6. Diberi perlindungan bila mereka dihina. Sekalipun yang menghina itu dari
kalangan orang Islam sendiri, pasti dihukum. 7.
Berhak mempertahankan harga diri, harta dan keluarga. Berbeda dengan umat Islam, warga negara bukan Islam tidak dikenakan
zakat, fitrah, sedekah, berkorban dan lain-lain sebagai sumbangan kepada negara dan masyarakat. Dengan sumbangan tersebut negara akan jadi kuat dan dapat
menguatkan individu-individu terutama orang-orang susah. Maka untuk tujuan yang sama di samping kepentingan-kepentingan keselamatan dan pengurusan
mereka, Negara Islam menetapkan warganya yang bukan Islam mesti membayar jizyah atau pajak kepala, tidak ada pajak lainnya. Kadar pajak itu menurut taraf
hidup dan kemampuan masing-masing seperti yang diputuskan oleh hakim atau ketua negara.
38
F. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Sisi
Kelahiran
Dalam Islam status kewarganegaraan seseorang dapat dilihat berdasarkan dua macam asas, yaitu:
+
Artikel diakses pada 10 Desember 2009 dari http:zanikhan.multiply.comjournalitem690
1. Asas ius sanguinis, Yaitu asas yang menentukan status kewarganegaraan anak
berdasarkan garis keturunan. Dengan kata lain bahwa apabila suami istri memeluk agama Islam atau menjadi dzimmi, maka status kewarganegaraan
anak-anaknya mengikuti status kewarganegaraan orang tuanya yang beragama Islam atau dzimmi. Hal ini berarti meskipun seorang warga negara Islam
melahirkan anaknya di luar wilayah kekuasaan Islam, status kewarganegaraan anak tetap mengikuti mereka, yakni warga negara Islam Namun bila terjadi
perubahan kewarganegaraan dari Islam menjadi harbi, maka status kewarganegaraannya tetap tidak berubah. Anak-anak yang belum dewasa
tetap dianggap seorang muslim bila ibu dan ayahnya murtad, demikian pula bila salah seorang orang tuanya yang murtad.
39
2. Asas ius soli, yaitu asas yang menentukan status kewarganegaraan anak
berdasarkan tempat dia dilahirkan. Dalam Islam mengangkat anak, apalagi anak yatim baik karena orang tuanya meninggal atau tidak diketahui, yang
tujuannya adalah untuk diasuh dan dididik tanpa menasabkan pada dirinya, maka cara tersebut sangat dipuji oleh Allah S.W.T. Hal ini sebagaimana
dikatakan sendiri oleh Rasulullah S.A.W. dalam hadits riwayat Bukhari, Abu Daud dan Turmudzi: yang artinya “Saya akan bersama orang yang
menanggung anak yatim, seperti ini, sambil beliau menunjuk jari telunjuk dari jari tengah dan ia renggangkan antara keduanya”. Laqith atau anak yang
39
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar Golongan: Interaksi Fiqh Islam dengan Syariat Agama Lain
, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, Edisi ke-2, h. 45.
dipungut di jalanan, sama dengan anak yatim, namun Yusuf Qardhawi menyatakan, bahwa anak seperti ini lebih patut dinamakan Ibnu Sabil, yang
dalam Islam dianjurkan untuk memeliharanya. Dalam kitab Ahkam al-Awlad fil Islam disebutkan bahwa Syari’at Islam memuliakan anak pungut dan
menghitungnya sebagai anak muslim, kecuali di negara non-muslim. Memang sebenarnya konsep kewarganegaraan dalam Islam penulis tidak
menemukan penjelasannya secara eksplisit mengenai asas yang berdasarkan kelahiran beserta cakupannya. Namun secara tersirat asas tersebut terkandung di
dalam konsep kewarganegaraan Islam sebagaimana telah disebutkan di atas.
G. Tinjauan hukum Islam Terhadap Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Sisi