Adam Malik pada Tahun 2012-2013 Dismenorea

Universitas Sumatera Utara Tabel 5.8. Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium di RSUP

H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013 Dismenorea

Frekuensi n Persentase Positif 34 37,0 Negatif 49 53,3 Tidak terdata 9 9,8 Total 92 100,0 Berdasarkan tabel 5.8. di atas diketahui bahwa penderita kista ovarium yang mengalami dismenorea yaitu sebanyak 34 orang 37, sedangkan yang tidak mengalami dismenorea yaitu sebanyak 49 orang 53,3. 9. Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013 Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 92 sampel penelitian, diperoleh gambaran dismenorea pada penderita kista ovarium berdasarkan jenis kista ovarium sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Tabel 5.9. Gambaran Dismenorea pada Penderita Kista Ovarium berdasarkan Jenis Kista Ovarium di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2012-2013 Jenis Kista Ovarium Dismenorea Total Positif Negatif Tidak terdata Kistoma ovarii simpleks n Kistadenoma ovarii serosum n 10 20 5 35 29,4 40,8 55,6 38,0 Kistadenoma ovarii musinosum n 6 17 23 17,6 34,7 0,0 25,0 Kista endometroid n 11 3 2 16 32,4 6,1 22,2 17,4 Kista dermoid n 2 1 1 4 5,9 2,0 11,1 4,3 Tidak terdata n 5 8 1 14 14,7 16,3 11,1 15,2 Total n 34 49 9 92 100,0 100,0 100,0 100,0 Berdasarkan tabel 5.9. di atas diketahui bahwa dismenorea paling banyak ditemukan pada penderita kista endometrioid yaitu sebanyak 11 orang 32,4. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 5.2.Pembahasan Kista ovarium merupakan masalah reproduksi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi karena kista terbentuk selama siklus menstruasi Yatim, 2005. Pada penelitian ini terbukti bahwa mayoritas penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 berada dalam usia reproduksi 30-39 tahun yaitu sebanyak 25 orang 27,2 tabel 5.1.. Hal ini sesuai dengan penelitian Demirci et al. 2014 yang menemukan banyaknya kejadian tumor jinak ovarium pada wanita berusia di bawah 45 tahun. Hasil ini mendukung penelitian Siringo et al. 2013 yang menemukan kasus kista ovarium sebanyak 31 orang 26,7 pada usia 29-37 tahun, Limbong 2012 menemukan kasus endometriosis sebanyak 19 orang 65,5 pada usia 31-50 tahun dan Andriana 2010 menemukan sebesar 44,13 penderita endometriosis di RS dr. Saiful Anwar Malang Jawa Timur tahun 2001-2003 berusia 31-40 tahun. Penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 minoritas berusia ≥ 50 tahun yaitu sebanyak 20 orang 21,7 tabel 5.1.. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siringo et al. 2013 yang menemukan kasus kista ovarium di atas usia 55 tahun sebanyak 8 orang 7,8, Limbong 2012 menemukan angka kasus endometriosis pada kelompok usia 50 tahun yaitu sebanyak 3 orang 10,3. Rendahnya kasus kista ovarium pada usia tua disebabkan karena pada usia menopause kelainan ovarium lebih rentan berkembang menjadi kasus keganasan seperti kanker ovarium American Cancer Society, 2013. Hal ini sesuai dengan penelitian Mehdi et al. 2010 yang menemukan tingginya kasus keganasan ovarium pada usia ± 55 tahun. Berdasarkan data usia penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik tersebut diperoleh nilai rata-rata usia sebesar 39,3 tahun. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Terzi ć M, et al. 2011 yang menemukan nilai rata-rata usia sebesar 38,3 tahun pada penderita tumor jinak ovarium di rumah sakit Institut Ginekologi dan Obstetri Serbia. Mehdi et al. 2010 mendapatkan nilai rata-rata usia penderita tumor jinak ovarium sebesar 38 tahun. Pada penelitian lain, Gowri et al. 2014 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara menemukan sebesar 32,8 tahun pada penderita tumor jinak adneksa di Sultan Qaboos University Hospital sejak januari 2008 sampai Mei 2012. Setiap kista ovarium memiliki tingkat perkembangan yang berbeda-beda sehingga ukurannya bervariasi. Ukuran kista ovarium itu sendiri penting diketahui untuk memutuskan tindakan yang akan dilakukan karena tidak semua penderita kista ovarium perlu diterapi. Kista ovarium yang berukuran 5 cm biasanya tidak bergejala dan dapat mengalami pengecilan secara spontan dan menghilang sehingga tidak dibutuhkan tindakan pembedahan Prawirohardjo, 2008. Sedangkan kista ovarium yang berukuran 5 cm perlu ditatalaksana lebih lanjut Rofe, 2013 karena ukuran kista ovarium yang besar rentan terjadinya komplikasi seperti torsi, perdarahan dan penekanan terhadap organ lain Mirza, 2012. Pada penelitian ini terbukti bahwa mayoritas penderita kista ovarium yang ditatalaksana di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 memiliki ukuran kista ovarium 5 cm yaitu sebanyak 58 orang 63, sedangkan ukuran kista ovarium ≤ 5 cm ditemukan sebanyak 10 orang 10,9 tabel 5.3.. Hal ini sesuai dengan penelitian Siringo et al. 2013 yang menemukan ukuran kista ovarium 6 cm sebanyak 48 orang 41,8 pada kasus kista ovarium jinak dan 4 orang 66,7 pada kasus kista ovarium ganas. Berdasarkan data ukuran kista ovarium tersebut diperoleh nilai rata-rata ukuran kista ovarium sebesar 8,7 cm. Hasil ini mendukung penelitian Attanucci et al. 2004 yang menemukan nilai rata-rata ukuran kista ovarium sebesar 7,8 cm pada penderita tumor jinak ovarium dan Tang et al. 2008 yang menemukan sebesar 13,7 cm pada penderita kanker ovarium. Berdasarkan jenis kista ovarium, ditemukan empat jenis kista ovarium patologis di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 yaitu kistadenoma ovarii serosum, kistadenoma ovarii musinosum, kista endometrioid dan kista dermoid. Adapun jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan adalah kistadenoma ovarii serosum yaitu sebanyak 35 orang 38 tabel 5.2.. Menurut Forstner Kinkel 2007, kistadenoma ovarii serosum merupakan 40 dari seluruh kasus Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara tumor jinak ovarium. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Azzo Ameen 2006 yang menemukan kistadenoma ovarii serosum sebanyak 41 orang 70,7. Menurut Prawirohardjo 2008, dalam penelitian Haradi 1970 ditemukan sebesar 19,7 penderita kistadenoma ovarii serosum, Sapardan 1970 15, Djaswadi 1970 10,9, dan Gunawan 1977 20,3. Selanjutnya, Hariadi menemukan angka kejadian kistadenoma ovarii serosum di Surabaya sebesar 39,8 dan Gunawan sebesar 28,5. Sapardan menemukan sebesar 20 kistadenoma ovarii serosum di Jakarta dan Djaswadi menemukan sebesar 36,1 kistadenoma ovarii serosum di Yogyakarta. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Khan et al. 2009 yang menemukan kistadenoma ovarii serosum sebanyak 38 orang dari 120 penderita lesi ovarium jinak. Pada penelitian lain, Mehdi et al. 2010 menemukan sebanyak 14 kasus 33,3 dari 59,5 tumor jinak ovarium, Sharma et al. 2014 menemukan sebanyak 35 kasus 34,31 dari 49 kasus 48,03 tumor jinak ovarium, dan Yogambal et al. 2014 menemukan sebanyak 86 kasus 21,4. Tingginya kasus kistadenoma ovarii serosum ini disebabkan karena 30- 35 kistadenoma ovarii serosum berpotensi menjadi ganas Prawirohardjo, 2008 dengan tingkat kekambuhan sebesar 0,27 per tahun untuk tumor stadium awal dan 2,4 untuk tumor stadium lanjut Levine et al., 2010. Pada penelitian ini, kista dermoid paling sedikit ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur melalui proses partenogenesis Prawirohardjo, 2008. Menurut American cancer Society 2013, kista dermoid lebih sering ditemukan pada wanita usia muda, biasanya di bawah usia 18 tahun. Di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 ditemukan kista dermoid sebanyak 4 orang 4,3 tabel 5.2. pada penderita kista ovarium yang berusia di atas 20 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Azzo Ameen 2006 yang menemukan kista dermoid sebanyak 4 orang 6,9. Menurut Prawirohardjo 2008, kista dermoid merupakan 10 dari seluruh neoplasma ovarium yang kistik. Frekuensi kista dermoid di Indonesia menurut Sapardan 16,9, Djaswadi 15,1, Hariadi 11,1 dan Gunawan 13,5. Sebelum perang dunia II, frekuensi kista dermoid dilaporkan oleh Eerland dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Vos 1935 sebesar 3,8 dari 451 tumor ovarium yang diperiksa di Nederlands- Indisch Kanker Institut di Bandung. Pada umumnya kista ovarium tidak mempengaruhi menstruasi penderita, kecuali jika kista ovarium tersebut mengeluarkan hormon Prawirohardjo, 2008. Pada penelitian ini ditemukan bahwa 72 orang 78,3 penderita kista ovarium mengalami siklus menstruasi teratur 21-35 hari tabel 5.4.. Hal ini mendukung penelitian Azhar et al. 2014 yang menemukan sebanyak 27 orang 42,9 penderita kista ovarium mengalami siklus menstruasi selama 19-27 hari. Siklus menstruasi yang tidak teratur hanya ditemukan sebanyak 12 orang 13 tabel 5.4.. Hal ini sesuai dengan penelitian Harada 2013 yang menemukan rendahnya angka kejadian siklus menstruasi tidak teratur pada penderita endometriosis yaitu sebesar 9,4. Pada penelitian Mehdi et al. 2010 ditemukan gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium sebesar 10. Siringo 2013 menemukan sebanyak 32 orang 20,7, dan Attanucci et al. 2004 sebanyak 28 orang 37. Pada penelitian ini, siklus menstruasi yang tidak teratur mayoritas ditemukan pada penderita kistadenoma ovarii serosum yaitu sebanyak 4 orang 33,3 tabel 5.5.. Hal ini mendukung hasil penelitian Demirci et al. 2014 yang menemukan siklus menstruasi tidak teratur sebesar 43,5 pada penderita kistadenoma ovarii serosum dan 80 pada penderita tumor serosum borderline. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Hariyanti 2012 yang menemukan gangguan siklus menstruasi sebesar 80 pada penderita kista ovarium, Yan-min et al. 2010 menemukan sebesar 76 pada penderita PCOS, dan Alili 2014 menemukan sebesar 7,1 amenorea, 64,3 oligomenorea pada penderita PCOS. Pada penelitian Azhar et al. 2014, ditemukan sebanyak 38 orang 60,3 penderita kista ovarium mengalami siklus menstruasi tidak teratur. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, gangguan siklus menstruasi paling sering ditemukan pada penderita PCOS. Menurut Eggers S et al., 2001 dalam Alili 2014, pada penderita PCOS ditemukan faktor obesitas, resistensi insulin, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara intoleransi glukosa, diabetes melitus tipe 2, dislipidemia, hipertensi dan sindrom metabolik. Obesitas dan resistensi insulin menyebabkan keadaan hiperandrogen pada ovarium, sehingga menghambat perkembangan folikel dan memicu terjadinya siklus anovulatorik Baziad, 2012. Pada penelitian ini kista ovarium fisiologis seperti PCOS tidak dimasukan sebagai sampel penelitian. Selain itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi menstruasi seperti penggunaan kontrasepsi, kelainan ginekologi selain kista ovarium, diabetes melitus, dan penyakit tiroid yang ditemukan pada penderita kista ovarium dieksklusi. Hal ini kemungkinan menyebabkan perbedaan hasil yang diperoleh dengan penelitian sebelumnya. Pada umumnya penderita kista ovarium di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 mengalami perdarahan menstruasi yang normal 3-8 hari yaitu sebanyak 72 orang 78,3 tabel 5.6.. Rata-rata penderita kista ovarium mengalami menstruasi selama 5 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian Limbong 2012 yang menemukan sebanyak 11 orang 37.9 penderita endometriosis di RSUP H. Adam Malik mengalami menstruasi selama 5 hari dan Azhar et al. 2014 yang menemukan sebanyak 34 orang 54 penderita kista ovarium mengalami menstruasi selama 5-7 hari. Pada penelitian ini ditemukan sebagian kecil penderita kista ovarium yang mengalami gangguan perdarahan menstruasi. Hipermenorea 8 hari ditemukan sebanyak 4 orang 4,3 dan hipomenorea 3 hari sebanyak 2 orang 2,2 tabel 5.6.. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Limbong 2012 yang menemukan sebanyak 1 orang 3,4 penderita endometriosis mengalami hipermenorea dan Verma et al. 2012 yang menemukan sebesar 13,3 kista ovarium pada kelompok hipermenorea dan hipomenorea. Dalam penelitian Azhar et al. 2014 ditemukan sebanyak 14 orang 22,2 mengalami hipermenorea, 15 orang 23,8 mengalami hipomenorea, dan sebanyak 1 orang 1,6 mengalami perdarahan hebat selama menstruasi. Pada penelitian ini, mayoritas penderita kista ovarium yang mengalami gangguan perdarahan menstruasi adalah penderita Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara kistadenoma ovarii serosum yaitu sebanyak 2 orang 50 mengalami hipermenorea 8 hari dan 2 orang 100 mengalami hipomenorea 3 hari. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa gangguan menstruasi banyak ditemukan pada penderita kistadenoma ovarii serosum. Secara teori, kistadenoma ovarii serosum berasal dari epitelium germinativum yang merupakan lapisan terluar dari korteks ovarium. Di dalam korteks ovarium itu sendiri terdapat stroma serta folikel-folikel primordial yang akan berkembang menjadi folikel de Graaf. Pada folikel de Graaf terdapat sel-sel granulosa yang akan menghasilkan estrogen Prawirohardjo, 2008. Menurut asumsi peneliti, terbentuknya kista ovarium dibagian tersebut dapat mempengaruhi kadar estrogen yang akan dihasilkan oleh sel granulosa. Adanya peningkatan produksi estrogen dari sel granulosa tersebut dapat mengganggu menstruasi normal Schorge et al., 2008 dan juga dapat menyebabkan pelepasan endometrium yang abnormal Manuaba et al., 2010. Sehingga, pada penderita kistadenoma ovarii serosum sering ditemukan gangguan menstruasi. Hal ini sesuai dengan WHO 2003 yang menyatakan bahwa perdarahan vagina merupakan gejala yang dapat ditemukan pada penderita kistadenoma ovarii serosum. Kista ovarium juga dapat menyebabkan terjadinya nyeri saat menstruasi dismenorea. Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 34 orang 37 penderita kista ovarium mengalami dismenorea tabel 5.8.. Hasil ini mendukung penelitian Siringo et al. 2013 yang menemukan dismenorea yaitu sebanyak 32 orang 20,7. Pada penelitian ini, dismenorea paling banyak dijumpai pada penderita kista endometrioid yaitu sebanyak 11 orang 32,4 tabel 5.9.. Hal ini sesuai dengan penelitian Limbong 2012 yang menemukan 17 orang 58,6 mengalami dismenorea pada penderita endometriosis di RSUP H. Adam Malik tahun 2008-2011. Dalam penelitian Andriana 2010 ditemukan bahwa dismenorea merupakan gejala terbanyak yang dialami oleh penderita endometriosis yaitu sebesar 70,59. Sebesar 52,94 penderita endometriosis mengalami nyeri saat menstruasi dan 29,38 sebelum menstruasi. Begitu pula Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dengan penelitian Coccia et al. 2011 yang menemukan dismenorea sebesar 66,9 pada 302 orang penderita endometriosis. Tingginya kasus dismenorea pada penderita kista endometrioid disebabkan karena pada penderita endometriosis ditemukan konsentrasi prostaglandin yang tinggi. Nyeri juga disebabkan oleh lesi endometriosis yang memicu terjadinya reaksi inflamasi dan mengeluarkan prostaglandin, sitokin, histamin dan kinin. Terbentuknya jaringan parut, fibrosis, dan adhesi menyebabkan penurunan mobilitas organ sehingga nyeri dapat terasa selama adanya gerakan atau ovulasi Harada, 2013. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: