Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan Regresi Spasial (Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011)

PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH DENGAN
PENDEKATAN REGRESI SPASIAL
(Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011)

RIAD CEMPAKA SARI

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan
Regresi Spasial (Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun
2011) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Riad Cempaka Sari
NIM G14090024

ABSTRAK
RIAD CEMPAKA SARI. Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka
Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan Regresi Spasial (Studi Kasus: 26
Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011). Dibimbing oleh HARI
WIJAYANTO dan ANIK DJURAIDAH.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di
Indonesia yang 5.23% diantaranya adalah penduduk usia SMA, memiliki
tanggung jawab besar untuk memajukan pendidikan di wilayahnya. Salah satu
indikator untuk mengetahui kemajuan pendidikan adalah Angka Partisipasi
Sekolah (APS). APS ini memiliki pengaruh spasial antar wilayahnya, sehingga
metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Regresi Terboboti Geografis
(RTG). Tujuan penelitian ini adalah menentukan peubah-peubah yang
mempengaruhi APS di Provinsi Jawa Barat tahun 2011. Berdasarkan hasil

penelitian, peubah yang mempengaruhi APS di Provinsi Jawa Barat tahun 2011
adalah rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) dan
persentase kemiskinan. Tingginya biaya hidup pada wilayah Provinsi Jawa Barat
bagian barat yang dekat dengan ibukota negara menyebabkan tidak meratanya
jumlah penduduk miskin di wilayah ini. Jumlah penduduk miskin yang tidak
merata akan mempengaruhi APS, sehingga persentase kemiskinan perlu
diperhatikan untuk menaikan APS di wilayah ini. Pada wilayah Provinsi Jawa
Barat bagian timur, sulitnya akses fasilitas pendidikan guru di wilayah ini
menyebabkan tidak meratanya fasilitas pendidikan guru di wilayah tersebut,
sehingga fasilitas pendidikan guru perlu diperhatikan untuk menaikan APS di
wilayah ini.
Kata kunci: APS, pendidikan, regresi spasial, RTG
ABSTRACT
RIAD CEMPAKA SARI. Determining Factors Affecting School Participation
Rate Using Spatial Regression (Case Study : 26 District/city in The Province of
West Java Year 2011). Supervised by HARI WIJAYANTO and ANIK
DJURAIDAH.
West Java is a province with the largest population in Indonesia which
5.23% of its are high school-age, has a great responsibility to promote education
in the region. One of the indicators used to assess educational progress is the

School Participation Rate (SPR). The SPR has a spatial effect across the region,
so that the method used in this study is Geographically Weighted Regression
(GWR). The purpose of this study was to determine the variables which affect the
SPR in West Java Province for 2011. The research’s result show that the variables
that affect the SPR in West Java Province year 2011 are the ratio of sum of
teachers to school-age population (%) and the percentage of poverty. High living
cost in the western part of West Java Province led to unequal number of poverty
in this province. This problem can affect the SPR so that the percentage of poverty

need to be considered to increase the SPR in this region. In the eastern part of
West Java Province, the access teacher’s education facilities in this area are
difficult, it led to unequal, so that teacher’s education facilities need to be
considered to increase the SPR in this region.
Key words: SPR, education, spatial regression, GWR

PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH DENGAN
PENDEKATAN REGRESI SPASIAL
(Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011)


RIAD CEMPAKA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi
Sekolah dengan Pendekatan Regresi Spasial (Studi Kasus: 26
Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011)
Nama
: Riad Cempaka Sari
NIM

: G14090024

Disetujui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Anik Djuraidah, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Penentuan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah dengan Pendekatan

Regresi Spasial (Studi Kasus: 26 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun
2011)” dapat terselesaikan dengan baik.
Banyak sekali pihak yang membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Bapak Dr Ir Hari Wijayanto, Msi dan Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, saran, serta
bimbingan kepada penulis. Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Ibu, Bapak, Nana, dan Azqi atas doa, dukungan, serta kasih sayangnya selama ini.
Serta terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dan
selalu memberikan dukungan dan motivasi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan
kedepannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Bogor, September 2013
Riad Cempaka Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


1

METODOLOGI

1

Data

1

Metode Analisis Data

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Eksplorasi Data


4

Model Regresi Klasik

6

Model Regresi Terboboti Geografis

7

Interpretasi Model RTG Fungsi Kernel Tetap

9

KESIMPULAN
Simpulan

13
13


DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6


Pendugaan parameter dan uji parsial peubah penjelas
Ringkasan penduga parameter pada model RTG
Analisis ragam model RTG fungsi kernel tetap
Perbandingan nilai JKG, AIC, dan
Kelompok peubah penjelas yang berpengaruh terhadap APS SMA
Kelompok nilai penduga parameter rasio jumlah guru terhadap jumlah
penduduk usia sekolah (%)
7 Kelompok nilai penduga parameter presentase kemiskinan

6
8
8
8
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Angka Partisipasi Sekolah SMA Provinsi Jawa Barat
Grafik lebar jendela optimum fungsi kernel tetap
Peta keragaman spasial peubah penjelas
Peta keragaman spasial penduga parameter
Peta keragaman spasial penduga parameter

5
7
9
10
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Peta sebaran APS SMA Provinsi Jawa Barat
Korelasi Pearson antar peubah
Hasil pemilihan peubah penjelas
Pemeriksaan asumsi model regresi klasik
Penduga parameter RTG dengan fungsi kernel tetap

16
16
16
17
18

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 20 Tahun
2003 Pasal 1 Ayat (1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan ini merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk mengukur
kemajuan suatu bangsa. Menurut data Susenas 2011 jumlah penduduk Provinsi
Jawa Barat sebesar 43,826,775 dengan jumlah penduduk berusia sekolah sebesar
28.77%, memiliki tanggung jawab besar untuk mengantarkan penduduk usia
sekolah memperoleh pendidikan yang layak. Salah satu indikator untuk
mengetahui kemajuan pendidikan di suatu daerah yaitu dengan mengetahui Angka
Partisipasi Sekolah (APS) di daerah tersebut yang merupakan ukuran daya serap
sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah.
Informasi mengenai peubah-peubah yang mempengaruhi APS sangat
diperlukan untuk bisa meningkatkan APS di suatu daerah. Pada umumnya,
metode yang digunakan untuk menentukan peubah-peubah yang berpengaruh
terhadap peubah respon adalah regresi klasik. Metode ini bisa memberikan
informasi lokal jika tidak terdapat ketergantungan dan keragaman spasial antar
daerah. APS dipengaruhi oleh beberapa peubah seperti tingkat ekonomi,
kesejahteraan, dan fasilitas pendidikan di daerah tersebut. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, tingkat ekonomi memiliki pengaruh spasial antar wilayah, sehingga
APS juga diduga memiliki pengaruh spasial antar wilayahnya. Metode yang
digunakan untuk menentukan peubah-peubah yang mempengaruhi APS
menggunakan pendekatan regresi spasial.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan peubah-peubah yang mempengaruhi APS SMA di Provinsi
Jawa Barat.
2. Menentukan model terbaik untuk APS SMA di Provinsi Jawa Barat

METODOLOGI
Data
Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang
diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu Jawa Barat dalam
Angka 2012 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi

2
Indonesia 2011. Data pengamatan yang digunakan adalah data di 26
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011.
Data yang digunakan sebagai peubah respon adalah Angka Partisipasi
Sekolah (APS) SMA tiap kabupaten/kota. Menurut Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (BPPN) ada beberapa peubah penjelas yang diduga
mempengaruhi peubah respon yaitu:
: Angka melek huruf
: Rasio jumlah sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%)
: Rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%)
: Persentase sumber air minum tidak bersih
: Persentase angkatan kerja
: Persentase kemiskinan
: Rata-rata pendapatan asli daerah
: Rata-rata PDRB
: Persentase desa
Pada penelitian ini digunakan juga data mengenai koordinat lintang dan bujur
untuk proses perhitungan jarak antar kabupaten/kota di Jawa Barat.

Metode Analisis Data
Tahapan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan eksplorasi data untuk mengetahui karakteristik data APS SMA
di Provinsi Jawa Barat secara umum.
2. Menentukan peubah respon dan peubah penjelas yang digunakan. Informasi
ini berdasarkan studi literatur, korelasi antar peubah penjelas, serta seleksi
peubah menggunakan metode Eliminasi Langkah Mundur, Eliminasi
Langkah Maju, Regresi Bertatar, dan Regresi Himpunan Bagian Terbaik.
3. Menduga parameter model regresi klasik menggunakan analisis regresi
klasik berganda.
4. Melakukan uji asumsi pada regresi klasik yaitu asumsi kenormalan
menggunakan Anderson-Darling, multikolinieritas dengan melihat nilai
Variance Inflation Factor (VIF), serta kebebasan dan kehomogenan sisaan
secara eksploratif (Draper dan Smith 1992). Jika asumsi linier terpenuhi
maka menggunakan regresi klasik jika tidak lanjut ke langkah nomor 5.
5. Jika ada asumsi yang tidak terpenuhi maka akan dilakukan penanganan pada
asumsi tersebut, seperti melakukan transformasi fungsi pada asumsi
kenormalan dan melakukan seleksi peubah pada asumsi multikolinieritas.
Jika asumsi tersebut telah terpenuhi maka lanjut ke langkah nomor 6.
6. Memeriksa ketergantungan spasial menggunakan uji Lagrange Multiplier.
Uji ini meliputi uji ketergantungan spasial dalam lag, uji ketergantungan
spasial dalam sisaan, serta uji ketergantungan spasial dalam lag dan sisaan
(Anselin 1988).
7. Memeriksa keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan dengan
hipotesis yaitu:
: Tidak terdapat keragaman antar wilayah
: Terdapat keragaman antar wilayah

3
Statistik uji :

dengan
̂ , z adalah vektor
amatan peubah respon y berukuran
yang sudah dibakukan untuk
setiap pengamatan dengan
.
adalah kuadrat galat untuk
pengamatan ke-i dan
adalah ragam dari (Anselin 1988). Jika tidak
tolak
maka metode yang digunakan adalah regresi spasial biasa, jika
tolak
maka menggunakan RTG dan lanjut ke langkah nomor 7.
8. Menentukan nilai lebar jendela optimum yang diperoleh dengan
meminimumkan nilai validasi silang (CV) sebagai berikut :
∑[

̂

]

dengan n adalah jumlah pengamatan dan ̂
adalah nilai dugaan saat
pengamatan wilayah ke-i dihilangkan dari perhitungan. Nilai lebar jendela
optimum (b) diperoleh dengan melakukan iterasi sampai diperoleh CV
minimum (Fotheringham et al. 2002).
9. Menghitung matriks jarak dan matriks pembobot dengan menggunakan
fungsi kernel normal sebagai berikut :




dengan
menunjukan jarak antara wilayah ke-p dan wilayah ke-q dan
b adalah lebar jendela tetap. Nilai lebar jendela ini merupakan pengaruh
yang masih diberikan pada jarak optimum suatu daerah terhadap daerah
yang sedang diamati (Fotheringham et al. 2002).
10. Menggunakan matriks pembobot yang dihasilkan untuk membentuk model
RTG. Setiap wilayah memiliki model RTG masing-masing dan berbeda
antar wilayahnya. Model RTG dapat dituliskan sebagai berikut
(Fotheringham et al. 2002):
(

)



(

)

dengan
adalah nilai amatan peubah respon wilayah ke-p,
adalah
derajat lintang wilayah ke-p dan
adalah derajat bujur pada wilayah ke-p,
adalah nilai peubah penjelas ke-k pada wilayah ke-p,
adalah
nilai parameter pada peubah penjelas ke-k pada wilayah ke-p,
adalah nilai intercept model regresi RTG, dan adalah nilai sisaan regresi
pada wilayah ke-p dengan p = 1,2,…, n. Model pada setiap wilayah adalah
sebagai berikut :
̂(
) (
(
) )
(
)
diperoleh dari matriks diagonal berukuran
yang
menyatakan matriks pembobot dari masing-masing wilayah tergantung jarak
antara wilayah pengamatan ke-p dengan wilayah lainnya, matriks diluar
diagonal bernilai nol (Fotheringham et al. 2002).

4
11. Menentukan model terbaik antara model regresi klasik dengan model RTG
melalui uji F, melihat besarnya nilai , jumlah kuadrat sisaan, dan AIC
masing-masing model.
Uji F (analisis ragam) menggunakan hipotesis :
: Model regresi klasik dan model RTG sama
: Model regresi klasik dengan model RTG berbeda
Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

derajat bebas pembilang adalah
, dengan
dan
, n merupakan jumlah amatan dan m
merupakan jumlah peubah penjelas. Derajat bebas penyebut adalah
,
. Nilai S merupakan matriks hat
dengan
pada model RTG yang mentransformasi vektor ̂ dari nilai y.
akan
ditolak jika
yang menyatakan model regresi
klasik dan model RTG berbeda (Saefuddin et al. 2011). Jika pada uji F tidak
tolak
maka model regresi klasik dan model RTG sama, jika tolak
lanjut ke langkah nomor 12.
12. Melakukan uji parsial parameter untuk setiap kabupaten/kota dengan
hipotesis :
: (
)
: (
)
Statistik uji t dihitung dengan :
̂ (
)
(
)
̂ (
)
dengan

̂ (

) adalah standar kesalahan dari pendugaan parameter

pada peubah penjelas ke-k yang nilainya diperoleh dari
dengan
(
)
ditolak jika
| (
)|
dengan db adalah derajat bebas (n-m-1) dan m
adalah banyaknya peubah penjelas yang digunakan (Nakaya et al. 2005).
13. Mendeskripsikan peta keragaman APS SMA di Jawa Barat tahun 2011.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi data
Nilai APS SMA diperoleh dari perbandingan jumlah penduduk usia 16-18
tahun yang sekolah di tingkat SMA dengan jumlah penduduk usia 16-18 tahun
dikali 100%. Nilai APS SMA pada tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
disajikan pada Gambar 1.

Kabupaten/kota

5

Kota Banjar
Kota Tasikmalaya
Kota Cimahi
Kota Depok
Kota Bekasi
Kota Cirebon
Kota Bandung
Kota Sukabumi
Kota Bogor
Kab. Bandung barat
Kab. Bekasi
Kab. Karawang
Kab. Purwakarta
Kab. Subang
Kab. Indramayu
Kab. Sumedang
Kab. Majalengka
Kab. Cirebon
Kab. Kuningan
Kab. Ciamis
Kab. Tasikmalaya
Kab. Garut
Kab. Bandung
Kab. Cianjur
Kab. Sukabumi
Kab. Bogor
0

10

20

30
40
50
% APS SMA

60

70

80

Gambar 1 Angka Partisipasi Sekolah SMA Provinsi Jawa Barat
Gambar 1 menunjukan nilai APS SMA tertinggi di Propinsi Jawa Barat
sebesar 72.40% berada di Kota Cirebon, sedangkan nilai APS SMA terendah di
Provinsi Jawa Barat sebesar 36.31% berada di Kabupaten Bandung Barat. Peta
sebaran APS SMA di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Lampiran 1. Peta
tematik tersebut dibuat menjadi tiga kelompok berdasarkan nilai APS SMA, yaitu
kelompok tinggi dengan nilai APS SMA berkisar (60.37% – 72.40%), kelompok
sedang dengan nilai APS SMA berkisar (48.34% – 60.37%), serta kelompok
rendah dengan nilai APS SMA berkisar (36.31% – 48.34%). Kabupaten/kota yang
memiliki nilai APS SMA tinggi terdapat pada daerah ibukota provinsi yaitu Kota
Bandung serta beberapa kota di provinsi tersebut, yaitu Kota Depok, Kota Bekasi,
Kota Cimahi, dan Kota Cirebon. Kota-kota tersebut menjadi pusat pemerintahan
sehingga memiliki infrastruktur pendidikan yang baik. Kabupaten/kota yang
memiliki nilai APS SMA sedang mengelompok di wilayah Jawa Barat bagian
timur, sedangkan untuk nilai APS SMA rendah mengelompok di Jawa Barat
bagian Barat. Hal ini menandakan bahwa jarak, letak, dan keadaan geografis
berpengaruh terhadap nilai APS SMA di Provinsi Jawa Barat.

6
Model Regresi Klasik
Analisis regresi merupakan suatu metode untuk memodelkan hubungan
antara peubah respon dan penjelas sehingga bisa diambil kesimpulan yang
bermakna (Draper dan Smith 1992). Metode ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh peubah-peubah penjelas terhadap peubah respon.
Pendeteksian multikolinieritas menggunakan nilai korelasi Pearson. Nilai
korelasi antar peubah penjelas disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan nilai
tersebut terdapat dua pasang peubah yang mempunyai korelasi cukup kuat yaitu
dengan
rasio jumlah sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%)
dan rata-rata
rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%)
.
dengan presentase desa
pendapatan asli daerah
Peubah yang berkorelasi kuat akan dipilih berdasarkan besarnya korelasi
peubah penjelas terhadap peubah responnya. Pada Lampiran 2, peubah yang
dihilangkan adalah rasio jumlah sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah
.
dan rata-rata pendapatan asli daerah
(%)
Peubah penjelas yang tersisa berjumlah tujuh peubah. Dari peubah penjelas
tersebut akan dipilih peubah yang menghasilkan model regresi terbaik. Pemilihan
model ini dilakukan dengan empat metode yaitu Eliminasi Langkah Mundur,
Eliminasi Langkah Maju, Regresi Bertatar, dan Regresi Himpunan Bagian
Terbaik. Hasil dari metode tersebut disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil
tersebut, diperoleh dua peubah yang berkorelasi nyata terhadap APS SMA di
Propinsi Jawa Barat yaitu rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia
Hasil analisis regresi secara
dan presentase kemiskinan
sekolah (%)
parsial pada kedua peubah penjelas serta pendugaan parameter disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Pendugaan parameter dan uji parsial peubah penjelas
Peubah
Koefisien
Sisaan Baku
Nilai-t Nilai-p VIF
Konstanta
54.15
5.23
10.35
0.00*
3.41
0.86
3.96
0.00* 1.0
-0.93
0.39
2.37
0.03* 1.0
*) nyata pada =5%
Berdasarkan Tabel 1, peubah
yaitu rasio jumlah guru terhadap jumlah
penduduk usia sekolah (%) dan peubah
yaitu persentase kemiskinan
berpengaruh terhadap APS SMA di Provinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5%. Uji
F menghasilkan nilai-p sebesar 0.00, sehingga kesimpulan yang didapatkan adalah
tolak
pada taraf nyata 5% yang artinya persamaan model regresi dengan dua
peubah penjelas tersebut berpengaruh nyata terhadap APS SMA. Uji F
menghasilkan nilai
sebesar 48.70%.
Uji asumsi kenormalan sisaan dapat dilakukan dengan uji AndersonDarling. Pada uji ini diperoleh nilai Anderson-Darling sebesar 0.54 dengan nilai-p
sebesar 0.15 artinya sisaan menyebar normal pada taraf nyata 5%. Uji asumsi
multikolinieritas antar peubah dapat dideteksi dengan melihat nilai Variance
Inflation Factor (VIF). Pada Tabel 1 diketahui bahwa nilai VIF semua peubah
penjelas kurang dari 10, hal ini berarti tidak terdapat multikolinieritas antar
peubah penjelas. Asumsi kebebasan sisaan di deteksi secara eksplorasi dengan

7
melihat plot korelasi antar urutan galat. Asumsi kebebasan sisaan terpenuhi jika
plot tidak membentuk pola tertentu. Pada Lampiran 4b, urutan galat membentuk
pola tertentu yang artinya sisaan tidak saling bebas dan diduga adanya
ketergantungan spasial antar sisaan. Asumsi kehomogenan ragam di deteksi
secara eksplorasi pada plot sisaan dengan nilai dugaan yang disajikan pada
Lampiran 4c. Model dapat dikatakan memiliki ragam sisaan homogen jika sisaan
memiliki lebar pita yang sama. Lebar pita tebaran antara sisaan dan nilai dugaan
berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa ragam sisaan tidak homogen dan
diduga terdapat keheterogenan spasial pada model regresi. Uji ketergantungan
spasial dilakukan dengan uji Lagrange Multiplier. Pada uji ini diperoleh nilai
ketergantungan spasial dalam lag sebesar 5.29 dengan nilai-p sebesar 0.02 artinya
data memiliki ketergantungan spasial dalam lag pada taraf nyata 5%, serta
diperoleh nilai ketergantungan spasial dalam sisaan sebesar 6.33 dengan nilai-p
sebesar 0.01 yang artinya data memiliki ketergantungan spasial dalam sisaan pada
taraf nyata 5%. Keheterogenan spasial diperiksa dengan menggunakan uji
Breusch-Pagan. Pada uji ini diperoleh nilai Breusch-Pagan sebesar 5.68 dengan
nilai-p sebesar 0.06, artinya terdapat keheterogenan spasial antar kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Barat pada taraf nyata 10%.

Model Regresi Terboboti Geografis
Langkah awal dalam pembentukan model RTG adalah menghitung nilai
lebar jendela optimum yang dapat diperoleh dengan menggunakan algoritma yang
meminimumkan nilai validasi silang (CV). Nilai lebar jendela ini digunakan untuk
mencari fungsi pembobot. Nilai lebar jendela yang digunakan dalam penelitian ini
adalah nilai lebar jendela tetap yang akan digunakan pada pebentukan fungsi
pembobot kernel.
1700
1600
1500

CV

1400
1300
1200
1100
1000
50

75

100

125

150

Lebar Jendela
`
Gambar 2 Grafik lebar jendela optimum fungsi kernel tetap

nilai CV minimum yang diperoleh sebesar 1,064.61 dan nilai lebar jendela 49.42
km, sehingga fungsi pembobotnya menjadi:




8
nilai lebar jendela optimum sebesar 49.42 km berlaku tetap untuk semua daerah
yang diamati pada penelitian ini. Nilai ini menunjukan bahwa jarak antar
kabupaten/kota yang berada dalam rentang nilai lebar jendela tersebut masih
memberikan pengaruh yang nyata terhadap model.
Penduga parameter untuk setiap wilayah pada model RTG memiliki nilai
yang berbeda-beda tergantung posisi relatif kabupaten/kota disekitarnya. Masingmasing wilayah memiliki matriks pembobot yang menghasilkan model di setiap
wilayah. Ringkasan penduga parameter disajikan pada Tabel 2. Nilai penduga
parameter tiap wilayah keseluruhan disajikan pada Lampiran 5.
Tabel 2 Ringkasan penduga parameter pada model RTG
konstanta
Minimum
45.10
2.29
Kuartil 1
50.71
2.45
Median
52.40
3.43
Kuartil 3
65.85
4.02
Maksimum
71.00
4.63
Jangkauan
25.90
2.34
Jangkauan antar kuartil
15.14
1.57

-3.00
-2.25
-1.01
-0.54
-0.13
2.87
1.72

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 2, peubah yang memiliki
jangkauan terbesar adalah peubah sebesar 2.87, sedangkan peubah yang paling
kecil adalah
sebesar 2.34. Nilai tersebut menggambarkan bahwa peubah
memiliki keragaman yang lebih besar dari . Pengujian secara serempak melalui
ANOVA digunakan untuk memeriksa kebaikan model antara model RTG dengan
model regresi. Hasil uji ini disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Analisis ragam model RTG fungsi kernel tetap
Sumber
Derajat
Jumlah Kuadrat
F-hitung Nilai-p
Keragaman
Bebas
Kuadrat Tengah
Galat regresi
3.00 1,346.76
RTG improvement
5.32
759.44 142.74
Galat RTG
17.68
587.32
33.22
4.30
0.02
Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 3 diperoleh nilai-p (0.02) lebih
kecil dari = 5%, hal ini menunjukan bahwa model RTG fungsi kernel tetap
memiliki perbedaan dengan model regresi secara signifikan pada taraf nyata 5%.
Model terbaik pada penelitian ini dipilih berdasarkan nilai JKG, AIC, dan nilai
. Perbandingan ketiga nilai tersebut disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan nilai JKG, AIC, dan
Model regresi klasik
Model RTG dengan fungsi kernel tetap

JKG
1,346.76
587.32

AIC
184.42 48.70%
163.16 77.62%

9
Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 4, model yang memiliki JKG
paling kecil, AIC paling kecil, serta nilai
paling besar adalah model RTG
dengan fungsi kernel tetap. Berdasarkan analisis ragam dan ketiga nilai tersebut
dapat disimpulkan bahwa model terbaik yang digunakan pada data penelitian APS
SMA Provinsi Jawa Barat adalah Model RTG dengan fungsi kernel tetap.

Interpretasi Model RTG Fungsi Kernel Tetap
Pada model RTG dengan fungsi kernel tetap dilakukan uji parameter lokal
untuk setiap kabupaten/kota. Pengujian ini dilakukan pada taraf nyata 5% dengan
derajat bebas 23 yang menghasilkan nilai t hitung sebesar 2.398. Hasil uji
parameter lokal disajikan pada Lampiran 5 serta kelompok peubah penjelas yang
mempengaruhi APS SMA di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta keragaman spasial peubah penjelas
Pada Gambar 3 terdapat tiga kelompok peubah penjelas yang
mempengaruhi APS SMA di Provinsi Jawa Barat. Pada kelompok pertama
peubah yang berpengaruh adalah rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk
usia sekolah (%)
, pada kelompok kedua yaitu persentase kemiskinan ( ,
serta pada kelompok ketiga yaitu rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk
usia sekolah (%) (
dan persentase kemiskinan
.
Fasilitas pendidikan guru memiliki akses yang lebih mudah disekitar
ibukota negara sehingga sudah terjadi pemerataan fasilitas pendidikan untuk
wilayah-wilayah tersebut. Rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia
sekolah (%)
di wilayah ini tidak terlalu berbeda antar wilayahnya, sehingga
tidak mempengaruhi APS SMA secara signifikan. Sebaliknya, fasilitas pendidikan
guru tidak merata di wilayah Provinsi Jawa Barat bagian timur yang jauh dengan
ibukota. Rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%)
pada
wilayah ini sangat berbeda antar wilayahnya, sehingga mempengaruhi APS SMA
secara signifikan.

10
Tingginya biaya hidup pada daerah di sekitar ibukota negara menyebabkan
tidak meratanya tingkat kesejahteraan di wilayah ini sehingga terjadi kesenjangan
sosial antar wilayahnya. Persentase kemiskinan
di wilayah kabupaten sekitar
ibukota negara sangat berbeda antar wilayahnya, sehingga mempengaruhi APS
SMA secara signifikan. Sebaliknya, kesenjangan sosial tidak terlalu terjadi di
wilayah Provinsi Jawa Barat bagian timur yang jauh dengan ibukota negara.
pada wilayah ini tidak terlalu berbeda antar
Persentase kemiskinan
wilayahnya, sehingga tidak mempengaruhi APS SMA secara signifikan.
Pembagian wilayah berdasarkan kelompok peubah penjelas yang mempengaruhi
APS SMA di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kelompok peubah penjelas yang berpengaruh terhadap APS SMA
Peubah
Wilayah
Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis,
Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, kota
Cirebon, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar.
Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok.
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi,
Kabupaten Bandung Barat, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota
Bekasi, dan Kota Cimahi.

Gambar 4 Peta keragaman spasial penduga parameter
Berdasarkan Peta keragaman spasial penduga parameter
pada Gambar 4,
kabupaten/kota yang berdekatan mempunyai nilai pengaruh rasio jumlah guru
dengan jumlah penduduk usia sekolah (%) terhadap nilai APS SMA yang hampir

11
sama sehingga terjadi pengelompokan. Kabupaten/kota yang memiliki nilai
koefesien paling kecil terletak pada daerah Provinsi Jawa Barat bagian barat yang
memiliki uji parsial tidak nyata. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peubah
rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah (%) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap APS SMA pada daerah tersebut.
Penduga parameter yang kecil berada pada wilayah-wilayah yang dekat
dengan ibukota negara. Fasilitas pendidikan guru di wilayah ini memiliki akses
yang lebih mudah sehingga sudah terjadi pemerataan fasilitas pendidikan untuk
wilayah-wilayah tersebut. Nilai penduga parameter yang kecil menggambarkan
bahwa peubah tidak terlalu mempengaruhi nilai APS SMA di wilayah Provinsi
Jawa Barat bagian barat. Pengaruh peubah
yang tinggi berada pada wilayah
Jawa Barat bagian tengah yaitu disekitar ibukota provinsi. Terdapat ketimpangan
pengaruh jumlah guru terhadap APS SMA antar kabupaten/kota di wilayah
ibukota Provinsi dan sekitarnya. Nilai penduga parameter
yang tinggi
menggambarkan bahwa peubah
sangat mempengaruhi nilai APS SMA di
wilayah ibukota Provinsi dan sekitarnya.
Tabel 6 Kelompok nilai penduga parameter rasio jumlah guru terhadap jumlah
penduduk usia sekolah (%)
Nilai
Wilayah
2.29 – 3.07
Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Depok, Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten
Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Karawang.
3.07 – 3.85
Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Kuningan, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Cirebon,
Kota Cirebon, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten
Majalengka.
3.85 – 4.63
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Indramayu, Kota
Cimahi, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, Kota
Bandung, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Subang.
Nilai penduga parameter
disajikan pada Tabel 6 yang menggambarkan
pengaruh rasio jumlah guru dengan jumlah penduduk usia sekolah (%) terhadap
nilai APS SMA yang dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok
rendah, sedang, dan tinggi. Kelompok rendah dengan nilai
berkisar
(2.29 – 3.07) artinya setiap penambahan 1% rasio jumlah guru terhadap jumlah
penduduk usia sekolah akan menaikkan nilai APS SMA sebesar (2.29% – 3.07%),
kelompok sedang dengan nilai
berkisar (3.07 – 3.85) artinya setiap
penambahan 1% rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah akan
menaikkan nilai APS SMA sebesar (3.07% – 3.85%). Kelompok tinggi dengan
nilai
berkisar (3.85 – 4.63) yang artinya setiap penambahan 1% rasio jumlah
guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah akan menaikkan nilai APS SMA
sebesar (3.85% – 4.63%).

12

Gambar 5 Peta keragaman spasial penduga parameter
Berdasarkan Peta keragaman spasial penduga parameter
pada Gambar 5,
kabupaten/kota yang berdekatan mempunyai nilai pengaruh kemiskinan (%)
terhadap APS SMA yang hampir sama sehingga terjadi pengelompokan.
Kabupaten/kota yang memiliki nilai koefesien paling kecil terletak pada daerah
Provinsi Jawa Barat bagian timur yang memiliki uji parsial tidak nyata. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa peubah persentase kemiskinan tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap APS SMA pada daerah tersebut.
Daerah yang memiliki penduga parameter
yang besar berada pada
wilayah-wilayah yang dekat dengan ibukota negara. Tingginya biaya hidup di
daerah ini menyebabkan tidak meratanya tingkat kesejahteraan di wilayah ini
sehingga terjadi kesenjangan sosial antar wilayahnya. Nilai penduga parameter
yang besar menggambarkan bahwa peubah
sangat mempengaruhi nilai APS
SMA di wilayah Provinsi Jawa Barat bagian barat. Pembagian wilayah
berdasarkan keragaman spasial penduga parameter
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Kelompok nilai penduga parameter presentase kemiskinan
Nilai
Wilayah
(-3.00) – (-2.05)
Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten
Bekasi, Kota Bekasi, Kota Sukabumi, Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten
Cianjur.
(-2.05) – (-1.09)
Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota
Cimahi, dan Kabupaten Bandung.
(-1.09) – (-0.13)
Kota Bandung, Kabupaten Subang, Kabupaten Garut,
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sumedang, Kota
Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar,
Kabupaten
Majalengka,
Kabupaten
Kuningan,
Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, dan Kabupaten
Indramayu.

13
Pada Tabel 7 disajikan sebaran penduga parameter
yang menggambarkan
pengaruh kemiskinan (%) terhadap APS SMA yang dikelompokan menjadi tiga
kelompok, yaitu kelompok rendah, sedang, dan tinggi. Kelompok rendah dengan
nilai
berkisar (-3.00 – -2.05), artinya setiap penambahan 1% kemiskinan akan
menurunkan nilai APS SMA sebesar (2.05% – 3%). Kelompok sedang dengan
nilai
berkisar (-2.05 – -1.09), artinya setiap penambahan 1% kemiskinan akan
menurunkan nilai APS SMA sebesar (1.09% – 2.05%). Kelompok tinggi dengan
nilai
berkisar (-1.09 – -0.13), artinya setiap penambahan 1% kemiskinan akan
menurunkan nilai APS SMA sebesar (0.13% – 1.09%).

KESIMPULAN
Simpulan
Data APS SMA Provinsi Jawa Barat tahun 2011 memiliki pengaruh spasial
antar wilayahnya. Berdasarkan uji F yang nyata pada taraf nyata 5%, nilai JKG
yang kecil, nilai AIC yang kecil, dan nilai
yang besar, model terbaik yang
digunakan pada penelitian ini adalah model RTG dengan fungsi kernel normal
tetap. Peubah yang mempengaruhi APS SMA adalah rasio jumlah guru terhadap
jumlah penduduk usia sekolah (%) dan persentase kemiskinan.
Tingginya biaya hidup pada wilayah Provinsi Jawa Barat bagian barat yang
dekat dengan ibukota negara menyebabkan tidak meratanya jumlah penduduk
miskin di wilayah ini. Jumlah penduduk miskin yang tidak merata akan
mempengaruhi APS, sehingga persentase kemiskinan perlu diperhatikan untuk
menaikan APS di wilayah ini. Pada Provinsi Jawa Barat bagian timur, sulitnya
akses fasilitas pendidikan guru di wilayah ini menyebabkan tidak meratanya
fasilitas pendidikan guru di wilayah tersebut, sehingga fasilitas pendidikan guru
perlu diperhatikan untuk menaikan APS di wilayah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anselin L. 1988. Spatial Econometrics : Methods and Models. Dordrecht (NL) :
Kluwer Academic Publisher.
[BPPN] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Evaluasi Pelaksanaan
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Jakarta (ID): BPPN.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Barat dalam Angka 2012. Jakarta (ID):
Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama
Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Draper NR, H. Smith. 1992. Analisis Regresi Terapan. Sumantri B, penerjemah;
Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Applied
Regression Analysis.

14
Fotheringham AS, Brunsdon C, Chartlon M. 2002. Geographically Weighted
Regression, the Analysis of Spatially Varying Relationships. John Wiley &
Sons, LTD: England. ISBN 0-471-49616-2.
Nakaya T, Fotheringham AS, Brunsdon C, Charlton M. 2005. Geographically
weighted poisson regression for disease association mapping. Statistics in
Medicine. 24(17):2695-2717.
Saefuddin A, Nur Andi S, Noer Azam A. 2011. On Comparisson between
Ordinary Linear Regression and Geographically Weighted Regression: With
Application to Indonesian Poverty Data. European Journal of Scientific
Research. 57(2):275-285.
[UURI] Undang-Undang Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang RI Nomor
14 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 11
Tahun 2011 tentang Guru dan Dosen. Bandung (ID): Citra Umbara.

15

LAMPIRAN

16
Lampiran 1 Peta sebaran APS SMA Provinsi Jawa Barat

Lampiran 2 Korelasi Pearson antar peubah
APS
SMA
0,242
0,402 0,197
0,601 0,250 0,794
-0,471 0,193 -0,313 -0,372
-0,215 -0,350 -0,247 -0,608
0,053
-0,371 -0,293 -0,235 -0,029
0,227
0,404 0,085 0,512
0,415
-0,584
0,245 -0,129 0,596
0,317
-0,370
-0,587 -0,285 -0,439 -0,531
0,592

-0,062
-0,156
0,060
0,448

-0,539
-0,338
0,454

0,505
-0,787

Lampiran 3 Hasil pemilihan peubah penjelas
Eliminasi Eliminasi
Himpunan
Peubah
Bertatar
Mundur
Maju
Bagian Terbaik
X
X
X
X
V
V
V
V
X
V
X
X
V
X
X
X
V
V
V
V
X
X
X
X
V
X
X
X
*) Keterangan: Tanda V menunjukkan bahwa peubah penjelas
berpengaruh nyata terhadap peubah respon pada =5%

-0,351

17
Lampiran 4 Pemeriksaan asumsi model regresi klasik
a. Plot kenormalan sisaan
99

95
90
80

Persen

70
60
50
40
30
20
10
5

1

-15

-10

-5

0
Galat

5

10

15

b. Diagram
pencar korelasi
antarOrder
urutanofgalat
Residuals
Versus the
the Data

Galat

10
5
0
-5
-10
2

4

6

8

10 12 14 16 18 20 22 24 26
Urutan amatan

c. Diagram pencar galat dengan nilai dugaan

Galat

10
5
0
-5
-10
45

50

55
60
Nilai Dugaan

65

18
Lampiran 5 Penduga parameter RTG dengan fungsi kernel tetap
No kabupaten/kota
Galat
1 kab. Bogor
70.99
2.42
-3.00 -6.35
0.74
2 kab. sukabumi
65.96
2.38
-2.27 -5.16
0.80
3 kab. Cianjur
65.36
2.53
-2.14
2.55
0.78
4 kab. Bandung
52.54
4.17
-1.06
0.87
0.80
5 kab. Garut
50.53
4.17
-0.67 -1.97
0.78
6 kab. Tasikmalaya
51.93
3.59
-0.60
1.88
0.76
7 kab. Ciamis
52.25
3.24
-0.52
2.10
0.77
8 kab. Kuningan
51.27
3.40
-0.46 -0.87
0.81
9 kab. Cirebon
50.14
3.56
-0.39 -2.69
0.82
10 kab. Majalengka
49.85
3.83
-0.47
5.91
0.77
11 kab. Sumedang
48.54
4.49
-0.60
6.84
0.77
12 kab. Indramayu
45.10
4.04
-0.13
3.73
0.77
13 kab. Subang
49.33
4.63
-0.80 -5.94
0.76
14 kab. Purwakarta
60.57
3.29
-1.71 -4.41
0.76
15 kab. Karawang
65.53
2.80
-2.19 -3.62
0.71
16 kab. Bekasi
69.64
2.41
-2.69 -9.94
0.70
17 kab. Bandung
54.58
3.96
-1.22 -6.16
0.79
barat
18 kota Bogor
69.70
2.29
-2.73 -1.55
0.75
19 kota Sukabumi
66.99
2.32
-2.37 -1.68
0.79
20 kota Bandung
51.31
4.38
-0.96 -3.29
0.79
21 kota Cirebon
49.93
3.58
-0.38
0.51
0.83
22 kota Bekasi
69.58
2.42
-2.69
9.95
0.70
23 kota Depok
70.44
2.36
-2.85
2.99
0.72
24 Kota Cimahi
53.63
4.09
-1.15
7.77
0.79
25 Kota Tasikmalaya
52.11
3.46
-0.58 -0.64
0.76
26 Kota Banjar
52.10
3.08
-0.47 -2.87
0.78

Peubah

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kerinci, Jambi pada tanggal 9 Agustus 1992 dari
pasangan Bapak Asril Hasyim dan Ibu Darnialis. Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD 152/III Koto Iman pada
tahun 2003. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 2 Sungai Penuh pada tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA
Negeri 2 Sungai penuh dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur USMI pada program studi mayor Statistika dengan bidang
penunjang Matematika Keuangan dan Aktuaria.
Penulis aktif mengikuti organisasi di perkuliahan, diantaranya Anggota
Departemen Survei dan Riset Himpunan Profesi Gamma Sigma Beta (GSB)
periode tahun 2012, Anggota Divisi Dana Usaha Seminar Nasional The 6th
Statistika Ria tahun 2010, Anggota Divisi Konsumsi Seminar Nasional The 7th
Statistika Ria tahun 2011, Anggota Divisi Kesekretariatan Pesta Sains Nasional
tahun 2012, Anggota Divisi Acara “Welcome Ceremony of Statistics” tahun 2012.
Pada bulan Februari-Maret 2013 penulis berkesempatan mengikuti kegiatan
praktik lapang di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Bandar Lampung pada
Divisi Pengolahan dan Divisi Tanaman.