Peranan Etephon Terhadap Pertumbuhan Generatif Tanaman Nenas

PERANAN ETHEPHON TERHADAP PERTUMBUHAN GENERATIF TANAMAN NENAS
HARYATI
Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman nenas (Ananas comusus L.Merr) tersebar dan tumbuh baik di
Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan dengan daerah yang beriklim tropik (Sinaga, 1985).
Buah nenas dapat dimakan sebagai buah segar, dimakan sesudah makan dan ada yang membuatnya sebagai minuman segar. Disamping itu juga dapat dilakukan pengawetan dengan jalan pengalengan atau disimpan pada temperatur rendah, dijadikan selai roti, anggur dan lain-lain. Bahkan dibeberapa daerah dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi (Pracaya, 1982).
Tanaman nenas mulai berbunga lebat pada awal musim hujan dan biasanya keluarnya bunganya tidak bersamaan. Hal ini akan menjadi permasalahan pada perkebunan nenas yang harus menyediakan buah nenas secara teratur untuk pabrik pengalengan nenas.
Guna memenuhi kapasitas pabrik pengalengan nenas, petani dianjurkan menggunakan zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang pembungaan, sehingga tanaman nenas dapat berbuah serempak sesuai dengan keinginan.
Salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak dijual di pasaran adalah Ethephon, dimana penggunaan praktisnya banyak dihubungkan dengan pertumbuhan vegetatif, generatif dan sebagainya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mencoba membahas peranan Ethephon terhadap pertumbuhan generatif tanaman nenas.
II. ZAT PENGATUR TUMBUH ETHEPHON
Ethephon adalah nama umum yang diakui oleh The American Standars Institut untuk 2-chloroethyl phosphonic acid. Dalam beberapa literatur Ethephon juga disebut sebagai : Ethrel, Florel, CEP, CEPA, 2-CEPA, Amchem 66-329 dan lainlain (Bondad, 1976).
Menurut Weaver (1972) pengaruh Ethephon terhadap tanaman tidak jauh berbeda dengan pengaruh Ethylen terhadap tanaman, sebab pengaruhnya sering sama, seperti : pengaruh Ethylen terhadap pembungaan, pemasakan buah dan pengguguran daun serta buah.
Ethephon kan mengalami dekomposisi pada pH 4,1 atau lebih tinggi dan akan melepaskan Ethylen pada jaringan tanaman. Sedangkan dalam larutan encer di bawah pH 4 Ethephon akan tetap stabil (Dewilde, 1970). Selanjutnya dijelaskan bahwa pH sitoplasma sel tanaman pada umumnya lebih besar daripada 4. Maka jika Ethephon masuk kedalam jaringan tanaman, akan menurunkan derajat kemasamannya dan terjadi dekomposisi yang akan melepaskan Ethylen pada jaringan tanaman.

©2003 digitized by USU digital library

1


Maynard dan Swan pada tahun 1963 dalam Bondad (1976) melaporkan

mekanisme reaksi 2-chloroethyl phosphonic acid dalam hubungannya dengan

kemampuannya melepaskan Ethylen pada jaringan tanaman adalah sebagai berikut:

O Cl – CH2 – CH2 – P – OH-
O

O CH2 = CH2 + P – (OH)2 + Cl-
O

III. PERANAN ETHEPHON TERHADAP PEMBUNGAAN TANAMAN NENAS
Merangsang pembungaan pada pertanaman nenas adalah suatu bagian yang penting dari teknik produksi, terutama selama musim fotoperiode panjang dengan perpanjangan pertumbuhan vegetatif secara abnormal (Dewilde, 1970).
Rismunandar (1983) menjelaskan bahwa tanaman nenas mulai berbunga lebat pada awal musim hujan dan biasanya keluarnya bunga tidak bersamaan. Keadaan yang demikian tentu saja menjadi kendala bagi pabrik pengalengan nenas. Agar tanaman nenas dapat berbunga sekaligus, biasanya digunakan karbid atau Ethrel.
Menurut Kushartoyo (1980) Ethephon cepat memberikan respon dalam merangsang pembungaan pada tanaman nenas. Keberhasilan dari penggunaan Ethephon pada pembungaan dipengaruhi oleh konsentrasi, cara penggunaan, varietas dan macam bibit yang ditanam.
Hasil penelitian Bondad (1976) terhadap tanaman nenas yang berumur 14 bulan, yang disiram dengan 50 ml Ethephon dengan konsentrasi 1000 ppm pada batang pokoknya (jantungnya), akan menyebabkan 85% dari tanaman tersebut berbunga 80 hari setelah dilakukan penyiraman. Sementara tanaman yang tidak disiram masih dalam keadaan vegetatif.
Sedangkan hasil penelitian Cooke dan Kandall pada tahun 1968 dalam Bondad (1976) menemukan bahwa tanaman nenas yang disemprot dengan larutan Ethephon konsentrasi 1, 2 dan 4 lb/hektar dapat menyebabkan tanaman 100% berbunga, sementara tanaman kontrol masih tetap dalam keadaan vegetatif.
Selanjutnya hasil penelitian Randhawa dan kawan-kawan pada tahun 1970 dalam Bondad (1976) menunjukkan bahwa penyiraman tanaman nenas Kew dengan 50 ml Ethephon konsentrasi 125 – 2000 ppm pada ujung batang pokok, akan menghasilkan 97 – 98% dari tanaman berbunga dalam waktu 50 hari setelah perlakuan. Sedangkan tanaman kontrol hanya mampu berbunga 17%.
Dari ketiga hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa zat pengatur tumbuh Ethephon memang sangat besar peranannya terhadap pembungaan tanaman nenas. Dengan demikian kendala yang dihadapi pabrik pengalengan nenas yakni tidak serempaknya pembungaan tanaman nenas sudah bisa teratasi dengan pemberian zat pengatur tumbuh Ethephon.

Jumlah penggunaan dari Ethephon dapat dikurangi dan masih tetap efektif dalam pembungaan bila ditambah dengan Urea 40 lb/hektar atau 2 gram CaCO3/gallon pada larutan Ethephon (Anonim, 1972).
Zat pengatur tumbuh sebaiknya diberikan bila tanaman nenas sudah berdaun 20 – 30 helai (Rismunandar, 1983). Selanjutnya dikatakan bahwa zat pengatur tumbuh memang dapat mempercepat/merangsang pembungaan, tetapi bila digunakan 2 – 3 kali takarannya, maka tumbuhnya bunga akan tertahan. Tanaman nenas akan mulai berbunga 2 – 4 minggu setelah Ethrel diaplikasikan.

©2003 digitized by USU digital library

2

IV. PERANAN ETHEPHON TERHADAP KEMASAKAN BUAH TANAMAN NENAS
Kemasakan atau pematangan (ripening) adalah suatu proses fisiologis, yaitu terjadinya perubahan dari kondisi yang tidak menguntungkan ke kondisi yang menguntungkan, ditandai dengan perubahan tekstur, warna, rasa dan aroma (Dilley, 1969 dalam Abidin, 1985).
Pada pertanaman nenas untuk dapat memanen buah-buahan dengan kondisi pemeliharaan yang optimal, pada keadaan lapangan dan kondisi pemeliharaan yang normal, paling sedikit diperlukan dua kali pemanenan dan pada umumnya tiga kali pemanenan. Penyemprotan Ethephon dengan konsentrasi 0,5 lb/hektar kira-kira 1 – 2 minggu sebelum saat panen normal, dapat meningkatkan kemasakan yang seragam pada masing-masing buah tanaman nenas (Dewilde, 1970).
Menurut Kusumo (1984) percepatan kemasakan ini terjadi karena zat pengatur tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula.
Penyemprotan Ethephon sebelum masa panen menunjukkan terpusatnya pemasakan buah tanaman nenas. Hasil yang paling baik didapatkan bila dosis Ethephon ditambah dan penyemprotan dilakukan dekat saat panen (Audonary, 1970 dalam Bondad, 1976).
Pembungaan tanaman nenas yang dipacu dengan perlakuan calsium karbid, kemudian disemprot dengan larutan Ethephon 19 minggu setelah induksi bunga, dihasilkan 96% buah-buah masak dalam waktu 2 minggu setelah perlakuan. Jadi hanya memerlukan satu kali panen yang besar (Bondad, 1976).
Menurut Cooke dan Randall tahun 1968 dalam Kushartoyo (1980) penggunaan Ethephon pengaruhnya tidak berbeda nyata dalam hal kandungan gula, keasaman, berat, diameter dan bentuk buah dibandingkan dengan buah yang masak tanpa menggunakan Ethephon.
Bondad (1976) juga menambahkan bahwa penggunaan Ethephon pada tanaman nenas tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas buah.

V. PENUTUP
Kesimpulan
Ethephon merupakan suatu zat yang dapat larut didalam air dan pada pH ≥ 4,1 mengalami dekomposisi dan melepaskan Ethylen. Sedangkan dalam larutan encer di bawah pH 4 Ethephon akan tetap stabil.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian ternyata pemberian atau pemakaian Ethephon memang dapat merangsang pembungaan tanaman nenas, sehingga tanaman nenas dapat berbuah lebih cepat dari biasanya (tidak diberi Ethephon).

Disamping itu Ethephon juga dapat meningkatkan kemasakan yang seragam pada buah tanaman nenas, sehingga hanya memerlukan satu kali panen besar. Dengan demikian kendala yang dihadapi pabrik pengalengan nenas selama ini dapat teratasi dengan pemberian Ethephon pada tanaman nenas.
Saran
Keberhasilan dari penggunaan atau pemakaian Ethephon sangat dipengaruhi oleh konsentrasi, cara penggunaan, varietas dan macam bibit yang ditanam. Oleh karena itu perlu bimbingan dan penyuluhan bagi petani tanaman nenas dalam menggunakan Ethephon ini.

©2003 digitized by USU digital library

3

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1985. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Angkasa Bandung. Anonim. 1972. Ethrel. Special Report. Fall Development Meeting- Ambler.
Pennsylvania, USA. Bondad, N.D. 1976. Respon of Some Tropical and Subtropical Fruit to Pre and Post
Harvest Applications of Ethephon. Economic Botany 30: 67 – 80
Dewilde. 1970. Practical Application of Ethrel in Agricultural Production. Information Sheet. Amchem Product, Inc. Ambler.
Kushartoyo, D. 1980. Penggunaan Ethephon Secara Praktis Pada Beberapa Tanaman Pertanian. Departemen Agronomi Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Yasaguna. Jakarta.
Pracaya. 1982. Beratanam Nenas.Penebar Swadaya. Jakarta.
Rismunandar. 1983. Membudayakan Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru. Bandung,
Sinaga, A. 1985. Pengaruh Pembuangan Anakan Terhadap Ukuran Buah Nenas. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Weaver, R.J. 1972. Plant Growth Substance in Agriculture. W.H.Freeman and Company. San Fransisco.


©2003 digitized by USU digital library

4