Analisis REALISASI PELAKSANAAN NAFKAH IDDAH DALAM KASUS
suami terlebih dahulu harus memenuhi kewajibannya membayar nafkah iddah bagi istri yang ditalaknya. Tetapi dalam praktiknya kewajiban pemohon tersebut
ada yang ditunaikan sebelum atau sesaat setelah sidang pengucapan ikrar talak. Apabila setelah sidang ikrar talak suami atau pemohon tidak menjalankan
kewajiban membayar nafkah iddah maka pihak istri bisa mengajukan permohonan eksekusi kepada pihak Pengadilan. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut hakim
melakukan upaya bahwa suami harus membayar kepada istri pada saat pembacaan sidang ikrar talak. Hal ini dilakukan untuk menjamin kepastian
pembayaran nafkah iddah yang merupakan hak istri yang diceraikan oleh suaminya.
Namun pada kenyataannya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan setiap kasus cerai talak tidak semua pihak suami yang menceraikan istrinya memberikan
nafkah iddah tersebut di hadapan Majelis Hakim saat sidang ikrar talak tetapi juga ada yang memberikan nafkah iddah di luar Pengadilan Agama setelah pembacaan
ikrar talak dan sudah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Apa yang dapat kita ketahui bahwa banyak mantan istri yang tidak
mendapatkan haknya sesuai aturan Al- Qur’an dan Undang-undang perkawinan
serta tidak sesuai keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan. Suami seringkali mengabaikan tanggung jawabnya untuk memenuhi apa yang menjadi hak istri
yang diceraikan. Oleh karena itu sayogyanya ada kebijakan yang dapat menjamin terpenuhinya hak-hak istri setelah perceraian.
Setiap putusan Pengadilan, idealnya dipatuhi dan dilaksanakan. Namun jika tidak demikian, hukum acara yang berlaku memberikan jalan yang ditempuh
oleh pihak istri untuk mendapatkan hak-hak istri yang diceraikan. Yaitu melalui jalan permohonan eksekusi.
Dari sinilah dapat dilihat bahwa dari Pihak Pengadilan Agama sendiri pun menyarankan bagi istri yang dicerai oleh suaminya dan belum mendapatkan
haknya maka istri tersebut bisa mendapatkannya yaitu melalui jalan eksekusi guna melindungi haknya.
Akan tetapi pihak istri seringkali tidak melakukan permohonan eksekusi karena tidak ingin memperpanjang perkara di Pengadilan Agama. Praktek
eksekusi nafkah iddah jarang terjadi, hal ini disebabkan ada beberapa alasan di antaranya:
1. Biaya eksekusi yang dibebankan kepada istri menurut pasal 89 ayat 1 UU
No. 7 Tahun 1989. Hal inilah yang mengakibatkan istri enggan untuk mengajukan permohonan eksekusi, dan mereka memilih bersikap pasrah.
2. Besarnya biaya eksekusi yang tidak sebanding dengan jumlah nafkah iddah
dan melibatkan banyak pihak, sehingga yang harus dikeluarkan bermacam- macam. Dan jumlah nafkah yang dibebankan kepada suami biasanya tidak
begitu besar. Bila terjadi permohonan eksekusi, maka biaya yang harus dikeluarkan tidak sebanding dengan harta yang akan diperoleh.
3. Tidak ada harta yang harus dieksekusi
4. Tidak ada ketentuan prodeo dalam permohonan eksekusi, tidak dikenal istilah
prodeo sehingga beban biaya yang dikeluarkan seratus persen ditanggung para pihak pemohon.
Berdasarkan penjelasan di atas dan juga upaya-upaya hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, bahwa suami yang menceraikan istrinya diupayakan
membayar nafkah iddah tersebut di hadapan Majelis Hakim. Akan tetapi tidak semua pembayaran nafkah iddah dilaksanakan di pengadilan Agama tetapi ada
juga yang dilaksanakan di luar Pengadilan Agama dan itu tidak menjamin istri untuk mendapatkan hak-haknya. Maka upaya hukum untuk menjamin hak-hak
istri yang diceraikan dan tidak mendapatkan haknya yaitu melalui permohonan eksekusi. Akan tetapi biaya eksekusi yang begitu mahal menjadikan istri enggan
untuk menuntut haknya, dan istri lebih memilih untuk merelakannya saja.
80