Optimization of Alginate-Chitosan Microcapsules Formation for Leydig Cells Encapsulation

OPTIMISASI PEMBENTUKAN MIKROKAPSUL DENGAN
PENYALUT ALGINAT-KITOSAN UNTUK ENKAPSULASI
SEL-SEL LEYDIG

DEVI RAHAYU

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
DEVI RAHAYU. Optimisasi Pembentukan Mikrokapsul dengan Penyalut
Alginat-Kitosan untuk Enkapsulasi Sel-Sel Leydig. Dibimbing oleh IRMANIDA
BATUBARA dan KUSDIANTORO MOHAMAD.
Hipogonadisme adalah kondisi klinik yang ditandai dengan rendahnya
konsentrasi hormon testosteron. Hipogonadisme disebabkan oleh fungsi sel
Leydig sebagai penghasil testosteron yang tidak mencukupi. Metode enkapsulasi
akan melindungi sel yang akan ditransplantasikan sehingga dapat mencegah
terjadinya penolakan oleh sistem kekebalan tubuh. Penelitian ini bertujuan

mengoptimisasi pembentukan mikrokapsul untuk mengenkapsulasi sel Leydig.
Mikrokapsul dibuat menggunakan alginat sebagai penyalut pertama dan kitosan
sebagai penyalut kedua. Konsentrasi minimum larutan alginat untuk membuat
kapsul berbentuk bulat, yaitu 1,5% (b/v) dengan viskositas 33,8 cPs yang
menghasilkan mikrokapsul dengan diameter berkisar 230-270 µm. Kondisi
optimum penyalut kedua, kitosan, adalah 0,5% (b/v) yang menghasilkan
mikrokapsul berbentuk bulat dengan memiliki stabilitas mekanik sampai 4 jam.
Sel-sel Leydig dapat terperangkap di dalam kapsul dengan kerapatan berbanding
lurus dengan konsentrasi sel yang digunakan dalam enkapsulasi.

ABSTRACT
DEVI RAHAYU. Optimization of Alginate-Chitosan Microcapsules Formation
for Leydig Cells Encapsulation. Supervised by IRMANIDA BATUBARA and
KUSDIANTORO MOHAMAD.
Hypogonadism is a clinical condition characterized by low concentrations of
testosterone. It is caused by malfunction of Leydig cells in producing testosterone.
Encapsulation method will protect the transplanted cells from the immune system
rejection. The aims of this study was to optimize the formation of microcapsules
for Leydig cells encapsulation. The microcapsules were made of alginate and
chitosan as the first and the second coating agents, respectively. The result

showed that the minimum concentration of alginate was 1.5% (w/v) with a
viscosity of 33.8 cPs, resulted spherical microcapsules with diameters of 230-270
µm. The optimum concentration of chitosan as the second coating agent was 0.5%
(w/v), resulted spherical microcapsule with mechanical stability in 4 hours.
Leydig cells can be trapped inside the capsule with a density that proportional
with concentration of cells used in the encapsulation.

OPTIMISASI PEMBENTUKAN MIKROKAPSUL DENGAN
PENYALUT ALGINAT-KITOSAN UNTUK ENKAPSULASI
SEL-SEL LEYDIG

DEVI RAHAYU

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul
Nama
NIM

: Optimisasi Pembentukan Mikrokapsul dengan Penyalut AlginatKitosan untuk Enkapsulasi Sel-Sel Leydig
: Devi Rahayu
: G44070011

Disetujui
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si
NIP 19750807 200501 2001


drh. Kusdiantoro Mohamad, M.Si, PAVet
NIP 19710820 199512 1001

Diketahui
Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2002

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang telah dilaksanakan sejak
bulan Januari hingga Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium
Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan. Tema yang dipilih adalah enkapsulasi,
dengan judul “Optimisasi Pembentukan Mikrokapsul dengan Penyalut AlginatKitosan untuk Enkapsulasi Sel-Sel Leydig”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Irmanida Batubara, S.Si,
M.Si dan Bapak drh. Kusdiantoro Mohamad, M.Si selaku pembimbing yang telah

memberikan saran, kritik, dorongan ilmu, dan bimbingannya selama penelitian
dan penulisan karya ilmiah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
pemberi dana hibah bersaing No. 04/13.24.4/SPP/PHB/2011 dengan judul
Pemanfaatan Enkapsulasi Sel-Sel Leydig untuk Terapi Hormon Testosteron atas
nama Ibu drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas, M.Si. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada staf laboran Kimia Analitik, yaitu Pak Eman, Pak Dede, Bu
Nunung, dan para pegawai di Laboratorium Kimia Analitik, serta Pak Wahyu
(laboran Embriologi) yang telah membantu penulis selama penelitian. Ucapan
terima kasih tidak terhingga kepada Bapak, Ibu, adik, dan seluruh keluarga atas
nasihat, semangat, dan doanya. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya.

Bogor, Agustus 2011

Devi Rahayu

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 11 Desember 1989 dari pasangan
bapak Sugito dan ibu Hesti Setiyo Budi. Penulis adalah anak pertama dari dua

bersaudara. Penulis lulus dari SMAN 1 Klaten pada tahun 2007 dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi antara lain
FORCES IPB tahun 2007/2008, Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) pada tahun
2008/2009 sebagai staf ahli Pengembangan Kualitas Keprofesian Mahasiswa
(PK2M), dan OMDA Klaten tahun 2007 hingga sekarang. Penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum Kimia TPB pada tahun ajaran 2008-2011, Kimia
Organik Layanan untuk mahasiswa Biokimia pada tahun ajaran 2009/2010, Kimia
Analitik Layanan untuk mahasiswa Biologi pada tahun 2009/2010, Kimia Organik
untuk Program Diploma Tiga (D3) pada tahun ajaran 2010/2011, Kimia Bahan
Alam untuk Program Ekstensi pada tahun ajaran 2010/2011, Elektroanalitik dan
Teknik Pemisahan untuk mahasiswa Kimia pada tahun ajaran 2010/2011, dan
Spektrofotometri dan Aplikasi Kemometrik untuk mahasiswa Kimia pada tahun
ajaran 2010/2011.
Penulis menjadi tentor Kimia TPB di Lembaga Bimbingan Belajar
Avogadro, pada tahun 2009/2010 dan menjadi tentor Kimia TPB dan Kimia
Analitik Layanan di Lembaga Bimbingan Katalis pada tahun 2009/2010. Penulis
pernah berkesempatan menjadi perwakilan mahasiswa IPB dalam mengikuti

Olimpiade Mahasiswa Bidang Kimia tingkat Nasional pada tahun 2009. Pada
bulan Juli-Agustus 2010 penulis berkesempatan melaksanakan kegiatan Praktik
Lapang di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Pada tahun 2011
penulis mendapatkan pendanaan hibah dari Dikti untuk pengembangan Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ viii
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
METODE ................................................................................................ 2
Bahan dan Alat ............................................................................... 2
Lingkup Kerja ................................................................................. 2
HASIL .....................................................................................................
Kadar Air dan Kadar Abu ...............................................................
Osmolaritas.....................................................................................
Viskositas .......................................................................................
Kondisi Optimum Inti Kapsul .........................................................

Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul ................................................
Enkapsulasi Sel-Sel Leydig .............................................................

4
4
4
4
4
5
6

PEMBAHASAN ......................................................................................
Kadar Air dan Kadar Abu ...............................................................
Osmolaritas.....................................................................................
Viskositas .......................................................................................
Kondisi Optimum Inti Kapsul .........................................................
Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul ................................................
Enkapsulasi Sel-Sel Leydig .............................................................

6

6
7
7
7
9
9

SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 10
Simpulan ........................................................................................ 10
Saran .............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 10
LAMPIRAN ............................................................................................ 12

1

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil Kadar Air dan Kadar Abu ........................................................... 4
2 Penentuan Viskositas Larutan .............................................................. 4


DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Struktur Na-alginat ...............................................................................
Struktur Kitosan ...................................................................................
Pembentukan Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Alginat ...........
Diameter Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Alginat dan CaCl2 .
Waktu Pengerasan Gel Alginat dengan Ragam Konsentrasi Alginat
dan CaCl2 .............................................................................................
Stabilitas Mekanik Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Kitosan...

Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Sel-Sel Leydig .....................
Reaksi Tautan Silang antara Alginat dan CaCl2 ....................................
Bentuk Mikrokapsul dengan Konsentrasi Alginat .................................
Reaksi Tautan Silang antara Alginat dan Kitosan .................................

1
1
5
5
5
6
6
8
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Diagram Alir Penelitian .......................................................................
Penentuan Kadar Air Bahan Penyalut ...................................................
Penentuan Kadar Abu Bahan Penyalut .................................................
Penentuan Osmolaritas Larutan ............................................................
Penentuan Viskositas Bahan Penyalut ..................................................
Pengaruh Konsentrasi Alginat pada Pembentukan Mikrokapsul ...........
Pengaruh Konsentrasi Alginat dengan Ragam Konsentrasi CaCl2
terhadap Ukuran Mikrokapsul ..............................................................
Waktu Pengerasan Gel Alginat pada Ragam Konsentrasi Alginat
dan CaCl2 .............................................................................................
Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul .....................................................
Diameter Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Sel Leydig .............
Pembentukan Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Sel-Sel
Leydig dalam Gel Alginat ...................................................................

13
15
16
17
18
19
20
22
23
25
26

1

PENDAHULUAN
Hipogonadisme adalah kondisi klinis yang
ditandai dengan rendahnya konsentrasi
hormon
testosteron.
Hipogonadisme
disebabkan oleh fungsi sel Leydig sebagai
penghasil testosteron yang tidak mencukupi
(Rhoden dan Morgentaler 2004). Gejala klinis
yang ditimbulkan akibat hipogonadisme
antara lain atropi dan kelemahan otot,
osteoporosis, menurunnya densitas tulang,
fungsi seksual, dan meningkatnya massa
lemak serta gejala lain yang sama pada usia
muda (Gruenewald dan Matsumoto 2003).
Pengobatan yang selama ini digunakan adalah
dengan terapi pemberian hormon sintetis.
Namun demikian, terapi dengan hormon
sintetis ini dalam jangka panjang dapat
menimbulkan risiko, yaitu ischemia arteri
koroner
(penyakit
jantung
koroner)
(Gruenewald dan Matsumoto 2003), fluid
retention, kanker prostat, hepatotoxicity, dan
sleep apnee (Rhoden dan Morgentaler 2004).
Oleh karena itu, metode lain sebagai alternatif
pengobatan diperlukan untuk mengurangi
risiko yang dapat berdampak buruk pada
kesehatan.
Salah satu cara untuk mengatasi
kelemahan tersebut ialah dengan cara terapi
sel menggunakan transplantasi sel-sel Leydig,
sel penghasil hormon testosteron. Akan tetapi,
transplantasi sel memiliki kendala penolakan
oleh sistem kekebalan tubuh. Salah satu cara
mengatasi penolakan ini adalah dengan
enkapsulasi sel dengan suatu penyalut, yang
memungkinkan difusi nutrisi dan metabolit
keluar masuk mikrokapsul tetapi menghalangi
sistem kekebalan mencapai sel.
Mikrokapsul merupakan partikel kecil
yang berisi senyawa aktif atau bahan inti yang
dibungkus oleh suatu lapisan atau cangkang
(Beneta 1996). Enkapsulasi dibedakan
menjadi dua, yaitu makroenkapsulasi dan
mikroenkapsulasi. Kedua proses dibedakan
berdasarkan ukuran kapsul yang dihasilkan
(Uludag et al. 2000). Proses enkapsulasi yang
dilakukan pada penelitian ini menggunakan
bahan penyalut alginat dan kitosan. Alginat
adalah polisakarida anionik yang diperoleh
dari ekstraksi alga cokelat (Macrocytis
pyrifera) dan merupakan kopolimer yang
terdiri atas residu asam β(1,4)-D-manuronat
(M) dan asam α(1,4)-L-guluronat (G) (Sæther
et al. 2008) (Gambar 1). Alginat telah banyak
digunakan dalam proses enkapsulasi karena
sifatnya yang biokompatibel dan murah
(Friedli & Schlager 2005).

Gambar 1 Struktur Na-alginat.
Kitosan
merupakan
biopolimer
polikationik yang tersusun dari unit berulang
2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa
yang
terhubung oleh ikatan β-(1,4) (Gambar 2).
Kitosan bersifat alami, biodegradabel,
biokompatibel, dan tidak beracun bagi tubuh.
Polimer terdiri dari polimer yang bersifat
kationik dan anionik. Kitosan merupakan
polimer bermuatan positif sehingga dapat
membentuk ikatan silang dengan polimer
anionik, yaitu polimer yang bermuatan negatif
diantaranya adalah alginat, karagenan, dan
karboksimetil selulosa. Penggunaan sistem
penyalut berganda alginat kitosan dapat
mengurangi porositas dan meningkatkan
kestabilan kapsul yang dihasilkan (Silva et al.
2006).

Gambar 2 Struktur kitosan.
Beberapa penelitian tentang enkapsulasi
pernah dilakukan dengan menggunakan bahan
penyalut alginat-kitosan terhadap bahan aktif
seperti
ibuprofen
(Wukirsari
2006),
ketoprofen (Sugita et al. 2010; Arianto 2010),
kurkumin (Herdini et al. 2010) sedangkan
untuk materi biologis pernah dilakukan
enkapsulasi terhadap hemoglobin (Silva et al.
2006) dan sel hidup seperti sel bakteri
(Mandal et al. 2006) serta pulau-pulau
Langerhans menggunakan poli(etilen glikol)
(Teramura dan Iwata 2009). Penelitian
mengenai alginat-kitosan sebagai bahan
penyalut sel-sel Leydig penghasil testosteron
belum pernah dilakukan. Oleh karena itu,
penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
sel-sel Leydig yang terenkapsulasi dengan
alginat dan kitosan.

2

Metode
enkapsulasi
yang
pernah
dilakukan oleh Sugita et al. 2010, Arianto
(2010), dan Herdini et al. (2010) tidak dapat
digunakan untuk enkapsulasi sel karena pada
penelitian
tersebut
menggunakan
alat
penyemprot kering (spray drying) sehingga
dapat mengakibatkan kerusakan pada sel.
Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan
teknik pembentukan droplet gel alginat-CaCl2
dengan metode ekstruksi, yaitu dengan
penetesan langsung larutan alginat ke dalam
larutan CaCl2 sehingga terbentuk gel alginat
kemudian disalut menggunakan larutan
kitosan. Penelitian ini bertujuan melakukan
optimisasi pembentukan mikrokapsul alginat
dengan ragam konsentrasi alginat dan CaCl2,
menguji stabilitas mekanik mikrokapsul
alginat-kitosan dengan ragam konsentrasi
kitosan, dan enkapsulasi sel-sel Leydig
dengan ragam konsentrasi sel.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alginat (Sigma Aldrich),
kitosan niaga dari Bratachem dengan derajat
asetilasi dan bobot molekul berturut-turut
73,76% dan ± 3,7×105 g/mol, sel-sel Leydig
hasil isolasi dari jaringan testis tikus jantan
Sprague Dawley. Alat-alat yang digunakan
adalah viskometer Brookfield, osmometer
krioskopik, sentrifuse swing rotor, biological
safety cabinet, dan mikroskop cahaya.
Lingkup Kerja
Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahapan
(Lampiran 1). Tahap pertama adalah pencirian
sifat bahan penyalut (alginat dan kitosan)
meliputi penentuan kadar air, kadar abu,
osmolaritas, dan viskositas dari berbagai
larutan yang digunakan dalam penelitian.
Tahap kedua adalah penentuan optimisasi
pembentukkan mikrokapsul gel alginat
dengan ragam konsentrasi alginat dan CaCl2
serta
pengujian
stabilitas
mekanik
mikrokapsul dengan ragam konsentrasi
kitosan sebagai penyalut kedua. Tahap ketiga
adalah aplikasi enkapsulasi sel-sel Leydig
dengan ragam konsentrasi sel dengan penyalut
alginat-kitosan.

Penentuan Kadar Air
Penentuan
kadar
air
dilakukan
menggunakan metode standar AOAC (1999).
Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105
°C selama 30 menit kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g
bahan penyalut (alginat dan kitosan)
dimasukkan ke dalam cawan lalu dimasukkan
ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 3 jam
kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Prosedur ini dilakukan hingga
diperoleh bobot yang tetap.
Kadar air (%) =

A B
 100%
A

Keterangan:
A = bobot contoh awal (g)
B = bobot contoh kering (g)
Penentuan Kadar Abu
Penentuan kadar abu bahan penyalut
dilakukan menggunakan metode standar
AOAC (1999). Cawan porselen yang bersih
dan kering dipanaskan di dalam tanur untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran yang
menempel di cawan. Setelah didinginkan
dalam desikator, cawan ditimbang. Sebanyak
0,5 g bahan penyalut dimasukkan ke dalam
cawan tersebut dan dipanaskan sampai tidak
berasap kemudian dibakar dalam tanur pada
suhu 600 °C sampai diperoleh abu. Cawan
berisi abu didinginkan dalam desikator dan
ditimbang.
Kadar abu (%)

=

B
 100%
A

Keterangan:
A = bobot contoh awal (g)
B = bobot abu (g)
Pengukuran Osmolaritas dan Viskositas
Larutan alginat dibuat dengan ragam
konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 % (b/v) dalam
akuades dan buffer fosfat salin. Larutan
kitosan dibuat dengan ragam konsentrasi 0,5;
1,0; 1,5; 2,0 % (b/v) dalam pelarut CH3COOH
1%. Larutan CaCl2 dibuat dengan ragam
konsentrasi 0,05; 0,1; 0,15; 0,2 M dalam
akuades. Semua larutan diukur nilai
osmolaritasnya dengan alat osmometer
cryoscopic (Osmomat 030, Jerman). Larutan
alginat dan kitosan juga diukur nilai
viskositasnya dengan viskometer Brokkfield
dengan kecepatan 50 rpm dan spindel yang
digunakan adalah nomor M2.

3

Pengkondisian Optimum Pembentukan Inti
Mikrokapsul
Optimisasi pembentukkan mikrokapsul
didahului dengan menggunakan metode
(Wukirsari 2006), akan tetapi metode ini tidak
dapat digunakan karena sel akan mengalami
kerusakan.
Selanjutnya
metode
yang
digunakan adalah metode Goosen et al. (1987)
yang dimodifikasi. Larutan alginat dengan
konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 % (b/v) dalam
buffer fosfat salin diteteskan ke dalam larutan
CaCl2 dengan ragam konsentrasi 0,05; 0,1;
0,15; 0,2 M. Penetesan dilakukan dengan
pipet mikro. Lama kontak gel alginat dalam
CaCl2 selama 15 menit. Mikrokapsul yang
terbentuk lalu dicuci tiga kali dengan buffer
fosfat. Bentuk mikrokapsul diamati, lama
pengerasan gel dihitung, serta diameter
mikrokapsul diukur dengan menggunakan
mikroskop cahaya yang telah dilengkapi
dengan garis skala mikrometer.
Uji Stabilitas Mekanik
Setelah diperoleh konsentrasi alginat
minimum
maka
dilanjutkan
dengan
penyalutan ganda. Konsentrasi alginat yang
digunakan adalah 1,5% (b/v) dan CaCl2 0,15
M (berdasarkan hasil optimisasi tahap
sebelumnya). Mikrokapsul hasil penyalutan
pertama dimasukkan ke dalam larutan kitosan
dengan ragam konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 %
(b/v). Lama kontak inti mikrokapsul dengan
kitosan selama 6 menit. Mikrokapsul dicuci
dengan akuades lalu dicuci dengan buffer
fosfat. Pengujian kestabilan mikrokapsul
dilakukan dengan menggunakan metode Zhu
et al. (2005) yang dimodifikasi. Sebanyak 25
buah mikrokapsul dimasukkan ke dalam gelas
piala yang berisi larutan buffer fosfat salin pH
7,2 dan didiamkan selama 15 menit.
Mikrokapsul diaduk dengan pengaduk
magnetik dengan kecepatan 500 rpm. Lama
waktu kerusakan mikrokapsul mencapai 50%
ditentukan.
Isolasi Sel-Sel Leydig dari Jaringan Testis
Tikus
Sel-sel Leydig diisolasi dari jaringan testis
tikus jantan Sprague Dawley usia 8 minggu
(pubertas). Isolasi dan purifikasi sel-sel
Leydig menggunakan metode Chemes et al.
(1992) yang telah dimodifikasi. Testis diambil
dari tikus yang telah dibius dengan eter dan
dietanuasi secara dislocatio cervicalis. Selaput
tunika albugunea dan jaringan ikat dibuang

lalu kurang lebih 700 mg jaringan testis
ditempatkan di tempat yang bersih kemudian
dicuci tiga kali dengan Dulbecco’s Phosphat
Buffer Saline (DPBS). Pengambilan jaringan
testis dilakukan secara aseptis. Jaringan testis
diurai menggunakan pinset steril di dalam
cawan petri yang telah mengandung DPBS
dengan kolagenase 0,04% dan 10 µg/mL
tripsin inhibitor. Setelah tubulus seminiferus
terurai sempurna, potongan jaringan testis
kemudian dipindahkan ke dalam tabung yang
berisi larutan yang sama dan diinkubasi pada
suhu 34 °C selama 40 menit. Setelah itu
larutan kolagenase diencerkan 4 kali volume
awal dengan menggunakan DPBS kemudian
didiamkan selama 2 menit agar potongan kecil
jaringan hasil cerna enzimatis mengendap
membentuk sedimen. Cairan supernatan yang
mengandung sel-sel hasil cerna enzimatis
disentrifugasi dengan kecepatan 200 X g
selama 3 menit. Pelet sel dicuci sebanyak 2
kali dengan DPBS dengan cara sentrifugasi.
Pelet sel diencerkan dengan 0,5 mL larutan
DPBS pada pencucian akhir.
Suspensi sel-sel interstisial selanjutnya
dimurnikan dengan menggunakan larutan
Percoll dengan gradien 21, 26, 34, dan 60%.
Tabung berisi suspensi sel dalam Percoll
gradien disentrifugasi dengan kecepatan 400
X g selama 15 menit dan dilanjutkan dengan
kecepatan 800 X g selama 15 menit dengan
menggunakan sentrifuse swing rotor pada
suhu ruang. Fraksi sel-sel yang terletak
diantara gradien 34 dan 60% dikoleksi dan
dicuci berturut-turut dengan DPBS sebanyak 2
kali, dan DPBS + serum sebanyak 2 kali.
Selanjutnya konsentrasi sel dihitung dengan
menggunakan Neubauer chamber dan
diencerkan dengan alginat 1,5% dalam saline
(osmolaritas 300 mosmol/kg) sehingga
diperoleh konsentrasi akhir 1×107 sel/mL.
Enkapsulasi Sel-Sel Leydig
Enkapsulasi sel-sel Leydig menggunakan
metode Goosen et al. (1987) yang
dimodifikasi. Sel-sel Leydig diencerkan
dengan ragam konsentrasi, yaitu 1×107,
1×106, 1×105, dan 1×104 sel/mL. Larutan
alginat yang mengandung sel-sel Leydig
kemudian diteteskan dengan pipet mikro ke
dalam CaCl2 0,15 M. Mikrokapsul yang
terbentuk dicuci dengan buffer fosfat lalu
dilanjutkan dengan penyalut kedua, yaitu
disalut dengan kitosan 0,5% (b/v) (kondisi
optimum hasil percobaan tahap sebelumnya)
lama kontak selama 6 menit. Mikrokapsul lalu
dicuci dengan buffer sitrat dan akuades.

4

HASIL

larutan buffer fosfat salin. Nilai osmolaritas
larutan kitosan berkisar 33-123 mosmol/kg.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi larutan maka nilai osmolaritasnya
semakin tinggi pula.

Kadar Air dan Kadar Abu

Viskositas

Bahan penyalut yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alginat dan kitosan.
Kadar air dapat dilihat pada Lampiran 2
sedangkan kadar abu pada Lampiran 3.
Alginat yang digunakan dalam penelitian
memiliki kadar air 9,74% dan kitosan sebesar
13,85%. Kadar abu alginat jauh lebih tinggi
daripada kitosan, yaitu sebesar 56,71%
sedangkan kitosan sebesar 0,03% (Tabel 1).

Pegukuran
viskositas
dilakukan
mengunakan
viskometer
Brookfield.
Kecepatan spindel yang digunakan adalah 50
rpm dengan spindel nomor M2. Larutan yang
diukur adalah alginat dan kitosan dalam
ragam konsentrasi. Larutan alginat yang
diukur memiliki nilai viskositas berkisar 10,552,1 cPs sedangkan viskositas larutan kitosan
berkisar 8,76-43,88 cPs (Tabel 2). Viskositas
larutan menunjukkan kekentalan dan tingkat
konsentrasi suatu larutan. Semakin tinggi
konsentrasi larutan maka semakin tinggi nilai
viskositasnya (Lampiran 5).

Mikrokapsul diamati dan diukur diameternya
dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi
dengan mikrometer.

Tabel 1 Hasil kadar air dan kadar abu
Bahan penyalut
Analisis (%)
Alginat
Kitosan
Kadar air
Kadar abu

9,74
56,71

13,85
0,03

Sifat-sifat alginat bergantung pada tingkat
polimerisasi dan perbandingan komposisi
guluronan dan mannuronan dalam molekul.
Alginat tidak dapat larut dalam pelarut
organik dan dapat mengendap dalam alkohol
(Rasyid 2003). Ciri kitosan antara lain berupa
padatan amorf putih, serpihan bening, tidak
larut dalam air, alkohol, aseton, dan larutan
basa, tetapi larut dalam asam organik maupun
anorganik. Mutu kitosan ditentukan oleh
viskositas, nilai derajat deasetilasi, kadar abu,
dan kadar air. Larutan kitosan pada batas
konsentrasi tertentu dalam larutan asam asetat
1% dapat membentuk gel (Khan et al. 2002).
Gel kitosan tersebut dapat menahan air dalam
strukturnya sehingga disebut sebagai hidrogel
dan memiliki formasi tiga dimensi (Wang et
al. 2004).
Osmolaritas
Hasil pengukuran osmolaritas larutan
CaCl2, alginat, dan kitosan dalam ragam
konsentrasi ditunjukkan pada Lampiran 4.
Larutan CaCl2 dengan ragam konsentrasi
0,05-0,2 M memiliki osmolaritas dengan
kisaran 75-249 mosmol/kg. Osmolaritas
alginat dalam akuades berkisar 78-240
mosmol/kg sedangkan dalam pelarut buffer
nilai osmolaritasnya naik menjadi 357-618
mosmol/kg. Larutan buffer dapat menaikkan
osmolaritas suatu larutan karena adanya
keberadaan ion-ion yang terkandung dalam

Tabel 2 Penentuan viskositas larutan
Larutan

Alginat

Kitosan

Konsentrasi
(%) (b/v)
0,5
1,0
1,5
2,0
0,5
1,0
1,5
2,0

Viskositas
(cPs)
10,5
17,6
33,8
52,1
8,76
13,72
24,76
43,38

Kondisi Optimum Inti Mikrokapsul
Enkapsulasi diawali dengan pembuatan
inti mikrokapsul menggunakan larutan alginat.
Penetesan larutan alginat ke dalam larutan
CaCl2 dilakukan dengan ragam konsentrasi
0,5-2,0 % (b/v) dengan menggunakan pipet
mikro. Larutan alginat dengan konsentrasi 0,5
dan 1,0% (b/v) ketika diteteskan ke dalam
CaCl2 menghasilkan kapsul yang berukuran
besar, tidak berbentuk bulat, bentuk tidak
beraturan, dan kapsul berbentuk seperti cincin
(Gambar 3). Droplet alginat mulai berbentuk
bulat ketika menggunakan larutan alginat
dengan konsentrasi 1,5% dengan viskositas
sebesar 33,8 cPs. Kapsul yang dihasilkan
berbentuk bulat, berwarna putih, dan
berukuran mikron. pembentukan kapsul
dengan konsentrasi alginat rendah tidak dapat
menghasilkan mikrokapsul sehingga tidak
dapat dilanjutkan untuk proses enkapsulasi
menggunakan sel-sel Leydig. Bentuk kapsul
merupakan parameter yang dijadikan acuan
untuk penentuan kondisi optimum dalam

5

pembentukan mikrokapsul. Lampiran 6
menunjukkan hasil pengamatan dalam
pembentukan
inti
mikrokapsul
untuk
mendapatkan kondisi yang optimum.

a

b

c

d

terbalik dengan konsentrasi larutan CaCl2.
Semakin tinggi konsentrasi CaCl2 maka waktu
pengerasan gel akan semakin cepat.
Pembentukan gel alginat dengan konsentrasi
CaCl2 0,05 M membutuhkan waktu
pengerasan lebih lama daripada dengan CaCl2
0,15 atau 0,2 M (Gambar 5).

Gambar 3 Pembentukan mikrokapsul dengan
ragam konsentrasi alginat: a.
0,5%; b. 1,0%; c. 1,5%; dan d.
2,0%, panah = mikrokapsul.
Kapsul yang dibuat menggunakan alginat
0,5% tidak dapat ditentukan diameter
kapsulnya karena kapsul berbentuk tidak
beraturan sedangkan mikrokapsul dengan
konsentrasi alginat 1,0% memiliki rerata
diameter 310,35-322,13 µm (Lampiran 7).
Kapsul yang dibuat menggunakan alginat 1,5
dan 2,0% dan CaCl2 0,15 dan 0,2 M memiliki
rerata diameter sebesar 205,80-258,00 µm
(Gambar 4).

Gambar 5 Waktu pengerasan gel alginat
dengan ragam konsentrasi alginat
dan CaCl2.
Pengerasan
gel
alginat
0,5
%
membutuhkan waktu 1519 detik sedangkan
gel alginat dengan konsentrasi 1,5 dan 2,0 %
membutuhkan waktu kurang dari satu menit,
yaitu berkisar 5-34 detik (Lampiran 8).
Pembentukan kompleks antara polianionik
alginat dan kation divalen, yaitu CaCl2
berlangsung secara spontan. Kation Ca2+ dapat
digantikan dengan kation yang lainnya seperti
Ba2+, Sr2+, Fe3+, dan Al3+.
Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul

Gambar 4 Diameter mikrokapsul dengan
ragam konsentrasi alginat dan
CaCl2.
Larutan alginat yang diteteskan ke dalam
CaCl2 membentuk gel dan mengeras dengan
waktu pengerasan gel alginat berbanding

Pengujian stabilitas mikrokapsul alginatkitosan dilakukan dengan cara pengadukan
mikrokapsul dalam larutan buffer fosfat salin
dengan kecepatan 500 rpm dengan ragam
konsentrasi. Mikrokapsul gel alginat berubah
warna menjadi kuning setelah dimasukkan ke
dalam larutan kitosan. Kitosan dapat berikatan
dengan alginat secara ionik. Setelah gel
alginat disalut dengan kitosan maka
mikrokapsul menjadi lebih keras daripada gel
alginat-CaCl2.
Gambar 6 menunjukkan hasil pengujian
stabilitas mikrokapsul. Mikrokapsul yang
disalut dengan kitosan 0,5 dan 1,0 %
mengalami kerusakan di atas 50% setelah
dilakukan pengadukan selama 4 jam, yaitu

6

sebesar 58,67% dan 64% secara berurutan,
mikrokapsul dengan kitosan 1,5% mengalami
kerusakan di atas 50% setelah diaduk selama
5 jam, yaitu sebesar 56%, sedangkan
kerusakan mikrokapsul yang disalut dengan
kitosan 2,0% mengalami rusak 50,67% setelah
diaduk 11 jam (Lampiran 9).

sangat rapat. Kerapatan sel berbanding lurus
dengan konsentrasi sel yang digunakan.

a

b

c

d

Gambar

Gambar 6 Stabilitas mekanik mikrokapsul
dengan konsentrasi kitosan (◊:
0,5; □: 1,0; ∆: 1,5; dan ○: 2,0%
(b/v)).
Enkapsulasi Sel-Sel Leydig
Sel Leydig sebagai penghasil hormon
dapat digunakan untuk pengganti terapi
hormon sehingga defisiensi hormonal dapat
diatasi dengan terapi sel. Terapi sel Leydig
bisa diterapkan dengan metode enkapsulasi
(Uludag et al. 2000). Enkapsulasi sel-sel
Leydig menggunakan larutan alginat 1,5%
dan CaCl2 0,15 M. Hasil enkapsulasi sel-sel
Leydig menunjukkan bahwa sel yang disalut
dapat terperangkap ke dalam inti mikrokapsul
alginat.
Mikrokapsul
yang dihasilkan
berwarna putih dan berbentuk bulat. Diameter
mikrokapsul yang berhasil dibuat berkisar
230-270 µm (Lampiran 10).
Sel-sel Leydig terperangkap di dalam inti
mikrokapsul secara menyebar (Gambar 7).
Konsentrasi sel dibuat beragam untuk
mengetahui perbedaan kerapatan persebaran
sel-sel di dalam mikrokapsul. Mikrokapsul
yang dibuat dengan konsentrasi sel 1×104
sel/mL memiliki kerapatan sel yang paling
renggang , sel yang disalut dengan konsentrasi
1×105 dan 1×106 sel/mL memiliki kerapatan
sedang, sedangkan dengan konsentrasi 1×107
sel/mL kerapatan sel di dalam mikrokapsul

7

Mikrokapsul dengan ragam
konsentrasi sel-sel Leydig: (a)
1×104, (b) 1×105, (c) 1×106, dan
(d) 1×107 sel/mL yang diamati
dengan
mikroskop
cahaya
perbesaran 4×10; panah = sel
Leydig; garis skala = 50 µm.

PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Kadar air berkaitan dengan daya simpan
bahan. Menurut Winarno (1997) sampel yang
baik disimpan dalam jangka panjang adalah
sampel yang memiliki kadar air kurang dari
10%. Berdasarkan hasil penelitian alginat
lebih tahan daya simpannya daripada kitosan.
karena kadar airnya lebih kecil daripada
kitosan.
Penentuan kadar abu dilakukan untuk
mengetahui kandungan senyawa anorganik
yang terdapat dalam bahan. Menurut Patria
(2007) kadar abu berhubungan erat dengan
kandungan mineral yang terdapat dalam suatu
bahan, kemurnian serta kebersihan suatu
bahan yang dihasilkan. Alginat dapat
diperoleh dari hasil ekstraksi alga cokelat
sedangkan kitosan diperoleh dari kitin
cangkang organisme jenis crustaceae. Bentuk
garam dari alginat dapat berupa Na-alginat
atau
Ca-alginat
sedangkan
kitosan
mengandung garam karbonat. Kadar abu
alginat jauh lebih tinggi daripada kitosan
karena serbuk alginat yang digunakan dalam
bentuk garamnya, yaitu Na-alginat. Natrium
merupakan salah satu jenis logam alkali yang
menjadi penyusun abu.

7

Osmolaritas
Alginat dapat larut dalam pelarut polar
seperti akuades dan larutan buffer fosfat salin.
Larutan kitosan dilarutkan dalam CH3COOH
1%. Osmolaritas menyatakan jumlah partikel
zat terlarut per liter larutan. Osmolaritas yang
dimiliki oleh sel berkisar 280-320 mosmol/kg
(Nguyen et al. 2003). Kondisi dengan
osmolaritas ini menjadikan sel tetap hidup.
Larutan alginat dengan konsentrasi 0,5-2%
(b/v) dalam akuades memiliki nilai
osmolaritas kurang dari 300 mosmol/kg
(Lampiran 4) sehingga larutan tersebut harus
disesuaikan dengan kondisi sel. Nilai
osmolaritas larutan alginat meningkat setelah
alginat dilarutkan dalam buffer fosfat salin.
Akan tetapi larutan alginat dengan konsentrasi
paling rendah yang dilarutkan dalam buffer
fosfat memiliki osmolaritas yang lebih tinggi
dari kondisi sel sehingga dalam proses
enkapsulasi
menggunakan
sel
tidak
menggunakan larutan alginat dalam buffer
fosfat. Larutan buffer mengandung ion-ion
elektrolit sehingga dapat meningkatkan nilai
osmolaritas larutan.
Larutan alginat untuk enkapsulasi sel
Leydig dibuat dengan pelarut akuades dan
penyesuaian nilai osmolaritas dilakukan
dengan penambahan garam NaCl ke dalam
larutan alginat sehingga dapat diatur
osmolaritas larutan alginat sebesar 300
mosmol/kg. Pengukuran osmolaritas larutan
CaCl2 dan kitosan kurang berpengaruh pada
proses penyalutan karena sel tidak berada
langsung dalam kedua larutan tersebut. Sel-sel
Leydig yang disalut berada di dalam larutan
alginat sehingga osmolaritas larutan alginat
harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan
sel. Osmolaritas perlu ditentukan karena
keseimbangan osmolaritas bahan penyalut
dapat mempengaruhi kondisi sel yang berada
dalam larutan. Proses difusi osmosis dapat
terjadi pada sel yang berada di dalam larutan
non-isotonis. Sel akan mengalami pengerutan
(krenasi) ketika osmolaritas di luar sel lebih
tinggi daripada di dalam sel (hipertonis) dan
sebaliknya, sel akan membengkak (hemolisis)
ketika osmolaritas di luar sel lebih rendah
daripada di dalam sel (hipotonis). Pengerutan
dan pembengkakan sel akan mengakibatkan
sel mati.
Viskositas
Salah satu parameter yang menentukan
keberhasilan pembuatan mikrokapsul adalah
konsentrasi bahan penyalut. Larutan alginat

dan kitosan adalah larutan yang memiliki
tingkat viskositas berbeda-beda di setiap
konsentrasinya. Larutan alginat dengan
konsentrasi rendah relatif encer sedangkan
alginat dengan konsentrasi 2,0% relafif agak
kental. Berdasarkan hasil pengukuran,
viskositas larutan alginat 2,0% paling tinggi
diantara konsentrasi alginat lainnya, yaitu
sebesar 52,1 cPs. Alginat dengan konsentrasi
0,5% memiliki viskositas yang rendah, yaitu
10,5 cPs. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi larutan alginat dan
kitosan maka nilai viskositas larutan semakin
tinggi pula.
Enkapsulasi sel dilakukan dengan dua
penyalutan, yaitu penyalutan pertama/inti
mikrokapsul (core) menggunakan larutan
alginat dan penyalut kedua dengan larutan
kitosan. Viskositas alginat menentukan
pembentukan droplet alginat yang diteteskan
ke dalam larutan CaCl2. Alginat dengan
konsentrasi rendah (0,5-1,0%) belum dapat
menghasilkan droplet berbentuk bulat. Pada
konsentrasi tersebut viskositas larutan kurang
dari 20 cPs (Tabel 2). Mikrokapsul mulai
berbentuk bulat ketika digunakan alginat
dengan konsentrasi 1,5 dan 2%. Larutan
alginat 1,5% memiliki viskositas 33,8 cPs,
oleh karena itu, batas minimum pembentukan
droplet inti mikrokapsul untuk menghasilkan
mikrokapsul berbentuk bulat ialah 33,8 cPs.
Hal ini sesuai dengan penelitian Goosen et al.
(1987) yang menyatakan bahwa batas
minimum viskositas larutan alginat agar dapat
membentuk mikrokapsul berbentuk bulat
adalah 30 cPs. Pengukuran viskositas larutan
kitosan
ditentukan
untuk
mengetahui
pengaruh kekentalan larutan kitosan terhadap
stabilitas mekanik mikrokapsul. Penyalutan
mikrokapsul dengan kitosan 2% memiliki
kulit mikrokapsul yang lebih tebal sehingga
dapat lebih tahan terhadap uji mekanik. Hal
ini berbeda dengan mikrokapsul yang disalut
kitosan dengan viskositas rendah cenderung
lebih mudah rusak oleh pengadukan.
Kondisi Optimum Inti Mikrokapsul
Nilai
viskositas
larutan
alginat
memengaruhi
proses
pembentukan
mikrokapsul.
Ikatan yang terjadi antara
alginat dan kitosan adalah ikatan yang lemah
sehingga diperlukan bahan penaut silang yang
dapat memperkuat ikatan antara keduanya.
Modifikasi yang pernah dilakukan ialah
dengan menambahkan senyawa penaut-silang
glutaraldehida dan bahan saling tembus
(interpenetrating agent) polivinil alkohol

8

(PVA) (Wang et al. 2004). Akan tetapi
glutaraldehida tidak dapat digunakan sebagai
penaut silang dalam penelitian ini karena
dapat mempengaruhi kondisi sel-sel Leydig
yang disalut. Oleh karena itu, pada penelitian
ini digunakan CaCl2 sebagai pengganti
glutarldehida karena lebih aman bagi sel.
Menurut
Friedli dan Schlager (2005)
pembentukan ikatan pada membran kitosanalginat relatif lama dan lemah sehingga dapat
ditingkatkan kekuatan membrannya dengan
penambahan larutan CaCl2. Ion Ca2+ dapat
berdifusi pada lapisan membran alginat
sehingga menyebabkan terjadinya ikatan
silang antara alginat-kitosan. Pertukaran ion
Na+ dan Ca2+ menyebabkan terjadinya
pembentukan gel seperti egg box sehingga
terbentuklah jaringan inter rantai yang
semakin rapat (Daniel et al. 2008). Alginat
merupakan
polimer
anionik
karena
mengandung gugus COO- sehingga dapat
berikatan dengan ion Ca2+. Ikatan silang
menyebabkan terbentuknya gel alginat
(Gambar 8).

Gambar 8 Reaksi tautan silang antara alginat
dan CaCl2,
= glukopiranosa
(Friedli & Schlager 2005).
Larutan alginat 0,5% memiliki viskositas
yang paling rendah, yaitu sebesar 10,5 cPs dan
tidak dapat digunakan dalam enkapsulasi
karena droplet yang dihasilkan tidak
memenuhi persyaratan untuk enkapsulasi,
yaitu tidak dapat berbentuk bulat dan ukuran
mikrokapsul yang dihasilkan besar, yaitu
sekitar 450 µm bahkan ada yang tidak dapat
ditentukan diameternya karena bentuk
mikrokapsul
yang
tidak
beraturan.
Mikrokapsul yang dibuat dengan konsentrasi
alginat 1,5% dan 2,0% dapat berbentuk bulat
dan berwarna putih transparan (Gambar 9).

a
Gambar

b
9

Bentuk mikrokapsul dengan
konsentrasi alginat: a. 1,5%; b.
2,0%.

Konsentrasi CaCl2 memengaruhi lama
pengerasan gel alginat. Waktu yang
dibutuhkan untuk gel mulai mengeras pun
berbeda-beda. Waktu pengerasan berbanding
lurus dengan konsentrasi CaCl2 yang
digunakan. Semakin tinggi konsentrasi CaCl2
maka waktu pengerasan gel akan semakin
cepat. Waktu pengerasan gel alginat 0,5%,
yaitu 2-25 menit (Lampiran 8). Semakin
tinggi konsentrasi CaCl2 maka waktu droplet
alginat mengeras semakin cepat.
Konsentrasi CaCl2 tidak memengaruhi
bentuk dan ukuran mikrokapsul yang
dihasilkan. Mikrokapsul yang dihasilkan
berbentuk bulat dengan diameter berkisar 232258 µm. Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan
telah memenuhi syarat untuk proses
enkapsulasi sel Leydig, yaitu berkisar 200-400
µm (Stuiver 2001).
Gel terbentuk dalam waktu kurang dari
satu menit. Gel yang dihasilkan mudah pecah
karena bersifat lunak. Gel alginat didiamkan
selama 15 menit dalam larutan CaCl2 agar
pembentukan ikatan silang berlangsung
sempurna.
Kation-kation
yang
dapat
digunakan untuk membentuk ikatan silang
dengan alginat antara lain Mg2+, Cu2+, Ba2+,
Sr2+ dan Al3+. Kation dengan konsentrasi
tinggi atau valensi tinggi dapat meningkatkan
derajat ikatan silang dengan polimer anionik
tetapi menurunkan kelarutan dalam larutan
garam (Cohen et al 1992). Konsentrasi CaCl2
0,15 M adalah konsentrasi optimum dalam
pembentukan mikrokapsul pada penelitian ini
karena diperoleh mikrokapsul berbentuk bulat
dan gel alginat mengeras dalam waktu
singkat. Setelah gel alginat terbentuk
sempurna maka dilakukan pencucian dengan
akuades untuk menghilangkan larutan CaCl2
yang tidak terikat pada alginat. Konsentrasi
alginat 1,5% merupakan konsentrasi minimum
untuk membuat mikrokapsul berbentuk bulat.
Oleh karena itu, alginat dengan konsentrasi
1,5% dapat digunakan dalam proses
enkapsulasi sel Leydig.

9

Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul
Sifat stabilitas mekanik mikrokapsul
merupakan salah satu aspek keberhasilan
teknik enkapsulasi sel disamping sifat
permeabilitas kapsul, perlindungan sistem
imun, dan biocompatibility (Uludag 2000).
Gel alginat yang dihasilkan dengan
konsentrasi 1,5% (b/v) dan CaCl2 0,15 M
adalah mikrokapsul dengan bentuk dan ukuran
yang optimum. Selanjutnya, mikrokapsul
yang diperoleh dengan kondisi optimum
tersebut disalut dengan penyalut kedua, yaitu
larutan kitosan dalam ragam konsentrasi.
Friedli dan Schlanger (2005) menyatakan
bahwa alginat dan kitosan dapat berikatan
secara spontan dalam waktu kurang dari 5
menit. Gel alginat pada penyalutan pertama
akan berikatan dengan gugus amina yang
terdapat pada kitosan. Menurut Dawolo
(2005) interaksi yang dihasilkan dari alginatkitosan merupakan ikatan silang dari kationik
NH3+ yang berasal dari kitosan dan anionik
COO- yang berasal dari alginat. Penyalutan
kedua dilakukan agar mikrokapsul yang
dibentuk lebih kuat daripada disalut dengan
penyalut tunggal. Berikut adalah ilustrasi
ikatan yang terjadi antara alginat dan kitosan.

alginat

kitosan

Gambar 10 Reaksi tautan silang antara alginat
dan kitosan,
= glukopiranosa
(Friedli & Schlager 2005).
Pengujian stabilitas mekanik mikrokapsul
penting, tidak hanya untuk menentukan daya
tahan kapsul selama produksi atau perlakuan
tetapi juga sebagai petunjuk integritas
membran dari mikrokapsul yang dihasilkan
(Uludag 2000). Ragam konsentrasi kitosan
digunakan untuk melihat pengaruh kekuatan
mikrokapsul yang dihasilkan. Kerusakan
mikrokapsul diamati secara visual, pecahnya
kapsul bergantung pada kekuatan membran,
ketebalan kapsul, sifat inti kapsul seperti
viskositas (Uludag 2000). Mikrokapsul yang
disalut dengan kitosan konsentrasi rendah

akan mudah hancur karena akan membentuk
lapisan pada gel alginat dengan ketebalan
yang tipis. Selain itu, ketebalan penyalut
kedua
juga
memengaruhi
kerusakan
mikrokapsul. Mikrokapsul menjadi keriput
ketika dimasukkan ke dalam kitosan dengan
konsentrasi tinggi (2%). Hal ini disebabkan
oleh peristiwa osmosis dalam larutan tersebut.
Konsentrasi larutan di luar mikrokapsul lebih
tinggi sehingga air dalam mikrokapsul akan
keluar
menuju
larutan
kitosan
dan
mikrokapsul cenderung mengerut. Oleh
karena itu, penyalutan dengan kitosan
konsentrasi 0,5% paling baik untuk
enkapsulasi sel-sel Leydig karena tidak akan
memengaruhi keseimbangan osmolaritas
sel.Semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan
maka ketahanan mikrokapsul akan semakin
besar sehingga mikrokapsul lebih sulit hancur.
Ketebalan mikrokapsul dengan konsentrasi
kitosan rendah tidak menghasilkan kestabilan
mekanik yang baik (Zhu et al. 2005).
Enkapsulasi Sel-Sel Leydig
Proses enkapsulasi sel-sel Leydig hasil
kultur harus dilakukan secara steril (Gepp et
al. 2009). Sel-sel Leydig diperoleh dari hasil
isolasi testis tikus jantan Sprague Dawley.
Konsentrasi sel dibuat bervariasi untuk
melihat pengaruh konsentrasi sel terhadap
kerapatan sel di dalam mikrokapsul.
Osmolaritas larutan alginat yang digunakan
dalam penelitian ini sebesar 300 mosmol/kg.
Pengaturan osmolaritas larutan alginat
dilakukan dengan cara melarutkan alginat
dalam akuades kemudian ditambahkan garam
NaCl. Hal ini dilakukan karena larutan alginat
dalam pelarut akuades osmolaritasnya di
bawah 300 mosmol/kg sedangkan alginat
dalam buffer fosfat memiliki nilai osmolaritas
di atas 300 mosmol/kg. Osmolaritas larutan
alginat yang tidak sesuai dengan kondisi sel
akan mengakibatkan sel rusak/mati. Sel dapat
mengalami hemolisis maupun krenasi bila
osmolaritas lingkungan tidak sama dengan
osmolaritas sel sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel.
Larutan alginat dan larutan sel-sel Leydig
bercampur secara homogen. Penetesan
campuran alginat-sel ke dalam larutan CaCl2
mengakibatkan
pembentukan
droplet
mikrokapsul sel Leydig dalam alginat. Alginat
berikatan dengan CaCl2 sehingga terbentuk gel
alginat. Penetesan larutan alginat-sel ke dalam
CaCl2 menghasilkan droplet yang berbentuk
bulat dan berwarna putih. Sel Leydig dapat
terperangkap ke dalam gel alginat dan tidak

10

berada di luar inti mikrokapsul. Hal ini
ditunjukkan dengan tidak adanya sel-sel
Leydig yang berada di larutan CaCl2
Kerapatan sel di dalam inti mikrokapsul
berbeda-beda setiap ragam konsentrasi sel-sel
Leydig. Mikrokapsul yang dibuat dengan
konsentrasi sel 1×107 sel/mL memiliki
kerapatan sel dalam mikrokapsul yang paling
tinggi, hampir semua bagian mikrokapsul
tertutupi oleh sel sedangkan mikrokapsul yang
berisi konsentrasi sel sebesar 1×104 sel/mL
memiliki kerapatan sel yang paling renggang
(Lampiran 11).
Ikatan yang terjadi antara alginat dan
CaCl2 mengakibatkan bagian permukaan gel
alginat-CaCl2 mengeras. Oleh karena itu,
pencucian mikrokapsul dengan buffer sitrat
atau EDTA dapat melepaskan ikatan antara
alginat dan CaCl2 sehingga terjadi pencairan
kembali gel alginat (Cohen et al. 1992). CaCl2
sensitif pada larutan buffer sitrat sehingga
dapat mengakibatkan pelepasan ikatan
alginat-CaCl2 dan larutan buffer dapat
memasuki rongga mikrokapsul. Sel-sel Leydig
berada dalam lingkungan buffer sehingga
transfer
nutrisi,
oksigen,
dan
hasil
metabolisme sel dapat keluar masuk
mikrokapsul. Diameter mikrokapsul yang
dihasilkan berkisar 230-270 µm. Mikrokapsul
berdiameter kecil menghasilkan jumlah sel
yang terperangkap di dalam mikrokapsul juga
sedikit. Selain dipengaruhi oleh diameter
mikrokapsul, kerapatan sel yang terperangkap
juga dipengaruhi oleh konsentrasi sel yang
disalut. Semakin tinggi konsentrasi sel maka
semakin tinggi kerapatan sel-sel Leydig di
dalam mikrokapsul.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Konsentrasi minimal alginat untuk
pembentukan mikrokapsul sebagai inti
mikrokapsul adalah 1,5% (b/v), yaitu dengan
viskositas di atas 30 cPs dan konsentrasi
CaCl2 0,15 M. Inti mikrokapsul yang
dihasilkan berbentuk bulat, berwarna putih,
dan berdiameter 230-370 µm. Kestabilan
mikrokapsul dengan dua penyalut semakin
tinggi dengan bertambahnya konsentrasi
kitosan. Enkapsulasi dapat diaplikasikan pada
sel, yaitu sel-sel Leydig. Sel-sel Leydig yang
terkapsul berada di dalam mikrokapsul secara
menyebar. Kerapatan sel yang terperangkap di
dalam sel sebanding dengan konsentrasi sel
yang digunakan.

Saran
Perlu dilakukan tahap pemurnian bahan
penyalut, terutama alginat sebelum digunakan
untuk enkapsulasi. Perlu juga dilakukan
pengujian efisiensi sel-sel Leydig, penentuan
viabilitas sel-sel Leydig
yang telah
terenkapsulasi, pengujian hasil enkapsulasi
secara in vivo serta melakukan analisis
morfologi
mikrokapsul
alginat-kitosan
menggunakan mikroskop elektron payaran
(SEM).

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemist. 1999. Official Methods of AOAC
International. Revisi ke-5. Volume ke-2.
Maryland: AOAC International.
Arianto BD. 2010. Perilaku disolusi
mikrokapsul ketoprofen tersalut gel
kitosan-alginat
berdasarkan
ragam
konsentrasi tween 80 [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Beneta S. 1996. Microcapsulation Method
and Industrial Application. New York:
Marcel Dekker.
Chemes H, Cigorraga S, Begadá C,
Schteingart H, Rey R, Pellizzari E. 1992.
Isolation of human
Leydig cell
mesenchymal precursors from patient with
the androgen insensitivity syndrome:
testosterone production and reaponse to
human chorionic gonadotropin stimulation
in culture. Biology of Reproduction
46:793-801.
Cohen S, Bano C, Visscher KB, Chow M,
Allcock HR, Langer RS. 1992, penemu;
Massachusetts Institute of Technology. 22
Sep 1992. Ionically cross-linked polymeric
microcapsule. US Patent 5.149.543.
Daniel, Kaban J, Linasari V. 2008. Interaksi
kalsium alginat dengan etanolamin dalam
pembuatan membran.
J Kimia
Mulawarman 5(2):14-19.
Dawolo AK. 2005. Pembuatan membran
kompleks polielektrolit alginat-kitosan dan
membran kitosan dan karakteristiknya
[tesis]. Medan: Program Pascasarjana,
Universitas Sumatera Utara.

11

Friedli AC, Schlager IR. 2005. Demonstrating
encapsulation and release: a new take on
alginate complexation and the nylon rope
trick. J Chem Educ 82: 1017-1020.
Gepp MM, Ehrhart F, Shirley SG, Howitz S,
Zimmermann H. 2009. Dispensing of very
low volumes of ultra high viscosity
alginate gels: a new tool for encapsulation
of adherent cells and rapid prototyping of
scaffolds and implants. BioTechniques
46:31-43.
Goosen MFA, O’Shea GM, Sun MF, penemu;
Connaught Laboratories. 25 Agu 1987.
Microencapsulation of living tissue and
cells. US Patent 4.689.293.
Gruenewald DA, Matsumoto AM. 2003.
Testosterone supplementation therapy for
older men: potential benefit and risks. J of
the American Geriatics Society 51: 101115.

recommendations for monitoring. The New
England J Medicine 350:482- 492.
Sæther HV, Hilde K. Holme HK, Maurstad G,
Smidsrød O, Stokke BT. 2008.
Polyelectrolyte complex formation using
alginate and chitosan. Carbohydrate
Polymers 74:813–821.
Silva CM, Riberio AJ, Figueiredo M, Ferreira
D, Veiga F. 2006. Microencapsulation of
hemoglobin in chitosan-coated alginate
microspheres
prepared
by
emulsification/internal gelation. AAPS J
7:E903-E912.
Stuiver I. 2001. Microencapsulation of islet
for the treatment of type 1 diabetes.
Workshop
encapsulation
and
immunoprotective strategies of islet cells
proceeding; Washington DC, 6-7 Des
2001.

Herdini, Darusman LK, Sugita P. 2010.
Disolusi
mikroenkapsulasi
kurkumin
tersalut gel kitosan-alginat-glutaraldehida.
Makara 14: 57-62

Sugita P, Napthaleni, Kurniati M, Wukirsari
T. 2010. Enkapsulasi ketoprofen dengan
kitosan-alginat berdasarkan jenis dan
ragam konsentrasi tween 80 dan span 80.
Makara 14(2):107-112.

Khan TA, Kok KP, Hung SC. 2002. Reporting
degree of deacetylation value of chitosan:
the influence of analytical methods. J
Pharm Pharmeceut Sci 5:205-212.

Teramura Y, Iwata H. 2009. Islet
encapsulation with living cells for
improvement
of
biocompatibi