ALAT ANALISIS ULASAN HUKUM

2. Bagaimana tindakan hukum yang dapat dilakukan karyawan PT. Hadena Indonesia atas peristiwa praktek skema piramida oleh pelaku usaha PT. Hadena Indonesia..?

BAB III ALAT ANALISIS

Dalam memecahkan permasalahan yang tercantum dalam identifikasi fakta hukum, penulis mempergunakan alat analisis berupa interprestasi atau penafsiran. Penafsiran atau interprestasi adalah “ menjalankan suatu ketentuan undang -undang yang telah dijelaskan atau menjalankan kaedah undang-undang yang dinyatakan tidak jelas. Menafsirkan tidak lain dari mencari kehendak pembuat undang-undang yang dinyatakan tidak jelas.” 2 Penafsiran yang dipergunakan sebagai alat analisis adalah penafsiran tata bahasa atau penafsiran gramatikal. Penafsiran gramatikal atau tata bahasa adalah ”penafsiran menurut bunyi ketentuan undang-undang yang berpedoman pada perkataan-perkataan dalam hubungannya satu sama lain dengan kalimat yang dipergunakan atau yang dipakai dalam undang-undang, atau dapat pula dikatakan bahwa Penafsiran gramatikal adalah menafsirkan kata-kata dalam Undang- Undang sesuai dengan kaedah hukum tata bahasanya. 3 Menurut Pitlo, selama kita menafsirkan, kita bertitik tolak pada teks Undang-Undang. Kita dapat menafsirkan secara gramatikal atau sistematis, historis atau teologis, tetapi dalam hal-hal tersebut kita menghadapi teks Undang- Undang. 4 2 Buchari Said. Ringkasan Hukum Pidana. FH. Unpas Tahun 2002, hlm 2. 3 Sofyan Sastrawidjaja, Hukum Pidana Azas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Pemidanaan Pidana, Armico, 1995, hlm. 68. 4 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Toko Agung Tbk, Jakarta, 2002, hlm. 157.

BAB IV ULASAN HUKUM

A. Penegakkan Peraturan Hukum Yang Dapat Menjerat Pelaku Usaha PT. Hadena Indonesia Yang Telah Melakukan Praktek Skema Piramida Dalam Menjalankan Usahanya Ciri khas utama dari Skema Piramida adalah tidak mengutamakan penjualan produk untuk meraih income, namun lebih mengutamakan perekrutan anggota baru dimana anggota lama disubsidi oleh anggota baru hingga akhirnya sampai ke level paling bawah dimana anggotanya akan mengalami kesulitan dan akhirnya sistem ini menjadi collapseberhenti. Pyramid Scheme adalah system bisnis yang tidak “fair” yang menjanjikan “income” yang melimpah bagi para anggotanya hanya dengan mencari anggota baru tanpa menjual sebuah produk nyata kepada publik, dan kalaupun ada produk yang dijual itu hanya merupakan kedokkamuflase untuk menyamarkan skema piramida tersebut. Aturan hukum bisnis Multi Level Marketeing MLM diatur dalam Keputusan menteri perindustrian dan Perdaganangan Nomor 73MPP Kep32000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang. Definisi dari penjualan berjenjang adalah suatu cara atau metode penjualan secara berjenjang kepada konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh perorangan atau badan usaha yang memperkenalkan barang danatau jasa tertentu kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut yang bekerja berdasarkan komisi atau iuran keanggotaan yang wajar. Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Perdagangan telah mewajibkan kepada perusahaan yang memakai sistem Multi Level Marketing untuk mengurus Izin Usaha Penjualan Berjenjang IUPB yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan. Jadi tidak cukup dengan Surat Ijin Usaha Perdagangan SIUP, IUPB ini diatur dalam Keputusan Mnperindag Nomor 73MPPKep32000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang. Namun demikian usaha MLM harus melihat pada ketentuan dari Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang pada intinya menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barangjasa tersebut. Kemudian dalam Pasal 62 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa : Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat 2 dan Pasal 18 dipidana denga pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 dua milyar rupiah. Beberapa fakta terdapat metode lain yang dapat merugikan masyarakat atau konsumen, yaitu kegiatan usaha MLM yang sering disebut dengan permainan uang atau money game yang memiliki skema-skema piramida yang mengerucut ke atas, ke samping dan ke bawah. Kegiatan ini dapat digolongkan kedalam perbuatan yang melawan hukum. 5 Sebagai informasi berdasarkan hasil investigasi Federal Bureau Of Investigation FBI di Amerika bisnis money game dinyatakan sebagai bisnis yang ilegal. Peraturan lain yang mengatur mengenai larang praktek skema piramida oleh pelaku usaha terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang menyatakan bahwa : Pelaku usaha distribusi dilarang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang. Dalam penjelasan Pasal 9 tersebutt, yang dimaksud dengan “skema piramida” adalah istilahnama kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan penjualan Barang. Kegiatan usaha itu memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitra usaha tersebut. Skema piramida memanfaatkan peluang keikutsertaan mitrausaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitrausaha itu. Kemudian dalam Pasal 105 Undang-Undang Perdagangan tersebut memberikan ancaman sanksi pidana bagi pelaku usaha yang menerapkan sistem skema piramida dalam distribusi dengan pidana 10 sepuluh tahun penjara danatau pidana denda sepuluh miliar rupiah. Rumusan Pasal 9 UU Perdagangan mempersempit jenis skema piramida yang dapat dipidana. Jenis skema piramida yang dapat dipidana terbatas pada skema yang 5 http:www.gresnews.comberitatips23122511-hukum-bisnis-mlm-dan-money-game0 yang diakses pada tanggal 25 April 2016, Pukul 23.09 WIB digunakan pada distribusi barang. Artinya, harus ada unsur barang yang didistribusikan dalam skema itu walaupun keuntungan yang diraih bukan dari distribusi barang. 6 Berdasarkan peraturan-peraturan yang telah dipaparkan di atas, terkait dengan penerapan atau praktek skema yang dilakukan oleh pelaku usaha PT. Hadena Indonesia, barang atau produk dari perusahaan tersebut yang berupa teh rosella hanyalah kedok atau kamuflase unuk menutupi skema piramida dalam menjalankan usahanya, dan barang atau produk PT. Hadena Indonesia bukan merupakan keuntungan yang diraih dari pendistribusian produk tersebut melainkan keuntangannya didapat dari hasil pendaftaran para anggota atau member-membernya. Dengan kata lain keuntungan yang didapat dari perusahaan tersebut adalah dengan memanfaatkan peluang keikutsertaan mitrausaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitrausaha itu. Maka penulis berpendapat, jeratan hukum yang dapat dikenakan kepada PT. Hadena Indonesia adalah sebagaiman diatur dalam Pasal 9 juncto Pasal 105 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman sanksi pidana bagi pelaku usaha yang menerapkan sistem skema piramida dalam distribusi dengan pidana 10 sepuluh tahun penjara danatau pidana denda sepuluh miliar rupiah. 6 http:m3online88.blogspot.co.id201409skema-bisnis-piramida-bisa-dijerat- hukum.html yang diakses pada tanggal 26 April 2016, Pukul 00.38 WIB. B. Tindakan Hukum Yang Dapat Dilakukan Karyawan PT. Hadena Indonesia Atas Peristiwa Praktek Skema Piramida Oleh Pelaku Usaha PT. Hadena Indonesia Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh karyawan PT. Hadena Indonesia adalah dengan mengadukan kasus tersebut kepada Satgas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana dan Pengelolaan Investasi. Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam-LK pada 20 Juni 2007 dan diperpanjang pada 19 Maret 2012. Anggotanya terbagi menjadi tiga yaitu bertindak sebagai regulator yang terdiri dari Bapepam- LK, Bank Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, Otoritas Jasa Keuangan OJK, Kementrian Perdagangan Kemendag dan Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM. Selanjutnya yang bertindak sebagai Penegak hukum adalah kepolisian dan kejaksaan. Terakhir menjadi supporting adalah Kementrian komunikasi dan informasi Kemenkominfo. Dengan anggota seperti ini, penanganan kasus yang beragam bisa langsung ditangani oleh instansi yang berwenang. Misalnya, jika usaha berbentuk online trading, yang berwenang adalah Kementerian Kominfo. Bila berbentuk koperasi, yang berwenang Kementerian Koperasi dan UKM. Tim Satgas terdiri dari para pejabat institusi-institusi di atas dengan jumlah anggota keseluruhan sebanyak 41 orang. Dan sebelumnya, Satgas melaporkan tentang pelaksanaan tugasnya kepada Ketua Bapepam-LK. Bila kasusnya murni pidana, kepolisian dan kejaksaan langsung menangani. Disamping itu, Otoritas Jasa Keuangan OJK memiliki fungsi dan tugas sebagai regulator dan pengawas lembaga jasa keuangan dan yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan perlindungan konsumen. Otoritas Jasa Keuangan OJK berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa: Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini. Khusus untuk perlindungan konsumen, OJK memiliki tiga peranan penting yakni, pencegahan kerugian, pelayanan pengaduan konsumen, dan pembelaan hukum. Dalam melakukan pencegahan, OJK dituntut berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang produk jasa keuangan. Selain itu, OJK juga dapat dimintakan untuk menghentikan kegiatan usaha PT. Hadena Indonesia apabila berpotensi merugikan masyarakat, atau melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk melindungi masyarakat dan konsumen. Sementara dalam memberikan pelayanan pengaduan konsumen, OJK melalui tiga puluh lia kantor cabang yang tersebar di Indonesia menyiapkan perangkat dan mekanisme pelayanan pengaduan konsumen yang menjadi korban pelaku lembaga jasa keuangan. BAB V KESIMPULAN