memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya.
102
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, sepert kamus hukum,
encyclopedia dan lain-lain.
103
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan data dalam penelitian normatif dilakukan dengan menggunakan studi pustaka library research terhadap bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier berupa perundang-undangan, literatur, jurnal hukum, kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain. Penelesuran bahan-bahan
hukum tersebut dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan, maupun dilakukan dengan penelusuran bahan hukum dengan media internet.
104
5. Analisa Bahan Hukum
Bahan hukum yang dikumpulkan dengan studi kepustakaan dianalisis dengan metode yuridis normatif secara kualitatif yang dilakukan dengan beberapa langkah.
Pertama, menginventarisir dan mengidentifikasi bahan hukum baik bahan hukum primer,
102
Soerjono Soekanto Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, hal 13.
103
Johnny Ibrahim, Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Op.cit, hal 296.
104
Mukti Fajar ND et al, Op.cit, hlm 160.
Universitas Sumatera Utara
sekunder, dan tersier yang relevan. Kedua, melakukan sistematisasi keseluruhan bahan hukum, asas-asas hukum, teori-teori, konsep-konsep, dan bahan rujukan lainnya dengan
cara melakukan seleksi bahan hukum kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian secara sistematis yang
dilakukan secara logis dengan menghubungkan dan mengaitkan antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum lainnya.
105
Ketiga, analisis bahan hukum yang telah dikumpulkan dilakukan menurut cara-cara analisis dan penafsiran gramatikal serta
sistematis di mana interpretasi dilakukan dengan menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan
undang-undang lain secara logissistematis.
106
Keempat, hasil penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Kelima, penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif
yaitu pemikiran dimulai dari hal yang umum kepada hal yang khusus.
107
Penelitian ini dimulai dengan memberikan gambaran tentang kebebasan dan kesepakatan para pihak
dalam kontrak bisnis menurut KUH Perdata kemudian membahas kebebasan dan kesepakatan para pihak untuk menentukan klausula syarat batal yang mengesampingkan
Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata dalam kontrak bisnis yang dipaparkan secara sistematis untuk memberikan gambaran yang jelas atas permasalahan yang ada dan
akhirnya dinyatakan dalam bentuk deskriptif.
105
Ibid, hal 181.
106
Hadin Muhjad Nunuk Nuswardani, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, Yogyakarta: Genta Publishing, 2012, hal 163.
107
Syamsul Arifin, Falsafah Hukum, Medan: Uniba Press, 2011, hal 57.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KEKUATAN MENGIKAT KLAUSULA SYARAT BATAL DALAM
KONTRAK BISNIS YANG MENGESAMPINGKAN PASAL 1266 DAN 1267 KUH PERDATA
A. Pengaturan Kontrak Bisnis 1. Pengertian Kontrak Bisnis
Kontrakperjanjian terdapat definisinya dalam Pasal 1313 KUH Perdata yaitu “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih mengikakan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
108
Menurut Peter Mahmud Marzuki, sistematika Buku III tentang Hukum Perikatan mengatur mengenai overeenkomst jika dalam bahasa Inggris berarti
agreement.
109
Overeenkomst jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti perjanjian.
110
Sedangkan kata contract tidak digunakan dalam seluruh Buku III. Dalam konsep kontinental, penempatan pengaturan perjanjian pada Buku III KUH
Perdata mengindikasikan perjanjian memang berkaitan dengan masalah harta kekayaan. Jenis perjanjian ini tidak jauh berbeda dari konsep kontrak Anglo-
American yang sering disebut contract.
111
108
Pasal 1313 KUH Perdata.
Sehubungan dengan istilah kontrak diatas, istilah kontrak atau perjanjian dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian
109
Peter Mahmud Marzuki, An Introduction to Indonesian Law, Malang: Setara Press Zaidun Partners Counselor Attorney at Law, 20110, hal 236.
110
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsional dalam Kontrak Komersial, Op.cit, hal 14.
111
Peter Mahmud Marzuki, An Introduction to Indonesian Law, Op.cit, hal 236.
Universitas Sumatera Utara
yang sama seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian contract dan overeenkomst.
112
Dengan memperhatikan pengertian kontrak, maka dapat disimpulkan bahwa overeenkomst pada Buku III tentang Hukum Perikatan tidak dibedakan dengan
pengertian contract pada konsep kontrak Anglo-American.
2. Syarat Sahnya Kontrak Bisnis
Apapun perjanjian atau kontrak yang dibuat, akibat hukum suatu perjanjian baru akan timbul apabila perjanjiankontrak tersebut dibuat sesuai dengan syarat-
syarat sahnya suatu perjanjiankontrak.
113
Maka rumusan 4 empat syarat sahnya kontrak menurut Pasal 1320 KUH Perdata jika dikaitkan dengan pasal-pasal yang
berhubungan dengan masing-masing syarat meliputi:
114
a. Sepakat diantara para pihak dalam kontrak;
b. Pihak-pihak memang cakap melakukan perbuatan hukum;
c. Sifat dan luas objek perjanjian dapat ditentukan;
d. Kausanya halal atau diperbolehkan.
Menurut R. Subekti, bagian pertama dari keempat syarat sahnya perjanjian, yaitu mengenai subjek perjanjian. Dalam hal mengenai subjek yang membuat
perjanjian, orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan
112
St. Laksanto Utomo, Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen, Bandung: PT Alumni, 2011, hal 39.
113
Lastuti Abubakar, Transaksi Derivatif di Indonesia: Tinjauan Hukum tentang Perdagangan Derivatif di Bursa Efek, Bandung: Book Terrace Library, 2009, hal 65.
114
Pasal 1320 KUH Perdata.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan hukum tersebut. Selain itu ada konsensussepakat yang menjadi dasar perjanjian yang harus dicapai atas dasar kebebasan menentukan kehendaknya dengan
tidak ada paksaan, kekhilafan atau penipuan. Kedua mengenai objek perjanjian ditentukan bahwa apa yang diperjanjikan oleh masing-masing pihak harus cukup jelas
untuk menetpakan kewajiban masing-masing pihak. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum
atau kesusilaan.
115
Kontrak bisnis yang tidak memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata baik syarat subjektif
maupun syarat objektif akan mempunyai akibat-akibat yaitu:
116
a. Noneksistensi artinya tidak ada kontrak bila tidak ada kesepakatan;
b. Vernietigbaar, artinya kontrak dapat dibatalkan jika kontrak timbul karena
adanya cacat kehendak atau karena ketidakcakapan yang merupakan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata angka 1 dan angka 2. Hal ini terkait
dengan tidak terpenuhinya syarat subjektif sehingga kontrak tersebut dapat dibatalkan; dan
c. Nietig, artinya kontrak batal demi hukum jika kontrak tersebut tidak
mempunyai objek atau tidak dapat ditentukan objeknya serta mempunyai sebab atau kausa yang dilarang yang merupakan syarat Pasal 1320 KUH
Perdata angka 3 dan angka 4. Hal ini berarti terkait dengan syarat objektif sehingga kontrak batal demi hukum.
Selanjutnya syarat-syarat sahnya suatu kontrak bisnis dapat dijelaskan secara lebih mendalam sebagai berikut.
115
R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung: Alumni, 1976, hal 25.
116
Muhammad Syaiffudin, Op.cit, hal 111.
Universitas Sumatera Utara
a. Kesepakatan
Syarat pertama dari Pasal 1320 KUH Perdata yaitu syarat subjektif pertama mengatur bahwa adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan kontrak.
Ada perbedaan antara Pasal 1320 KUH Perdata yang meletakkan kesepakatan sebagai salah satu syarat mendasar dari pemuatan kontrak yang sah dengan sistem common
law yang lebih meletakkan unsur-unsur terjadinya kesepakatan yaitu penawaran offer dan penerimaan acceptance, tetapi artinya sama bahwa pertemuan antara
penawaran offer dan penerimaan acceptance tetap akan menghasilkan kesepakatan seperti yang dimaksud salah syarat sahnya kontrak yang diatur Pasal 1320 KUH
Perdata.
117
Suatu kontrak tidak menutup kemungkinan kesepakatan dibentuk oleh adanya unsur cacat kehendak. Suatu kontrak dapat mengandung cacat kehendak jika
terjadi hal-hal sebagai berikut: 1
Paksaan Paksaan dalam kesepakatan membuat kontrak yang diatur dalam Pasal 1323-
1327 KUH Perdata menurut Sudargo Gautama adalah setiap tindakan intimidasi mental.
118
117
Ricardo Simanjuntak, Op.cit, hal 151.
Paksaan dapat berupa kejahatan atau ancaman kejahatan, hukuman penjara atau ancaman hukuman penjara, penyitaan dan kepemilikan yang tidak sah, atau
ancaman penyitaan atau kepemilikan suatu benda atau tanah yang dilakukan secara tidak sah, dan tindakan-tindakan lain yang melanggar undang-undang, seperti tekanan
118
Sudargo Gautama, Indonesian Business Law, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995, hal 76.
Universitas Sumatera Utara
ekonomi, penderitaan fisik dan mental, membuat seseorang dalam keadaan takut, dan lain-lain.
119
2 Penipuan
Penipuan yang menjadi alasan pembatalan kontrak menurut pasal 1328 KUH Perdata harus memenuhi 4 empat unsur. Pertama, merupakan tindakan yang
bermaksud jahat, kecuali untuk kasus kelalaian dalam menginformasikan cacat tersembunyi pada suatu benda. Kedua, sebelum perjanjian tersebut dibuat. Ketiga,
dengan niat atau maksud agar pihak lain menandatangani perjanjian. keempat, tindakan yang dilakukan semata-mata hanya dengan maksud jahat.
120
Kontrak yang mempunyai unsur penipuan di dalamnya tidak mengakibatkan kontrak tersebut batal
demi hukum null and void melainkan kontrak tersebut hanya dapat dibatalkan voidable. Hal ini berarti selama pihak yang dirugikan tidak menuntut ke pengadilan
yang berwenang maka kontrak tersebut masih tetap sah.
121
3 Kesesatan atau kekeliruan
Kesesatan atau kekeliruan dalam kesepakatan membuat kontrak diatur dalam Pasal 1322 KUH Perdata. Dalam hal ini, salah satu pihak atau beberapa pihak
memiliki persepsi yang salah terhadap objek atau subjek yang terdapat dalam perjanjian. Ada 2 dua macam kekeliruan, yang pertama yaitu error in persona, yaitu
kekeliruan pada orangnya, contohnya, sebuah perjanjian yang dibuat dengan artis
119
John D. Calamari Joseph M. Perillo, Contracts. Second Edition. Minneapolis: West Publishing Co., 1977, hal 262-264.
120
Ibid.
121
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan, dan Yurisprudensi. Edisi Revisi. Yogyakarta: Total Media, 2009, hal 32.
Universitas Sumatera Utara
yang terkenal tetapi kemudian perjanjian tersebut dibuat dengan artis yang tidak terkenal hanya karena dia mempunyai nama yang sama. Yang kedua adalah error in
substantia yaitu kekeliruan yang berkaitan dengan karakteristik suatu benda, contohnya seseorang yang membeli lukisan Basuki Abdullah tetapi kemudian setelah
sampai di rumah orang itu baru sadar bahwa lukisan yang dibelinya tadi adalah lukisan tiruan dari lukisan Basuki Abdullah.
122
4 Penyalahgunaan keadaan.
Ada dua macam penyalahgunaan keadaan menurut Van Dunne. Pertama, penyalahgunaan keadaan karena keunggulan ekonomis sehingga pihak lain terpaksa
mengadakan kontrak. Kedua, penyalahgunaan keadaan karena penyalahgunaan ketergantungan relasi dan keadaan jiwa yang istimewa dari pihak lawan.
123
Dalam sistem common law, doktrin penyalahgunaan keadaan yang menentukan pembatalan
kontrak dibuat berdasarkan tekanan tidak patut, tetapi tidak termasuk dalam kategori paksaan.
124
Demikian, bahwa semua tindakan hukum yang dilakukan di bawah kekeliruan, penipuan, paksaan, dan penyalahgunaan keadaan merupakan akibat
adanya cacat dalam kehendak dari pihak yang melakukan perbuatan hukum. Dalam
122
Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung; PT Citra Aditya Bakti, 2001, hal 75.
123
H.P. Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan-Putusan Hukum Perikatan, Bandung: PT Alumni, hal 292-293.
124
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan, dan Yurisprudensi, Op.cit, hal 32.
Universitas Sumatera Utara
hal ini, penting untuk membuktikan hubungan kausalitas antara cacat kehendak dan tindakan hukum tersebut.
125
b. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian.
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, syarat kedua untuk sahnya perjanjiankontrak adalah kecakapan untuk membuat perjanjiankontrak.
126
Syarat ini diartikan bahwa mereka yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian harus telah
dewasa dan tidak di bawah pengampuan.
127
Orang dewasa yang mempunyai jabatan direksi pada Perseroan Terbatas atau orang dewasa yang mendapatkan kewenangan
dari direksi untuk mewakili Perseroan Terbatas tersebut.
128
Contohnya, seorang general manager suatu Perseroan Terbatas bisa cakap untuk melakukan perbuatan hukum apa saja untuk atau kepentingan diri sendiri
selaku orang yang telah dewasa tetapi tidak berwenang untuk menandatangani suatu kontrak untuk dan atas nama Perseroan Terbatas di mana dia bekerja kecuali telah
memperoleh kewenangan untuk mewakili kepentingan Perseroan Terbatas tersebut.
129
Seseorang belum dikatakan dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata jika belum mencapai umur 21 tahun. Seseorang dikatakan dewasa jika telah berumur 21
125
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Op.cit, hal 101.
126
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian: Buku II, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995, hal 2.
127
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Bandung: PT Alumni, 2009, hal 209.
128
Ricardo Simanjuntak, Op.cit, hal 196.
129
Ibid, hal 197.
Universitas Sumatera Utara
tahun atau berumur kurang dari 21 tahun, tetapi telah menikah.
130
Pasal 7 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan batas usia menikah
adalah untuk pria 19 tahun dan perempuan adalah 16 tahun.
131
Dalam perkembangannya berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, kedewasaan seseorang ditentukan anak berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai umur 18 tahun.
132
Selanjutnya, Pasal 39 ayat 1 butir a Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan
batas kedewasaan seseorang untuk menghadap dan membuat akte notaris adalah 18 tahun atau telah menikah.
133
1 Telah berusia genap 18 tahun;
Dengan demikian, dewasa orang pribadi baik laki-laki maupun perempuan dalam arti cakap melakukan perbuatan hukum sekarang ini,
ketentuannya adalah:
2 Telah menikah.
c. Suatu Hal Tertentu
Maksud dari suatu hal atau objek tertentu dalam syarat ketiga Pasal 1320 KUH Perdata adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak. Menurut Pasal 1333 KUH
Perdata, “Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah
barang itu tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau
130
Pasal 330 KUH Perdata.
131
Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
132
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan, dan Yurisprudensi, Op.cit, hal 36.
133
Pasal 39 ayat 1 butir a Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
dihitung”.
134
Ketentuan KUH Perdata menegaskan bahwa hal atau objek tertentu tidak perlu ditentukan secara indvidual, cukup ditentukan jenisnya.
135
Selain itu, Pasal 1334 ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa, “barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian”.
Agus Yudha Hernoko berpendapat bahwa hal atau objek tertentu tidak harus dalam arti secara gramatikal dan sempit bahwa harus ada ketika kontrak dibuat. Ketentuan
ini memungkinkan untuk hal atau objek tertentu hanya ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlah dapat ditentukan di kemudian hari.
136
Maka menurut Hardijan Rusli, suatu kontrak memang seharusnya berisi pokok atau objek yang tertentu agar dapat dilaksanakan. Hakim dalam hal ini akan
berusaha untuk mengetahui pokok atau objek dari suatu kontrak agar kontrak dapat dilaksanakan, tetapi apabila pokok atau objek kontrak itu tidak dapat ditentukan,
maka kontrak itu menjadi batal atau tidak sah.
137
d. Kausa yang Halal
Pengertian kausa yang halal sebagaimana yang dimaksud dengan Pasal 1320 KUH Perdata harus dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1335 KUH Perdata dan
Pasal 1337 KUH Perdata. Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan, “Suatu perjanjian tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang,
134
Pasal 1333 KUH Perdata.
135
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Op.cit, hal 109.
136
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsional dalam Kontrak Komersial, Op.cit, hal 192.
137
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, hal 86.
Universitas Sumatera Utara
tidaklah mempunyai kekuatan”. Kemudian Pasal 1337 KUH Perdata menegaskan bahwa, “Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang
atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau dengan ketertiban umum”. Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di
dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa perjanjian bertentangan dengan
kesusilaan geode zeden bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah
yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan zaman.
138
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dengan Pasal 1335 KUH Perdata dan 1337 KUH Perdata, maka suatu kontrak yang tidak
mempunyai kausa, kausanya palsu, kausanya bertentangan dilarang undang-undang, kausanya bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum dapat menyebabkan
suatu kontrak tidak sah atau batal demi hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
139
Maka, syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif. Bila syarat subjektif tidak terpenuhi maka akan memberikan konsekuensi hukum suatu kontrak
dapat dibatalkan voidable, vernietigbaar. Syarat ketiga dan keempat merupakan
138
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian: Buku II, Op.cit, hal 109.
139
M. Syaifuddin, Op.cit, hal 134.
Universitas Sumatera Utara
syarat objektif. Bila syarat objektif tersebut tidak terpenuhi maka akan membuat kontrak batal demi hukum null and void, nietig.
140
3. Asas-Asas dalam Kontrak Bisnis