bulanan sebelum dikalibrasi di outlet Nanjung Sub DAS 23 50 100 150 200 250 300 350 400 50 100 150 200 250 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des D e b it Q m 3 s Bulan 2001 hujan observasi debit model 50 100 150 200 250 300 350 50 100 150 200 250 300 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des D e b it Q m 3 s Bulan tahun 2005 hujanmm debit observasi debit model H uj a n m m H uj a n m m 60 Parameter yang sensitif pada proses kalibrasi terkait dengan metode penelusuran air di aliran sungai routing method .bsn, aliran dasar .gw, saluran utama .rte, pada tingkat sub DAS .sub, parameter tingkat HRU .HRU, pengelolaan lahan .mgt. Adapun input pada masing-masing parameter tersebut disajikan pada Tabel 17. Pemilihan parameter pada saat kalibrasi menggunakan metode manual kalibrasi dan perbandingan beberapa parameter yang telah dilakukan pada DAS Cirasea dan Cimanuk untuk daerah Jawa Barat. Pada ketiga DAS tersebut, DAS Citarum Hulu mempunyai luasan yang paling besar sehingga untuk nilai kalibrasi yang digunakan angka yang lebih besar. Kalibrasi dilakukan berdasarkan nilai hidrograf sebelumnya dimana nilai debit model tinggi pada beberapa titik dan rendah pada titik yang lain. Berdasarkan keadaan tersebut maka harus dilakukan penyesuaian terhadap parameter infiltrasi dan koefesien baseflow Neitsch et al, 2001. Parameter yang terpilih terdiri dari surlag merupakan parameter time lag suatu DAS yaitu waktu antara terjadinya hujan lebih hingga terjadinya puncak aliran permukaan. Surlag pada DAS Citarum Hulu mempunyai angka yang semakin besar karena DAS Citarum mempunyai luasan yang lebi besar dan untuk mencapai aliran puncak membutuhkan waktu yang lebih lama. Input MSK_Col1, MSK_Col2 dan MSK_X merupakan variable yang digunakan dalam metode routing muskingum untuk menelusuri pergerakan air dalam saluran sungai. Nilai MSK_Col1 dan MSK_Col2 nilainya dinaikan karena parameter ini dijadikan koefesien pengontrol untuk aliran menjadi normal dan lambat, nilai yang semakin besar menunjukan aliran air menjadi tidak normal dan semakin cepat. Sedangkan MSK_X nilainya berbanding terbalik. Parameter MSK_X sebagai faktor pengontrol aliran yang masuk ke sungai dan keluar dari sungai serta menentukan besarnya simpanan air pada jaringan sungai. Nilai yang semakin kecil menunjukkan aliran semakin cepat dan jumlah air yang tersimpan dari jaringan sungai akan semakin kecil. Input GW delay merupakan input yang menggambarkan rentang waktu dari saat mengalir dari profil tanah menuju aquifer dangkal. Alpha_BF merupakan indeks respon dari aliran dasar base flow terhadap perubahan recharge infiltrasi. GWQmn adalah input yang menunjukan batas kedalaman air di akuifer dangkal untuk terjadinya 61 aliran. Gw_delay menunjukkan nilai yang semakin menurun sehingga mempunyai jumlah hari yang lebih pendek untuk menuju akuifer dangkal. Parameter ini menentukan pada proses pengisian air tanah, kondisi akuifer tanah akan lebih cepat jenuh dan menyebabkan kenaikan muka air tanah sehingga meningkatkan penyebaran air tanah dalam akuifer ke arah lateral. Alpha_BF merupakan faktor yang menentukan daya resap hujan ke tanah. Dengan nilai yang semakin besar maka daya resapan air ke dalam tanah semakin berkurang. Revapmn adalah batas kedalaman air pada akuifer dangkal untuk terjadinya perkolasi menuju akuifer dalam. CH_K2 adalah input konduktivitas hidrolik efektif saluran utama. Parameter ini berdasarkan tektur tanah pengisi saluran sungai tersebut. Nilai konduktivitas yang semakin besar menunjukkan kecepatan kehilangan cepat. CH_N1 adalah nilai kekasaran manning pada saluran utama sungai. Nilai kekasaran yang rendah maka air yang dialirkan semakin cepat karena tidak banyak menghalangi aliran tersebut. EPCO merupakan faktor kompensasi evaporasi tanaman yaitu koefisien kebutuhan air yang diambil dari tanah untuk proses transpirasi pada tanaman. Nilai yang semakin kecil menunjukan kebutuhan air untuk tanaman sedikit menunjukkan dari jumlah tanaman yang disekitar sungai jumlahnya semakin berkurang karena alih fungsi lahan. CN2 SCS Curve Number merupakan fungsi dari permeabilitas tanah, landuse dan ketersediaan air tanah. Semakin besar nilai CN2 berarti ketersediaan air dalam tanah semakin berlebih dan tanah akan mencapai kondisi jenuh. Hal ini menyebabkan permeabilitas tanah berkurang dan banyak air yang mengalir sebagai limpasan. 62 Tabel 17. Parameter input yang sensitif pada tahap kalibrasi No Parameter Nilai Nilai Awal Nilai Kalibrasi DAS Citarum Hulu Nilai Kalibrasi DAS Cirasea Nilai Kalibrasi DAS Cimanuk 1 Penelusuran Air - Surlag 1-24 4 20 5 5 - MSK_Col1 0-10 7 6.1 - - MSK_Col2 0-10 3.5 9 10 - - MSK_X 0-0.3 0.2 0.1 - - 2 Aliran Dasar - Gw Delay 0-500 31 2 15 31 - Alpha_BF 0-1 0.048 0.99 0.95 0.26 - Gw revap 0.02- 0.2 0.02 0.18 - 0.02 - GwQmin 0- 5000 1 5 800 - Revapmn 0-500 1 500 10 10 3 Saluran Sungai Utama - CH_K2 0-300 0.5 9 15 0.5 4 Kekasaran Sungai - CH_N1 0.1-30 0.5 0.025 1 0.5 5 HRUs - EPCO 0-1 0.95 0.04 - - 6 Pengelolaan Tanah - CN2 35-98 - 97 - x 0.75 Kalibrasi untuk debit model SWAT bulanan dilakukan pada outlet Nanjung Sub DAS 23 pada tahun 2001 dan menghasilkan nilai NSI sebesar 0.714 dan R 2 sebesar 0.715. Hasil kalibrasi disajikan pada Tabel 18. 63 Tabel 18. Perbandingan debit model SWAT dengan debit observasi pada tahap kalibrasi di Sub DAS 23 SPAS Nanjung pada tahun 2001 Bulan Hujan mm Q Debit m3dtk Observasi Model SWAT Jan 199.14 113.69 85.76 Feb 177.01 108.27 87.21 Mar 216.8 96.60 100.60 Apr 376.23 178.64 199.50 Mei 268.29 93.86 136.4 Jun 101.90 58.00 50.19 Jul 96.26 14.84 46.04 Agust 75.27 28.75 34.73 Sept 127.06 27.09 60.65 Okt 160.09 106.63 71.36 Nov 308.44 203.84 149.70 Des 195.53 77.21 101.40 Total 2302.02 1107.42 1123.54 Rata-rata 191.84 92.29 93.63 NSI 0.714 0.715 R 2 Pada Tabel 18 menunjukkan bahwa total debit sungai model SWAT sebesar 1123.54 m 3 dtk per tahun. Nilai maksimum debit model SWAT terjadi pada bulan April sebesar 199.50 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 376.23 mm dan nilai minimum debit model SWAT terjadi pada bulan Agustus sebesar 34.73 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 75.27 mm. Nilai maksimum untuk debit hasil observasi terjadi pada bulan November sebesar 203.84 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 308,44 mm dan nilai minimum debi hasil observasi terjadi pada Agustus sebesar 27.09 m 3 Pada Gambar 28 terlihat grafik hubungan antara curah hujan dengan debit model SWAT hasil kalibrasi untuk outlet Nanjung Sub DAS 23 serta debit hasil observasi SPAS Nanjung pada tahun 2001. dtk dengan curah hujan sebesar 127.06 mm. 64 Gambar 28. Perbandingan curah hujan dengan debit hasil kalibrasi model SWAT dan debit observasi pada outlet Nanjung Pada tahap validasi untuk landuse 1994, 1997dan 2005 dengan curah hujan untuk masing-masing tahun landuse. Untuk validasi tahun 1994 disajikan pada Tabel 19. Pada validasi landuse tahun 1994 menghasilkan nilai NSI sebesar 0.734 dengan nilai R 2 Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa total debit sungai model SWAT sebesar 940.38 m sebesar 0.847. Pada Gambar 29 terlihat grafik hubungan antara curah hujan dengan debit model SWAT hasil validasi untuk outlet pada Sub DAS 23 serta debit hasil observasi SPAS Nanjung pada tahun 1994. 3 dtk per tahun. Nilai maksimum debit model SWAT terjadi pada bulan April sebesar 138.70 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 266.26 mm dan nilai minimum debit model SWAT terjadi pada bulan Juli sebesar 4.33 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 7.73 mm. Nilai maksimum untuk debit hasil observasi terjadi pada bulan Januari sebesar 173.32 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 343,86 mm dan nilai minimum debit hasil observasi terjadi pada Agustus sebesar 5.31 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 17.07 mm. 50 100 150 200 250 300 350 400 50 100 150 200 250 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des D e b it Q m 3 s Bulan Tahun 2001 hujan observasi debit model H u ja n mm 65 Tabel 19. Perbandingan debit model SWAT dan debit observasi pada tahap validasi tahun 1994 Bulan Hujanmm Q Debit m3dtk Observasi Model SWAT Jan 343.86 173.32 169.2 Feb 246.31 166.01 136.3 Mar 296.76 149.10 143.00 Apr 266.26 168.04 138.7 Mei 134.99 68.73 68.14 Jun 21.94 41.14 10.21 Jul 7.73 7.21 4.32 Agust 17.07 5.31 7.541 Sept 52.58 5.99 23.27 Okt 64.79 9.18 26.29 Nov 222.19 35.30 110.70 Des 209.84 47.24 102.70 Total 1884.34 876.57 940.38 Rata-rata 157.03 73.05 78.36 NSI 0.776 R 2 0.782 Gambar 29. Perbandingan antara curah hujan dengan debit model SWAT dan debit observasi pada outlet Nanjung Sub DAS 23 50 100 150 200 250 300 350 400 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des D e b it Q m 3 s Bulan 1994 hujan mm Debit Observasi Debit model H u ja n m m 66 Validasi pada landuse pada tahun 1997 dapat dilihat pada Tabel 20. Hasil validasi pada tahun 1997 menghasilkan nilai NSI sebesar 0.718 dengan nilai R 2 Tabel 20. Perbandingan debit model SWAT dan debit observasi pada tahap sebesar 0.901. Pada Gambar 30 terlihat grafik hubungan antara curah hujan dengan debit hasil validasi model SWAT serta debit observasi di SPAS Nanjung pada tahun 1997. validasi Tahun 1997 Bulan Hujan mm Q Debit m3dtk Observasi Model SWAT Jan 175.91 88.44 74.01 Feb 163.14 75.74 82.90 Mar 180.54 65.60 84.54 Apr 200.92 72.61 94.33 Mei 188.15 72.52 92.68 Jun 25.32 14.09 11.64 Jul 23.31 9.58 10.73 Agust 29.15 8.43 13.99 Sept 30.64 6.36 15.35 Okt 66.54 20.83 30.27 Nov 149.91 40.05 60.69 Des 265.12 90.96 128.2 Total 1498.65 565.21 699.33 Rata-rata 124.89 47.10 58.28 NSI 0.718 R 2 0.901 Pada Tabel 20 menunjukkan bahwa total debit sungai model SWAT sebesar 669.33 m 3 dtk per tahun. Nilai maksimum debit model SWAT terjadi pada bulan Desember sebesar 128.2 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 265.12 mm dan nilai minimum debit model SWAT terjadi pada bulan Juli sebesar 11.64 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 25.32 mm. Nilai maksimum untuk debit hasil observasi terjadi pada bulan Desember sebesar 90.96 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 265.12 mm dan nilai minimum debit hasil observasi terjadi pada September sebesar 6.36 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 30.64 mm. 67 Gambar 30. Perbandingan antara curah hujan dengan debit model SWAT dan debit observasi pada outlet Nanjung Sub DAS 23 Validasi pada landuse pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 21. Hasil validasi pada tahun 2005 menghasilkan nilai NSI sebesar 0.678 dengan nilai R 2 Pada Tabel 21, menunjukkan bahwa total debit sungai model SWAT sebesar 998.43 m sebesar 0.712. Pada Gambar 31 terlihat grafik hubungan antara curah hujan dengan debit hasil validasi model SWAT serta debit observasi di SPAS Nanjung pada tahun 2005. 3 dtk per tahun. Nilai maksimum debit model SWAT terjadi pada bulan Desember sebesar 165.70 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 292.40 mm dan nilai minimum debit model SWAT terjadi pada bulan Juli sebesar 24.62 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 51.56 mm. Nilai maksimum untuk debit hasil observasi terjadi pada bulan Desember sebesar 238.40 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 282.25 mm dan nilai minimum debit hasil observasi terjadi pada September sebesar 12.94 m 3 dtk dengan curah hujan sebesar 73.94 mm. 50 100 150 200 250 300 20 40 60 80 100 120 140 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des D e b it Q m 3 s Bulan tahun 1997 hujan Observasi debit model H u ja n m m 68 Tabel 21. Perbandingan debit model SWAT dan debit observasi pada tahap validasi tahun 2005 Bulan Hujan Q Debit m3dtk Observasi Model SWAT Jan 182.57 81.06 89.05 Feb 292.40 183.28 165.70 Mar 282.25 238.40 140.20 Apr 199.07 135.71 112.70 Mei 117.35 72.59 58.68 Jun 104.87 52.56 51.38 Jul 51.56 32.44 24.62 Agust 73.94 12.94 36.99 Sept 78.25 18.82 39.50 Okt 122.5 49.58 60.15 Nov 173.58 38.30 87.56 Des 246.29 80.59 131.90 Total 1924.63 996.27 998.43 Rata-rata 160.40 83.00 83.20 NSI 0.678 R2 0.712 Gambar 31. Perbandingan antara curah hujan dengan debit model SWAT dan debit observasi pada outlet Nanjung Sub DAS 23 50 100 150 200 250 300 350 50 100 150 200 250 300 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des D e b it Q m 3 s Bulan tahun 2005 hujanmm debit observasi debit model H u ja n m m 69 Berdasarkan hasil kalibrasi dan validasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model MWSWAT cukup akurat digunakan untuk memprediksi debit aliran untuk berbagai perubahan lahan. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat juga menunjukkan model SWAT mampu menggambarkan pengaruh pengelolaan lahan terhadap hidrologi DAS. Hasil penelitian Junaidi 2009 di DAS Cisadane, Bogor, menunjukkan hasil NSI sebesar 0.7 untuk simulasi bulanan. Model SWAT juga cukup memuaskan dalam memprediksi debit sungai dan hasil air DAS Cijalupang, Bandung, dengan nilai NSI sebesar 0.52 Suryani, 2005.

5.3 Perubahan Landuse terhadap Respon hidrologi

Model MWSWAT untuk menganalisis debit aliran sungai untuk beberapa penggunaan lahan dengan asumsi bahwa semua parameter input tetap kecuali parameter penggunaan lahan. Parameter yang dianggap tetap adalah tanah dan curah hujan pada tahun 2005. Pemilihan curah hujan pada tahun 2005 karena curah hujan pada tahun 2005 mendekati curah hujan rataan bulanan dalam kurun waktu 15 tahun 1994-2008 untuk DAS Citarum Hulu. Penggunaan lahan yang digunakan dalam model SWAT adalah penggunaan lahan tahun 1994, 1997 dan 2001. Selain itu juga model SWAT menganalisis aliran air sungai yang terdiri dari aliran permukaan, aliran lateral dan aliran dasar. Analisis aliran air sungai pada penggunaan lahan tahun 1994, 1997 dan 2001 disajikan pada Tabel 22. Berdasarkan model SWAT hasil kalibrasi dan curah hujan tahun 2005 serta landuse tahun 1994 diduga ketebalan aliran permukaan sebesar 112.5 mm sedangkan dengan landuse 1997 dan 2001 diperoleh ketebalan aliran permukaan berturut-turut sebesar 126.6 mm dan 107.5mm. Laju debit sungai rata-rata per tahun berdasarkan model SWAT dan landuse 1994 diduga sebesar 76.7 m 3 s, dengan landuse tahun 1997 sebesar 77.4 m 3 s dan dengan landuse tahun 2001 sebesar 76.8 m 3 Berdasarkan Tabel 22, nilai debit yang dihasilkan dari model SWAT pada tahun 1997 mempunyai hasil yang paling tinggi. Hal ini terjadi karena dari tahun 1994 sampai 1997 telah terjadi pengurangan luas lahan hutan yang besar tanpa dilakukan perbaikan dan pengendalian. Pengurangan lahan hutan dikonversi kearah pemukiman dan industri serta konversi ke area perkebunan pada daerah bagian hulu. Sedangkan pada tahun 2001, debit yang dihasilkan lebih kecil dibanding tahun 1997 dan limpasan s. 70 juga menurun karena pada tahun 2001 sudah mulai dilakukan reforestri penghutanan kembali. Perubahan nilai debit sungai hasil model SWAT untuk penggunaan lahan tahun 1994, 1997 dan 2001 disajikan pada Gambar 32. Pada Gambar tersebut, terlihat nilai debit model mengalami perubahan disetiap tahun penggunaan lahan yang berbeda. Tabel 22. Analisis debit dan aliran sungai model SWAT pada DAS Citarum Hulu Bulan Hujan mm Aliran Permukaan mm Aliran Lateral Aliran Bawah Tanah Debit Qm3s 1994 1997 2001 1994 1997 2001 1994 1997 2001 1994 1997 2001 Januari 182.57 118.52 136.88 112.5 0.16 0.29 0.17 0.79 0.9 0.78 79.76 80.41 79.62 Februari 292.4 213.5 245.73 201.9 0.3 0.49 0.31 5.71 6.51 5.47 159.4 164 159.3 Maret 282.25 200.08 226.54 189.9 0.36 0.52 0.36 1.06 1.18 1.02 128.6 133.4 128.5 April 199.07 140.18 155.39 134.4 0.4 0.62 0.41 2.25 2.53 2.08 103.2 96.48 103.1 Mei 117.35 74.99 85.28 71.78 0.38 0.56 0.38 1.33 1.65 1.26 52.83 51.14 52.8 Juni 104.87 62.9 73.63 59.5 0.28 0.43 0.27 1.29 1.25 1.23 45.77 45.51 45.74 Juli 51.56 32.58 36.78 31.17 0.2 0.25 0.19 0.17 0.18 0.16 22.12 21.8 22.13 Agustus 73.94 53.09 59.68 50.87 0.18 0.21 0.17 0.11 0.12 0.1 34.43 35.07 34.45 Sepetember 78.25 56.01 61.15 54.23 0.16 0.18 0.15 0.16 0.17 0.16 36.34 37.08 36.52 oktober 122.5 86.62 95.55 83.7 0.2 0.22 0.19 0.19 0.21 0.18 54.92 56.16 55.16 November 173.58 126.69 140.36 121.5 0.24 0.25 0.23 0.3 0.33 0.29 81.03 85.16 81.38 Desember 246.29 185.21 201.72 178.1 0.37 0.41 0.37 0.6 0.64 0.57 122.1 122.8 122.3 Total 1924.63 1350.37 1518.7 1290 3.23 4.42 3.19 13.96 15.67 13.3 920.5 929 921 Rata-rata 160.4 112.5 126.6 107.5 0.3 0.4 0.3 1.2 1.3 1.1 76.7 77.4 76.8 Gambar 32. Perbandingan nilai debit sungai untuk tahun 1994, 1997 dan 2001. 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D e b it q m 3 s Bulan 1994 1997 2001 71 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan