Pembahasan Perbandingan ketepatan antara pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% dengan sitologi sputum post-bronkoskopi secara fiksasi Saccomanno dalam membantu penegakan diagnosis kanker paru.

4.2. Pembahasan

Kanker paru adalah kasus keganasan yang paling sering dijumpai di seluruh dunia dewasa ini, yaitu sekitar 12.6 dari seluruh kasus baru kanker, dengan perbandingan rasio terjadinya antara laki-laki : perempuan sekitar 2.7 : 1 tahun 2000. 1,2 Dalam penelitian ini, dari 55 orang pasien rawat inap yang dicurigai menderita kanker paru ditemukan sebanyak 80 44 orang pasien laki-laki dan 20 11 orang pasien perempuan, dengan kasus paling banyak dijumpai pada kelompok umur 41-60 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang ditulis dalam buku Fishman, dimana kanker paru masih menjadi salah satu kasus keganasan yang paling sering, berkisar 20 dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12 dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia, seperti di Eropa angka kejadian kanker paru berkisar 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan pada usia 35 tahun, tetapi pada pasien 75 tahun angka kejadian menjadi 440 pada laki-laki dan 72 pada perempuan. 23 Sitologi sputum adalah metode diagnostik yang paling mudahsederhana, murah, cepat, dapat diterima, dan non invasif sehingga dapat mendeteksi kanker paru dan lesi-lesi pre kanker secara dini. 10,11 Bila sitologi sputum yang dibatukkan spontaninduksi normal, maka diagnosis keganasan masih mungkin ditegakkan Universitas Sumatera Utara dari bahan yang diambil selama tindakan bronkoskopi serat lentur dari sikatan bronkus, bilasan atau kurasan bronkus, biopsi forseps, ataupun dari sputum post bronkoskopi. 8 Pada penelitian ini, dari 55 orang pasien yang dilakukan pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3 didapatkan sel ganas secara definitif C5 Malignant smear pada 26 orang 47.3, dimana tumor letak sentral terdapat pada 20 kasus 36.4 dan tumor letak perifer pada 6 kasus 10.9. Pada kasus tumor letak sentral hanya dijumpai jenis karsinoma sel skuamosa 27.3 dan karsinoma sel kecil 9.1, namun pada kasus tumor letak perifer ditemukan jenis karsinoma sel skuamosa 9.1 dan karsinoma sel kecil 1.8. Sedangkan dari pemeriksaan sitologi sputum post bronkoskopinya didapatkan hasil positif sel ganas secara definitif C5 Malignant smear juga pada 26 orang 47.3, dimana tumor letak sentral sebanyak 19 kasus 34.5 dan tumor letak perifer pada 7 kasus 12.7. Pada tumor letak sentral paling banyak dijumpai jenis karsinoma sel skuamosa 23.6, kemudian diikuti dengan jenis karsinoma sel kecil 9.1, dan yang paling sedikit adalah jenis adenokarsinoma 1.8. Sedangkan pada tumor letak perifer hanya dijumpai jenis karsinoma sel skuamosa 12.7, jenis adenokarsinoma, karsinoma sel besar, ataupun karsinoma sel kecil tidak ditemukan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Schreiber dan McCrory 2003, yang menyatakan bahwa cakupan diagnostik sitologi sputum akan lebih tinggi pada lesi-lesi sentral 71 dibandingkan dengan lesi perifer 49. 6 Universitas Sumatera Utara Demikian juga dari penelitian ini dapat diketahui bahwa dengan sitologi sputum post bronkoskopi akan didapatkan sel-sel ganas yang lebih banyak pada kasus-kasus tumor letak perifer 12.7 dibandingkan dengan sitologi sputum induksi NaCl 3 10.9, meskipun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruhintervensi dari tindakan invasif yang telah dilakukan sebelum pengumpulan sputum, yang dalam hal ini adalah tindakan bronkoskopi. Akurasi diagnostik sitologi sputum, bagaimanapun tergantung dari pengambilan sampel minimal 3 sampel dan teknik pengumpulannya, lokasi tumor sentralperifer, dan ukuran tumor. 27 Tumor yang letaknya sentral atau berada di lobus bawah dan berdiameter 2 cm memiliki cakupan diagnostik yang lebih tinggi. Selain itu sitologi sputum juga memiliki akurasi 50-80 tergantung dari derajat diferensiasi sel-sel tumor. 11,14 Secara radiologi, pada kasus tumor letak sentral paling banyak ditemukan jenis karsinoma sel kecil 74, kemudian diikuti dengan jenis karsinoma sel skuamosa 64, karsinoma sel besar 42, dan yang paling sedikit adalah jenis adenokarsinoma 5. Sedangkan pada tumor letak perifer paling banyak ditemukan jenis adenokarsinoma 65, kemudian diikuti dengan jenis karsinoma sel besar 61, karsinoma sel skuamosa 29, dan yang paling sedikit adalah jenis karsinoma sel kecil 26. 2 Demikian juga pada penelitian ini diketahui bahwa dari pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3 didapatkan sel-sel ganas jenis karsinoma sel skuamosa yang paling banyak yaitu 15 orang 27.3 dan karsinoma sel kecil hanya 5 orang 9.1 pada pasien-pasien dengan tumor letak sentral, tetapi pada pasien-pasien dengan Universitas Sumatera Utara tumor letak perifer tidak dijumpai jenis adenokarsinoma ataupun karsinoma sel besar, hanya kasus karsinoma sel skuamosa pada 5 orang 9.1 dan 1 orang 1.8 dengan karsinoma sel kecil. Begitu pula dari pemeriksaan sitologi sputum post bronkoskopi yang dilakukan pada pasien-pasien dengan tumor letak sentral didapatkan jenis karsinoma sel skuamosa yang paling banyak yaitu sebanyak 13 orang 23.6, kemudian karsinoma sel kecil pada 5 orang 9.1, dan yang paling sedikit adenokarsinoma hanya 1 orang 1.8, namun pada pasien-pasien dengan tumor letak perifer tidak dijumpai jenis adenokarsinomakarsinoma sel besarkarsinoma sel kecil dari sitologi sputum post bronkoskopinya, hanya dijumpai karsinoma sel skuamosa pada 7 orang 12.7. Pada penelitian ini digunakan larutan modifikasi Saccomanno untuk tujuan fiksasi sputum. Oleh karena diketahui dari literatur bahwa larutan Saccomanno yang mengandung carbowax lebih efektif dibandingkan dengan hanya menggunakan etanol saja. Keuntungan dari teknik Saccomanno ini adalah pengumpulan sputum yang homogen, pengawetan sel-sel yang lama, dan preparasi sel yang tipis thin-layer cell preparation. Sedangkan kekurangannya adalah pemecahan agregat-agregat sel dan fragmen-fragmen jaringan sewaktu homogenisasi, serta membutuhkan tenaga laboran yang terampil. 20,21 Pada penelitian Rizzo dkk., lebih banyak sel yang dapat didiagnosis pada sputum yang dikumpulkan dengan teknik Saccomanno dibandingkan dengan teknik pick-and- smear, lebih banyak informasi diagnostik, dan lebih sedikit terjadinya negatif palsu. 11 Demikian juga pada penelitian Tintin M. Salman 2002 di RS. Persahabatan Jakarta, yang melibatkan 93 orang yang dicurigai kanker paru 78 Universitas Sumatera Utara orang laki-laki dan 15 orang perempuan didapatkan ketepatan sitologi sputum induksi NaCl 3 dalam larutan fiksasi Saccomanno sebesar 18.3 lebih tinggi sedangkan ketepatan sitologi sputum induksi NaCl 3 dengan teknik langsung sebesar 4.3 dalam menegakkan diagnosis kanker paru. Perbedaan ketepatan ini bermakna secara statistik. 12 Kemudian pada penelitian Purnomo 2009-2010 yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang melibatkan 57 orang 40 orang laki-laki dan 17 orang perempuan didapatkan hasil sensitivitas yang lebih tinggi 10.5 pada sitologi sputum induksi NaCl 3 tiga hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomanno dibandingkan dengan sensitivitas 3.5 pada sitologi sputum induksi NaCl 3 satu kali dengan fiksasi alkohol. Sedangkan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol memiliki sensitivitas sebesar 24.6. 13 Diagnosis kanker paru dengan sputum induksi dapat menjadi alternatif dari pemeriksaan bronkoskopi. Pada pasien-pasien yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara spontan, induksi dengan NaCl 3 dapat lebih efektif ketepatan sitologi sputum dapat ditingkatkan. Sputum di pagi hari atau sputum post bronkoskopi cenderung memiliki cakupan diagnostik yang lebih tinggi. 11,14,15 Sputum induksi mempunyai korelasi dengan kurasan bronkus BAL dan bronchial washing, tetapi lebih kecil dibandingkan dengan biopsi bronkus. 16 Sedangkan sputum post bronkoskopi diekspektorasikan dalam 24 jam setelah tindakan bronkoskopi. 8 Belum ada ditemukan penelitian yang membandingkan secara langsung antara sitologi sputum induksi NaCl 3 dengan sitologi sputum post bronkoskopi. Pada penelitian ini didapatkan bahwa proporsi hasil yang positif dari sitologi sputum induksi NaCl 3 dan sitologi sputum post Universitas Sumatera Utara bronkoskopi adalah sama yaitu sebanyak 26 orang dari 55 orang 47.3. Demikian juga dengan ketepatannya. Dari penelitian Khajotia 2009 yang dilakukan pada 25 orang pasien, sputum induksi positif pada 21 orang 84, sedangkan bronkoskopi positif pada 23 orang 92 tidak berbeda secara signifikan. 9 Sementara itu, dari penelitian Schreiber dan McCrory 2003 yang merupakan studi metaanalisis, didapatkan sensitivitas sitologi sputum post- bronkoskopi berkisar antara 8-51, dengan nilai rata-rata 35. 6 Pada penelitian Kvale, Bode, dan Kini 1976 yang melakukan tindakan bronkoskopi dan pengumpulan sputum post bronkoskopi pada 228 orang pasien, didapatkan hasil cakupan diagnostik sputum post bronkoskopi yang masih kecil 40 bila dibandingkan dengan tindakan bronkoskopi brushing dan biopsi bronkus yaitu 65. 17 Dari analisis statistik data yang dilakukan dengan menggunakan Chi- square, didapatkan bahwa nilai diagnostik sitologi sputum induksi NaCl 3 dan sitologi sputum post bronkoskopi dengan fiksasi Saccomanno tidak berbeda bermakna. Hal ini mungkin dikarenakan teknik pengumpulan sputum yang dilakukan oleh pasien-pasien penelitian kurang baik, atau mungkin juga dipengaruhi oleh lokasi tumor dimana pada penelitian ini kasus tumor letak perifer secara radiologis cukup banyak yaitu berjumlah 21 kasus 38.2 sedangkan tumor letak sentral berjumlah 34 orang 61.8. Namun begitu, sensitivitas ketepatan sitologi sputum induksi NaCl 3 42.8 dan sitologi sputum post bronkoskopi 44.1 hampir sama. Hal ini berarti bahwa sitologi sputum induksi NaCl 3 yang dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut seperti yang dilakukan Universitas Sumatera Utara pada penelitian ini dapat juga dipertimbangkan sebagai salah satu metode diagnostik non invasif untuk menegakkan kanker paru sebelum tindakan invasif seperti bronkoskopi dan teknik pengambilan sampel lainnya dilakukan meskipun secara statistik tidak bermakna, oleh karena diperlukan multimodalitas untuk diagnosis definitif kanker paru. Universitas Sumatera Utara BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan