Faktor–Faktor yang Menjadi Pertimbangan BRISyariah dalam

mampu, bank dapat menolak permohonan dari calon debitur. Capacity sering juga disebut dengan nama capability. Ini merupakan factor kedua setelah character, bank syariah tidak serta merta memberikan pembiyaan setelah dinilai calon debiturnya mempunyai latar belakang yang baik. kemudian nasabah mengajukan pembiayaan diatas kemampuannya. Bank syariah dapat menolak permintaan nasabah tersebut. Biasanya bank memberikan pembiayaan dengan nilai yang lebih kecil dari plafon yang diajukan nasabah. Ini semua dilakukan agar terhindar dari kredit macet atau wanprestasi. 3. Capital Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelola oleh debitur. Bank harus meneliti modal calon debitur selain besarnya juga strukturnya. Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dapat dilihat dari laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan solvabilitasnya, rentabilitas dan ukuran lainnya. Sedangkan untuk calon perorangan yang statusnya pegawai maka bank syariah mempunyai kreteria khusus dalam menilai calon debitur tersebut yaitu: dia harus pegawai tetap bukan kontrak, laporan rekening Koran 3 bulan terakhir, slip gaji 3 bulan terakhir. 4 4 Wawancara Pribadi dengan Reni. Serpong, 18 Juni 2014. Penilaian capital dilakukan agar pemberian kredit tepat sasaran sehingga dapat dekelola atau dimanfaatkan oleh nasabah dengan seefektif mungkin. Dan nasabah tidak melakukan pemborosan yang dimana pemborosan atau berlebihan dilarang dalam ajaran islam. 4. Condition Pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Penilaian kondisi dan bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehigga kemungkinan kredit tersebut bermasalah kecil. Kondisi ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang menjadi pertimbangan bank syariah dalam pemberian pembiayaan. Dimana bank syariah akan melihat berapa laju inflasi, BI rate, pertumbuhan ekonomi, suasana politik, cuaca. Karena hal-hal tersebut dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung pada nasabah pembiayaan dalam menjalankan usaha. Sehingga menimalisir resiko sedini mungkin dilakukan oleh bank syariah suapaya terhindar dari resiko kredit macet. 5. Collateral Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik bersifat fisik maupun nonfisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi sesuatu, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. Jaminan inilah yang akan melunasi apabila nasabah mengalami kebangkrutan dalam usaha. Sehingga nasabah tidak terlilit hutang oleh pihak bank syariah. Adapun agunan atau jaminan yang dipersyaratkan dan dapat diterima oleh BRISyariah memiliki kreteria: 1. Agunan harus marketable mudah dijual kembali 2. Dinilai oleh pihak BRISyariah, nilainya mencukupi min 125 dari plafond yang diajukan 3. Letak maupun kondisinya sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh BRISyariah 4. Atas nama nasabah atau pasangan kawin yang dapat dibuktikan oleh undang-undang perkawinan 5. Memiliki bukti kepemilikan yang sah secara hukum SHGSHGB 6. Dapat diikat secara sempurna sesuai ketentuan hukum perundang- undangan yang berlaku. Kelima factor tersebut merupakan hal-hal yang penting sebelum bank syariah memberikan pembiayaan. Karena dalam ajaran islam, islam sangat menjunjung tinggi keadialan dan tidak saling aniaya dan merugikan seksama. Seperti yang dikatakan dalam surat al-baqarah ayat 279. Dari surat al-baqarah ayat 29 sudah jelas dikatakan janganlah kamu menganiaya dan tidak pula dianiaya, sehingga BRISyariah, bank yang bebasis syariah tidak mau dirugikan begitu juga tidak mau merugikan nasabahnya. Sehingga dia sangat teliti dan selektif dalam penyaluran pembiayaan. Dalam pandanga Dewan Pengawas Syariah BRISyariah bapak M. Gunawan Yasni, 5C diatas harus ditambah, bank akan melihat terkait dengan akadnya. Apa yang akan dibiayai? Apakah itu bentuknya usaha? Atau bentuknya barang. Kalau usaha itu menjadi sesuatu yang produktif, sedangkan barang kecenderungannya menjadi sesuatu yang konsumtif. Kalo usaha bisa nanti akadnya dipilih misalnya tetap murabahah, kalau konsumtif kecenderungannya menggunakan akad murabahah atau ijarah. Jadi pemilihan akad itu menentukan bukan hanya melihat 5 C nya saja. 5 Adapun yang terjadi pada bank syariah pada akhirnya akan melihat terutama dari 5C tersebut yaitu dari collateral dan karakter. Kenapa? karena ini terkait barang atau usaha nasabah, kalau untuk sesuatu yang produktif maka collateral untuk sesuatu yang produktif itu apa? Dan bagaimana nasabah tersebut melakukan usahanya itu menentukan karakter nasabah. Dua indikator ini yang dilihat oleh bank syariah. Dan kalau bukan sesuatu yang produktif tetapi sesuatu yang konsumtif, seperti pembelian sepeda motor atau mobil, maka koleteralnya adalah barangnya. Dan karakternya dapat dilihat orangnya tepat waktu atau tidak dalam membayar, kalau dilihat lebih lanjut ini akan mengarah kepada capitalnya 5 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, Jakarta, 14 Juli 2014. nasabah tersebut, benar tidak dia mempunyai pendapatan, apakah itu sumber gaji ataupun penghasilan lainnya 6 . C. Pemberlakuan Ta’zir Pada Nasabah Wanprestasi 1. Ketentuan Ta’zir pada BRISyariah Ta’zir ialah denda yang dikenakan bank syariah kepada nasabah yang sengaja menunda pembayaran padahal ia mampu, denda ini diberikan untuk mendisiplinkan nasabah yang nakal dan memberikan efek jera. Sehingga nasabah memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya. ta’zir itu adalah sanksi atau denda. Ini hanya sekedar ditetapkan kepada nasabah yang telat bayar atau menunggaknya belum masuk kepada colektibility atau tingkat kolekbilitasnya sebelum macet. Misalnya koll 1, koll 2, dan koll 3 bisa dikenakan ta’zir. Ta’zir sendiri itu hanya sanksi atau denda yang bukan merup akan pendapatan bank, ta’zir atau denda ini semacam sanksi atau denda sejumlah uang yang tujuannya adalah untuk mengenakan efek jera kepada nasabah agar ia membayar lebih tepat waktu, dan dari apa yang dibayar oleh nasabah tersebut, tidak dimasukan kedalam pendapatan bank tetapi harus masuk kedalam dana sosial yang dikelola oleh bank. 7 Pemberlakuan ta’zir dan besarnnya pun ditentukan diawal kontrak saat kontrak saat ditanda tangani. 8 Sehingga semua ketentuan dalam kontrak tertulis 6 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, Jakarta, 14 Juli 2014. 7 Ibid,. 8 Wawancara Pribadi dengan Reni. Serpong, 18 Juni 2014. secara transparan tanpa ada yang ditutupi atau disembunyikan. Pemberlakuan ta’zir kepada nasabah oleh BRISyariah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Karena BRISyariah selalu mengacu dan berpedoman pada peraturan yang ada; baik Surat Edaran peraturan Bank Indonesia, fatwa DSN- MUI No 17DSN-MUIIX2000. dalam fatwa diatas disebutkan bahwa ta’zir dikenakan kepada nasabah mampu tapi sengaja menunda-nunda pembayaran, maka dalam hal tersebut yang dilakukan oleh BRISyariah untuk mengetahui mana nasabah yang layak dikenakan ta’zir dan mana yang tidak. Hal tersebut dapat dilihat dari perjanjian diawal oleh BRISyariah, bahwa nasabah yang lalai itu adalah nasabah yang terlambat bayar, tetapi nasabah tidak dapat menunjukan bahwa nasabah tersebut dalam kondisi terdesak, misalnya di PHK dan mana bukti misalnya bahwa nasabah tersebut benar di PHK. Atau misalnya nasabah tersebut mengalami sebuah musibah, atau barangnya rusak dan lain sebagainya, dari awal sudah diupayakan oleh bank syariah untuk dicover oleh asuransi, jadi kalau nasabah gagal menyampaikan bukti-bukti bahwa dia memang dalam kondisi yang bisa disebut force majeur. Kalau itu bukan dalam kondisi force mejeur dan dia tidak bisa menunjukan bukti-buktinya maka itulah kelalaian. Dan setiap kelalaian itu bisa dikenakan ta’zir. Minimal nasabah menunjukan dulu bukti-bukti dan bank yang akan menilai kebenaran atau otentisitas benar atau tidak. karena bank syariah membiayai usaha nasabah kemudian terbakar misalnya, maka dilihat otentisitasnya benar tidak terbakar? Oleh karena itu akan dilakukan survai kelapangan. Dan benar ternyata terbukti usahanya terbakar, dan yang terbakar itu tidak tercover oleh asuransi, atau tercover asuransi tapi asuransi mempunyai batasan dalam mengcovernya. Itu merupakan suatu kondisi force majeur maka itu tidak dikenakan ta’zir. Maka BRISyariah akan memberi tangguh yang lebih leluasa lagi kepada nasabah yang bersangkutan. 9

2. Menentukan besaran Ta’zir

Ta’zir boleh dikenakan berapa saja, adapun yang diterapkan di BRISyariah dengan cara persentase, karena t a’zir itu bertujuan untuk efek jera, BRISyariah bisa saja bilang setengah persen dari angsuran yang belum dibayar. Tapi tidak bunga-berbunga. Dalam penerapan ta’zir boleh menyebut angkanya karena tujuan dari ta’zir memberikan efek jera. Berbeda dengan ta’widh, ta’widh tidak boleh menyebutkan angkanya paling hanya boleh mengindikasikan setinggi-tingginya berapa. 10 Adapun cara penetapan besaran ta’zir pada BRISyariah dengan cara persentase. dan setiap pembiayaan dengan skema akad apapun hampir sama semuanya. Adapun besaran persentasenya ada komite khusus yang menentukan biasanya kisaran 15 - 17 besar kecilnya persentase tergantung berapa lama nasabah mengajukan pembiayaan: 9 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, Jakarta, 14 Juli 2014. 10 Ibid,. 17 x angsuran = ………. 11 360 hari Dari formula penghitungan besaran ta’zir diatas, dapat dipastikan bahwa besar kecilnya jumlah denda yang dikenakan BRISyariah kepada nasabah tergantung dari berapa besar cicilan perbulan, makin besar cicilan perbulan, maka makin besar pula jumlah yang dikenakan kepada nasabah.

3. Pengalokasian dana Tazir

Adapun pengalokasian dana ta’zir sesuai dengan fatwa DSN-MUI nomor 17DSN- MUIIX2000 bahwa pendapatan dari dana ta’zir masuk kedalam dana social, BRISyariah menggunakan dana tersebut untuk acara social yaitu CSR corporate social responsibility. Dalam pengalokasian dana Ta’zir untuk dana social seperti CSR, adapun yang sudah dilakukan oleh BRISyariah misalnya, BRISyariah kerja sama dengan PMI, maka dibelikan bank darah yang mobile atau mobil kesehatan keliling, atau mendirikan MCK misalnya, vaksinasi anak-anak, khitanan masal. Bahkan bukan hanya sakedar itu yang dilakukan oleh BRISyariah, agar bentuknya lebih akuntable, BRISyariah mempunyai kerja sama yang cukup dekat dengan baznas karena ketua dewan pengawas syariah Bapak Didin hafinuddin juga ketua umum baznas, jadi supaya akuntabilitas jelas dana CSR sekalipun 11 Dari Kantor Cabang BSD BRISyariah. BRISyariah menjalin kerja sama dengan baznas. Dapat diambil contoh: misalnya baznas memepunyai program yaitu Indonesia cendikia, Indonesia sehat. jadi biasanya BRISyariah menanamkan sejumlah dana disana, misalnya karyawan BRISyariah zakatnya sudah dipotong disalurkan lewat baznas, baznas kemudian menyelenggarakan suatu acara sosial yang dananya dari zakat karyawan BRISyariah. Seperti untuk program Indonesia sehat, kemudian bisa ditambahkan dana CSR yang terkumpul dari da na ta’zir dan ditambahkan keprogram tersebut supaya program itu lebih besar dan lebih besar lagi. Dari sisi akuntabilitasnya jelas. 12 Adapun laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan dari BRISyariah sebagai berikut: 12 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, Jakarta, 14 Juli 2014.