34
B. Jaminan Keamanan Dalam Perspektif Al- Qur’an Dan Sunah
Konsep dasar asuransi adalah untuk memberikan ketenangan pada seseorang dari bahaya yang mungkin terjadi dan menyebabkan kerugian materiil maupun
immaterial. Dengan kata lain, asuransi bertujuan untuk meminimalisir ketakutan akan kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dan dapat membawa dampak
yang tidak disukai. Target asuransi dengan demikian adalah menghilangkan atau meminimalisir ketakutan dan kekhawatiran. Hal ini menurut
syara’ sah-sah saja, atau diterima Maqbul.
Dari sisi lain, seorang mukmin dituntut untuk selalu takut kepada Allah Swt. Dan sudah menjadi tabiatnya pula untuk takut terhadap siksa, baik di dunia maupun
di akhirat. Juga khawatir terhadap keluarga dan anak-anaknya jika ia meninggal dunia, khawatir akan kekurangan harta dan buah-buahan, serta takut dari
kezhaliman.
25
Tampak jelas bahwa jiwa manusia memang selalu diliputi beragam ketakutan dan kekhawatiran, dan karenanya ia membutuhkan solusi untuk meringankan atau
bahkan menghilangkan perasaan tersebut. Dalam hal ini, islam telah meletakkan sebuah pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut yang diaktualisasikan dalam
bentuk ketakwaan kepada Allah, penerapan sistem zakat mal zakat kekayaan, sistem solidaritas sosial, dan perilaku yang baik dan terpuji, sekaligus dorongan untuk
25
Husaian Husaian Syahatah, Asuransi Dalam Perspektif Syariah, Jakarta: Amzah 2006 cet. 1, h.49
35
menabung demi kemaslahatan generasi mendatang, juga gotong-royong, saling membantu, solider, dan menjalin persaudaraan diantara kaum muslimin sebagai
saudara seiman. Oleh karena itu, bahwa asuransi dari ketakutan dan marabahaya pada dasarnya
adalah gagasan yang acceptable menurut islam. Dan kalangan ahli fikih pun telah mendeduksi sejumlah asas dan prosedur asuransi berbasis syariah.
C. Sistem Operasional Asuransi Syariah
1. Konsep Operasional
a. Konsep Takafuli Tolong-Menolong
Dalam konsep asuransi kerugian, sebenarnya lebih mempresentasikan Firman Allah SWT yang menjadi dasar konsep asuransi syariah. Yaitu konsep
tolong-menolong atau saling melindungi dalam kebenaran. Bentuk tolong- menolong ini diwujudkan dalam kontribusi dana kebajikan dana
tabarru’ sebesar yang ditetapkan. Apabila ada salah satu dari peserta asuransi syariah
mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung risiko, dimana klaimnya dibayarkan dari akumulasi dana
tabarru’ yang terkumpul.
b. Perjanjian Akad
Akad yang mendasari kontrak asuransi syariah kerugian adalah akad ta
barru’, dimana pihak pemberi dengan ikhlas memberikan sesuatu
36
kontribusipremi tanpa ada keinginan untuk menerima apa pun dari orang yang menerima, kecuali hanya mengharapkan keridhaan Allah. Hal ini tentu
akan sangat berbeda dengan akad dalam asuransi konvensional. Dalam asuransi konvensional, akad yang digunakan adalah akad
mu’awadhahi. Yaitu, suatu perjanjian dimana pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak lain,
berhak menerima pengganti dari pihak yang diberinya.
26
2. Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Industri asuransi syariah, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan
kegiatan perasuransian syariah dimana pun berada. Asuransi syariah merupakan lembaga deriviatif dari ekonomi Islam. Semua
produk-produk dalam ekonomi Islam dipastikan memiliki sifat-sifat yang sama seperti yang terdapat pada semua produk ekonomi Islam. Dalam hal ini, prinsip
dasar asuransi syariah mengacu pada prinsip yang sudah ada dalam ekonomi Islam. Prinsip-prinsip ini wajib ada dan harus dipenuhi. Prinsip-prinsip tersebut
antara lain: a.
Tauhid Prinsip tauhid unity adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang
ada dalam syariah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus
26
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, Ibid., h. 227
37
didasarkan pada niai-nilai tauhidy. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai
ketuhanan. Paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak
langkah kita dan selalu berada bersama kita. b.
Keadilan Prinsip kedua adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak
yang terikat oleh akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menetapkan hak dan kewajiban antara peserta asuransi dan perusahaan
asuransi.
27
Peserta harus memposisikan pada kondisi yang mewajibkan untuk selalu membayar premi kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk
mendapatkan dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian. Sedangkan, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai lembaga pengelola dana mempunyai
kewajiban membayar klaim kepada peserta. Disisi lain, keuntungan profit yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari
hasil investasi dana nasabah harus dilakukan bagi hasil antara peserta dan peusahaan asuransi sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal.
27
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.125
38
c. Tolong Menolong Ta’awun
Prinsip yang paling utama dalam konsep asuransi syariah adalah prinsip tolong-menolong baik untuk life insurance maupun general insurance. Ini adalah
bentuk solusi bagi mekanisme operasional untuk asuransi syariah. Tolong- menolong atau dalam bahasa Al-
Qur’an disebut ta’awun adalah inti dari semua prinsip dalam asuransi syariah. Ia adalah pondasi dasar dalam menegakkan konsep
asuransi syariah. Praktik tolong-menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk
bisnis asuransi. Tanpa adanya unsur ini, atau hanya semata-mata untuk mengejar keuntungan bisnis profit oriented, berarti perusahaan asuransi itu sudah
kehilangan karakter utamanya.
28
d. Kerjasama coorperation
Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam litelatur ekonomi Islam. Manusia sebagai mahluk sosial tidak akan dapat hidup
sendiri tanpa adanya bantuan orang lain. Kerjasama dalam bisnis asuransi dapat terwujud dalam bentuk akad yang menjadi acuan kedua belah pihak yang terlibat,
yaitu antara nasabah dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai adalah mudharabah dan musyarakah.
28
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.128
39
e. Amanah
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas pertanggungjawaban perusahaan melalui penyajian laporan
keuangan tiap periode. Dalam hal ini, perusahaan asuransi harus member kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan
perusahaan. Prinsip amanah juga berlaku pada diri nasabah asuransi. Seseorang nasabah
asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan obyek yang dipertanggungkan, pembayaran dana premi dan tidak memanipulasi
kerugian peril yang menimpa dirinya.
29
f. Kerelaan
Prinsip kerelaan al-ridha dalam ekonomi Islam berdasar pada firman Allah SWT dalam QS. An-
Nisa’4:29
… …
Artinya : “… Kerelaan diantara kamu sekalian…”QS. An-Nisa’4:29 Ayat ini menjelaskan tentang keharusan untuk bersikap rela dan ridha dalam
setiap melakukan akad transaksi dan tidak ada paksaan antara pihak-pihak yang terikat oleh perjanjian akad.
29
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.129
40
Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap peserta asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana premi yang
disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial tabarru’
yang diperuntukkan membantu peserta lain yang mengalami kerugian.
30
g. Larangan Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah tambahan. Dalam pengetian lain, secara linguistik riba berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan untuk istilah
teknis berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau
bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam. Dalam mengeliminir riba, asuransi Islam menerapkan sistem bagi hasil
mudharabah dalam menginvestasikan dana peserta pada jalan yang halal, dimana peserta berkedudukan sebagai pemilik modal shahibul mal dan
perusahaan asuransi berfungsi sebagai pemegang amanah mudharib. Kemudian, keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana peserta dilakukan bagi hasil
sesuai dengan ketentuan nisbah yang telah disepakati di awal akad.
30
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.132
41
h. Larangan Maisir judi
Allah SWT telah memberi penegasan tentang keharaman melakukan aktivitas ekonomi yang mempunyai unsur maisir. Firman Allah dalam QS. Al-
Maidah 5:90
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya meminum khamar,
berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan ”.
Menurut Syafi’I Antonio seperti dikutip oleh AM Hasan Ali, bahwa unsur maisir artinya adanya salah satu pihak yang untung, namun di lain pihak
justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period,
biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja.
31
i. Larangan Gharar ketidakpastian
Gharar dalam pengertian bahasa adalah al- khilda’ penipuan, yaitu
suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. M.Anwar
31
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.134
42
Ibrahim seperti yang diikuti oleh AM. Hasan Ali mengatakan bahwa fiqh hampir dikatakan sepakat mengenai definisi gharar, yaitu untung-untungan yang sama
kuat antara ada dan tidak ada, ada sesuatu yang mungkin terwujud dan tidak mungkin terwujud.
Kerancauan gharar dalam asuransi jiwa dikarenakan akad yang digunakan adalah akad tabaduli atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi
dengan uang pertanggungan. Dimana peserta mengetahui berapa yang akan dibayarkan jumlah seluruh premi. Secara syariah dalam akad pertukaran
tersebut harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima.
32
j. Asas Investasi dan Menabung Untuk Cadangan Bencana
Asas ini memotivasi seorang muslim untuk berlaku hemat dan membelanjakan
uang serta
menabung surplus
pendapatan dan
menginvestasikannya agar dapat dimanfaatkan sewaktu terjadi musibah dan krisis. Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt sewaktu mendeskripsikan hamba-hamba
Allah yang bertakwa dengan label bijak dalam membelanjakan uang. Firman Allah dalam QS. Al-Furqan 25:67
32
Ibid., h.136
43
Artinya : “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah pembelajaran itu
di tengah- tengah antara yang demikian.” QS. Al-Furqan 25:67
Al- qur’an sendiri sarat dengan ayat-ayat suci yang menekankan peran
kerja keras mencari rezeki dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok dan menjamin kebutuhan anak-anak di masa depan sepeninggalnya, serta demi
memberikan rasa aman dan tenteram bagi keluarga.
33
D. Sistem Asuransi Kolektif Islam