Pengendalian Penyakit Layu Pada Pisang (Fusarium axysporium f sp cubense) Dengan Solarisasi Tanah Dan Bakteri Antagonis

PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU PADA PISANG
(Fusarium oxysporum f. sp. cubense) DENGAN SOLARISASI
TANAH DAN BAKTERI ANTAGONIS

ANDREE SAYLENDRA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

SURAT PERNYATAAN

Denga ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: ”Pengendalian
Penyakit Layu Fusarium pada Pisang (Fusarium oxysporum f. sp. cubense)
dengan Solarisasi Tanah dan Bakteri Antagonis”. Adalah benar merupakan
hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data
dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.

Bogor, Januari 2007


Andree Saylendra
Nrp. A451030091

ABSTRACT
ANDREE SAYLENDRA. The Control of Fusarium Wilt of Banana (Fusarium
oxysporum f.sp.cubense) by Soil Solarization and Antagonist Bacteria.
Supervising
committee:
WIDODO (chairman),
SURYO WIYONO
(member).
The objective of the research is to investigate the effectiveness of soil
solarization and antagonist bacteria in controlling fusarial wilt of banana.
The experiment was conducted in farmer field and plants on polybag by
randomized complete block of two factors. In the green house, factor A is
solarization (without solarization, two weeks of solarization, three weeks of
solarization, and four weeks of solarization), factor B is antagonist bacteria
(without bacteria, bacteria 1, bacteria 2, and bacteria 1+2). The treatment is
replicated three times. The number of banana’s plant for each treatments are 5

plants. The treatment in the field, factor A is solarization (without solarization,
three weeks of solarization, and four weeks of solarization); factor B is antagonist
bacteria (without bacteria, bacteria 1, and bacteria 2). The treatment is replicated
three times. The number of banana’s plant for each treatments are 4-6 plants.
The result of plants on polybag showed that single treatment of solarization
solely can suppress the disease severity and the percentage of diseased root
whereas the single treatment of bacteria and combination solarization and bacteria
did not significantly affect to diseases severity, diseases incidence, plant height,
and stem diameter of banana. The result of field research showed that single
treatment of solarization, bacteria even combination between them did not
significantly affect to suppress the incident of Foc.
Key words: Fusarium oxysporum f.sp.cubense, soil solarization, antagonist
bacteria

ABSTRAK
ANDREE SAYLENDRA. Pengendalian Penyakit Layu Fusarium pada Pisang
(Fusarium oxysporum f. sp. cubense) dengan Solarisasi Tanah dan Bakteri
Antagonis. Komisi Pembimbing: WIDODO (ketua), SURYO WIYONO
(anggota).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan dari

solarisasi tanah dan keefektifan bakteri antagonis yang diaplikasikan pada fase
bibit ataupun kefektifan kombinasi solarisasi tanah dan bakteri antagonis untuk
mengendalikan penyakit Foc.
Percobaan dilaksanakan di lapang dan pada tanaman dalam pot dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial terdiri dari dua faktor. Untuk
percobaan di rumah kaca, faktor A yaitu solarisasi (tanpa solarisasi, solarisasi
dua minggu, solarisasi tiga minggu, dan solarisasi empat minggu), faktor B yaitu
bakteri antagonis (Tanpa bakteri, Bakteri 1, Bakteri 2, Bakteri 1+2). Setiap
perlakuan diulang 3 kali. Banyaknya tanaman pisang tiap perlakuan adalah 5
tanaman. Untuk percobaan di lapang, faktor A yaitu solarisasi (tanpa solarisasi,
solarisasi tiga minggu, dan solarisasi empat minggu), setiap perlakuan diulang 3
kali. Banyaknya tanaman pisang tiap perlakuan adalah 4-6 tanaman
Hasil penelitian pada tanaman dalam pot menunjukkan perlakuan tunggal
solarisasi dapat menekan keparahan penyakit Foc dan persentase akar sakit,
sedangkan perlakuan tunggal bakteri dan perlakuan kombinasi solarisasi dan
bakteri tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap keparahan penyakit, akar
sakit, tinggi tanaman, dan diameter tanaman pisang.
Perlakuan tunggal
solarisasi, bakteri maupun kombinasi keduanya tidak dapat mengurangi kejadian
penyakit Foc.

Hasil percobaan di lapang menunjukkan bahwa perlakuan tunggal solarisasi,
bakteri maupun kombinasi keduanya tidak dapat mengurangi kejadian penyakit
Foc.
Kata kunci: Fusarium oxysporum f.sp. cubense, solarisasi tanah, bakteri
antagonis

© Hak cipta milik ANDREE SAYLENDRA, tahun 2007
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut
Pertanian Bogor, sebagian, atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik
cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU PADA PISANG
(Fusarium oxysporum f. sp. cubense) DENGAN SOLARISASI
TANAH DAN BAKTERI ANTAGONIS

ANDREE SAYLENDRA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi / Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis

:

Nama
NRP

:
:


Pengendalian Penyakit Layu Fusarium pada Pisang
(Fusarium oxysporum f. sp. cubense) dengan Solarisasi Tanah dan
Bakteri Antagonis.
Andree Saylendra
A451030091

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Widodo, MS.
Ketua

Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr.
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi
Entomologi / Fitopatologi


Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc.
Tanggal Ujian: 7 November 2006

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus:

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya karena perlindungan dan kasih saya ng-Nya penulis dapat menyelesaikan
tesis ini. Keberhasilan juga tidak mungkin penulis raih sendirian tanpa dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak,

oleh karena itu penulis dengan tulus

menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Widodo, MS selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Suryo Wiyono,

Msc.Agr yang bertindak sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala
bantuan, arahan, bimbingan, curahan, waktu, saran dan nasihat sehingga
penulis dapat merumuskan dan memusatkan pikiran mulai dari penyusunan
rencana penelitian sampai penyelesaian tesis ini.
2. Dr. Ir. Widodo, MS (Penanggung Jawab Laboratorium Mikologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman IPB),

Dr.

Ir. Pudjianto, MS (Kepala

Laboratorium Rumah Kaca Cikabayan, Departemen Proteksi Tanaman IPB),
Prof. Dr. Ir. Sri S Haryadi, MSc (Project Line Manager PKBT IPB), atas
segala kemudahan fasilitas dan kebaikan yang diberikan dalam tahapan
penyelesaian penelitian untuk aktifitas di laboratorium,

rumah kaca, dan

kebun percobaan.
3. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Pertanian IPB,

Ketua Departemen HPT dan Ketua Program Studi Entomologi-Fitopatologi
Sekolah Pascasarjana IPB,

atas kesempatan yang diberikan penulis untuk

melanjutkan pendidikan program magister (S2) di IPB.
4. Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin atas kritik dan sarannya selaku penguji tamu.
5. Staf pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Sekolah Pascasarjana IPB,
atas waktu, layanan administrasi dan bantuan yang diberikan kepada penulis
selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
6. Staf pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Departemen Proteksi Tanaman
IPB,

atas bantuan waktu dan layanan aministrasi yang diberikan kepada

penulis selama ini.
7. Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB, atas dukungan dana penelitian yang
telah diberikan.

8. Ayahanda Ujang Gani dan ibunda Davita Wati, atas asuhan, kasih sayang, doa

restu yang tulus, semangat dan motivasi agar ananda tabah dan tegar dalam
menghadapi kesulitan selama menempuh pendidikan di IPB.
9. Rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Pascasarjana EntomologiFitopatologi (Alal, Opes, Jalu, mbak Yayuk, mbak Rita, pak Irwan, pak
Rustam, pak Jekvi, mbak Murni, mbak Husna, mbak Yunik, mbak Siti, Bu
Jacklin),

atas jalinan persahabatan,

kerjasama dan kebersaman selama

menempuh pendidikan.
10. Pak Dadang dan mbak Ita, atas bantuan yang telah diberikan selama penulis
melaksanakan penelitian di laboratorium Mikologi Tumbuhan dan Klinik
Tanaman.

Pak Leman dan mas Mfud,

atas segala bantuan yang telah

diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di kebun percobaan PKBT

IPB dan rumah kaca Cikabayan IPB.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengendalian
Penyakit Layu Fusarium pada Pisang (Fusarium oxysporum f. sp.

cubense)

dengan Solarisasi Tanah dan Bakteri Antagonis. ” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pusat Kajian BuahBuahan Tropika (PKBT) selaku penyandang dana, Project Line Manager
PKBT Prof. Dr. Ir. Sri S Haryadi, MSc., Dr. Ir.Widodo, MS. dan Dr. Ir. Suryo
Wiyono, Msc.Agr. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, dorongan, masukan, serta saran hingga selesainya penelitian ini.
Kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis ucapkan banyak
terima kasih, dan semoga Tuhan Yang Maha Esa membalasnya.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat bagi
yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2007

Andree Saylendra

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Enim pada tanggal 20 April 1979 dari Ayah
Ujang Gani dan Ibu Davita Wati.

Penulis merupakan put ra kedua dari tiga

bersaudara.
Pada tahun 1997 penulis lulus SMU Negeri 5 Tanjung Karang, Bandar
Lampung. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Jurusan Hama dan
Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan lulus pada tahun
2002.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Entomologi/Fitopatologi Program Magister Sains di Sekolah Pascasarjana IPB.

DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang .........................................................................................

1

Tujuan Penelitian .....................................................................................

4

Hipotesis ...................................................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Layu Fusarium pada Pisang ...................................................... 5
Gejala Penyakit Layu Fusarium ...............................................................

6

Pengendalian Penyakit Layu Fusarium ....................................................

6

Solarisasi Tanah .......................................................................................

7

Pseudomonas fluorescens dan Bacillus spp. Sebagai Agen Pengendali
Hayati .......................................................................................................

8

Peranan Solarisasi dan Bakteri Antagonis dalam Pengendalian Hayati .. 10
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 11
Bahan dan Alat ........................................................................................ 11
Metode ......................................................................................................
Isolat Fusarium oxysporum f. sp. cubense ...................................
Bakteri Antagonis ...........................................................................
Perbanyakan Bakteri Antagonis ....................................................
Uji Lapang ......................................................................................
Persiapan media tumbuh ......................................................
Inokulasi patogen .................................................................
Solarisasi tanah .....................................................................
Perlakuan bibit pisang dengan bakteri antagonis ..................
Rancangan percobaan dan macam perlakuan penelitian .......
Penanaman bibit dan pemeliharaan ......................................
Percobaan padaTanaman dalam Pot ..............................................
Persiapan media tumbuh ......................................................
Inokulasi patogen .................................................................
Solarisasi tanah .....................................................................
Perlakuan bibit pisang dengan bakteri antagonis ..................
Rancangan percobaan dan macam perlakuan penelitian .......
Penanaman bibit dan pemeliharaan ......................................
Peubah yang Diamati ...............................................................................
Periode Inkubasi ............................................................................
Kejadian Penyakit .........................................................................
Keparahan Penyakit ......................................................................

11
11
11
12
12
12
12
12
12
12
13
13
13
13
13
14
14
14
14
14
15
15

Analisis Mikrob

...................................................................................... 16

Uji Perkecambahan Konidia dan Pembentukan Klamidospora Foc ........ 17
Analisis Data ........................................................................................... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan pada Tanaman dalam Pot ....................................................... 18
Percobaan Lapang .................................................................................... 31
Pembahasan Umum .................................................................................. 35
SIMPULAN ..................................................................................................... 38
SARAN ............................................................................................................. 38
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 39
LAMPIRAN ...................................................................................................... 45

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rerata suhu (0 C) pada tanah yang diukur pada kedalaman 5 cm, 10
cm, dan 15 cm dari permukaan tanah .......................................................

19

2. Rangkuman analisis ragam pengaruh solarisasi tanah dan bakteri
antagonis terhadap keparahan penyakit, persentase akar sakit, kejadian
penyakit , dan periode inkubasi pada percobaan tanaman dalam pot .......

20

3. Pengaruh solarisasi dan bakteri terhadap keparahan, persentase akar
sakit, diameter batang, dan tinggi tanaman .............................................

21

4. Rerata persentase perkecambahan konidia dan pembentukan
klamidospora Foc dari berbagai perlakuan filtrat komposit tanah pada
masing- masing perlakuan solarisasi dan bakteri ......................................

29

5. Rerata persentase perkecambahan konidia dan pembentukan
klamidospora Foc pada berbagai perlakuan filtrat komposit tanah ..........

29

6. Populasi awal dan akhir Fo, Pseudomonas spp., dan Bacillus spp ..........

30

7. Rerata suhu tanah pada solarisasi lapang pada kedalaman 10 cm ...........

31

8. Hasil analisis sidik ragam dari peubah yang diamati (pengamatan dari
September 2005-Maret 2006 ...................................................................

33

9. Persentase rerata kejadian penyakit pada tiap perlakuan dari bulan
Agustus 2005-Maret 2006 .......................................................................

34

10. Populasi awal dan akhir Fo, Pseudomonas sp.(Pf), dan Bacillus sp. (Bc)
....................................................................................................................

35

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Scoring Cordiero (modifikasi) ..................................................................

16

2. Grafik Rerata suhu harian selama solarisasi (Rumah Kaca Cikabayan 23
Oktober-20 November 2005) ..................................................................

19

3. Gejala (Foc) diskolorisasi pada bonggol pisang pada perlakuan solarisasi
dan bakteri pada 120 hari setelah tanam (percobaan pada tanaman dalam
pot) .............................................................................................................

23

4. Grafik rerata suhu harian pada kedalaman 10 cm ...................................

32

5. Persentase kejadian penyakit Foc di lapang (Juli 2005-Maret 2006) ......

33

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis ragam terhadap keparahan penyakit layu fusarium pada bonggol
pisang pada percobaan tanaman dalam pot ..............................................

46

2. Analisis ragam terhadap akar sakit pada bonggol pisang pada percobaan
tanaman dalam pot ....................................................................................

46

3. Analisis ragam terhadap diameter batang pisang pada bonggol pisang
pada percobaan tanaman dalam pot ..........................................................

46

4. Analisis ragam terhadap tinggi tanaman pada bonggol pisang pada
percobaan tanaman dalam pot ................................................................

46

5. Analisis ragam terhadap kejadian penyakit layu fusarium pisang pada di
bulan September 2005 pada percobaan di lapang ....................................

47

6. Analisis ragam terhadap kejadian penyakit layu fusarium pisang pada di
bulan Desember 2005 pada percobaan di lapang ....................................

47

7. Analisis ragam terhadap kejadian penyakit layu fusarium pisang pada di
bulan Maret 2006 pada percobaan di lapang ...........................................

47

8. Komposisi bahan kimia masing- masing media yang digunakan

47

............

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini,

layu fusarium pada pisang yang disebabkan oleh Fusarium

oxysporum Schlecht f.sp. cubense (E F Smith) Snyd

and Hans (Foc) sudah

menjadi masalah utama di berbagai pertanaman pisang

dunia. Di Indonesia,

penyakit ini sudah menyebar luas, terutama di daerah Sumatra dan Jawa, Sulawesi
Selatan,

dan kepulauan Maluku yang merupakan sentra produksi pisang

(Muharam et. al. 1992)
Fusarium oxysporum

f.sp. cubense ini tidak hanya menyerang pisang

produksi yang bisa dimakan tetapi dapat juga menyerang pisang penghasil serat
dan pisang hias (Semangun 1994). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit layu
pada pisang mempunyai potensi untuk terus berkembang dan menjadi salah satu
kendala yang harus dipertimbangkan untuk pengembangan komuditas pisang
secara besar-besaran di Indonesia.
Fusarium oxysporum

f.sp. cubense merupakan patogen penghuni tanah

yang mempunyai kemampuan hidup sebagai saprofit, dapat mendegradasi lignin
dan komplek karbohidrat, juga dapat berasosiasi dengan bahan organik tanah,
memiliki ras fisiologi yang berbeda dan dapat menimbulkan penyakit yang
bersifat monosiklik sehingga strategi pengendalian yang efektif hingga kini belum
ditemukan. Di samping itu, patogen dapat bertahan dalam berbagai jenis tanah
sampai puluhan tahun walaupun tanpa inang (Kistler 2001).
Berbagai cara pengendalian telah dilakukan untuk menekan serangan Foc.
Penggunaan fungisida diketahui selain memberikan dampak positif juga dapat
memberikan ancaman terhadap kualitas lingkungan,

keseimbangan ekosistem

maupun kesehatan manus ia. Pemberian fungisida ke dalam tanah kadang-kadang
tidak efektif, karena pengaruh senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroflora tanah dapat mendegradasi

fungisida yang diaplikasikan serta

pemakaiannya yang harus diulang sehingga memakan biaya yang cukup besar.
Disamping itu,
cendawan

baru

perlakuan fungisida dapat merangsang timbulnya strain/ras
yang

lebih

resisten

terhadap

fungisida

dan

matinya

mikroorganisme yang berguna dalam tanah serta yang lebih berbahaya adalah
residu fungisida yang terdapat pada pisang yang akan dikonsumsi manusia dan

2
akhirnya dapat menyebabkan keracunan bagi manusia maupun hewan (Djatnika et
al. 2003)
Penanaman kultivar resisten merupakan pengendalian yang sangat murah,
mudah,

aman dan efektif apabila tersedia kultivar tahan,

na mun bila terus-

menerus ditanam pada tempat yang sama suatu saat resistensi akan patah karena
muncul ras-ras baru Fusarium yang lebih virulen. (Sahlan & Nurhadi 1994).
Upaya pengendalian Foc pada saat ini mulai diarahkan pada upaya
pengendalian non kimiawi. Solarisasi tanah merupakan salah satu teknik
pengendalian non kimiawi yang kini banyak diupayakan dan dapat dikombinasi
dengan penggunaan mikroorganisme antagonis.

Keberhasilan pengendalian

dengan teknik solarisasi telah dilaporkan oleh Katan (1976) dalam pengendalian
Verticilium dahliae. Selain itu, Torres et al. (1993) juga melaporkan teknik ini
berhasil mengurangi penyakit layu fusarium pada semangka.
Solarisasi tanah adalah suatu teknik menutup tanah dengan plastik
polyethylene selama waktu tertentu yang bertujuan menangkap sinar matahari
untuk memanaskan tanah di lahan terbuka atau di rumah kaca. Dalam teknik ini
diharapkan energi matahari (energi solar) dapat menginduksi agen biokontrol,
gulma,

nematoda, membunuh patogen, serangga arthropoda,

bakteri, dan

komplek penyakit. Solarisasi juga dapat menyebabkan perubahan yang komplek
pada biologi, fisik, dan kimia tanah (Katan & De Vay 1991; Pinkerton 2000).
Selain itu,

kombinasi antara solarisasi tanah dan bakteri antagonis, dapat

meningkatkan peranan organisme antagonis tersebut dalam tanah (Katan & De
Vay 1991).
Solarisasi tanah memiliki keuntungan dan kerugian.
solarisasi

tanah

adalah

menurunkan

persentase

Keuntungan dari

perkecambahan

spora,

memperlemah patogen, menyebabkan patogen sulit berkecambah, patogen lebih
sensitif terhadap fungistatik dan menurunkan inokulum potensial.

Sedangkan

kerugiannya adalah jika patogen yang belum mati, cepat meningkat karena
lingkungan sudah berubah (Katan & De Vay 1991).
Prinsip dari solarisasi tanah yaitu pemanasan dengan matahari pada tanah
yang lembab dengan menggunakan mulsa.

Mulsa ini berupa transparent

polyethylene atau polyvinyl chloride. Solarisasi adalah proses hidrotermal yang

3
yang menyebabkan perubahan secara fisik, kimia dan biologi selama atau sesudah
pemberian mulsa pada tanah. Solarisasi sebaiknya dilakukan secara berulangulang, pada kedalaman tanah maksimal, temperatur dipelihara untuk waktu yang
lama.

Efek solarisasi biasanya lama, mungkin dapat berdampak pada musim

tanam ke 2 atau ke 4. Karena itu teknik solarisasi memerlukan suatu cara tertentu
agar hasil yang didapat maksimal (Katan & De Vay, 1991).
Akhir-akhir ini agen antagonis dari kelompok bakteri banyak dieksplorasi
sebagai agen pengendali hayati.

Sebagai contoh adalah penggunaan bakteri

rizosfer untuk pengendalian penyakit Fusarium, diantaranya bakteri kelompok
Bacillus,

Paenibacillus,

Pseudomonas,

dan

Stenotrophomonas

dalam

pengendalian Fusarium f. sp. ciceris pada tanaman Chickpea (Landa et al. 2001).
Pseudomonas kelompok fluoresens dapat digunakan untuk mengurangi penyakit
layu fusarium pada tanaman melon (Larkin et al. 1996) dan antraknosa pada
tanaman mentimun

yang disebabkan Colletotrichum orbicular dapat ditekan

dengan menggunakan Serratia marcescens (Press et al. 2001).
Solarisasi tanah pada lahan pisang yang sudah terserang layu fusarium
dapat dijadikan salah satu upaya pengendalian. Solarisasi tanah dapat
digabungkan dengan penggunaan bakteri antagonis yang diaplikasikan pada
perakaran bibit pisang yang dicelupkan ke dalam suspensi bakteri antagonis
sebelum penanaman di lahan.

Bakteri antagonis rizosfer dan endofit yang

diisolasi dari kelompok tanaman graminae diketahui memberikan hasil yang baik
dalam menekan populasi dari Foc pada tanaman pisang dalam percobaan rumah
kaca (Eliza 2004).
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
penekanan populasi Foc pada tanaman pisang dengan teknik solarisasi tanah dan
penggunaan bakteri antagonis. Hasil Penelitian diharapkan solarisasi tanah yang
dikombinasi dengan bakteri antagonis ini dapat mendukung upaya pengendalian
Foc pada tanaman pisang.

4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pengendalian penyakit
layu fusarium pada tanaman pisang dengan teknik solarisasi tanah dan bakteri
antagonis. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diketahui keefektifan
dari solarisasi tanah dan kefektifan bakteri antagonis yang diaplikasikan pada
fase bibit ataupun kefektifan kombinasi solarisasi tanah dan bakteri antagonis
untuk mengendalikan layu fusarium pada tanaman pisang.

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan teknik solarisasi tanah
dan bakteri antagonis ataupun kombinasi keduanya mampu mengendalikan
penyakit layu fusarium pada tanaman pisang.

5
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang
Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc) merupakan cendawan tular tanah
(soil borne), penghuni akar (root inhabitant), memiliki ras fisiologi yang berbeda,
dan menimbulkan penyakit yang bersifat monosiklik.

Disamping itu

klamidospora Foc dapat bertahan lama dalam tanah dan dapat berkecambah jika
ada rangsangan dari ekskresi akar atau eksudat akar.

Klamidospora dapat

bertahan di dalam tanah selama 30 tahun tanpa tanaman inang (Stover 1962), dan
dapat juga bertahan sebagai epifit pada akar gulma atau pada tanaman yang
mempunyai kekerabatan dekat dengan

pisang (Wardlaw 1972). Penularan

penyakit layu fusarium dapat terjadi melalui bibit, tanah yang terinfeksi, tanah
yang melekat pada alat-alat pertanian, dan aliran air permukaan tanah serta sisasisa tana man sakit (Ploetz & Pegg 2000).
Cendawan ini hidup di dalam tanah, masuk ke akar melalui lubang alami
atau luka lalu masuk ke bonggol dan dari sini patogen berkembang cepat menuju
batang sampai jaringan pembuluh. Pada tingkat lanjut miseliumnya dapat masuk
ke pembuluh parenkim dan patogen akan membentuk konidia dalam jaringan
tanaman dan mikrokonidia dapat

terangkut melalui silem (Wardlaw 1972).

Konidia dapat menghasilkan klamidospora dan akan kembali ke tanah jika
tanaman mati. Klamidospora ini dapat bertahan dalam bentuk dorman di dalam
tanah selama beberapa tahun (Ploetz 1998).
Penyakit layu fusarium lebih merugikan pada tanah aluvial yang asam.
Umumnya pada tanah geluh yang bertekstur ringan atau berpasir, penyakit akan
lebih cepat meluas (Semangun 1994). Menurut Cook dan Baker (1983) penyakit
yang disebabkan oleh Fusarium berkembang baik pada tanah yang berpasir asam.
Tanah berpasir yang cepat melewatkan air, kering dan beraerasi baik lebih sesuai
bagi Fusarium,

sebaliknya tanah liat alkalin paling tidak sesuai untuk

perkembangan penyakit yang disebabkan Fusarium, karena tanah berliat akan
lembab sehingga menghambat perkembangan cendawan ini.

6
Gejala Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang
Gejala yang klasik dan menyolok dari layu fusarium pada awalnya adalah
terjadi penguningan tepi daun pada daun-daun yang lebih tua ( gejala ini awalnya
sulit dibedakan dari kekurangan kalium, terutama pada kondisi kering atau sejuk).
Gejala menguning berkembang dari daun tertua menuju ke daun termuda. Daundaun yang terserang secara berangsur-angsur layu pada tangkainya atau lebih
umum pada dasar ibu tulang daun dan menggantung ke bawah menutupi batang
semu. Rata-rata lapisan luar batang palsu terbelah dari permukaan tanah atau
terjadi retakan memanjang pada batang semu. Pada bagian dalam apabila dibelah,
terlihat garis- garis coklat atau hitam menuju ke semua arah, dari batang (bonggol)
ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun dan tangkai. Berkas pembuluh
akar tidak berubah warnanya, namun sering akar tana man sakit berwarna hitam
dan membusuk (akan tampak pada tanaman yang berumur 5-10 bulan ). Pada
beberapa kultivar, daun-daun pada tanaman yang terinfeksi berwarna sangat
hijau sampai daun rebah dan menjadi layu. Daun-daun termuda menampakkan
gejala yang paling akhir dan seringkali berdiri tegak. Pertumbuhan tanaman tidak
terhenti, daun-daun yang baru muncul berkurang sangat tajam dan nampak
berkerut semu. Tidak terdapat gejala patogenik pada buah, akan tetapi serangan
penyakit dapat menurunkan kualitas dan kuantitas buah (Semangun 1994; Ploetz
& Pegg 2000).

Pengendalian Penyakit Layu Fusarium
Beberapa

teknik

pengendalian

penyakit

layu

fusarium

telah

direkomendasikan seperti penggunaan fungisida, rotasi tanaman, perendaman
lahan, penambahan bahan organik, penggunaan varietas tahan dan pengendalian
hayati (Pegg et al. 1996; Stover 1962; Djatnika et al. 2003; Wibowo et al.
2004). Penggunaan fungisida dazomet kurang efektif karena fungisida hanya
dapat terserap tanah pada kedalaman beberapa sentimeter (Djatnika et al. 2003).
Cendawan Fusarium

mampu menginfeksi perakaran pada daerah yang lebih

dalam lagi dari daerah penyerapan fungisida (Stover 1962). Pengendalian dengan
rotasi tanaman dan perendaman lahan selama 6 bulan hanya mampu menekan
kejadian penyakit selama 2 tahun (Stover 1962). Penambahan bahan organik

7
hanya mampu menghambat perkembangan layu fusarium dalam jangka waktu
yang pendek (Pegg et al. 1996). Penggunaan kultivar tahan merupakan salah satu
cara yang aman, akan tetapi untuk mendapatkan kultivar yang tahan agak sulit
karena Fusarium memiliki gen virulen yang beragam (Moore et al. 2001),
terutama Fusarium dari ras 4 yang memiliki kisaran inang yang luas (Huang and
Ko 1990).

Selain itu, untuk mendapatkan kultivar yang tahan menbutuhkan

waktu dan biaya yang tinggi.
Pengendalian layu fusarium pada pisang dengan solarisasi tanah dan agen
antagonis belum pernah dicoba. Adapun solarisasi tanah telah diketahui dapat
menekan populasi Fusarium oxysporum f. sp. lycopesrici (Katan et al. 1976).
Penggunaan agen antagonis dari genus Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp.
untuk pengendalian layu fusarium dalam rumah kaca, juga telah diketahui
keberhasilannya (Eliza 2004). Dari hasil penelitian diharapkan solarisasi tanah
dan penggunaan agen antagonis dapat dijadikan salah satu upaya pengendalian
layu fusarium pada pisang.

Solarisasi Tanah
Solarisasi tanah atau pemanasan tanah dengan pemanfaatan

matahari

merupakan teknik untuk menge ndalikan patogen dalam tanah (Katan et al. 1976).
Penggunaan solarisasi tanah sudah dilakukan sejak tahun 1976-an di negara Israel
dan banyak dikenal dengan beberapa istilah, seperti solar heating of the soil,
polyethylene or plastic mulching, solar pasteurization, solar disinfestation dan
soil solarization yang telah dikenal sampai saat sekarang (Katan et al. 1976).
Solarisasi tanah merupakan suatu teknik pemanasan dengan menggunakan
polyethylene atau plastik bening sebagi penutup tanah yang menyebabkan
terjadinya pemanasan dalam tanah sehingga terjadi perubahan sifat fisik, biologi
dan kimia (Katan dan DeVay 1991). Perlakuan solarisasi tanah dapat menekan
populasi Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici dan Verticillium dahliae antara
54-100% terga ntung kedalaman letak patogen di dalam tanah (Katan et al. 1976).
Menurut Gamliel dan Katan (1993), Pseudomonas sp. kelompok fluoresen yang
berasal dari akar tomat atau akar kecambah tomat yang tumbuh dalam tanah yang
diberi perlakuan solarisasi mampu menekan kolonisasi Penicillium pinophilum.

8
Solarisasi tanah selama dua bulan dapat mengendalikan penyakit layu fusarium
dan meningkatkan hasil hampir lima kali lipat dibandingkan tanaman yang
tanahnya tidak disolarisasi (Torres et al. 1993). Solarisasi tanah dapat menekan
serangan berbagai jenis patogen tular tanah pada berbagai jenis tanaman seperti
Verticillium dahliae pada kentang dan terung, Sclerotium rolfsii yang menyerang
kacang-kacangan dengan berkurangnya serangan patogen tersebut produksi dapat
meningkat 35%, 123%, dan 215% dibandingkan dengan kontrol masing- masing
tanaman. Solarisasi tanah selama 5-7 minggu menekan kejadian penyakit (4676.3%) dan indeks penyakit akar gada (penurunan 64.3-89.3%) serta peningkatan
produksi tanaman (123.8-147.6%). Besarnya penekanan penyakit dan keterjadian
penyakit tergantung dari lamanya solarisasi tanah.

Terjadinya penekanan

penyakit diduga bukan merupakan pengaruh langsung dari peningkatan suhu
akibat solarisasi,

tetapi karena adanya perubahan mikroba tanah,

terutama

aktinomisetes dan bakteri antagonis yang berpotensi sebagai agen antagonis
(Katan et al. 1976; Kartini 1996; Rusmawati 2002).
Kelebihan lain solarisasi tanah yaitu secara ekonomi lebih menguntungkan
dibandingkan dengan cara fumigasi dan tidak membahayakan lingkungan serta
tidak meninggalkan residu (Katan et al. 1976).

Selain itu solarisasi tanah

biayanya murah dan dapat digabungkan dengan teknik pengendalian yang lainnya
(Chellemi et al. 1997).

Pseudomonas fluorescens dan Bacillus spp. Sebagai Agen Pengendalian
Hayati
Bakteri genus Pseudomonas mempunyai ciri antara lain berbentuk bulat
panjang atau batang,

hampir semuanya motil dengan flagella monotrikus,

politrikus, atau lopotrikus serta hampir semuanya gram negatif atau bersifat
aerobik. Genus ini juga bersifat fakultatif aerobik, bersel satu, berukuran 1-3 µm,
motil dan menghasilkan pigmen yang dapat berdifusi ke dalam medium biakan
King’s B (Alexander 1978). Bakteri P. fluorescens mempunyai kemampuan
menghasilkan pigmen berwarna kuning sampai hijau atau kadang-kadang biru
(Anas 1989). Pigmen hijau merupakan salah satu kriteria yang dipakai para ahli
mikrobiologi dalam memilih P. fluorescens yang bermanfaat, karena pigmen

9
tersebut biasanya dikeluarkan oleh spesies-spesies Pseudomonas penghasil
antibiotika seperti pyoverdine, pyrolnitrin dan pyoluteorin (Lynch 1990).
Pseudomonas fluorescens strain tertentu merupakan mikroorganisme
antagonis yang mampu menekan penyakit yang disebabkan oleh patogen tular
tanah diantaranya Aphanomyces eutiches pada pada kacang buncis, F. oxysporum
f. sp. lycopersici pada tomat, F. oxysporum f. sp. lini pada rami dan Rhizoctonia
solani pada kapas. Penekanan penyakit oleh P. fluorescens strain tertentu terjadi
karena bakteri tersebut mampu mengeluarkan antibiotik seperti, pyoluteorin, 2,4
diacetylphloroglucinol dan monoacetilplorglucinol yang dapat menghambat
perkembangan patogen (Bakker et al. 2003). Selain itu P. fluorescens

dapat

menekan perkembangan perkembangan penyakit tanaman dengan cara kompetisi
unsur besi Fe (III) dan unsur karbon, produksi HCN, merangsang akumulasi
fitoaleksin

untuk

ketahanan

tanaman,

kolonisasi

akar

dan

merangsang

pertumbuhan tanaman (Rosales et al. 1995; Widodo et al. 1993)
Di Australia,

B. subtilis strain tertentu telah digunakan untuk

mengendalikan Ralstonia solanacearum,

Pythium sp. dan Fusarium sp. dan

berhasil dengan baik. Selain dapat menekan pertumbuhan patogen, bakteri ini
juga dapat merangsang pertumbuhan tanaman, meningkatkan bobot kering dan
produksi padi-padian sebesar 10%,

karena bakteri tersebut menghasilkan

senyawa mirip gibberelin (Merriman et al. 1975) dan dapat menghasilkan
antibiotik serta zat yang menyebabkan terjadinya lisis (Kim et al. 1997).
Pada pengujian secara in vitro,

Bacillus spp.

dapat menghambat

pertumbuhan Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Hasil pengamatan mikroskopis,
menunjukkan bahwa senyawa antifungal
menyebabkan

pembengkakan

hifa

yang dihasilkan bakteri dapat

Fusarium

oxysporum

f.sp.

cubense

mengakibatkan hifa tidak dapat berkembang sempurna (Eliza 2004). Bacillus
BC121 mengeluarkan enzim kitinase yang dapat melisis hifa dan dinding sel
Culvularia lunata dan beberapa cendawan lainnya yang tersusun oleh senyawa
kitin. (Basha & Ulaganathan 2002).

10
Peranan Solarisasi Tanah dan Bakteri Antagonis dalam Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati adalah pengurangan jumlah inokulum dalam keadaan
aktif maupun dorman atau penurunan aktifitas patogen sebagai parasit oleh satu
atau lebih organisme yang berlangsung secara alami atau melalui manipulasi
lingkungan, inang atau antagonis atau dengan introduksi secara massal satu atau
lebih organisme antagonis. Usaha penanggulangan penyakit tanaman dengan cara
biologis mempunyai peluang yang cerah, organismenya telah tersedia di alam dan
tekniknya dapat dimodifikasi dengan lingkungan maupun tanaman inang.
Keuntungan pengendalian hayati antara lain : aman terhadap lingkungan, tidak
ada efek residu, dan aplikasinya berkelanjutan. (Cook dan Baker 1983).
Teknik pengendalian hayati patogen tanaman dengan memanipulasi
lingkungan yaitu dengan solarisasi tanah dan dikombinasi dengan bakteri
antagonis

yang

diaplikasikan

pada

perakaran

tanaman

telah

diketahui

keberhasilannya. Gamliel dan Katan (1993) melaporkan bahwa perlakuan agen
antagonis dari spesies Pseudomonas fluorescens pada perakaran tomat yang
kemudian ditanam pada tanah yang telah disolarisasi dapat menekan kolonisasi
Penicillium pinophilum,
buncis,

mengurangi kejadian penyakit oleh S. rolfsii pada

mengurangi kejadian penyakit layu fusarium pada kapas dan tomat.

Penekanan penyakit terjadi karena
sekitar perakaran tanaman.

peningkatan jumlah agen antagonis pada

11
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian

dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan jurusan

Proteksi Tanaman IPB, rumah kaca Cikabayan IPB Bogor dan kebun percobaan
Pusat Kajian Buah-buahan Tropik di daerah Tajur, Bogor. Penelitian berlangsung
dari bulan April 2005 sampai Maret 2006.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: bibit pisang Cavendish
dan Barangan hasil kultur jaringan, plastik PVC (Polyvinyl Chloride), pupuk
NPK, pupuk kandang, media PDA (Potato Dextrose Agar), media Komada,
media Martin Agar, media SCA (Starch Casein Agar), media TSA (Triptic Soy
Agar), media King’s B, media NB (Nutrient Broth), air steril dan lain- lain.
Alat-alat yang digunakan yaitu:

jarum ose,

pengaduk, erlenmeyer,

penangas air, microwave, kapas, cawan petri, tabung reaksi, pelubang gabus,
pipet, gelas ukur, timbangan, mikroskop, otoklaf, oven, kotak isolasi, alat
tulis dan lain- lain.

Metode
Isolat Fusarium oxysporum f. sp. cubense
Patogen Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc) yang digunakan adalah
IPB 057 yang merupakan isolat koleksi dari Laboratorium Mikologi Tumbuhan
jurusan Proteksi Tanaman IPB.

Sedangkan untuk percobaan di lapang,

digunakan lahan yang sudah terinfestasi secara alami oleh Foc.

Bakteri antagonis
Bakteri antagonis yang digunakan yaitu dari kelompok Bacillus sp., dan
Pseudomonas fluorescens.

Bacillus sp. ditumbuhkan dalam media TSA yang

diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang, kemudian dimurnikan dan disimpan
dalam

media TSA cair pada suhu 40 C.

Bakteri Pseudomonas fluorescens

12
ditumbuhkan dalam media King’s B dan diinkubasi 48 jam pada suhu ruang,
kemudian dimurnikan dalam TSA cair dan disimpan suhu 40 C.

Perbanyakan bakteri antagonis
Perbanyakan bakteri antagonis dilakukan di Laboratorium

Mikologi

Tumbuhan Jurusan HPT, Fakultas Pertanian IPB. Satu petri bakteri pada media
NB (Nutrient Broth) yang telah berumur 48 jam ditambahkan sebanyak 10 ml air
steril, kemudian dilakukan pengocokan sehingga biakan tercampur dengan air
steril tersebut sampai merata. Selanjutnya suspensi dimasukkan ke dalam 90 ml
NB (Nutrient Broth), diinkubasi dan dikocok selama 48 jam.

Uji lapang
Persiapan media tumbuh. Tanah dicampur dengan bahan organik kotoran
sapi yang telah matang (5:1 v/v) yang diberikan perlubang tanah.
Inokulasi patogen. Fusarium oxysporum f.sp. cubense yang digunakan
berasal dari lahan yang telah terinfestasi layu fusarium. Diharapkan Foc yang
berada di lahan yang akan ditanami pisang dapat menjadi sumber inokulum.
Solarisasi tanah.

Solarisasi tanah dilakukan dengan menutup permukaan

lahan menggunakan plastik PVC (Polyvinyl chloride) bening dengan ketebalan
0.05 mm. Sebelumnya tanah lahan diolah dan diairi secukupnya sampai semua
lapisan tanah basah.

Solarisasi dilakukan selama

tiga minggu

dan empat

minggu. Untuk kontrol, lahan dibiarkan tanpa ditutup plastik PVC (Polyvinyl
Chloride).
Perlakuan bibit pisang dengan bakteri antagonis. Perlakuan antagonis
dilakukan pada saat akan menanam bibit pisang dengan cara mencelupkan akar
tanaman pisang kedalam suspensi bakteri antagonis dengan kepadatan 109 /ml
selama 24 jam kemudian dipindahkan ke lahan. Perlakuan bibit pisang dengan
bakteri yaitu B1: P. fluorescens PG01 + B. polymixa BG25, B2: P. fluorescens
ES32 + B. subtilis SB3 dan B0: tanpa perlakuan bakteri.
Rancangan percobaan dan macam perlakuan penelitian.

Penelitian

disusun menurut RAKL dengan dua faktor yaitu solarisasi (tanpa solarisasi [S0],
solarisasi tiga minggu [S3] dan solarisasi empat minggu [S4]) dan perlakuan

13
bakteri ( tanpa bakteri [B0], PG01+BG25 [B1], dan ES32+SB3 [B2]). Masingmasing perlakuan diulang tiga kali. Banyaknya tanaman pisang tiap perlakuan
adalah 4-6 tanaman.
Penanaman bibit dan pemeliharaan. Bibit pisang yang digunakan adalah
kultivar Barangan umur 3 bulan yang telah diaklimatisasi dan merupakan hasil
perbanyakan kultur jaringan yang diproduksi oleh BIOTROP Bogor. Setelah bibit
dicelup dengan suspensi bakteri antagonis selama 24 jam, bibit ditanam ke lahan.
Setelah penanaman, bibit tersebut dipupuk dengan NPK (15:15:15) sebanyak 10
gram perlubang tanam setiap bulan denga n cara menaburkan pupuk di sekeliling
batang tanaman.

Percobaan pada Tanaman dalam Pot
Persiapan media tumbuh. Tanah dicampur dengan bahan organik kotoran
kambing yang telah matang (5:1 v/v). Setiap pot (diameter 30 cm) diisi dengan
media tumbuh sampai penuh dan rata dengan pinggiran atas pot.
Inokulasi patogen. Fusarium oxysporum f.sp. cubense yang digunakan
adalah isolat IPB 057 koleksi Lab Mikologi Tumbuhan Institut Pertanian Bogor.
Patogen yang digunakan adalah Foc ras 4 yang diperbanyak dalam medium PDB
(Potato Dextrose Broth) dikocok selama 7 hari. Foc yang telah diperbanyak
disaring dengan kertas Whatman no. 5, pelet yang tertinggal dihancurkan dengan
blender dan disuspensikan ke dalam 200 ml air steril kemudian dicampur 1 kg
tanah yang telah diserilisasi dengan uap panas (1210 C, 121 lb, 30 menit) 2 kali,
lalu diinkubasi selama 4 minggu untuk mendapatkan klamidospora. Kerapatan
populasi klamidospora dihitung dengan metode pengenceran pada medium PDA
yang ditambah asam laktat 20%.

Tanah yang mengandung klamidospora

disimpan dalam suhu ± 170 C dan digunakan sebagai sumber inokulum (Widodo
2000). Inokulasi patogen dilakukan dengan cara infestasi inokulum pada pot
percobaan sebelum solarisasi dengan kerapatan inokulum 103 cfu/g tanah.
Solarisasi tanah.

Solarisasi tanah dilakukan dengan menutup permukaan

pot menggunakan plastik PVC (Polyvinyl Chloride) bening dengan ketebalan
0.05 mm. Sebelumnya tanah dalam pot diairi secukupnya sampai semua lapisan
tanah basah. Solarisasi dilakukan selama, dua minggu, tiga minggu dan empat

14
minggu. Sebagai kontrol pot dibiarkan tanpa ditutup plastik PVC (Polyvinyl
Chloride).
Perlakuan bibit pisang dengan bakteri antagonis. Perlakuan antagonis
dilakukan

pada saat akan menanam bibit pisang dilakukan setelah solarisasi

dengan cara mencelupkan akar tanaman pisang ke dalam suspensi bakteri
antagonis selama 24 jam kemudian dipindahkan ke pot yang diberi perlakuan
tanpa solarisasi, solarisasi dua minggu,

tiga minggu dan empat minggu.

Perlakuan pertama; B1 yaitu P. fluorescens PG01 + B. polymixa BG25; B2
yaitu P. fluorescens ES 32 + B. subtilis SB3; B12 yaitu P. fluorescens PG01 +
B. polymixa BG25 + P. fluorescens ES 32 + B. subtilis SB3; B0 bibit pisang
dicelupkan di air steril.
Rancangan percobaan dan macam perlakuan penelitian.

Penelitian

disusun menurut RAKL dengan dua faktor yaitu solarisasi (tanpa solarisasi [S0],
solarisasi dua minggu (S2), solarisasi tiga minggu [S3] dan solarisasi empat
minggu [S4]) dan perlakuan bakteri ( tanpa bakteri [B0], PG01+BG25 [B1],
ES32+SB3 [B2], PG01+BG25+ ES32+SB3 [B12] ). Masing- masing perlakuan
diulang tiga kali. Banyaknya tanaman pisang tiap perlakuan adalah 5 tanaman.
Penanaman bibit dan pemeliharaan. Bibit pisang yang digunakan adalah
kultivar Cavendish yang telah diaklimatisasi selama 2 bulan dan merupakan hasil
perbanyakan kultur jaringan.
antagonis,

Setelah bibit dicelup dengan suspensi bakteri

bib it ditanam ke dalam pot. Setelah penanaman,

bibit tersebut

dipupuk dengan NPK (15:15:15) sebanyak 1 gram per lubang tanam setiap bulan
dengan cara menaburkan pupuk disekeliling batang tanaman.

Peubah yang Diamati
Periode Inkubasi
Periode inkubasi dihitung dari mulai penanaman sampai munculnya gejala
awal yang ditandai dengan terjadinya penguningan daun. Gejala awal nampak
pada daun pertama atau daun kedua. Gejala ini biasanya terlihat dari tepi daun
menuju ke pangkal atau pelepah daun.

15
Kejadian Penyakit (disease incidence=DI)
Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan cara mengamati gejala eksternal
pada tanaman. Perhitungan dilakukan tiap bulan mulai dari penampakan gejala
pertama sampai 120 hari setelah tanam (rumah kaca). Tingkat kejadian penyakit
dihitung dengan rumus yang dikemukakan Campbell (1990) menggunakan rumus:
DI = n/N X 100%
DI

: Disease incidence (% gejala layu)

n

: Jumlah tanaman terserang

N

: Jumlah tanaman yang diamati

Keparahan Penyakit (Disease Severity=DS)
Pengukuran kerusakan jaringan pembuluh pada bonggol kultivar pisang
dilakukan dengan memotong bonggol tanaman secara horizontal pada bagian
tengah bonggol dan dilihat keparahan

gejala dengan membuat skoring.

Keparahan penyakit dapat dihitung dengan rumus yang dikemukakan Campbell
(1990) yaitu;
DS = ∑(ni X vi) / Z X N

x

100%

DS

: Disease severity (%)

ni

: Jumlah bonggol yang terserang dengan kategori ke i

vi

: Nilai numerik ke i

Z

: Nilai numerik kategori serangan tertinggi

N

: Jumlah bonggol yang diamati
Skoring dilakukan dengan metode Cordiero (1994) yang dimodifikasi

dengan cara memotong bagian bonggol mulai dari jarak 1 cm, 2 cm, 3 cm, 4 cm, 5
cm, dan 6 cm dari pangkal bonggol secara horizontal, kemudian nilai skoring
ditentukan sebagai berikut :
1

= Tidak ada diskolorisasi pada berkas pembuluh

2

= Ada sedikit diskolorisasi

3

= Diskolorisasi ≤ 1/3 berkas pembuluh

4

= Diskolorisasi > 1/3 – 2/3

5

= Diskolorisasi lebih dari 2/3

6

= Berkas pembuluh penuh diskolorisasi

16
Modifikasi skoring dilakukan seperti yang terlihat pada diagram (Gambar 1).

VI x 6

6
5

VI x 5
VI x 4

4
3
2
1

VI x 3
VI x 2
VI x 1

Bonggol Pisang
Gambar 1. Skoring Cordiero (modifikasi)

Analisis Mikrob
Analisis populasi mikrob dilakukan pada awal dan akhir percobaan dari
sampel komposit tanah

dengan metode pengenceran berseri (serial dilution

method). Sepuluh gram sampel tanah dicampur dengan 90 ml air steril, dikocok
30 menit dengan pengocok putar pada kecepatan 150 rpm, kemudian diambil 1 ml
dan dicampurkan kedalam 9 ml air steril begitu seterusnya sampai pengenceran
10-8 .
Penghitungan populasi mikrob dilakukan dengan cara menuangkan 0.1 ml
pengenceran 10-2 untuk populasi Fusarium, 10-3 untuk cendawan tanah lainnya,
10-5 untuk aktinomisetes dan 10-8 untuk populasi bakteri ke dalam cawan petri
berisi

media

tumbuh.

Media

yang

digunakan

adalah

media

PCNB

(Pentachloronitrobenzene), Martin Agar, SCA (Starch Casein Agar), dan TSA
(Triptic Soy Agar) kekuatan 0.1,

masing- masing untuk Fusarium, cendawan

tanah, aktinomisetes, dan bakteri. Semua cawan tersebut diinkubasi pada suhu
ruang dan dilakukan pengamatan dengan penghitungan jumlah koloni (colony
forming unit) dan dikalikan dengan tingkat pengenceran sehingga diketahui
populasi per gram tanah.

17
Uji Perkecambahan Konidia dan Pembentukan Klamidospora Foc
Uji perkecambahan konidia dan pembentukan klamidospora dilakukan untuk
menentukan keberadaan mikrob pada tanah yang menekan patogen. Foc
dibiakkan pada media potato dex trose agar (PDA). Setelah 7 hari inkubasi,
konidia Foc diambil kemudian dinkubasi awal selama 1 jam pada suhu 240 C pada
larutan yang berisi 0.5% L-asparagin dan 0.5% glukosa. Kemudian disiapkan
komposit tanah contoh dari percobaan rumah kaca.

Sebanyak 10 g tanah

ditambah 90 ml air dicampur. Kemudian dilakukan langkah- langkah berikut :
1. Perlakuan pertama, larutan disaring dengan kertas Whatman no. 5, suspensi
yang dihasilkan, digunakan sebagai tempat uji perkecambahan konidia dan
pembentukan klamidospora. Dengan cara mengambil suspensi Foc yang
dicampur suspensi tanah (1:1 v/v), lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu
240 C dan diamati persentase perkecambahan konidianya. Untuk mengamati
tingkatan pembentukan klamidospora, biarkan campuran tersebut selama 7
hari, kemudian teteskan larutan 1 % rose bengal, dan diamati persentase
pembentukan klamidosporanya.
2. Perlakuan kedua,

larutan disaring dengan saringan millipore 0.22 µm.

Kemudian suspensi yang dihasilkan digunakan

sebagai tempat uji

perkecambahan konidia dan perkembangan klamidospora seperti langkah
pertama.
3. Perlakuan ketiga, larutan disaring dengan kertas Whatman no. 5, suspensi
yang dihasilkan diotoklaf. Kemudian dilakukan seperti langkah pertama.

Analisis Data
Untuk menguji pengaruh perlakuan

terhadap peubah yang diamati

dilakukan analisis ragam dengan menggunakan Statistix 8.0 (Copyright 19852003 Analytical Software) program. Khusus untuk tingkat kejadian penyakit data
yang dianalisis adalah data transformasi vy+0.5. Selanjutnya tiap perlakuan yang
berpengaruh nyata dilakukan uji Tukey’s untuk melihat perbedaan tiap perlakuan
pada taraf 5%.

18
HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan Pada Tanaman dalam Pot
Suhu Tanah
Rerata suhu tertinggi pada pengukuran 5 cm dari permukaan tanah yang
disolarisasi yaitu pada sore hari sebesar 51.580 C sedangkan pada tanah yang tidak
disolarisasi suhu tertinggi yaitu 36.50 C terjadi pada siang hari. Pengukuran suhu
pada kedalaman 10 cm dan 15 cm dari permukaan tanah, didapat rerata suhu
tertinggi pada tanah yang disolarisasi yaitu 37.810 C pada siang hari dan 39.110 C
pada sore hari, sedangkan untuk tanah yang tidak disolarisasi rerata suhu tertinggi
yaitu 35.360 C pada siang hari dan 34.610 C pada sore hari (Tabel 1). Secara
keseluruhan rerata suhu tanah yang disolarisasi lebih tinggi daripada rerata suhu
tanah yang tidak disolarisasi.
Pada tabel 1 terlihat bahwa rerata suhu tanah yang disolarisasi pada
kedalaman 10 dan 15 cm di bawah 400 C. Pada daerah yang beriklim panas seperti
daerah Israel, suhu dapat mencapai 40-500 C pada kedalaman 30 cm (K

Dokumen yang terkait

Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

9 157 125

Uji Efektifitas Jamur Antagonis Trichoderma sp. Dan Gliocladium sp. Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium

23 267 52

Pengelompokan Isolat Fusarium oxysporum f.sp.cubense Dari Beberapa Jenis Pisang (Musa spp.) Serta Uji Antagonisme Fusarium oxyspomm Non Patogenik Dan Trichoderma koningii Di Laboratorium

0 30 85

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Teknik PHT Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum f. sp capsici Schlecht) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum armuum L.) di Dataran Rendah.

0 27 138

Uji Antagonis Trichoderma spp. Terhadap Penyakit Layu (Fusarium oxysforum f.sp.capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) Di Lapangan

3 52 84

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum f.sp cúbense ) Pada Beberapa Varietas Tanaman Pisang ( Musa paradisiaca L. )

2 30 74

Uji Efektifitas Beberapa Fungisida Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum (schlecht.) f.sp lycopersici (sacc.) Synd.ei Hans Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill)

4 63 70

Pengendalian Penyakit Layu Pada Pisang (Fusarium axysporium f. sp. cubense) Dengan Solarisasi Tanah Dan Bakteri Antagonis

0 7 189