Analisa Data Pembahasan Kecemasan Keluarga Merawat Pasien Prilaku Kekerasan Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

4.8. Uji Realibilitas Instrumen

Reliabilitas adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah alat ukur, meskipun digunakan berulang-ulang pada subjek yang sama atau berbeda Danim, 2003. Menurut Arikunto 2006, reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Disini peneliti melakukan uji reabilitas menggunakan rumus K-R 20 karena instrument penelitian memiliki jumlah butir pertanyaan yang genap, yaitu berjumlah 23 pertanyaan. Dilakukan pada keluarga pasien prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 20 orang dengan hasil 0,99.

4.9. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul maka peneliti akan mengadakan analisa data melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut : 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali data yang diperoleh atau yang dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul 2. Coding Coding merupakan kegiatan memberikan kode numeric angka terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisa data menggunakan computer. Biasanya dalam Universitas Sumatra Utara pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. 3. Data Entry Dataentry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master table atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel. 4. Teknik Analisis Analisa dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data yang telah terkumpul dalam tabel distribusi. Analisa data dilakukan dengan membahas hasil penelitian dengan menggunakan teori keperawatan yang ada. Universitas Sumatra Utara

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang dilakukan terhadap 50 orang keluarga pasien prilaku kekerasan pada tanggal 24 September sampai dengan 20 Desember 2013 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara.

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian akan dijabarkan mulai dari deskripsi karakteristik keluarga yang anggota keluarganya mengalami prilaku kekerasan, gambaran tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

5.1.1. Deskriptif karakteristik keluarga

Deskriptif karakteristik responden mencakup umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, dan lama pasien dirawat. Dari 50 responden yang terkumpul, mayoritas pada rentang usia 20-30 tahun berjumlah 34 keluarga 17 orang, mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu 59 keluarga 28 orang, mayoritas berpendidikan SMA yaitu 38 keluarga 19 orang, mayoritas memiliki pekerjaan wiraswasta sebesar 80 40 orang. Kemudian memiliki hubungan dengan pasien mayoritas ayah yaitu 38 keluarga 19 orang. Lalu mayoritas sudah menderita gangguan dari 12 bulan yaitu 74 keluarga 37 orang. Universitas Sumatra Utara Tabel 5.1 Deskripsi Karakteristik keluarga yang merawat pasien prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara n= 50 NO Karakteristik Frekuensi Persentase 1 Usia a 20-30 tahun b 31-40 tahun c 41-50 tahun d 50 tahun 17 16 13 4 34 32 26 8 2 Jenis kelamin a Laki-laki b Perempuan 28 22 58 42 3 Pendidikan a SD b SMP c SMA d PT 11 10 19 10 22 20 38 20 4 Pekerjaan a TNIPolri b PNS c Wiraswasta d IRT 3 3 40 4 6 6 80 8 5 Hubungan dengan pasien a Ayah b Ibu c Anak d Saudara kandung 19 17 6 8 38 34 12 16 6 Lama menderita penyakit a 0- 3 Bulan 7 14 Universitas Sumatra Utara b 4- 6 Bulan c 7- 12 Bulan d 12 Bulan 4 2 37 8 4 74

5.1.2. Tingkat kecemasan keluarga

Dari tabel 5.2 dibawah ini didapat data bahwa mayoritas keluarga mengalami kecemasan ringan yaitu 26 orang 52, mengalami kecemasan sedang berjumlah 10 orang 20, mengalami kecemasan berat hanya 4 orang 8, dan yang tidak mengalami kecemasan berjumlah 10 orang 20. Tabel 5.2 Tingkat kecemasan keluarga merawat pasien prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. n=50 Kecemasan Frekuensi Persentasi Tidak ada 10 20 Ringan 26 52 Sedang 10 20 Berat 4 8

5.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Unit Rawat jalan Rumah Sakit Jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara didapatkan bahwa keluarga yang merawat pasien prilaku kekerasan mayoritas mengalami kecemasan ringan sebanyak 52 26 orang. Hal ini sesuai dengan Stuart Sundeen 2002 yang mengatakan pengalaman menghadapi kecemasan sebelumnya sangat mempengaruhi terhadap Universitas Sumatra Utara tinggi rendahnya kecemasan seseorang. Tingkat kecemasan ringan menurut Stuart juga berhubungan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini meningkatkan lapang persepsi, dapat memotivasi belajar, dan menghasilkan pertumbuhan serta kreatifitas. Kecemasan ringan ini menurut peneliti dikarenakan mayoritas keluarga yaitu 74 keluarga 37 orang sudah merawat pasien 1 tahun, jadi keluarga sudah memiliki pengalaman dalam merawat keluarga yang mengalami prilaku kekerasan sehingga koping keluarga juga efektif Kecemasan dapat dirasakan oleh individu ataupun sekelompok orang termasuk keluarga, kecemasan meliputi keluarga dan mereka merasa terbebani dengan kondisi penderita. Bahkan tidak sedikit keluarga yang sama sekali tidak mengetahui rencana apa yang harus mereka lakukan untuk menghadapi masalah gangguan jiwa anggota keluarganya. Kecemasan akan semakin meningkat tanpa pemahaman yang jernih mengenai masalah besar yang dihadapi keluarga. Terkadang masalah ini tidak dapat dihadapi dan semakin membuat konflik di dalam keluarga sehingga sering terjadi penolakan terhadap penderita gangguan jiwa Brown Bradley, 2002. Dalam jurnal National Institute of Mental Health, Keith 1970 mengadakan penelitian mengenai pengalaman yang dirasakan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga lebih banyak merasakan kecemasan 58,6 dibanding dengan keluarga yang marah 12,7 bahkan ada yang menolak 28,7 keadaan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Kecemasan dan berbagai pengalaman lainnya yang Universitas Sumatra Utara dirasakan oleh keluarga merupakan hal yang wajar dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Tingkat kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, dan pendidikan Suart Sundeen, 2002. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas keluarga yang mengalami kecemasan ringan memiliki umur 30 tahun yaitu 46 keluarga 23 orang. Bahkan beberapa keluarga sudah tidak mengalami kecemasan lagi yang memiliki usia 50 tahun yaitu 8 4 orang. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Stuart Sundeen yaitu bahwa seseorang yang mempunyai umur lebih muda lebih mudah mengalami gangguan kecemasan daripada seseorang yang lebih tua. Umur juga berhubungan dengan pengalaman dan pengalaman berhubungan dengan pengetahuan, pemahaman dan pandangan terhadap suatu penyakit atau kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan sikap. Pola prilaku kecemasan yang terjadi tergantung pada kematangan pribadi, harga diri, mekanisme koping dan pemahaman dalam menghadapi ketegangan Long, 1997. Jadi peneliti dapat menyimpulkan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang maka pengetahuan, pemahaman, dan pengalamannya juga akan akan bertambah, sehingga akan lebih mudah mengatasi kecemasannya. Jenis kelamin juga besar pengaruhnya terhadap tingkat kecemasan. Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas keluarga yang memiliki kecemasan ringan adalah berjenis kelamin laki-laki sebesar 40 20 orang, sementara ada juga keluarga yang tidak mengalami kecemasan lagi berjumlah 10 keluarga 5 orang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sejalan dengan Stuart Sundeen yaitu Universitas Sumatra Utara kecemasan sering dialami oleh wanita karena wanita lebih sensitif dibanding laki- laki, sebaliknya laki-laki lebih sering memakai logika daripada perasaan. Beberapa ahli teori sosial berpendapat bahwa wanita memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita gangguan kecemasan karena posisi mereka dalam masyarakat dan sifat-sifat dasar mereka dalam menjalin hubungan dengan orang lain Chodorow, 1978; Horney, 193467; Miller, 1976. Secara umum, wanita kurang meiliki power dalam masyarakat dibanding dengan laki-laki, status mereka secara tipikal juga terikat pada laki-laki yang terkait dengan mereka. Hal ini menyebabkan wanita seringkali menempel atau melekat pada orang lain, berperan secara pasif dan patuh terhadap aturan-aturan dalam menjalin hubungan. Kondisi ini membuat mereka lebih rawan atas serangan dan kehilangan pertahanan, serta menjadi terlalu waspada terhadap tanda-tanda yang menunjukkan permasalahan dalam hubungan mereka. Supresi terhadap hasrat mereka dan ketakutan-ketakutan akan kehilangan bagaimanapun, akan menyebabkan kehidupan wanita secara kronis mencemaskan. Serangan panik dan phobia mudah sekali secara ekstrim terekspresi dari kecemasan yang terus berlanjut pada wanita. Jadi peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan sering terjadi pada wanita disebabkan oleh perasaan wanita yang sangat halus dan sensitive, juga dikarenakan wanita lebih lemah dibanding laki-laki sehingga hal-hal ini tentu sangat mempengaruhi tingkat kecemasan mereka Pendidikan juga memiliki andil yang besar terhadap tingkat kecemasan seseorang, dari hasil penelitian yang saya dapatkan bahwa mayoritas keluarga yang mengalami kecemasan ringan memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu 20 Universitas Sumatra Utara keluarga 10 orang, tingkat Pendidikan PT yaitu 12 keluarga 6 orang. Bahkan ada keluarga yang tidak mengalami kecemasan lagi yaitu 8 keluarga 4 orang yang tingkat pendidikannya adalah Perguruan tinggi. Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Witkin-Laonil 1996; Hutapea 2005; Notoadmodjo 1993 bahwa dngan tingkat pendidikan yang tinggi, seseorang akan memiliki pandangan hidup yang matang, dan mempunyai peluang kerja yang lebih besar. Dengan bekerja, seseorang akan mengaktualisasi diri untuk meningkatkan harga dirinya, mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, mempunyai banyak teman untuk saling berbagi, terutama dalam menghadapi masalah, memiliki dukungan sosial yang cukup dari lingkungannya sehingga beban hidup dan stress akan berkurang. Stuart Sundeen 2002 juga berpendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi pula pengetahuan yang dimilikinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan sangat mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang, dengan pendidikan yang tinggi maka pengetahuan juga akan bertambah sehingga memiliki pandangan hidup yang mantap dan akan lebih mudah mengatasi kecemasannya Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 100 keluarga 50 orang mengalami rasa khawatir melihat kondisi anggota keluarganya yang mengalami Prilaku Kekerasan. Rasa khawatir yang dialami keluarga ini dikarenakan keluarga merasa takut dan terancam jika sewaktu-waktu pasien menyerang mereka, memukuli mereka, atau bahkan membunuh mereka. Hal ini sejalan dengan yang Universitas Sumatra Utara dikatakan oleh Nasir 2001 bahwa perasaan takut atau perasaan khawatir akan timbul apabila seseorang merasa terancam. Hasil penelitian didapat bahwa 72 34 orang keluarga merasakan kegelisahan. Kegelisahan yang dialami keluarga disebabkan karena keluarga merasa tidak berdaya, tertekan dan stress menghadapi situasi bahwa anggota keluarganya yang mengalami Prilaku Kekerasan. Kegelisahan juga dapat diartikan sebagai sebuah perasaan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya Gail W Start, 2009. Mayoritas keluarga kehilangan minat melakukan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari yaitu 56 28 orang keluarga. Hal ini terjadi karena pikiran keluarga terlalu fokus untuk satu hal yaitu kondisi anggota keluarganya yang mengalami gangguan prilaku kekerasan sehingga otomatis keluarga juga kehilanga minat untuk melakukan hal-hal yang lain. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Nasir 2011, bahwa kecemasan dan ketakutan akan mengalihkan kita dari hari- hari atau kegiatan kita akan menjadi terganggu akibat perasaan yang selalu merasa ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi. Kemunduran daya ingat juga dialami oleh keluarga yang merawat pasien Prilaku Kekerasan. Didapat hasil bahwa 28 14 orang keluarga keluarga mengalami kemunduran daya ingat. Keluarga yang mengalami kecemasan pada umumnya mengalami penurunan konsentrasi, distrakbilitas meningkat, kemunduran memori jangka panjang maupun jangka pendek, Gray Toft dan Anderson ,1981 dalam Abraham Stanley, 1997. Universitas Sumatra Utara Didapatkan juga hasil bahwa 46 23 orang keluarga merasa putus asa saat merawat anggota keluarganya yang mengalami Prilaku Kekerasan, hal ini dikarenakan karena keluarga menganggap bahwa seseorang yang mengalami gangguan jiwa tidak akan pernah sembuh kembali. Berdasarkan penelitian dari badan National Mental Health Association NMHA 2001, diperoleh bahwa banyak ketidakmengertian ataupun kesalahpahaman keluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga menganggap bahwa seseorang yang mengalami gangguan jiwa tidak dapat sembuh kembali. Namun faktanya, NMHA mengemukakan bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa dapat sembuh dan mulai kembali melakukan aktivitasnya Foster, 2001. Horney 1939 juga mengungkapkan kecemasan juga dipengaruhi oleh suatu kontradiksi yang banyak terjadi di masyarakat yang mengkontribusi perasaan ketidakberdayaan. Universitas Sumatra Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan