Molecular Marker Application on Selection of A Rice Backcross Population derived from a Cross between IR64/Hawara Bunar to Obtain Aluminum-Tolerant Rice Lines

APLIKASI MARKA MOLEKULER DALAM SELEKSI
POPULASI SILANG BALIK IR64/HAWARA BUNAR UNTUK
MENDAPATKAN GALUR PADI TOLERAN ALUMINIUM

ANDIK WIJAYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Marka
Molekuler dalam Seleksi Populasi Silang Balik IR64/Hawara Bunar untuk
Mendapatkan Galur Padi Toleran Aluminium adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Andik Wijayanto
G353090261

RINGKASAN
ANDIK WIJAYANTO. Aplikasi Marka Molekuler dalam Seleksi Populasi Silang
Balik IR64/Hawara Bunar untuk Mendapatkan Galur Padi Toleran Aluminium.
Dibimbing oleh MIFTAHUDIN dan DWINITA WIKAN UTAMI.
Pada periode antara tahun 1971 sampai 2012, peningkatan kebutuhan
pangan terutama padi (181.6%) jauh lebih besar daripada peningkatan jumlah
penduduk Indonesia (108%), sehingga diperlukan usaha peningkatan produksi
padi yang berkelanjutan. Peningkatan kebutuhan terhadap padi ini tidak seiring
dengan kemampuan penyediaan lahan pertanian yang cenderung menurun dari
tahun ke tahun karena terjadi alih fungsi lahan produktif menjadi kawasan industri
dan pemukiman sehingga memaksa penggunaan lahan-lahan marginal seperti
lahan kering masam untuk usaha pertanian termasuk budidaya padi. Namun
perluasan lahan pertanian ke lahan kering masam tersebut mengalami hambatan
utama yaitu tingkat kelarutan aluminium (Al) yang tinggi yang merupakan faktor
pembatas utama produksi padi di tanah masam, sehingga diperlukan penggunaan

varietas padi yang toleran terhadap cekaman Al dan mempunyai produktivitas
yang tinggi.
Di Indonesia, terdapat genotipe padi lokal yang toleran terhadap cekaman
Al seperti varietas Hawara Bunar tetapi produktivitasnya tidak seunggul varietas
IR64. Oleh sebab itu, perlu dilakukan silang balik antara padi var. IR64/Hawara
Bunar dengan IR64 sebagai tetua pemulih (recurrent parent) untuk mendapatkan
sifat-sifat unggul seperti IR64 tetapi toleran terhadap cekaman Al. Penelitian
sebelumnya, Miftahudin et al. (2008) dan Akhmad (2009), telah memperoleh
populasi BC2F1 hasil silang balik padi var. IR64/Hawara Bunar dan peta genetik
tentatif QTL toleran Al pada posisi antara marka RM489 dan RM517 pada
kromosom 3.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kerapatan marka
molekuler pada daerah Quantitative Trait Loci (QTL) untuk sifat toleransi
terhadap cekaman Al pada kromosom 3 padi yang diapit oleh dua marka SSR
RM489 dan RM517, (2) mengidentifikasi kembali keberadaan QTL untuk sifat
toleransi Al pada daerah tersebut, (3) dan menggunakan marka molekular untuk
seleksi populasi silang balik IR64/Hawara Bunar untuk mendapatkan galur padi
yang toleran Al dan memiliki sifat agronomis yang unggul.
Penelitian dilakukan mulai September 2009-Mei 2012 di Laboratorium
Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi, IPB dan di

Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Biogen) Bogor.
Populasi BC2 F1 yang telah dihasilkan pada penelitian sebelumnya, diseleksi
berdasarkan karakter fisiologi dan agronomi serta konstitusi alel dari marka
foreground maupun background, ditanam, dan dianalisis hingga mendapatkan
individu BC2F3 yang toleran terhadap cekaman Al dan mempunyai sifat
agronomis yang unggul.
Sebelum melakukan seleksi foreground dan background menggunakan
marka molekuler SSR, terlebih dahulu melakukan survei polimorfisme dari tiap
marka (104 marka) yang digunakan terhadap kedua tetua, meningkatkan
kerapatan marka molekuler pada daerah yang diapit marka RM489 dan RM517
dengan menggunakan 5 marka yang polimorfisme yaitu RM2790, RM545,

RM14535, RM14543, dan RM14552; serta mengidentifikasi kembali keberadaan
QTL untuk sifat toleransi Al pada daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdeteksi QTL untuk sifat toleransi tanaman terhadap cekaman Al
berdasarkan karakter Pertambahan Panjang Akar (PPA) di daerah antara marka
RM2790 dan RM14552 pada lengan pendek kromosom 3 padi (LOD 3.4) dengan
puncak ada pada posisi di antara marka RM2790 dan RM545.
Dengan menggunakan pendekatan Marker Assisted Backcross Selection
(MABS), seleksi foreground dan background dari populasi silang balik telah

berhasil mendapatkan dua individu padi BC2 F3 yang toleran Al dan memiliki sifat
agronomis yang unggul yaitu galur 175-63-34 dan -119.
Kata kunci: Cekaman aluminium, marker assisted backcross selection (MABS),
padi, simple sequence repeats (SSR)

SUMMARY
ANDIK WIJAYANTO. Molecular Marker Application on Selection of A Rice
Backcross Population derived from a Cross between IR64/Hawara Bunar to
Obtain Aluminum-Tolerant Rice Lines. Supervised by MIFTAHUDIN and
DWINITA WIKAN UTAMI.
Since 1971 the increase of food demand in Indonesia, especially rice is
much greater (181.6%) than the increase of population (108%), therefore an effort
to increase rice production is unavoidable. Currently, the ability of agricultural
land to provide area for rice cultivation tends to decline from year to year due to
massive conversion of productive lands into industrial and residential uses. The
situation leads to expand rice cultivation into the utilization of marginal lands,
such as acid soils for rice cultivation. However, rice cultivation in acid soils will
face many constraints, which mainly due to the aluminum (Al) toxicity. The use
of Al-tolerant rice varieties with high productivity will be an alternative solution
to overcome the Al toxicity problem in acid soils.

There is an Indonesian local rice genotype named Hawara Bunar that
tolerant to Al stress and can be used as a Al-tolerant donor parent in rice breeding
program. However, the potential productivity of the genotype is not as high as
rice cv IR64. The use of a backcross population derived from a cross between
both genotypes with cv IR64 as a recurrent parent is an approach to develop Altolerant rice cultivar with high productivity. It has been identified that a
Quantitative Trait Loci (QTL) for Al-tolerance trait is located on the short arm of
rice chromosome 3 flanked by markers RM489 and RM517 (Miftahudin et al.
2008; Akhmad 2009).
The objectives of the study were to (1) increase molecular markers density
in the area of QTL for Al-tolerance trait on rice chromosome 3 flanked by two
SSR markers RM489 and RM517, (2) re-identify QTLs for Al tolerance trait in
the previous Al-tolerance QTL area on rice chromosome 3, (3) and carry out
marker assisted backcross selection (MABS) ob a rice backcross population
derived from a cross between IR64/Hawara Bunar to obtain Al-tolerant rice lines
with superior agronomic traits.
The research was conducted from September 2009 to May 2012 at the
Laboratory of Plant Physiology and Molecular Biology, Department of Biology,
Bogor Agricultural University and at the Research Institute for Agricultural
Biotechnology and Genetic Resources (Biogen) Bogor. An F2 population derived
from a cross between rice cv IR64 and Hawara Bunar were used to increase

marker density and re-identify Al-tolerance QTL, while BC2F1 plants and BC2F2
populations that have been developed from the previous and this studies,
respectively, were selected through MABS combined with physiological and
agronomic characters based selection.
An amount of 17 SSR markers were screened for polymorphism between
the two parents to obtain markers that being used to increase marker density. Five
markers, which were RM2790, RM545, RM14535, RM14543, and RM14552,
were polymorphic and could be mapped in between markers RM489 and RM517
with the average distance of 3 cM between adjacent markers. Al-tolerance QTL

were identified in the previous QTL location between markers RM2790 and
RM14552 (LOD 3.4) based on the Main Root Elongation characters.
Foreground and background selections were successfully carried out on
BC2F1, BC2F2 and BC2F3 populations using five foreground and 50 background
SSR markers. The MABS obtained two BC2F3 rice lines (number 175-63-34 and
175-63-119) carrying 90% background alleles from the recurrent parent. Both
lines were tolerant to Al stress and showed good agronomic characters. However,
those lines need to be further evaluated in acid soils to verify that those lines are
true Al-tolerant lines that can be used to develop Al-tolerant rice variety.
Keywords: Aluminum tolerance, marker assisted backcross selection, QTL, rice,

simple sequence repeats (SSR)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

APLIKASI MARKA MOLEKULER DALAM SELEKSI
POPULASI SILANG BALIK IR64/HAWARA BUNAR UNTUK
MENDAPATKAN GALUR PADI TOLERAN ALUMINIUM

ANDIK WIJAYANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ida Hanarida Somantri, MS

Judul Tesis : Aplikasi Marka Molekuler dalam Seleksi Populasi Silang Balik
IR64/Hawara Bunar untuk Mendapatkan Galur Padi Toleran
Aluminium
Nama
: Andik Wijayanto
NIM
: G353090261

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Miftahudin, MSi
Ketua

Dr Dwinita W Utami, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Miftahudin, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 6 Februari 2013


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Dia-lah yang
maha berkehendak atas segala sesuatu. Sholawat dan salam kepada hamba dan
utusan-Nya, Muhammad SAW, penutup para nabi dan rasul. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan September 2009 sampai Mei 2012 dengan judul Aplikasi
Marka Molekuler dalam Seleksi Populasi Silang Balik IR64/Hawara Bunar untuk
Mendapatkan Galur Padi Toleran Aluminium.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, semangat, dan
pengorbanannya selama ini: Ayahanda Drs Soetjipto dan Dwi Irianto SPd,
Ibunda Harni Suprihatin dan Sudarmini SPd, istri dr. Megawati Dharma Iriani,
kakak Nita Purwanishiwi SH beserta suami Fary Setiawan SH, dan adik Putri
Dwi Novitasari.
2. Dr Ir Miftahudin, MSi dan Dr Dwinita Wikan Utami, MSi. yang telah
membimbing dan memberikan kesempatan ikut serta dalam Proyek Penelitian
Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi
(KKP3T) Departemen Kementrian Pertanian tahun anggaran 2009 - 2010.

3. Dr Ir Ida Hanarida Somantri, MS selaku penguji yang telah memberikan
saran dan kritik serta bantuan penanaman padi di rumah kaca Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian Bogor.
4. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian Bogor yang telah memberikan fasilitas untuk menunjang
pelaksanaan penelitian beserta Ibu Yuri, SSi dan Bapak Iman yang telah
membantu penelitian ini.
5. Rekan-rekan di laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan
IPB: Dr Dewi Indriyani Roslim MSi, Akhmad MSi, Hariyanto MSi, Arief
Pambudi MSi, Dedy Suryadi MSi, Turati MSi, Syasti Hastriani, dan rekanrekan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
6. Dan teman-teman di mayor Biologi Tumbuhan Pascasarjana IPB tahun
angkatan 2009 yang terus memberikan semangat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Mohon maaf atas segala kekurangan.

Bogor, Mei 2013
Andik Wijayanto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Masam dan Toksisitas Aluminium
Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Aluminium
Botani Padi
Silang Balik dan Marker Assisted Backcross Selection (MABS)
Pemanfaatan Marka Molekuler Simple Sequence Repeats (SSR) dalam
Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman

3
3
5
6
9
10

METODE
Bagan Alir Penelitian
Bahan
Pembentukan Populasi BC2F2 dan BC2F3
Perlakuan Cekaman Al
Analisis Pertambahan Panjang Akar (PPA) dan Root Re-Growth (RRG)
Analisis Marka Molekuler
Pengamatan Karakter Morfologi dan Agronomi
Prosedur Analisis Data

12
12
12
13
13
13
14
15
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

15
15
23

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

34
34
34

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

90

DAFTAR TABEL
Karakteristik O. sativa ssp. indica, ssp. japonica, dan ssp. javanica
Pola genotipe individu rekombinan BC2F1 dengan seleksi empat marka
Pola genotipe individu rekombinan BC2F1 dengan seleksi enam marka
Nilai statistik sifat toleransi cekaman Al berdasarkan karakter PPA dan
RRG pada populasi BC2F2
5 Nomor individu terpilih BC2F2 beserta nilai RRG dan konfigurasinya
6 Perbandingan karateristik individu padi BC2F3 175-63-34 dan -119
dengan tetua IR64 dan Hawara Bunar

1
2
3
4

8
18
18
19
22
30

DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan seleksi menggunakan MABS, target lokus ada di kromosom 4.
Seleksi foreground, seleksi rekombinan, seleksi background
2 Bagian alur kerja dalam penelitian aplikasi marka molekuler pada
populasi silang balik IR64/Hawara Bunar
3 Contoh hasil survei polimorfisme marka SSR berdasarkan analisis PCR
pada tanaman tetua (HB: Hawara Bunar, IR: IR64) dan tanaman F1
turunannya menggunakan marka SSR: RM19, RM252, RM278, dan
RM556
4 Contoh elektroforesis hasil PCR marka SSR RM14543 dan RM14552
pada gel agarose SFR 3% dalam buffer TBE 1x pada populasi F2
5 Posisi QTL untuk karakater PPA sebagai parameter toleransi Al pada
populasi F2 hasil persilangan tetua padi var. IR64 x var. Hawara Bunar
6 Contoh elektroforesis hasil PCR marka SSR RM14535, RM14543, dan
RM14552 pada gel agarose SFR 3% dalam buffer TBE 1x pada
populasi BC2F1.
7 Distribusi nilai PPA dan RRG pada populasi BC2F2 175 dan 180
8 Contoh elektroforesis hasil PCR marka SSR : RM14535, RM14543 dan
RM14552 pada gel agarose SFR 3% dalam buffer TBE 1x pada
populasi BC2F2 175
9 Contoh elektroforesis hasil amplifikasi DNA populasi BC2F3 175-63
dengan primer RM14543 pada suhu annealing 550C
10 Contoh elektroforesis hasil amplifikasi DNA tanaman BC2F2 175-63
dengan beberapa primer background
11 Konstitusi background galur BC2F2 175-63
12 Contoh elektroforesis hasil amplifikasi DNA populasi BC2 F3 175-63
dengan primer RM168 pada suhu annealing 550C (seleksi background)

10
12

16
17
17

18
20

21
24
25
26
29

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12
13

Diskripsi padi varietas IR64
Beberapa karakter padi varietas lokal Hawara Bunar
Komposisi larutan hara minimum
Primer-primer SSR yang digunakan untuk seleksi foreground dan
background
Karakter fisiologi, agronomi, dan introgresi marka foreground dan
background BC2F3 175-63
Marka-marka atau gen- gen pada kromosom 1, 3, 5, dan 6 pada padi
Genotipe individu rekombinan BC2F1 dengan seleksi empat marka
Seleksi foreground BC2 F2175
Seleksi foreground BC2 F2180
Distribusi nilai PPA, RRG dan Akar Samping pada populasi BC2F3
175-63
Distribusi nilai karakter agronomi tinggi tanaman vegetatif, jumlah
anakan vegetatif, rata-rata panjang malai, jumlah malai, total biji isi,
dan total bobot biji isi pada populasi BC2F3 175-63
Hasil elektroforesis 50 marka background dengan DNA tanaman BC2F2
175-63
Hasil elektroforesis marka background RM130 dan RM168 dengan
DNA populasi tanaman BC2 F3 175-63

45
46
47
48
65
75
76
78
79
80

81
83
86

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada
bulan Juli 2012 jumlah penduduk Indonesia sebesar 248.216.193 orang,
meningkat 129.007.964 orang atau sekitar 108 % dari jumlah penduduk tahun
1971 (CIA 2012). Peningkatan jumlah penduduk ini diiringi dengan peningkatan
kebutuhan pangan terutama padi yang jauh lebih besar dari kebutuhan pangan
pada periode yang sama, yaitu sebesar 181.6% (USDA 2012a), sehingga
diperlukan usaha peningkatan produksi padi yang berkelanjutan.
Kemampuan lahan pertanian di Indonesia dalam menyediakan beras
cenderung menurun dari tahun ke tahun, selain karena area persawahan yang
sempit yaitu 7.469.796 ha (USDA 2012b) atau sekitar 6.4% dari total luas
Indonesia, juga dikarenakan terjadi alih fungsi lahan produktif menjadi kawasan
industri dan pemukiman sehingga memaksa penggunaan lahan-lahan marginal
untuk usaha pertanian termasuk budidaya padi, termasuk lahan kering masam
dengan luas lahan 102.8 ha (Mulyani et al. 2009) atau sekitar 54.6% dari total luas
lahan di Indonesia. Namun perluasan lahan pertanian ke lahan kering masam ini
mengalami kendala utama yaitu tingkat kelarutan Al yang tinggi, kadar hara
makro dan mikro yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman, dan kandungan
bahan organik yang rendah (Roesmarkam et al. 1992; Sanchez 1992). Pada tanahtanah masam seperti tanah Podsolik Merah Kuning, bentuk Al3+ merupakan
bentuk yang paling dominan dan sangat beracun bagi akar tanaman sehingga
pertumbuhan akar dan tajuk terhambat, akar pendek, tebal dan menggulung,
tudung akar rusak dan berwarna merah kecokelatan, yang pada akhirnya sistem
perakaran rusak dan penyerapan hara oleh tanaman terganggu (Delhaize dan Ryan
1995; Ma et al. 2005). Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut
adalah menggunakan varietas padi yang toleran Al dengan produktivitas yang
tinggi.
Di Indonesia, terdapat genotipe padi lokal yang toleran terhadap cekaman
Al seperti Hawara Bunar. Namun produktivitasnya tidak seunggul varietas yang
telah banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, seperti padi varietas IR64
dan Ciherang. Oleh sebab itu, perlu dilakukan silang balik antara padi var.
IR64/Hawara Bunar dengan IR64 sebagai tetua pemulih (recurrent parent) untuk
mendapatkan sifat-sifat unggul seperti IR64 tetapi toleran terhadap cekaman Al.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sifat toleransi padi terhadap
cekaman Al dikendalikan oleh lebih dari satu gen (Ma et al. 2002; Nguyen et al.
2001a, 2001b, 2002, 2003; Wu et al. 2000) dan pengaruh sifat aditif lebih besar
daripada pengaruh sifat dominan (Khatiwada et al. 1996; Wu et al. 1997). Oleh
sebab itu, diperlukan suatu prosedur seleksi melalui aplikasi marka molekuler
untuk lebih mengefisienkan proses seleksi melalui pendekatan Marker Assisted
Backcros Selection (MABS). Salah satu marka molekular yang dapat digunakan
dalam MABS adalah Simple Sequence Repeats (SSR). SSR cukup baik untuk
digunakan dalam membantu proses seleksi karena mempunyai tingkat
polimorfisme yang tinggi dan bersifat kodominan (Rongwen et al. 1995).

2
Pada penelitian sebelumnya, Miftahudin et al. (2008) dan Akhmad (2009)
telah menyilangkan padi var. IR64/Hawara Bunar hingga menghasilkan populasi
F2 dan BC2F1 serta mendapatkan lokasi QTL untuk sifat toleransi Al yaitu pada
kromosom 3 yang diapit oleh marka RM489 dan RM517. Penelitian ini telah
melakukan peningkatan kerapatan marka molekular pada daerah kromosom di
antara kedua marka tersebut, serta menggunakan marka-marka tersebut untuk
melakukan seleksi populasi silang balik hasil persilangan antara padi var.
IR64/Hawara Bunar.

Perumusan Masalah
Bagaimana cara mendapatkan varietas padi yang toleran cekaman Al
dengan produktivitas yang tinggi dalam waktu yang singkat? Di manakah letak
gen-gen yang mengendalikan sifat toleransi terhadap aluminium pada padi?
.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kerapatan marka molekuler
pada daerah antara marka RM489 dan RM517 pada kromosom 3 padi, (2)
mengidentifikasi kembali keberadaan QTL untuk sifat toleransi Al pada daerah
tersebut, (3) dan menyeleksi populasi silang balik BC2F2 dan BC2F3 hasil
persilangan IR64/Hawara Bunar berdasarkan marka SSR dan karakter fisiologi
Root Regrowth (RRG) dan Pertambahan Panjang Akar (PPA) untuk mendapatkan
galur padi yang toleran Al dan memiliki sifat agronomis yang unggul seperti var.
IR64.

Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dari penelitian ini antara lain (1) diperoleh populasi
BC2F2 dan tanaman BC2F3 yang toleran Al dan memiliki karakter agronomi yang
unggul seperti tetua penerima (IR64) serta mempunyai karakter toleran Al
(membawa alel homozigot atau heterozigot) dari tetua donor (Hawara Bunar)
sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi Varietas Unggul Spesifik
Lokasi (VUSL) tanah masam berkelarutan Al tinggi, (2) memperkaya materi
pemuliaan tanaman padi, (3) dapat mendukung penelitian pemetaan genetik
tanaman padi terkait sifat toleransinya terhadap cekaman Al, dan (4) dalam jangka
panjang, galur baru toleran terhadap cekaman Al yang dihasilkan, diharapkan
mampu meningkatkan produksi beras nasional.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi peningkatkan kerapatan marka molekuler pada
daerah antara marka RM489 dan RM517 pada kromosom 3 padi, mengidentifikasi
kembali keberadaan QTL untuk sifat toleransi Al pada daerah tersebut, dan
menyeleksi populasi silang balik BC2F2 dan BC2F3 hasil persilangan IR64/Hawara

3
Bunar berdasarkan marka SSR dan karakter fisiologi Root Regrowth (RRG) dan
Pertambahan Panjang Akar (PPA) untuk mendapatkan galur padi yang toleran Al
dan memiliki sifat agronomis yang unggul seperti var. IR64.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Masam dan Toksisitas Aluminium
Tanah masam adalah tanah yang mempunyai pH ≤ 5.5 yang merupakan
faktor pembatas penting dalam produksi pertanian di dunia terutama di Indonesia
(Muchtar 2011). Menurut von Uexkull dan Mutert (1995), luas tanah masam di
dunia sebesar 3.950 juta Ha atau sekitar 30% dari total luas lahan di dunia. Di
Indonesia, terdapat sekitar 102.8 juta Ha atau sekitar 54.6% dari total luas lahan
berupa tanah masam (Mulyani et al. 2009). Tanah masam di Indonesia tersebar
luas di pulau Kalimantan, Sumatera, dan beberapa wilayah di Sulawesi, Jawa, dan
Papua (Lynch dan St. Clair 2004). Pada kelompok tanah andosol, acrisol, podsol,
ferralsol, fluvisol, dan planasol; toksisitas Al sangat dominan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman (Baligar et al. 2001).
Pada pH netral, Al membentuk kompleks dengan ion hidroksida yang tidak
larut, tetapi pada pH asam akibat terjadi penumpukan ion H + yang tinggi di dalam
tanah atau media tumbuh, Al berada dalam bentuk Al3+ yang toksik karena
sifatnya yang larut dan mempunyai kemampuan mengkelat yang tinggi seperti
pada reaksi berikut (Harter 2002):
Al(OH)3 + 3H+ ↔ Al3+ + 3H2O
Pada larutan dengan pH < 5.0 ion Al berbentuk oktahedral Al(H 2O)63+ yang sering
disingkat Al3+. Dengan semakin berkurangnya tingkat kemasaman, Al(H2O)63+
mengalami deprotonisasi menjadi Al(OH)2+ dan Al(OH)2+ yang tidak beracun bagi
tanaman (Mossor-Pietraszewska 2001).
Terdapat tiga faktor penghambat pertumbuhan tanaman di lahan masam,
yaitu (1) konsentrasi H+, Al, dan Mn yang tinggi menyebabkan cekaman pada
tanaman, (2) rendahnya konsentrasi Ca, Mg, K, P, M, dan Mo sehingga terjadi
defisiensi hara mineral pada tanaman, (3) terjadi penghambatan pertumbuhan akar
dan penyerapan air sehingga menyebabkan defisiensi hara mineral pada tanaman
dan terjadi cekaman kekeringan. Dari semua faktor tersebut, cekaman Al
merupakan faktor penghambat utama pertumbuhan tanaman di tanah masam
(Marschner 1995), termasuk tanaman padi.
Cekaman Al dapat menurunkan 25 sampai 80% produksi tanaman pangan
(Herrera-Estrella 2003), termasuk padi, yang ditanam di tanah masam yang
mencakup 40% dari tanah yang bisa ditanami di dunia (Kochian 1995; Ma et al.
1997a). Rendahnya produktivitas menyebabkan tanah masam yang masih cukup
luas belum dimanfaatkan secara optimal sebagai lahan pertanian.
Terdapat beberapa hipotesis mengenai mekanisme cekaman Al pada
berbagai tanaman, antara lain Al berinteraksi dengan dinding sel pada mentimun
(Cucumis sativus) (Pereira et al. 2006), perubahan cytoskeleton sel akar jagung
(Zea mays) (Sivaguru et al 1999), pemblokiran kanal Ca2+ dan depolarisasi
potensial elektrik transmembran sehingga terjadi defisiensi mineral pada gandum

4
(Triticum aestivum L.) dan tembakau (Nicotina tabacum L.) (Papernik dan
Kochian 1997; Sivaguru et al 2005; Takabatake dan Shimmen 1997), serta
produksi spesien oksigen reaktif (ROS) yang dapat berupa peningkatan
kandungan Fe2+ atau Fe3+ sebagai perantara peroksidasi lipid yang menyebabkan
cekaman oksidatif pada jagung dan tembakau (Jones et al. 2006; Ono et al. 1995;
Yamamoto et al. 1997). Menurut Sharma dan Dubey (2007) dan Ma et al. (2007),
cekaman Al berhubungan dengan induksi cekaman oksidatif di akar maupun di
tajuk seperti anion superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), peroksidasi lipid
membran yang diiringi pelepasan gugus thiol, glutation, dan askorbat. Pemberian
160 µM Al dapat meningkatkan anion superoksida (O2-), hidrogen peroksida
(H2O2), malondialdehyde (MDA), dan glutation oksida yang diikuti peningkatan
enzim oksidatif seperti superoksida dismutase (SOD), guaiacol peroksidase,
askorbat peroksidase, monodehidroaskorbat resduktase, dan glutation reduktase
serta diikuti dengan penurunan konsentrasi thiol, asam askorbat, chloroplastic dan
aktivitas katalase. Namun menurut Yamamoto et al. (2001), peroksidasi lipid
memang gejala awal yang diinduksi cekaman Al tetapi bukan penyebab utama
penghambatan pertumbuhan akar pada tanaman kacang tanah (Pisum sativum).
Pada tanaman padi, keracunan Al mengakibatkan penurunan beberapa
karakter fisiologi seperti akumulasi bahan-bahan kering, konsentrasi dan
penyerapan unsur Ca, P, K dan Mg di ujung tajuk (Macedo dan Jan 2008), nilai
panjang akar relatif (Nasution dan Suhartini 1992; Sivaguru dan Paliwal 1993),
dan penurunan konsentrasi tiol (-SH) dan asam askorbat (Sharma dan Dubey
2007). Selain itu terjadi peningkatan pada beberapa karakter fisiologi lain seperti
konsentrasi anion superoksida (O2 -), hydrogen peroksida (H2O2), jumlah
malondialdehid, dan glutation teroksidasi (Sharma dan Dubey 2007).
Aluminium dapat membentuk ikatan elektrostatik dengan ligan donor
oksigen seperti kelompok karboksil atau fosfat, sehingga pektin dinding sel dan
lapisan luar membran plasma menjadi target utama Al. Al dapat mengikat kuat
komponen lipid pada membran plasma (Akeson et al. 1989) dengan kekuatan
ikatan bergantung pada muatan fosfolipid yang diikatnya (Jones dan Kochian
1997). Pengikatan Al pada lipid membran mengakibatkan membran plasma
menjadi kaku (Deleers et al. 1986).
Berdasarkan beberapa hasil penelitian, target utama cekaman Al adalah
jaringan akar tanaman terutama pada ujung akar (Sasaki et al. 1992; Ryan et al.
1993; Delhaize dan Ryan 1995). Pada umumnya konsentrasi Al pada akar lebih
besar daripada konsentrasi Al pada tajuk (Kinraide et al. 1992; Meriga et al.
2003). Hal ini disebabkan inaktivasi Al pada akar yang menyebabkan Al tidak
dapat atau sedikit ditranspor ke tajuk. Pada kedelai (Glycine max L. Merr),
translokasi Al dari akar ke tajuk lebih sedikit pada varietas yang toleran Al
daripada varietas sensitif Al (Nursyamsi et al. 2002). Sebagian besar Al yang
diabsorbsi oleh tanaman berada pada daerah apoplas (Taylor et al. 2000; Rengel
1996) meskipun juga ditemukan terdapat pada daerah simplas (Vazquez et al.
1999; Yamamoto et al. 2001).
Gejala pertama yang tampak dari cekaman Al adalah sistem perakaran yang
tidak berkembang (pendek dan tebal) sebagai akibat adanya penghambatan
perpanjangan sel akar, kerusakan membran akar, dan terjadinya penggulungan
akar (Delhaize dan Ryan 1995; Akhmad 2009; Cakmak dan Horst 1991; Kochian
1995, Ma et al. 2004b).

5
Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Aluminium
Mekanisme toleransi, kontrol genetik, dan lokasi gen pengendali toleransi
tanaman terhadap cekaman Al berbeda-beda antar spesies dan varietas (Yahya dan
Setiyati 1988; Hede et al. 2001). Kriteria tanaman yang toleran terhadap cekaman
Al antara lain ujung akar tidak rusak dan akar terus tumbuh ketika mendapat
cekaman Al, terdapat mekanisme dalam penetralan pengaruh toksik Al setelah
diserap tanaman maupun mekanisme pengkondisian kurang asam di daerah
perakaran seperti sekresi asam malat dan asam sitrat; serta memiliki mekanisme
tertentu yang mengakibatkan ion Al tidak menghambat serapan Ca, Mg, dan K
(Delhaize dan Ryan 1995; Taylor 1991).
Menurut Taylor (1991) dan Marschner (1995), mekanisme toleransi
tanaman terhadap cekaman Al meliputi mekanisme detoksifikasi internal dan
mekanisme eksklusi atau penghindaran. Mekanisme detoksifikasi internal
dilakukan oleh tanaman dengan membiarkan Al memasuki jaringan dan tanaman
akan mengurangi atau menghilangkan pengaruh cekaman tersebut dengan
detoksifikasi atau inaktivasi Al yang berada dalam sel dan menimbunnya,
sedangkan mekanisme eksklusi atau penghindaran dilakukan oleh tanaman
dengan mencegah atau mengurangi penetrasi Al ke dalam jaringan dengan cara
mengeluarkan Al atau senyawa organik dari ujung akar sehingga ion Al tidak
mencapai daerah metabolik atau protoplasma.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi tercekam Al,
tanaman mensekresikan asam organik seperti asam sitrat, asam malat, dan oksalat
dari akar sebagai bentuk mekanisme toleransi (Delhaize et al. 1993; Ryan et al.
2008). Namun beberapa publikasi menyebutkan bahwa sekresi asam organik
bukanlah mekanisme utama toleransi terhadap cekaman Al seperti pada rumput
(Brachiaria decumbens) (Wenzl et al. 2001) dan bayam (Amaranthus sp) (Yang
et al. 2005) atau hal ini bukanlah satu-satunya mekanisme toleransi Al seperti
pada jagung (Pineros et al. 2005) dan soba (Zheng et al. 2005). Terdapat dua pola
sekresi asam organik terkait waktu pelepasannya. Pertama, tanpa penundaan
sekresi, yaitu asam organik akan disekresikan sesaat setelah perlakuan cekaman
seperti pada tanaman tembakau (Delhaize et al. 2001), gandum (Ryan et al. 1995),
dan buckwheat (Fygopyrum esculentum Moench) (Zheng et al. 2005). Kedua,
asam organik disekresikan beberapa jam setelah perlakuan cekaman. Hal ini
terjadi pada tanaman rye (Secale cerealea L.) (Li et al. 2000) dan triticale (Ma et
al. 2000). Menurut Li et al. (2000), asam organik yang disekresikan sebagai
respon toleransi terhadap cekaman Al, berbeda antar tanaman. Aktivitas sitrat
sintase meningkat pada tanaman rye saat tercekam Al tetapi tidak terjadi pada
gandum. Sekresi asam malat pada gandum tidak dihambat oleh suhu rendah tetapi
hal ini mengakibatkan terjadinya penghambatan sekresi asam sitrat pada rye. Rye
merupakan spesies anggota Triticeae paling toleran cekaman Al, memiliki
beberapa lokus yang mengendalikan sifat toleransi Al, salah satunya adalah lokus
yang mempunyai efek cukup besar terhadap toleransi terhadap Al yaitu lokus pada
lengan panjang kromosom 4 yang disebut Alt3. Lokus ini memiliki keterkaitan
erat dengan gen AltBH yang ditemukan pada gandum. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat lokus yang orthologous (Miftahudin et al. 2002; Miftahudin et al. 2004).
Barley (Hordeum vulgare L.) juga mengandung gen yang mempunyai efek cukup
besar terhadap toleransi cekaman Al yaitu gen Alp di lengan panjang kromosom 4

6
dan terkait dengan penanda yang sama dengan gen AltBH pada gandum (Ma et al.
1997a). Pada gandum telah diketahui gen pengendali toleransi aluminium yaitu
TaALMT1 (Alt1) pada kromosom 4DL yang mengontrol sekresi asam malat
(Delhaize et al. 1993) dan TaMATE1 (kelompok gen MATE) pada kromosom 4BL
yang mengontrol sekresi asam sitrat.dari akar (Ryan et al. 2008).
Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada padi terjadi secara internal
dan eksternal, secara internal terjadi transport Al ke dalam vakuola sel melalui
mekanisme simplas (Huang et al. 2009, 2012) dan secara eksternal melalui
eksudasi asam sitrat (Yakhoso et al. 2011). Huang et al. 2009 melaporkan bahwa
terdapat dua gen, yaitu STAR1 dan STAR2 yang berfungsi sebagai ABC
transporter. Selain itu menurut Huang et al. 2012, tranport Al ke dalam vakuola
sel ini dikendalikan oleh ekspresi gen OsALS1 (Os03g0755100) yang diinduksi
spesifik oleh Al di dalam akar. Gen ini mengkode setengah dari ABC transporter
yang merupakan kelompok TAP (Transporter Associated with Antigen
Processing). Secara eksternal, terdapat gen OsFRDL4 (Os01g0919100) yang
termasuk kelompok MATE efflux protein yang berperan dalam sekresi asam sitrat
(Yakhoso et al. 2011).
Selain pada padi, toleransi terhadap Al juga telah dipelajari pada tanaman
lainnya, seperti barley (Ma et al. 1997b, 2004a; Matsumoto et al. 1992), gandum
(Huang et al. 1992; Jones dan Kochian 1997; Ma et al. 2004b), rye (Miftahudin
et al. 2002), jagung (Ma et al. 1997a; Pineros et al. 2005; Wang et al. 2004),
kedelai (Cakmak dan Horst 1991; Kataoka dan Nakanishi 2001; Lazof et al.
1996), tembakau (Ono et al. 1995; Yamamoto et al. 2001), sorghum (Sorghum
bicolor L.) (Galvez et al. 1987; Keltjens dan Ulden 1987; Tan et al. 1993), kacang
tanah (Yamamoto et al. 2001), Arabidopsis thaliana (Ezaki et al. 2000; Richards
et al. 1998; Toda et al. 1999), Melastoma malabatricum (Wanatabe et al. 1998),
kopi (Coffea sp) (Arroyo-Serralta et al. 2005), labu kuning (Cucurbita moschata
Durch) (Dipierro et al. 2005), Alfalfa (Medicago sativa) (Tasfaye et al. 2001),
rumput (Wenzl et al. 2001), buckwheat (Zheng et al. 2005), dan bayam (Yang et
al. 2005).

Botani Padi
Padi (Oryza sativa, L) merupakan tanaman yang termasuk dalam Famili
rumput-rumputan, Gramineae (Poaceae) yang merupakan salah satu tanaman
budidaya terpenting sebagai sumber karbohidrat utama dari sekitar setengah
jumlah penduduk dunia. Lebih dari 40.000 varietas padi telah dipubikasikan
(Tripathi et al. 2011). Genus Oryza mempunyai 25 spesies yang telah diketahui,
23 diantaranya adalah spesies liar dan dua spesies, O. sativa L dan O. glaberrima
Steud, telah dibudidayakan (Morishima 1984; Vaughan 1994; Brar dan Kush
2003; Matsuo dan Hoshikawa 1993). Spesies liar Oryza yang penyebarannya di
Asia Tenggara antara lain O. nivara Sharma et Shastry, O. rufipogon Griff, O.
rhizomatis Vaughan, O. minuta J.S.Pesl. ex C.B.Presl, O. officinalis Wall. ex Watt,
O. eichingeri A. Peter, O. granulata Nees et Arn. ex Watt, O. meyeriana (Zoll.et
Mor. ex Steud.) Baill., O. longiglumis Jansen, O. ridleyi Hook.f., dan O.
schlechteri Pilger (Brar dan Kush 2003). Dua diantaranya, O. longiglumis dan O.
schlechteri penyebarannya di Indonesia. Oryza sativa adalah spesies yang paling

7
banyak dibudidayakan terutama di daerah tropis, subtropis, dan daerah beriklim
sedang antara lain di benua Asia, Afrika, Eropa, Timur Tengah, Amerika Utara
dan Selatan, sedangkan O. glaberrima hanya dibudidayakan di Afrika Barat
(Tripathi et al. 2011). Pusat asal dan pusat keanekaragaman dua spesies ini juga
telah diidentifikasi berdasarkan studi keanekaragaman genetik, bukti sejarah dan
arkeologi, dan distribusi geografis disepakati bahwa lembah sungai Yangtze dan
sungai Mekong merupakan daerah pusat asal O. sativa dan delta sungai Niger di
Afrika merupakan daerah pusat asal O. glaberrima (Porteres 1956; OECD 1999).
Kaki bukit Himalaya, Chhattisgarh, Jeypore Tract di Orissa, timur laut India,
bagian utara Myanmar dan Thailand, dan provinsi Yunnan di China merupakan
beberapa daerah pusat keanekaragaman O. sativa dan delta sungai Niger dan
beberapa daerah sekitar pantai Guinea Afrika dianggap sebagai pusat
keanekaragaman O. glaberrima (Chang 1976; Oka 1988).
Oryza sativa mempunyai beraneka ragam habitus tetapi biasanya berdaun
sempit, anter biasanya lebih pendek dari 2,1 mm, panjang gabah biasanya 4-8,5
mm dan lebarnya 2-4 mm, embrio biasanya lebih pendek dari 2,1 mm. Berbeda
dengan O. sativa, O. glaberrima mempunyai daun glabrous, malai utama
umumnya tanpa cabang sekunder atau tersier, lemna dan palea hampir sempurna
glabrous, lebar gabah 2,9 - 3,6 mm, ujung lemma tajam (Vaughan 1989).
Oryza sativa terdiri dari tiga subspesies, yang merupakan hasil seleksi
manusia dan alam untuk meningkatkan kualitas dan daya adaptasi pada
lingkungan sekitar, yaitu O. sativa ssp. indica, ssp. japonica, dan ssp. javanica
(Herrera et al. 2008; Tripathi et al. 2011). Karakter masing-masing subspesies
O.sativa disajikan pada Tabel 1.
Padi sering dijadikan tanaman model dalam kajian genetika tumbuhan
karena padi mempunyai ukuran genom yang lebih kecil daripada tanaman serealia
lainnya, yaitu 389 Mb (IRGSP 2005). Ukuran genom ini 5 kali lebih kecil
daripada genom jagung dan 40 kali lebih kecil daripada genom gandum
(Genoscope 2012; Moore et al. 1995). Genom padi juga telah disekuen (Kurata
dan Yamazaki 2006), sehingga dapat menjadi bahan baku utama dalam usaha
pemuliaan padi menggunakan rekayasa genetika. Selain itu, dalam kaitannya
dengan analisis toleransi cekaman aluminium, padi juga merupakan tanaman
serealia yang mempunyai kemampuan 6-10 kali lebih toleran cekaman Al
daripada tanaman serealia lainnya (Famoso et al. 2011).
Varietas padi unggul yang paling populer di Indonesia adalah IR64.
Varietas ini dilepas oleh pemerintah sebagai galur padi unggul di Indonesia pada
tahun 1986 yang merupakan hasil introduksi oleh IRRI (International Rice
Research Institute). Menurut Direktorat Bina Perbenihan (2000), IR64 merupakan
varietas padi yang paling luas ditanam di Indonesia (2.118.000 ha), disusul
Memberamo (271.557 ha), Way apo buru (285 .985 ha), dan Cisadane (195.768
ha). Varietas IR64 sangat digemari oleh petani dan konsumen, terutama karena
rasa nasi yang enak, umur genjah, daya adaptasi luas, dan produktivitasnya tinggi.
Karakteristik dari varietas IR64 menurut Daradjat et al. (2001) antara lain adalah
umur sedang (100-125 HST), postur tanaman pendek – sedang (95-115 cm),
bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang (20-25
anakan/rumpun, dengan anakan produktif 15-16 anakan/rumpun, panjang malai
sedang, responsif terhadap pemupukan, tahan rebah, daya hasil agak tinggi (5-6

8
t/ha), tahan hama dan penyakit utama, mutu giling baik, dan rasa nasi enak.
Karakter agronomi padi varietas IR64 lebih detail disajikan pada Lampiran 1.
Tabel 1 Karakteristik O. sativa ssp. indica, ssp. japonica, dan ssp. javanica
(Matsuo dan Hoshikawa 1993; Tripathi et al. 2011)
Karakater
Daun
Biji
Anakan
Tinggi
tanaman
Penanaman
Pelepasan
kulit biji
Suhu
rendah
Penyebaran

banyak
tinggi

O. sativa spp
japonica
sempit dan
berwarna hijau tua
membulat, lebar,
dan tebal
sedikit
sedang

mudah
mudah

tidak mudah
tidak mudah

tidak mudah
tidak mudah

sensitif

toleran

toleran

daerah beriklim
panas seperti India,
Sri Lanka, Taiwan,
Pakistan, Thailand,
Cina bagian selatan,
Brazil, dan Amerika
Selatan

daerah beriklim
temperate seperti
Jepang, Korea,
Cina bagian utara,
dan California

di Indonesia
khususnya pulau
Jawa

indica
sempit dan berwarna
hijau terang
ramping, tipis

javanica
sempit dan berwarna
hijau
membulat tebal
sedikit
tinggi

Beberapa genotipe padi subspesies indica yang dapat dipilih sebagai
sumber toleransi terhadap cekaman Al antara lain Hawara Bunar, Sigundil,
Grogol, Seratus Malam, Krowal, Ketombol, Jambu, Sigiliti, Ketan Gudel,
Mendali, Banih Kuning, Bakka Turuy, Cempo, TB154-TB1, ITA 24764,
IRAT144, dan CT 6510-24-1-3 (Asfarudin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997;
Suparto 1999; Jagau 2000; Purwoko et al. 2005). Roslim (2011) telah meneliti
daya toleransi terhadap cekaman Al pada padi varietas Hawara Bunar, Grogol,
Krowal, dan IR64 pada konsentrasi Al sebesar 9, 12, 15, 45 dan 60 ppm dan
dicekam selama 24 jam, pH 4.00 ± 0.02, dan masa pemulihan (recovery) selama
48 jam. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa padi Hawara Bunar mempunyai
nilai RRG tertinggi dengan nilai berbeda nyata dengan varietas lain yang diuji,
sehingga padi varietas Hawara Bunar dijadikan sebagai tetua donor pada
penelitian ini.
Padi Hawara Bunar berasal dari Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Hawara Bunar mempunyai lamina daun berwarna hijau tua dengan ciri khusus
yaitu pangkal batang atau pelepah serta ujung kulit biji berwarna ungu. Tinggi
tanaman dapat mencapai lebih dari dua meter. Biji berbentuk oval dengan rambut
yang pendek. Waktu berbunga rata-rata 59 HST (Hari Setelah Tanam) dan jumlah
anakan rata-rata 4 batang (Ahmad 2009). Karakter agronomi padi Hawara Bunar
lebih detail disajikan pada Lampiran 2.

9
Silang Balik dan Marker Assisted Backcross Selection (MABS)
Keanekaragaman dan ketersediaan sumber daya genetik padi merupakan
faktor penting dalam perakitan varietas padi unggul dengan sifat-sifat yang
diinginkan. Sumber genetik padi dapat digolongkan menjadi: (1) sumber gen
utama (primary gene pool), yang terdiri atas varietas unggul, lokal, dan
keturunannya. Persilangan antara O. sativa (indica dan japonica) dan
O. glaberrima relatif mudah menghasilkan keturunan pertama (F1) yang fertil.
Kromosom dari kedua tetua berpasangan dengan normal dan mewariskan sifat
mengikuti hukum Mendel (2) sumber gen kedua (secondary gene pool), terdiri
atas spesies liar dari genom yang sama. Misal padi liar yang mempunyai genom
dan jumlah kromosom yang sama, yaitu AA dan 2n = 24 (diploid) yang
merupakan kerabat dekat padi budi daya (O. sativa) seperti O. perennis, O. nivara,
O. rufipogon, O. longistaminata, dan O. barthii. Persilangan antar kelompok
tanaman ini relatif sulit, karena keturunan F1 yang dihasilkan cenderung steril atau
bahkan dapat mati sebelum mencapai fase generatif. Kromosom kedua tetuanya
tidak berpasangan dengan baik. Transfer gen dilakukan dengan tingkat kesulitan
dan keseriusan yang tinggi. (3) Sumber gen ketiga (tertiary gene pool) terdiri dari
spesies liar dengan genom yang berbeda. Spesies kerabat jauh yang mempunyai
genom berbeda, baik yang diploid maupun tetraploid, seperti O. officinalis (CC),
O. australiensis (EE), O. minuta (BBCC), O. alta (CCDD), O. brachyantha (FF),
O. granulata (GG), O. longiglumis (HHJJ), dan O. schlechteri (HHKK) (Vaughan
1989). Persilangan dapat dilakukan dengan perlakuan khusus. Biji F1 memiliki
bentuk yang abnormal dan tanaman F1 cenderung lethal (mati). Transfer gen tidak
dapat dilakukan tanpa menggunakan teknik tertentu, seperti penyelamatan embrio,
silang balik, penggandaan kromosom dan/atau persilangan perantara dengan
spesies lain (bridging species hybridization) (Abdullah 2006).
Kompleksitas masalah yang dihadapi dalam peningkatan produksi padi
menuntut perlunya perakitan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi, tahan dan
toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik, serta memiliki beras dengan kualitas
yang baik. Dibandingkan dengan cara-cara lainnya, penggunaan varietas unggul
merupakan cara yang paling efisien dan ramah lingkungan dalam sistem produksi
(Abdullah dan Sularjo 1988). Silang balik (backcross) cukup populer dan telah
lama digunakan oleh para pemulia tanaman. Persilangan ini bertujuan mentransfer
satu atau beberapa alel dari tetua donor (donor parent) kepada tetua pemulih
(recurrent parent) yang mempunyai sifat-sifat yang unggul. Persilangan ini dapat
digunakan untuk membuktikan bahwa individu-individu dengan fenotipe yang
sama belum tentu memiliki genotype yang sama. Dengan metode persilangan ini,
proporsi genom recurrent parent akan kembali 50% tiap generasi atau (1/2) t+1
setiap t generasi backcross (Babu et al. 2004). Hal ini berarti setelah generasi
keenam backcross, maka pemulihan genom hasil persilangan yang mewarisi
genom recurrent parent sebesar 99.2% atau disebut near-isogenic.
Terdapat pembatas persilangan backcross, yaitu adanya gen-gen lain yang
ikut tertransfer selama proses persilangan (linkage drag). Untuk mengatasi
fenomena linkage drag ini, para pemulia mengembangkan Marker Assisted
Backcross Selection (MABS) dengan memanfaatkan marka molekular sebagai alat
seleksi.

10
Marka molekuler merupakan alat yang dapat digunakan sebagai landmark
kromosom untuk memfasilitasi analisis introgresi segmen-segmen kromosom
(gen) terkait dengan sifat-sifat yang menguntungkan. Saat ini, selain pada padi,
telah banyak penelitian yang menggunakan MABS pada beberapa spesies
tanaman, seperti jagung (Babu et al. 2005), gandum (Salina et al. 2003), barley
(Jefferies et al. 2003), tomat (Young dan Tanksley 1989), dan kacang (Oliveira et
al. 2008). Marka molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan (tidak terpengaruh
oleh kondisi di mana tanaman tumbuh) dan terdeteksi pada setiap tahap
pertumbuhan tanaman. Dengan tersedianya database marka molekuler yang
melimpah dan peta genetik tiap kromosom, MABS dapat digunakan dengan baik
untuk menyeleksi suatu populasi yang terkait sifat kuantitatif (QTL) (Francia et al.
2005).
Ada tiga langkah untuk melakukan prosedur MABS (Gambar 1), yaitu (1)
seleksi foreground, yaitu menyeleksi individu-individu dalam populasi yang
membawa alel dari tetua donor pada daerah target (daerah QTL). (2) Menyeleksi
individu-individu dalam populasi yang membawa alel homozigot dari recurrent
parent yang mengapit marka-marka di daerah QTL (daerah target) dan pada
6
semua
daerah pada kromosom yang sama dengan kromosom target. (3) Memilih
satu atau beberapa individu terpilih yang memiliki genotipe homozigot terbanyak
untuk alel recurrent parent pada semua marka di seluruh genom (Collard dan
Mackill 2008).

lokus
target

Gambar 1 Tahapan seleksi menggunakan MABS, target lokus ada di kromosom 4.
(a) Seleksi foreground, (b) seleksi rekombinan, (c) seleksi background
(Collard dan Mackill 2008).

Pemanfaatan Marka Molekuler Simple Sequence Repeats (SSR) dalam
Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman
Marka molekular penting untuk mengetahui gen-gen yang mengendalikan
sifat ketahanan terhadap penyakit, hama, dan cekaman abiotik (Brar dan Kush
2003). Pemanfaatan marka DNA sebagai alat bantu seleksi lebih menguntungkan
daripada seleksi secara fenotipik (Azrai 2005). Seleksi berdasarkan fenotipik
tanaman di lapang mempunyai beberapa kelemahan antara lain perlu waktu cukup
lama, kesulitan memilih dengan tepat gen-gen yang menjadi target seleksi untuk
diekspresikan pada sifat-sifat morfologi atau agronomi, frekuensi individu yang
diinginkan rendah, dan fenomena pautan gen dengan sifat yang tidak diinginkan
sulit dipisahkan saat melakukan persilangan (Lamadji et al. 1999).
Marka SSR, pertama kali diperkenalkan oleh Litt dan Luty (1989),
merupakan sekuen DNA bermotif pendek dan berulang secara tandem dengan 2-5

11
unit nukleotida yang tersebar dan meliputi seluruh genom terutama pada
organisme eukariotik (Powell et al. 1996). SSR banyak digunakan untuk
karakterisasi dan pemetaan genetik tanaman termasuk padi (Mc Couch et al.
2002; Powell et al. 1996; Wang et al. 2006). Polimorfisme marka SSR dapat
dideteksi dengan PCR (Kumar et al. 2009). Beberapa kelebihan penggunaan
marka SSR antara lain distribusi marka melimpah dan merata dalam genom,
variabilitas tinggi (banyak alel dalam lokus) dan tingkat polimorfismenya tinggi,
dan bersifat kodominan (Mc Couch et al. 1997; Rongwen et al. 1995). Tingkat
polimorfisme marka SSR yang tinggi, baik digunakan untuk analisis populasi
genetik, pemetaan genetik, keanekaragaman dan hubungan kekerabatan antar
individu (Hearne et al. 1992; Morgante et al. 2002; Jarne dan Lagoda 1996).
Selain itu, marka SSR juga dapat digunakan untuk estimasi hubungan genetik
dengan fenotipik dan fungsi biologis sebagai respon dari berbagai variasi
kemampuan adaptif (Ayers et al.1997; Eujayl et al. 2001; Russell et al. 2004),
sehingga marka SSR dapat digunakan untuk estimasi lokasi QTL suatu sifat pada
tanaman termasuk QTL untuk toleransi Al pada tanaman padi.
Quantitative Trait Loci (QTL) dapat didefinisakan sebagai daerah pada
genom yang berhubungan atau bertanggungjawab terhadap sifat kuantitatif, diukur
dengan membandingkan variasi genotipe dengan variasi fenotipe. QTL dapat
berupa gen tunggal atau sekelompok gen (poligenik) tetapi pada umumnya
poligenik yang mempunyai pengaruh berbeda-beda terhadap variasi fenotipe
(Joehanes 2009). Pemetaan QTL dapat dilakukan dengan tahapan (1) memilih
dan menyilangkan dua tetua yang memiliki fenotipe yang berbeda untuk
menghasilkan populasi segregasi, (2) membuat peta genetik dari populasi hasil
persilangan tersebut, (3) melakukan analisis fenotip dari tetua dan populasi untuk
karakter yang dipelajari, (4) membuat hubungan/asosiasi antara karakter fenotip
dan marka genetik/molekular (Joehanes 2009). Analisis QTL dapat dilakukan
pada populasi segregasi, seperti populasi silang balik (backcross), populasi F2,
Recombinant Inbred Lines (RILs), Near Isogenic Lines (NILs), dan double
haploid lines. Pada populasi backcross, analisis QTL dapat digunakan untuk
mengevaluasi introgresi alel-alel ke dalam genom tetua pemulih (recurrent
parent) (Joehanes 2009).
Toleransi cekaman Al pada padi merupakan sifat kuantitatif dengan
kontribusi banyak gen/QTL (Kochian et al. 2004, Nguyen et al. 2001a, 2001b,
2002, 2003; Wu et al. 2000) sehingga mekanisme toleransi terhadap cekaman Al
pada padi merupakan kombinasi beberapa mekanisme. Konsekuensi dari hal ini
adalah cukup sulitnya identifikasi mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada
padi dan daya toleransi terhadap cekaman Al pada padi lebih tinggi daripada
tanaman sereal lainnya (Famoso et al. 2011). Setidaknya telah terdeteksi sebanyak
23 QTL untuk karakter toleransi terhadap cekaman Al yang tersebar pada 12
kromosom padi (Famoso et al. 2011; Mao et al. 2004; Nguyen et al. 2001a, 2001b,
2003; Wu et al. 2000; Xue et al. 2006), yaitu lokus pada kromosom 1 yang diapit
marka RM319 dan RM315, RM5448 dan RM8231 (Famoso et al. 2011); RG406
dan RZ252 (Nguyen et al. 2001a, 2003), RG381 dan RZ801 (Mao et al. 2004),
RZ801 dan RG323 (Wu et al. 2000), R1485 dan XNpb302 (Xue et al. 2006);
kromosom 2 yang diapit marka RM526 dan RM318 (Famoso et al. 2011), RG139
dan RG324 (Nguyen et al. 2001a, 2003), kromosom 3 yang diapit marka
CDO1395 dan RG391 (Nguyen et al. 2001a, 2003), CDO1395 dan AGC-CAC4

12
(Wu et al. 2000), kromosom 6 yang diapit marka R1954 dan G200 (Famoso et al.
2011); kromosom 7 yang diapit marka RZ62