Toleransi ayam broiler terhadap kandungan serat kasar, serat detergent asam, lignin dan silika dalam ransum yang mengandung tepung daun alang-alang
PENDAHULUAN
Ledakan jumlah penduduk merupakan beban paling
yang
dihadapi dunia dewasa ini disamping
yang menyangkut perdamaian antar bangsa.
tujuhpuluhan,
sebagai
akibat
dari
berat
masalah-masalah
Dalam awal tahun
pertambahan penduduk
serta kenaikan tingkat kemakmuran, permintaan pangan telah
melampaui kapasitas produksi dunia.
Agaknya
sulit
diba-
yangkan apa yang akan terjadi pada akhir abad 20 pada saat
penduduk
dunia
telah mencapai
kurang
lebih 6.5 milyard
orang (Brown dan Eckholn, 1977),
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang merupakan salah satu sumber kenaikan penduduk dunia yang cukup
potensial.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 di-
perkirakan akan mencapai 250
1977).
juta
jiwa (Djojohadikusumo,
Masalah krisis energi dan protein dalam menu
pen-
duduk Indonesia telah sering dikemukakan oleh para ahli dalam berbagai kesempatan.
Usaha intensifikasi pertanianyang
dilakukan selama ini belum sepenuhnya menjamin
kannya masalah tersebut.
terpecah-
Sebagai contoh, rataan kecepatan
pertambahan produksi padi dari
hasil
intensifikasi sejak
tahun 1972 hanya dua persen sedangkan kecepatan
produksi yang diperlukan untuk memenuhi
kenaikan
kebutuhan
sekitar lima persen per tahun (Satari, 1977).
pokok
Ekstensifi-
kasi pertanian serta penganekaragaman menu sering
dikemu-
kakan sebagai alternatif lain yang perlu mendapat perhati-
an dalam rangka nentecahkan masalah pangan tersebut.
Dalam
kaitan ini jagung merupakan salah satu komoditi yang
mem-
peroleh prioritas.
Setiap penggunaan yang tidak langsung,
walaupun akan memperoleh imbalan berupa
bahan
ngan nilai bioloyi yang lebih tinggi, sedikit
pangan debanyak akan
merupakan saingan bagi konsumsi manusia dan ide penganekaragaman menu.
Di pihak lain terdapat banyak
buhan pengganggu
tumbuh-tum-
yang kehadirannya justru dirasakan meng-
hanbat upaya peningkatan produksi pertanian. Padang alangalang merupakan contoh
yang sangat
menonjol
dewasa ini.
Berbagai pihak sedang giat berusaha untuk memanfaatkannya,
Dalam kaitan ini upaya penggunaan alang-alang untuk ransum
ayam mempunyai
daya tarik
khusus karena
beberapa tujuan
mungkin dapat dicapai yakni membantu penganekaragaman menu
dengan
jalan mengurangi persaingan dalam penggunaan bahan
pangan,
menanggulangi
krisis
pengendalian alang-alang.
mempunyai peluang
nakan
yang
Di Indonesia pemikiran tersebut
yang cukup besar mengingat usaha peter-
ayam khususnya broiler
pesat akhir-akhir ini.
alang-alang
beberapa
dahulu,
untuk
protein hewan dan membantu
telah mencapai perkembangan
Namun demikian
ransum broiler tidaklah
masalah yang
justru
pemanfaatan
terlepas dari
harus dipelajari
terlebih
Dalam hubungan ini perlu diperhatikan bahwa
ponen dinding
kom-
sel merupakan faktor penting yang membatasi
tingkat penggunaan hijauan dalam ransum ayam.
Serat kasar
adalah penyusun uta'ma dinding sel tumbuhan yang didef inisi
kan sebagai fraksi zat organik yang tidak larut dalam
0.3 N
dan
Na OH 1.5 N.
Dibandingkan
dengan
H2S04
jenis ternak
sangat
yang lain kemampuan ayam dalam mencerna serat kasar
terbatas.
-
Hingga saat ini tingkat kandungan serat kasarma-
sih digunakan sebagai salah satu patokan dalam menyusun ransum ayam disamping energit protein dan zat-zat
in.
makanan la-
Di pihak lain kandungan serat kasar tersebut mulai di-
ragukan ketepatannya sebagai patokan penyusun ransum
meng-
ingat serat kasar sendiri sebenarnya tersusun dari beberapa
senyawa yang sering berlainan pengaruhnya
pencernaan.
terhadap
proses
Dari senyawa penyusun serat kasar, hanya selu-
losa, lignin dan silika yang tidak dapat dicerna oleh
ung-
gas, sedangkan hemiselulosa masih
oleh
dapat
dihidrolisa
kondisi asam di dala~nproventrikulus dan ampela (Wahju, 1985).
detergent
asam
yang tersusun dari selulosat lignin dan silika dapat
dija-
dikan patokan yang lebih tepat untuk menyusun ransum
broi-
Dengan demikian diharapkan komponen serat
ler.
Bertolak pada pemikiran tersebut di atas, melalui rangkaian penelitian
metabolis
ini dicoba
tepung daun
untuk menentukan nilai energi
alang-alang serta mempelajari to-
leransi dua strain broiler terhadap variasi kandungan beberapa
senyawa sukar
penggunaan
dicerna sebagai
tepung daun
alang-alang
akibat
lima
dalam
ransum
tingkat
dengan
4
penekanan
terhadap kandungan serat kasar, serat detergent
asam, lignin dan silika,
Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan
informasi yang bermanfaat dalam rangka penyempurnaan patokan penyusunan ransum broiler yang menyangkut toleransinya
terhadap
asam,
tingkat
kandungan serat kasar,
lignin dan silika
pung daun
serat detergent
dalan ransum yang mengandung te-
alang-alang dalam tingkat tertentu untuk daerah
tropis khususnya Indonesia.
Melalui
ungkapkan
penelitian ini diharapkan
pula
dapat
ter-
nilai biologis dan kegunaan alang-alang sebagai
salah satu
bahan penyusun
penelitian ini
diharapkan
ransum ayam.
membuahkan
Dengan demikian
hasil ke arah mem-
bantu pemecahan masalah pengendalian alang-alang dan secara tidak langsung
menbantu
program penganekaragaman menu
masyarakat dengan jalan mengurangi
persaingan
penggunaan
bahan-bahan pangan,
Perbedaan
dalam
respons
penelitian ini
mengenai
kemungkinan
yang tahan
antar dua strain yang akan diukur
diharapkan
dapat
memberi petunjuk
pengembangan strain- strain
terhadap perlakuan tersebut,
khusus
namun penggunaan
makanannya masih efisien.
Hipothesis yang akan diuji
adalah :
ntelalui
penelitian
ini
Kandungan serat kasar, serat detergent asam, lignin dan
silika dalam ransum yang menggunakan tepung daun alang-alang
sebagai salah satu komponennya, masih dapat ditoleransi oleh
ayam broiler pada tingkat tertentu.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Hijauan dalan Ransum Ayam
Menurut Winter dan Funk (1960) hijauan di dalam
sum
ayam dapat dipandang
protein,
sebagai salah satu bahan sumber
mineral dan karbohidrat,
Dalam bentuk segar me-
rupakan sumber vitamin, kecuali vitamin D.
jauan segar,
ran-
muda dan berkualitas tinggi
jumlah makanan yang diberikan,
Penberian hidapat menghemat
Dikemukakan pula bahwa hi-
jauan segar mengandung xanthophyll yang dapat mempengaruhi
warna kuning telur dan
kuning.
bagian-bagian tubuh yang berpigmen
Hijauan dapat diberikan dalam bentuk segar ntaupun
dalam bentuk tepung,
kan tepung
Holder dan Burdick (1980) mengguna-
"white clover"
(Trifolium repens 1 ,
clover" (Trifolium incarnatum)
(Trifolium vesiculosum)
kanan anak ayam
"arrow
dalam serangkaian
broiler,
pung hijauan ketiga jenis
kan
dan
Diperoleh
"crimsor~
leaf
clover"
penelitian ma-
hasil
bahwa
te-
"clover" tersebut dapat diguna-
sampai dengan tingkat 7.5 persen. Dalam pengantar pe-
nelitian tersebut dikenukakan bahwa rumput Bermuda merupakan suatu jenis hijauan yang lazim
digunakan
juga
dalam
ransum ayam,
Dari penelitian Dawan Sugandi et al. (1976) dilaporkan bahwa "income over feed cost" yang tertinggi diperoleh
dari kelompok
ayam petelur yang memperoleh
ransum dengan
I
tepung rumput lapang (native grass) pada tingkat lima persen.
Ditinjau dari bobot badan pada umur 21 minggu
peng-
gunaan 25 persen jagung dan lima persen rumput lapang
ti-
dak berbeda nyata dengan ransum yang menggunakan 30 persen
jagung tanpa tepung rumput.
--
Menurut LaBonde et al.
kan pengaruh yang
nyata
(1977) jenis hijauan memberi-
terhadap
pertumbuhan anak
broiler selama empat minggu pertama.
nunjukkan bahwa
substitusi
tepung
ayam
Penelitian mereka merumput "Kentucky blue
grass" (Lolium parene) pada tingkat sembilan maupun 20persen ke dalam ransum yang menggunakan jagung dan bungkil kedele menghasilkan kecepatan pertumbuhan yang lebih
tinggi
(632 dan 523 g/minggu) dibandingkan dengan substitusi
te-
pung alfalfa (Medicago sativa) pada tingkat yang sama (585
dan 506 g/minggu).
Jonsson
dan
McNab (1983)
bahwa penggunaan tepung rumput dalam ransum
melaporkan
ayam
broiler
menurunkan nisbah pertambahan bobot badan : konsumsi ransum serta secara nyaia menyebabkan warna kulit menjadi lebih kuning.
Penurunan nisbah
pertambahan
konsumsi ransum tersebut disebabkan karena
menurunkan deposisi lemak tubuh,
bobot
badan :
tepung
rumput
pula
bahwa,
Dilaporkan
tingkat mortalitas dari ransum yang mer~ggunakantepung rumput tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan
ayam yang memperoleh ransum kontrol.
kelompok
Rataan tingkat
talitas selama penelitian adalah 3,44 persen.
mor-
Penelitian
*
yang lebih mendalam tentang evaluasi penggunaan tepung rumput dalam ransum ayam yang sedang tumbuh hasil persilangan
strain New Hampshire dan
Columbian
telah
Willis dan Baker (1980)di Universitas
Serikat.
dilakukan oleh
Illinois,
Amerika
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna-
an tepung rumput pada tingkat lima persen tidak menurunkan
pertambahan bobot badan
namun
sedikit
nlengurangi nisbah
pertambahan bobot badan : konsumsi ransum. Sama halnya dengan yang dilaporkan
tepung rumput
lit.
Jonsson dan McNab (1983) penggunaan
tersebut juga menambah pigmentasi pada
Selanjutnya dari evaluasi
kualitas
rumput yang digunakan diperoleh hasil
protein
bahwa
ku-
tepung
nilai
rasio
efisiensi protein dan rasio protein-net0 tepung rumput lebih tinggi dibandingkan dengan tepung alfalfa
bungkil kedele.
dan
tepung
Dari hasil evaluasi tersebut disimpulkan
bahwa tepung rumput merupakan sumber xanthophyll dan
pro-
tein yang cukup baik.
Alang-alang sebagai salah satu jenis hijauan yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak telah banyak dikemukakan oleh Soewardi (19761,
Dari seranqkaian penelitian pendahuluannya
pengaruh penggunaan
tepung daun alang-alang
mengenai
dalam ransum
ayam jantan tipe medium Babcock, Siti Sundari (1983)
dapatkan bahwa penggunaan tepung daun alang-alang
ngaruh terhadap pertambahan
bobot badan, peroentase
men-
berpekar-
kas siap
dirnasak,' persentase ampela
lemak abdominal.
dan persentase bobot
Tingkat tepung daun alang-alang 0: 5: 10:
15: dan 20 persen menghasilkan pertambahan bobot badan berturut-turut : 687.44: 727.22: 724.22: 680.58 dan640.05 gram:
persentase karkas siap dimasak : 73.57; 71.57: 71.87: 71.46:
dan 71.10 persen,
persentase ampela
4.38: 4.73: 4.98 dan
4.99 persen sedangkan persentase bobot lemak abdominal berturut-turut adalah 1.45: 1.11: Li09
hadap persentase
hati dan
dan
0.94 persen. Ter-
jantung tidak menunjukkan
per-
bedaan yang nyata.
Selan4utnya diketahui pula bahwa persentase limpa yang
mendapat ransum dengan tinykat tepung daun alang -alang lin8a persen ternyata lebih tinggi
kontrol
.
dibandingkan dengan ranoum
Meskipun dalam junlah sedikit, bahan hijauan dapat dianggap sebagai
gambaran
sumber energi bagi
Jonsson dan
energi metabolis
McNab (1903)
tepung rumput
ternaK unggas.
Sebagai
melaporkan bahwa nilai
yang digunakan dalam pene-
litiannya adalah sebesar 1.4320 Kkal/g bahan kering.
Uraian Umum Tentang Alang-alang di Indonesia
Dalam kurun
waktu
sepuluh tahun trrakhir
alang telah banyak menarik
dirannya dianggap
ini alany-
perhatian berbagai pihak. Keha-
sebagai akibat dari penggunaan sumberda-
ya alam der~gancara yang tidak tepat di masa lampau dan telah menjadi nasalah Nasional
yang semakin terasa mempenga-
ruhi hajat hidup orang banyak.
Pertemuan Pengelola Padang Alang-alang
garakan oleh BlOTROP pada
bulan
September
yang diselang1980 telah rne-
rumuskan bahwa rehabilitasi padang alang-alaag ke arah pertanian pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan pemukiman dala~asuatu sisten yang produktif
nis,
melalui cara rneka-
kimia naupun biologis yang terpadu merupakan salah sa-
tu paket alternatif yang dapat
dilakukan untuk
memecahkan
masalah tersebut.
Padang alang-alang di Indonesia tercatat seluas 16 juta hektar dengan perkiraan
penambahan
lebih
dari 150000
hektar setiap tahun (Tjitrosoed~rdjoet al., 1980).
pat terutana di daerah-daerah berikllm
tas dan daya dukung lingkungan yang
Terda-
basah dengan kuali-
sudah
sangat nenurun.
Dalarn ukuran yarlg luas dapat ditemui di Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan
dan Tengga-
ra.
Uraian mengenai penggunaan alang-alang
ternak
sapi
(1976),
banyak
dikenukakan
dalam
untuk
tulisan
makanan
Soewardi
Dilaporkan bahwa sudah scjak lama alang-alang
gunakan sebagai makanan
ternak
di banyak
di-
negara termasuk
Asia Tenggara baik dalam bentuk hijauan asli maupun hijauan
budidaya.
Meokipun balun terdapat data tentang
alang-alang dalam ransum ayam, hasil
penelitian
penggunaan
Soewardi
(1976) tersebut teiah membuka cakrawala baru mengenai
ke-
mungkinan pengendalian alang-alang melalui pemanfaatan untuk makanan ternak sapi potong sekaligus menimbulkan
rah untuk meneliti kegunaannya bagi komoditi yang
Biologi
dan blady
lain.
Alang-alang
Alang-alang atau yang dikenal sebagai
pina
gai-
cogon di Fili-
grass di Australia mempunyai nama
Imperata cylindrica (L.) Beauv.).
neae atau rerumputan.
Termasuk famili
ilmiah
Grami-
Hingga sekarang dikenal lima varie-
tas alang-alang dengan daerah penyebaran seperti
tertera
pada Tabel 1.
Varietas yang banyak terdapat di Indonesia pada unumnya varietas major
dengan
ciri-ciri morfologi :
panjang
bulir (panicle) kurang dari 20 cm, panjang anak bulir (spikelet) empat sampai lima milimeter, daun rata dan mekar, di
sekeliling bukunya terdapat bulu-bulu halus,
Alang-alang berkembang biak
dengan
anakan-anakan baru dari rhizomanya.
jalan
membentuk
Lebih kurang 50
per-
sen bagian rhizorna ini berada pada lapisan tanah 20 cm yang
teratas (Soerjani, 1970).
Menurut Hofstra dan Stienstra (1972) yang dikutip oleh
--
Tjitrodoedirdjo et al. (1980) alang-alang termasuk tumbuhan C4 sehingga sangat efisien
surya dalam proses fotosintesa.
dala~l memanfaatkan
energi
Tabel 1.
-
Namd Varietas Alang-alang dan Daerah
Penyebarannya
Nama varietas
Wilayah penyebaran
1, Varietas major (Nees)
Daerah tropika dan subtropika Asia, Australia, dan
bagian Timur Afrika tropika.
2.
Varietas Africana
(Anders)
Afrika dan Madagaskar
3.
Varietas Europa
( Anders )
Daerah Laut Tengah,
Asia
Tengah, Algeria dan Sahara
Tengah
4.
Varietas condensata
(Stend)
Daerah Chili Tengah
5,
Varietas latifolia (Hook)
India
Sumber :
--
Tjitrosoedirdjo et al. (1980)
Rataan produksi hijauan alang-alang
segar pada umur
tiga minggu yang aktif digembalai domba dan tingkat komposisi botani 95.1 persen adalah 1 7 1 7 g/ma (Siregar danPrawiradiputra, 1980), atau kurang lebih 17.17 ton/ha.
Untuk memperolgh gambaran mengenai kelengkapan
dalam tubuh alang-alang pada Tabel 2
unsur
dicantumkan keinampu-
annya dalam menyerap unsur-unsur penting dari tanah. Sebagian besar lahan kering yang banyak ditumbuhi alang -alang
adalah dari jenis podsolik merah k u n i n g ~miskin unsur NIP,
dan bereksi masanl, pH 4.5
-
5.0 (Ardjasa dan Ismail, 1980).
Tab51 2 ,
Juml'ah Unsur Hara yang Diserap oleh
Alang-alang
Unsur
Jumlah yang diserap
Nitrogen
Phosphor
Kalium
Kalsium
Magnesium
Silikon
Besi
Mangan
Ternbaga
Seng
Sumber
Catatan
:
:
Soepardi, 1976
Kadar air alany-alang 90 persen,
Nilai ~ i z iTePuna Daun Alana-alana
Nilai gizi tepung daun alang-alang pada umumnya bervariasi menurut unur dan tempat tumbuh,
Soewardi (1976) ber-
kesimpulan bahwa nilai gizi alang-alang
muda
tidak lebih
rendah dibandingkan dengan rumput gajah (Penniseturn purpureurn)
-
yang selama ini dianggap
sebagai
rumput standard.
Pada penelitian
tersebut
nilai gizi terbaik daun
alang yang digunakan adalah :
alang-
air 67.1 persen, protein ka-
sac 7.9 persen, serat kasar 43.8 persen, lemak 2.0 persen/
abu 8.1 persen,
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
32.2
persen, kalsium 0.41 persen dan phosphor 0.26 persen.
Variasi nilai gizi alang-alang
berdasarkan fase tum-
buh tercantum pada Tabel 3 (Hunting Technical
Service Li-
mited and Huszar Brammah and Associates, 1977).
Dari Ta-
be1 3 tersebut nilai gizi yang terbaik diperlihatkan
alang-alang berumur muda
gar.
oleh
(empat minggu) dalan bentuk
Hubungan antara umur
se-
pemotongan alang-alang dan be-
berapa aspek nilai gizi juga dikenukakan oleh Gerpacio dan
Casstillo (1979) seperti tertera pada Tabel 4.
Soepardi (1980) melaporkan bahwa kandungan
dan mineral bagian helai daun, tangkai
alang-alang tidak sama.
dan
rhizoma
Hasil analisis laboratorium bagi-
an-bagian tubuh alang-alang
be1 5.
daun
nitrogen
tersebut
tercantum
pada Ta-
Secara umun dari Tabel 5 dapat dikatakan bahwa he-
lai daun merupakan bagian yang nilai gizinya paling baik.
Penelitian lain oleh
Rochjati
Joedodibroto
memperlihatkan bahwa bahan kering alang-alang yang
(1980),
diper-
oleh dari daerah Sukabumi mengandung abu 5.42 persen,
si-
lika 3.67 persen, lignin 21.42 persen, pentosan 28.58 persenr selulosa Cross
44.78 persen.
&
Bevan 63.34 persen, dan selulosa alfa
Kelarutan bahan keringnya
dalam
alkohol-
Tabel 3.
Nilai Gizi Alang-alang pada Berbagai Fase Tumbuh
Fase tumbuh
bahan
kering
%
%
protein
kasar
dari bahan kering
serat
kasar
~ b u
Lemak
BETN
Awal fase vegetatif
(segar)
-
6,6
34,6
7,9
3.3
47.6
Akhir fase vegetatif
(=gar
-
5.2
32.4
8.2
3.2
51 .O
Akhir fase berbunga
( segar
-.
3.5
39.4
6.7
1.6
48.8
36.4
11.8
32.1
7.1
1.9
47,l
-
3.8
39.7
7.8
0.7
48.0
Umur 4 minggu (segar)
Akhir fase vegetatif
(hay
Sumber : Hunting Technical Services Limited and Huszar Brammah and
Associates (1977).
.
I
bensen 3.75 p e r s e n , dalam a i r p a n a s 8.69
p e r s e n dan dalam
s a t u p e r s e n NaOH 3 8 . 6 0 p e r s e n ,
T a b e l 4.
Hubungan a n t a r a Umur Pernotongan d e n g a n
Kandungan Bahan X e r i n g (BK), Abu, E n e r g i Bruto ( E B ) dan Karoten Alang-alang
28
hari
56
hari
84
hari
Sumber :
Abu
BK
Umur pernotongan
(%)
(%)
EB
(Kkal/kg
1
Karoten
(mg/kg 1
Gerpacio dan C a s s t i l l o ( 1 9 7 9 ) ,
Tabel 5.
Susunan Kimia H e l a i Daun, T a n g k a i Daun
d a n Rhizoma A l a n g - a l a n g
Susunan k i m i a
Helai daun
Tangkai daun
Rhizoma
0.59
0.17
0.35
Phosphor ( % )
Kalium
(%)
0.39
0.33
0.17
0.51
0,56
0,17
($1
0,41
0,35
0,19
0.27
0.28
0.20
2,66
2 -66
1.90
0 $05
0.13
0.10
Nitrogen
Kalsium
($)
Magnesium ( % )
Silicon
(%)
Iron
( %1
Mangan
Zinc
(ppm)
(P P ~
91.70
97,80
105.90
4.20
9.00
33.40
Copper
(PP~)
5.50
6.30
19.70
Sumber :
Soepardi (1900).
Secara umum
rurninansia
baik
afang-slang
dalam
dapat diberikan kepada ternak
bentuk segar, hay, silase
pellet (Soewardi, 1976).
Untuk
ternak
maupun
ayam terbuka ke-
mungkinan diberikan dalam bentuk tepung alang-alang maupun
pellet.
Tingkat Serat Kaoar, Serat Detergent Asam, Lignin
dan Silika dalam Ransun dan Pcngaruhnya
Terhadap
..
Performans Broiler
Serat kasar merupakan
dinding sel tumbuhan,
salah
satu
~ i t i n j a udari
komponen penyusun
segi
dicerna oleh enzim hewan (Brown, 1960;
nutrisi, sukar
Van
Soest, 198.2).
Berdasarkan analisis proksimat, serat kasar ini dapat
definisikan sebaqai bahan organik yang tidak
larut
di-
dalam
1.25 persen H 2SO4 dan 1.25 persen NaOH. Telah banyak penelitian yang rnengungkapkan bahwa serat kasar hanya dapat
dimanfaatkan tubuh melalui proses fermentasi
tinal.
gastrointes-
Proses tersebut pada hewan monogastrik sangat ter-
batas sehingga bahan makanan yang mengandung
serat
kasar
tinggi pada umunnya sukar dinanfaatkan.
Dalan sistematika susunan zat nlakanan, karbohidrat d i pisahkan n~enjadi bahan ekstrak tanpa nitrogen
serat kasar.
BETN mengandung banyak gula
bersifat mudah dicerna, sedangkan
serat
akan lignin dan selulosa bersifat sukar
dan
kasar
(BETN)
pati
dan
yang
yang kaya
dicerna (SutarZi,
1980).
Dari hasil penelitiannya, Tasaki dan
juga melaporkan bahwa selulosa
anak ayam.
tidak
Kibe (1959)
dapat
dicerna oleh
Namun demikian pada bahan makanan yang berasal
dari hijauan keadaannya tidak selalu demikian.
Sebagian
selulosa dan bahkan sebagian besar lignin sering
dijumpai
dalam komponen BETN hijauan (Sutardi, 1980).
Untuk menga-
tasi banyak kelemahan yang ditemukan dalam analisis
simat tersebut, Van Soest (1982) merintis
analisis baru yang lebih relevan untuk
suatu
menilai
bahan-bahan makanan yang berasal dari hijauan.
proksistem
kualitas
Dalam sis-
tern analisis Van Soest bahan hijauan dibagi nenjadi
bebe-
rapa fraksi berdasarkan kelarutannya dalam detergent.
Se-
cara garis besar, bahan hijauan dibagi menjadi isi sel dan
dinding sel.
Isi sel terdiri dari fraksi-fraksi
protein,
karbohidrat, mineral dan lenak yang mudah larut dalam
pe-
larut detergent netral.
da-
Dinding sel yang tidak larut
lam pelarut detergent netral dibagi menjadi beberapa fraksi berdasarkan kelarutannya dalam pelarut detergent
Fraksi yang larut terdiri dari hemiselulosa
dinding sell sedangkan
dan
asam.
protein
yang tidak larut adalah lignoselu-
losa atau serat detergent asam (Acid Detergent Fiber =ADF).
Selain bahan organik, dinding sel
(Sio2),
juga
Secara sistematis pembagian zat
analisis Van Soest tertera pada Gambar 1.
mengandung silika
hijauan
menurut
f
Bahen hijauan
Bahah 'kering
Air
I
I
Is1 Sel
Dinding Sel
I
I
Hemiselulosa
N dinding sel
Serat Detergent Asam (SDA)
I
Lignin Detergent
Asam (ADL)
Gambar 1.
Sistematika Pembagian Zat Makanan
Hijauan Menurut Analisis Van Soest.
Pertumbuhan dan Mortalitas Broiler
Menurut
Titus
dan
pertama kehidupannya,
Fritz
(1971) sejak minggu-minggu
pertumbuhan ayam akan meningkat
setelah mencapai puncaknya lalu menurun sesuai dengan
tambahnya umur,
Pertumbuhan anak ayam
yang
sangat
dan
bercepat
terjadi sejak umur satu hari sampai dengan enam-tujuh minggu (Bundy dan ~ i g g i n s ,1960). Dalam hubungan mortalitas dan
serat kasar ransum, Lubis (1958) berpendapat bahwa kandungan serat kasar ransum yang tinggi dapat meningkatkan mortalitas ternak ayam.
nyatakan
bahwa
Secara lebih terukur Ewing (1963)
kandungan serat kasar dalam
ransum
melebih
dari 10 persen akan nengurangi pertumbuhan dan neningkatkan
mortalitas, khususnya sanpai umur 12
minggu pertama.
Kan-
I
dungan serat kasar yang dianggap tidak berakibat toksik untuk mencapai
tingkat produksi
antara empat sampai 10 persen,
broiler yang
Menurut
tinggi adalah
Insko
(1949), pertumbuhan maksimal dapat dihasilkan
dan
Culton
oleh
ransum
yang tersusun dari jelai, gandurn, alfalfa maupun dedak gandum asalkan kandungan serat kasarnya
tidak
melebihi
lima
persen,
Harnpir tujuh tahun yang lalu Bayer et dl. (1978) meneliti pengaruh ransum "Modified New England Conference"
dan
ransum "Modified New England College Conference" rnasing-masing untuk strater dan finisher ayam broiler sampai berunur
tujuh minggu.
Perlakuan pertarna (kontrol) adalah penberian
kedua ransurn tersebut tanpa penambahan selulosa
sedangkan
perlakuan kedua ditambahkan enam persen selulosa.
nelitian tersebut dilaporkan bahwa penambahan
enam
Dari pepersen
selulosa berakibat menurunkan secara nyata baik bobot badan
akhir maupun pertambahan bobot badan selana penelitian. Hasil penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dvorak dan Bray (1978). Dalan penelitian ini
digunakan anak ayam betina persilangan New Hampshire danColumbian Plymouth Rock.
Perlakuan yang diberilcan adalah pe-
nambahan selulosa ke dalam ransum basal dengan tingkat
10;
20; dan 30 persen untuk percobaan I dan 15; 30; dan 45 persen untuk percobaan 11, Dari hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa senakin tinggi penambahan selulosa akan ber-
I
akibat menurunkan kecepatan
pertumbuhan secara linier. Di-
samping itu pertambahan bobot badan cenderung lebih rendah.
Di pihak lain kandungan selulosa maupun lignin yang
terla-
lu rendah dapat memperlambat perturnbuhan dan berakibat
ruk
terhadap performans
yang lain.
Hal
dilaporkan oleh Davis dan Briggs (1947),
anak ayam
(1959) melaporkan
antara lain
bahwa pertumbuhan
akan lebih baik bila memperoleh
ngandung selulosa dibandingkan
et al.
-
ini
ransum yang me-
dengan yang tidak.
hasil
bu-
penelitian
Saito
yang senada.
Dalam penelitian ini ke dalam ransum basal starter dan grower yang masing -masing mengandung serat kasar 3.7 dan
persen ditambah bubuk selulosa yang mengandung serat
77.5 persen pada tingkat 0; 3.5; 9.5; 16.5 dan 26.5
4.5
kasar
persen
sehingga kedua macam ransum tersebut mengandung serat kasar
berturut-turut 3.7 dan 4.5 persen, 6.4 dan 7.2 persen# 11.1
dan 11.9 persen, 16.5 dan 17.3 persen serta
persen,
24.2
dan 25.0
Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa bo-
bot badan akhir yang rnemperoleh ransum perlakuan grup 2; 3 1
dan 5 berturut-turut 20; 27; 34;dan 30 persen lebih
bila dibandingkan dengan
bobot badan akhir ayam yang
tinggi
mem-
peroleh ransum kontrol (ransum grup 1).
Dari serangkaian penelitian tentang pengaruh serat ka-
--
s a r ~Ricke et al. (1982) melaporkan bahwa anak ayam
hasil persilangan New Hampshire dengan Columbian yang
betina
mem-
peroleh ransum dengan tingkat kandungan lignin empatdan de-
lapan persen sejak'umur
delapan sampai 22 hari memperlihat-
kan kecepatan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan yang
memperoleh ransum kontrol (no1 persen serat kasar).
Dari
penelitiannya yang lain yang mempergunakan anak ayam strain
Hubbard, dilaporkan pula bahwa substitusi jagung dalam ransum basal dengan lina dan 1 0 persen
lignin
pertambahan bobot badan anak ayam umur
rnemperlihatkan
satu sampai 14 hari
yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak ayam yang memperoleh ransum basal tanpa substitusi (kontrol),
sedangkan
pada anak ayam yang berumur delapam sampai 22 hari tidak menperlihatkan perbedaan yang nyata,
Menurut Siregar dan Sabrani (1970) aerat 1:asar
jurnlah tertentu
diperlukan untuk memperlancar
sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna.
lain
kandungan
serat
dalam
pengeluaran
Namun di pihak
yang melebihi batas makcimal
kasar
akan n~enurunkan nilai gizi ransun,
bahwa penurunannya nilai gizi ranoum
kasar tinggi disebabkan karena
Wahju (1970) menyatakan
yang mengandung serat
sebagian besar zat-zat
ma-
kanan dapat dicerna keluar bersama feces sebelum sempat diserap uous,
Pada gilirannya
proses tersebut dapat
menga-
kibatkan menurunnya pertumbuhan anak ayam,
Silika nerupakan senyawa penyusun serat detergent asan
(SDA = ADF)
bahan hi jauan.
--
Dalam hubungan ini Day et al. (1970)
melaporkan bahwa penambahan silikat sebanyak
satu dan
dua
persen dalam ransum ayam broiler dapat memperbaiki laju per-
tumbuhan, sedangkdn penambahan tiga persen tidak
mengaki-
batkan pengaruh pada pertumbuhannya.
Konsumsi dan Konversi Makanan serta Kebutuhan Air Minum
Ewing
(1963) menyatakan bahwa
konsumsi
harian
zat-
zat rnakanan lebih dipengaruhi oleh kapasitas volume daripada bobot ransum.
Dengan demikian selain kandungan
energi)
keambaan (bulky) ransun perlu diperhitungkan. Sifat pengisi
ini sangat dipengaruhi oleh
kasar
dalam
ransum seperti yang dinyatakan oleh hasil penelitian
Mraz
et al,
-
serat
(1956)
Menurut
ransum
kandungan
yang
Fisher
dan Weiss (1956))
mengandung
selulosa
konsumsi
diatur
tractus digestivus mengembangkan sampai
Disamping itu dipengaruhi
pula
serta nafsu makan (Hafez, 1976).
oleh
maksimal
oleh
kemampuan
derajat
tertentu.
palatabilitas ransum
Dalam hubungan
ini
ha-
sil penelitian Saito et al. (1959) menunjukkan bahwa pemberian selulosa sampai dengan tingkat 26.5 persen pada ransum
anak ayam tidak menghilangkan nafsu makan.
(19631, faktor palatabilitas pada
umumnya
Menurut
kurang
Ewing
berarti
bila digunakan ransum yang cukup nilai gizinya karena
ran-
sum yang demikian biasanya selalu disukai ayam,
Dvorak dan
Bray (1978) melakukan dua rangkaian
litian untuk mempelajari pengaruh penambahan selulosa
ransum
ayan.
penepada
Pada penelitian pertama ditambahkan selulo-
sa sebanyak 10; 2p;dan 3 0 persen ke dalam ransum basal, sedangkan penelitian kedua sebanyak 15; 30; dan45 persen. Hasil kedua penelitian
tersebut
menunjukkan
bahwa
semakin
tinggi tingkat pemberian selulosa akan nyata semakin meningkatkan konsumsi makanan secara linier.
Kenyataan
ini se-
suai dengan hasil penelitian Saito et al. (1959).
Menurut Bayer et al. (1978) penambahan selolusa s a m ~ a i
dongan tingkat enam persen ke dalam ransum basal akan menurunkan efisiensi r~~akanan. Duapuluh
tahun
sebelumnya Ri-
chardson et al. (1958) pada penelitiannya dengan ayam broiler juga telah menunjukkan hasil yang senada.
litian tersebut pemberian ransum yang
Dalam pene-
mengandung serat ka-
sar 3.6; 4.5; 5.4: 6.7 dan 7,7 persen menghasilkan konversi
makanan berturut-turut sebesar 2.58:
2.95.
Terlihat bahwa kandungan
2.65: 2.68: 2.81:
dan
serat kasar yang makin me-
ningkat akan menyebabkan efisiensi makanan yang semakin rendah.
Mereka melaporkan pula bahwa penambahan lemak ke da-
lam ransum sampai batas tertentu
akan menurunkan
konversi
makanan atau meningkatkan efisiensi penggunaan makanan. Hal
ini erat hubungannya dengan tingkat
penambahan energi ran-
sum seperti yang'dikemukakan oleh Lopez (1978) bahwa penambahan tingkat energi dalam ransum dapat memperbaiki konversi makanan.
Konversi makanan yang dianggap baik untuk ayam
broiler umur satu
minggu sampai dengan delapan minggu ber-
kisar antara 1.31 sampai 2.10 (Oluyeml dan Roberts, 1979).
Kandungan air!tubuh
anak ayam yang berumur satu minggu
kurang lebih 85 persen.
Semakin tumbuh dewasa kandungan air
tersebut secara bertahap akan berkurang dan
kenaikan
runan
air
kandungan protein
tubuh
(Anggorodi, 1985).
tersebut
diikuti
tubuh.
Sebagian
diganti
oleh
oleh
besar penu-
kenaikan
lemak
Dikatakan pula bahwa kehilangan 1 0 per-
sen air tubuh dapat meninbulkan gangguan bobot dan bila mencapai 20 persen dapat mengakibatkan kematian. Kebutuhan air
minum pada
kanan
umumnya dud kali lebih banyak dari
yang dikonsumsi (Wahju, 1978),
jumlah
ma-
Percobaan Abdelsamie
dan Yadiwilo (1981) menunjukkan bahwa pembatasan air
minum
pada ayam broiler umur 35 sampai dengan 65 hari
di
tropika berakibat menunrunkan konsumsi makanan,
Selain ne-
daerah
ngurangi konsumsi makanan, pembatasan air ninum juga mengakibatkan laju pencernaan yang lebih rendah (Hafez, 1976).
Menurut Wahju dan Sugandi (1979) suhu lingkungan yang tinqgi mengakibatkan konsumsi ransum relatif
sedikit
sehingga
zat-zat makanan di dalam ransum harus ditingkatkan.
Pada lingkungan yang
lalui
kulitnya.
menerima panas ne-
Rangsangan rasa panas yang diterima oleh
reseptor panas perifer
hypothalamus.
panas unggas
kulit diteruskan ke reseptor
Di susunan
syaraf
eusat
ini
panas
rangsangan
panas tersebut mempengaruhi pusat makanan dan pusat minuman
sehingga konsumsi makanan menjadi turun dan sebaliknya konsumsi air menjadi meningkat.
Persentase Bobot ~ d r k a sSiap Dimasak (Ready-to-cook carcass)
dan Beberapa Organ Isi Perut
Pada pemasaran daging ayam terdapat beberapa terminologi yang lazim digunakan.
"Dressed Carcass"
adalah
bagian
tubuh ayam yang telah dipotong tanpa darah dan bulu (Mountney,
1976).
Bundy dan Diggins (1960) mendefinisikan karkas kosong
sebagai bagian tubuh ayam tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan
seluruh isi rongga perut.
Terminologi lain yakni karkas si-
ap dimasak adalah bagian tubuh ayam tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan seluruh isi rongga perut kecuali hatit
ampela,
dan jantung (Bundy dan Diggins, 1960 serta Winter dan
1960).
Funk,
Menurut Jull (1951) serta Winter dan Funk (1960) bo-
bot karkas siap dimasak adalah sekitar 66
sampai 76
persen
dari bobot hidup.
Persentase bobot karkas siap dimasak dari ayam yang kecil relatif lebih rendah bila
besar.
Oleh karena itu
dibandingkan dengan ayam yang
"evisceration loss"
ayam
berbobot
kecil biasanya lebih besar (Winter dan Funk, 1960).
bobot badan faktor-faktor lain
Selain
yang mempengaruhi persentase
karkas adalah bangsa, umur dan jenis kelamin (Williamson dan
--
Payne, 1959) serta makanan (Kodra et al., 19621,
Menurut Moran dan Orr (1970) ayam muda mempunyai persentase karkas lebih tinggi dibandingkari dengan ayam tua,
Dike-
mukakan pula bahwa persentase karkas ayam jantan lebih tinggi
daripada ayam betina. Dalam hubungan ini Wahid et al. (1974)
melaporkan
bahwa persentase karkas ayam broiler jantan umur
1 2 minggu dan ayam broiler betina dengan umur yang sama berturut-turut adalah 65 dan 64 persen dari bobot hidup. Di piet al. (1962) menemukan bahwa
hak lain Kodra -
jenis
kelamin
tidak menpengaruhi persentase karkas.
Sehubungan dengan pengaruh makanan terhadap bobot badan
dan persentase karkas, Siregar (1981) melaporkan bahwa
pem-
batasan pemberian ransum komersial kepada ayam broiler
pada
tingkat 100 persen
(ad libitum);
90; 80;dan 70 persen
meng-
hasilkan bobot badan berturut-turut 2149; 1865; 1756;
dan
1 5 0 2 gram sedangkan persentase karkasnya berturut-turutadalah 79,5; 77.51 77.6; dan 77.9 persen.
Pemberian ransum pa-
da tingkat 100 persen nyata lebih tinggi dari tingkat pembatasan ransum yang lain,
Hasil penelitian Olonu dan Offiong (1978)
tentang
pe-
ngaruh tingkat protein dan energi metabolis terhadap persentase karkas menunjukkan bahwa ransum yang mengandung protein
17.1; 20,l; 23.1,dan 26.1
persen
dengan
energi
rnekabolis
2800 Kkal/kg dan 3 200 Kkal/kg tidak mempengaruhi persentase
karkas broiler umur sembilan minggu,
Tidak tampaknya penga-
ruh tersebut disebabkan oleh tidak adanya perbedaan
pertam-
bahan bobot badan pada periode finisher, Namun demikian Jull
(1951) menyatakan bila tingkat serat kasar dalam ransun terlalu berlebihan akan berakibat nenghambat pertumbuhan,
Dari hasil pebelitiannya, Siti Sundari (1983) memperoleh bahwa penggunaan tingkat serat kasar 4.86 (Ransum I),
5.53 (Ransum II), 6.30 (Ransum III),
9.52 (Ransum IV) dan
9.77 persen (Ransum V) dalam ransum ayam medium Babcock tidak menghasilkan perbedaan persentase karkas siap
antara Ransum I , 11, 111, dan IV
111, IV dan V,
serta antara
dimasak
Ransum 11,
Persentase karkas siap dimasak dari perla-
kuan Ransum I nyata lebih tinggi
dari Ransum V.
disebabkan karena bobot hidup ayam
Hal ini
yang memperoleh Ransum
V lebih rendah dari bobot hidup ayam yang
memperoleh Ran-
sum I.
Organ isi perut dapat dijadikan
tolok
pengaruh ransum adalah hati, jantung,
dan "caeca",
ukur terhadap
limpa, ampela, usus
Menurut Ibanes dan Gonzales (1901), bila ter-
jadi akumulasi cadangan glikogen dan lemak, maka bobot hati akan bertambah.
Bobot hati juga dipengaruhi oleh kan-
dungan selulosa di dalam ransum.
Matsumoto (1978) tidak
Namun demikian Akiba dan
melihat pengaruh yang berarti dari
peningkatan kandungan selulosa ransum
pan
persen
terhadap
bobot hati
sampai dengan dela-
per
1 0 0 g bobot badan.
Pada penelitian mereka pemberian selulosa pada tingkat 0.4
dan delapan persen di dalam ransum menghasilkan bobot hati
per
100 g
3.19 g.
bobot badan
Senada
berturut-turut
dengan hasil penelitian
dan Scott (1979) melaporkan
bahwa
3.08:
3.62: dan
tersebut, Weiss
pemberian
serat kasar
dalam ransum sampai dengan tingkat 16,00 persen ternyata tiorgan jantung ,
dak berpengaruh tekhadap persentase
Menurut
hasil penelitian Gray et al. (1982) bobot jantung ayam dipengaruhi baik oleh sex maupun umur.
ga melaporkan bahwa ayam jantan
--
Francis et al. (1960)
Leghorn yang berumur
0 ; dan 12 minggu merniliki bobot limpa
berturut-turut
157,4) 251.3 dan 224.4 mg
bobot badan.
per
100 g
-JU-
0, 4;
49.0;
Ukuran
limpa dapat bervariasi nenurut besarnya badan (Ganong, 1979).
Ayam yang
memiliki
bobot badan
besar
akan memperlihatkan
persentase limpa yang lebih besar dibandingkan
yang berbadan kecil
.
dengan
ayam
Ampela merupakan organ perlcernaan yang tersusun dari jaringan otot tebal, tidak menghasilkan enzim pencernaan nanun
rtiampu menggiling makanan menjadi pertikel yang lebih
(Ferguson, 1980).
lembut
Berlawanan dengan l i n p a ~persentase bobot
ampela terhadap bobot hidup semakin menurun dengark bertambahnya umur (Kamar et al. 1974).
Bobot arflpela dapat
bila kandungan serat kasar ransum meningkat
bertambah
(Deaton, 1977).
Selaput ampela merupakan bagian yang berfungsi melindungi otot
a~npeladari pengaruh BC1, pepsin dan gesekan dengan bahan rnakanan.
adaan
Bobot aelaput ampela ini sangat dipengaruhi oleh kefisik
(1955) bahwa
bahan
raakanan, seperti yang dilaporkan Heuser
penan~bahan grit
ternyata
meningkatkan
bobot
persen.
Sehubungan dengan
penelitian Abdelsamie c t
3.
pada
selaput
usus haluo
tingkat
ampela
dan
lima
persen
sebesar
caecum,
105
hasil
(1983) menunjukkan bahwa peng-
gunaan serat deterqent asam yang tinggi dalam ransum ternyata
meningkatkan panjang organ-organ
bobot badan.
(1983)
Pada percobaan
tersebut
per kilogram
pendahuluannya,
Siti Sundari
melaporkan bahwa penggunaan tepung daun alang
pada tingkat
lima sanipai dengan 20 perven
- alang
tidak menbcrikan
pengaruh yang nyata terhadap bobot jantung, panjang usus halus clitambah colon dan panjang "caeca".
yunaan tepung
daun alang-alang pada tingkat 20 persen mem-
perlihatkan bobot ampela
ngan
kontrol.
menghasilkan
kan
Di pihak lain peng-
yang labih tinggi dibandingkan de-
Penggunaan pada tingkat lima persen ternyata
rataan bobot hati yang lebih tinggi dibanding-
dengan ransum kontrol sedangkan
gunaan tepung daun alang-alang
bobot limpa pada peng-
pada tingkat
tersebut tidak
memberi pengaruh yang nyata.
Menurut
dustri
Soeharsono (1976)
perunggasan
karena
lemak merupakan
pelemakan
tidak
limbah in-
disukai
oleh
konoumen. Lemak abdominal adalah lemak yang terdapat di daerah perut
terniasuk lernak ampela
faktor yang
mempengaruhi jumlah
suhu kandang,
min
pada
dilaporkan bahwa
1965).
Beberapa
penimbunan lemak adalah
tingkat energi ransum,
(Deaton et al. 1972).
(1976)
(Evsary,
unlur clan
:
jenis kela-
Dari hasil penelitian Soeharsono
peningkatan nivbah
energi/protein
ransun) broiler dari 2 8 0 0 : 22 menjadi 3 6 0 0 : 22
akan
menaikkan persentase bobot lemak abdominal dari 1.47 menjadi
4 , 0 3 persen.
pat
Bartov
Havil penelitian tersebut senada dengan penda-
s.(1974)
yang
menyataka~~bahwa
luasnya
imbangan e n e ~ ~ i / ~ r b t eransum
in
akan meningkatkan penimbunan
lemak dan sebaliknya
imbangan
penimbunan
tersebut sempit.
sentase lemak
lemak
akan
menurun bila
Menurut Bale-Therik (1950) per-
abdominal juga dipengaruhi oleh imbangan li-
sin/energi rahsum,
0,375: 0.366 dan
Pada
tingkat
imbangan
lisin /eneryi
0.357 menghasilkan nilai persentase lemak
abdominal berturut-turut : 2.32: 2.08: dan 1 , 8 7 persen. Jenis kelamin betina menanpilkan persentase lemak
abdominal
lebih tinggi dari jenis kelamin jantan.
Strain
dan Pengaruhnya Terhadap Performans Ayam
Broiler
Dalani bidang peternakan ayam, dikenal beberapa definioi tentang strain.
perbedaan cara
sangkutan,
(1963)
Perbedaan yang
timbul disebabkan oleh
pendekatan di kalangan
Sebagai contoh,
menurut
para ahli yang berDickerson dan
Lewis
strain adalah sekumpulan suatu varietas unggao yang
di dalar~~nya
telah
dikenibangkari sifat -sifat khusus seperti
daya produksi yang tinggi
atau ketahanan terhadap gangguan
pcnyakit. Wahju dan Sugandi (1979) rnengenukakan bahwa strain adalah
suatu
hasil perkawinan
yang berlangsung paling
rut,
keluarga
(in-breeding)
sedikit lima generasi berturut-tu-
Definiai lain menurut Sabrani et al. (19801,
strain
7 -
adalah sekelompok ayam persilangan yang dihasilkan oleh ahli pe~nuliaan nielalui perkawinan tertutup sekurang
- kurang-
nya sampai
lima generasi
yang sudah diperbaiki.
dan memiliki sifat-sifat ekonorni
Tiap strain
biasanya memiliki na-
ma perdagangan tertentu seperti strain Tatum T-100,
strain
Hubbard: strain Kimbrown dan sebagainya.
Telah
banyak
para
setiap strain pada
peneliti
yang
umumnya menampilkan
--
yang berbeda.
melaporkan
Summers et al. (1972)
untuk nencapai produksi
bahwa
kemampuan produksi
mengemukakan
ayam yang efisien,
bahwa
perlu diperha-
tikan beberapa faktor antara lain strain, bahan makanan dan
susunan ransum.
Pendapat yang senada dilcemukakan pula oleh
Andrews dan Goodwin (1969) serta
perbedaan
strain
Lopes et al. (1976) bahwa
-7
t
rnengakibatkan perbedaan yang nyata
hadap bobot badan.
Hal yang
sama
ditunjukkan oleh hasil
"Random Sample Test" yang dilakukan oleh "Pig and
Research and Training Institute"
ter-
(1973)
Poultry
di Singapura yang
bertujuan men~pelajari perbedaan bobot badan sembilan strain
ayam broiler pada umur-umur tertentu, Suatu penelitian dari
tanah air
yang dilakukan oleh .Diwiyanto et al, (1979) me-
nunjukkan bahwa rataan bobot badan akhir minggu
kesembilan
dari strain Brownick, Kimbrown: dan Kimber yang
memperoleh
ransun pabrik berturut-turut adalah :
888.50 g.
Namun
demikian,
942,SO; 2927,08; dan
mengingat
demikian banyak
strain broiler yang telah diciptakan dewasa ini,
antara beberapa strain tertentu mungkin
maka
di-
tidak memperlihat-
kan perbedaaan performans yany nyata seperti
yang dilapor-
--
kan oleh Becker et,al, (1980),
Penelitian para ahli terse-
but menunjukkan bahwa lima strain komersial broiler yang dipelihara dalam kondisi sama selama 55 hari tidak
kan perbedaan nyata aalam rataan bobot badan,
menunjuk-
bobot
lelnak
total dan bobot lemak abdominal.
Selain terhadap bobot badan dan pertumbuhan,
hasil penelitian juga menunjukkan
terhadap
lain.
performans
karkas
Dalaln hubungan ini,
adanya
beberapa
pengaruh
strain
dan bagian-bagian badan
yang
--
Salleh et al. (1978) nelapor-
kan bahwa lin~astrain broiler yang dicobakan
dalan peneli-
tiannya ternyata menghasilkan perbedaan bobot karkas,
sentase karkas dan persentase irisan komersial
nyata.
Adanya pengaruh
dl.
-
(1978).
karkas yang
genetik strain ayam broiler
hadap bobot karkas ini juga dilaporkan oleh
ter-
Nordstrom
--
Dari penelitian Nordstrom et al,
per-
(1978)
diperoleh keterangan bahwa strain berpengaruh nyata
et
juga
terha-
dap penimbunan lemak abdominal. Namun di pihak lain Summers
dan Leeson (1979) melaporkan dari hasil penelitiannya bahwa
strain broiler yang digunakan dalam penelitian tersebut tidak menampakkan perbedaan lemak abdominal yang nyata,
danya pengaruh strain terhadap lemak
--
pula oleh Becker et al. (1980),
abdominal
Tia-
dilaporkan
Rataan bobot lemak abdomi-
nal dari kelima strain yang dicoba adalah 59.5; 58.0; 61.0;
52,5; dan 63.0
gt
sedangkan persentase
le~nak abdominal
terhadap bobot badan berturut-turut adalah : 3.1; 3.1; 3.2;
2.8; dan 3.1 ~ e r s g n . Terhadap bagian-bagian
karkas
--
lain Merkley et al. (19EO) juga tidak nendapatkan
yang
penga-
ruh strain yang nyata pada bobot ampela.
Tingkat mortalitas selana periode peifieliharaan sangat
nenentukan
keberhasilan usaha. Pada umumnya kematian pada
minggu-minggu
pertana sangat ditentukan oleh kondisi pada
saat penetasan dan
selaina periode penetasan sampai dcngan
awal periode brooding.
Menurut Zainul (1904)
persentase
nortalitas strain Tatum lebih tinggi bila dibandingkan dengan strain Indian River.
Selama
penelitiannya diperoleh
persentase mortalitas sebesar 2.22 persen pada strain yang
pertama sedangkan strain yang kedua tidak mengalami
-
al. (1975) di
Dari penelitian Arboleda et --
tian.
kema-
Filipina
dilaporkan bahwa Iceenam strain broiler yang dlteliti tidak
menunjukkan perbedaan tingkat kematian selana periode
meliharaan,
et al,
-
Denil~ianpula yang dilaporkan
pe-
oleh Diwiyanto
(1980), kerdatian dari enan strain ayam broiler yang
digunakan sangat kecil,
Dalan hubungannya dengan penggunaan ransum/ Lopez
al,
-
(1978) nenyatakan bahwa strain berpengaruh nyata
ter-
hadap konsunsi ransum sedangkan penelitian Jull (1951) menunjukkan bahwa strain juga menberikan pengaruh yang nyata
terhadap konversi makanan,
Berlawanan dengan hasil
litian para peneliti tersebut
di
aLasI
penc-
--
Arboleda et al.
(1975) tidak melihat adanya pengaruh strain yang cukup nya-
ta terhadap efisieksi makanan.
--
Menurut Aitken et al. (1969)
perbedaan strain selain disebabkan oleh
perbedaan
genetik
nungkin pula disebabkan oleh pengaruh pemberian ransurn pada
induk-induknya.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
yang meliputi tiga
utama.
merupakan
percobaan
suatu rangkaian kegiatan
pendahuluan dan
percobaan
Percobaan pendahuluan pertama dilakukan untuk nem-
peroleh gambaran umum fentang
pengaruh
pemberian tepung
daun alang-alang terhadap pertumbuhan, persentase
dan organ-organ isi perut ayam,
karkas
Percobaan ini tidak
di-
tulis secara terperinci pada diseftasi ini, Percbbaan kedUa
dan ketiga untuk nlengetahui energi metabolis
alang-alang.
Selain itu
percobaan
juga dinaksudkan untuk menyusun
pendahuluan tersebut
hypotesis
utama sebagai penelitian teralchir
tepung daun
yang
studi pemanfaatan tepung daun alang-alang
yang mnggunakan dua strain ayam broiler.
bagi percobaan
merupakan
suatu
ransum
dalam
Uraian mengenai
bahan dan fiietode penelitian untuk percobaan kedua, ketiga
dan percobaan utama adalah sebagai berikut :
Percobaan
Kedua
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan energi
me-
tabolis dan energi metabolis murni tepung daun alang-alang
(Imperata cylindrica (L.) Beauv.) dan tepung rumput
chiaria decumbens Stapf.
Sibbald (1976).
secara biologis dengan
Bra-
metode
Tempat dan Waktu ~Grcobaan
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Produksi
Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selana 18 hari.
Dimulai tanggal 24 Desember 1983 dan
berakhir pada tanggal 8 Januari 1904.
Bahan dan Peralatan
Bahan percobaan yang digunakan antara lain tepung daun alang-alang berasal dari Bogor yang dipotong pada
umur
28 hari dan tepung rumput Brachiaria decumbens umur 35 ha-
ri berasal dari UPT
Dit.Jen.
Penbibitan
Hijauan
Makanan
Ternak,
Peternakan yang berlokasi di Cisarua, Bogor. Ba-
han jagung sebagai kontrol dan tepung kanji sebagai
pericampur diperoleh dari pasar Bogor.
bahan
Ayam yang digunakan
dalain percobaan ini adalah ayam broiler strain "Cobb" berunur empat bulan sebanyak 30 ekor berasal dari hasil pemeliharaan di Fakultas Peternakan IPB.
Rataan bobot
badan
2738 g,jenis kelamin campuran jantan dan betina.
Ayan-ayam percobaan tersebut ditempatkan dalam
sang-
kar individual (single cage) dari kawat, berukuran panjang
45 cm, lebar 20 crn dan tinggi
tempat air minum dan lampu
40 cm.
penerang,
Dilengkapi
Untuk
dengan
memasukkan
pellet bahan makanan percobaan ke dalam oesophagus digunakan spuit plastik berdianeter 1.5 cm yang telah
ujungnya,
Sebagai penampung ekskreta digunakan
dipotong
lembaran-
lembaran plastik *ng
ditempatkan di
bawah
tiap sangkar.
Pada proses penentuan energi metabolis selanjutnya,
digu-
nakan pula sebuah oven, eksikator dan "Adiabatic Bomb
Ca-
lorimeter".
Metode Percobaan
Metode yang digunakan dalam penentuan energi
lis dan energi metabolis murni kedua macam
metabo-
tepung hijauan
tersebut adalah metode yang diterapkan oleh Sibbald (1976).
Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Acak Lengkap.
Tiga macam bahan yang akan
Rancangan
diuji
adalah :
tepung daun alang-alang, tepung rumput Brachiaria decumbens
dan jagung.
diberi-
Dalan percobaan ini setiap bahan uji
kan kepada seekor ayam broiler dengan enam
kali
ulangan.
Satu kelompok ayam terdiri dari enam ekor sebagai kontrol,
Tahapan Pekerjaan
Keseluruhan kegiatan percobaan ini meliputi
tahapan
pekerjaan sebagai berikut :
1.
Pemeliharaan ayan percobaan sejak umur delapan
minggu
sanpai dengan empat bulan.
2.
Pembuatan tepung daun alang-alang
Brachiaria decumbens dimulai sejak
penentuan umur
3,
.
dan
tepung
pemangkasan
rumput
untuk
Pembuatan pellet bahan uji jagung, tepung daun alangalang dan tepung Brachiaria decunbens,
4, Percobaan dan'pengumpulan data.
5,
Analisis data hasil percobaan.
Pelaksanaan
Persiapan penyediaan ayam percobaan diawali dengan pemeliharaan 30 ekor
delapan niinggu
tersebut ayam
rasah,
ayan broiler strain
"Cobb" sejak
sampai dengan empat bulan.
umur
Selama periode
dipeiihara di dalam satu kandang beralas se-
Setelah berunur
enpat bulan ayan tersebut dianbil
secara acak untuk digunakan sebagai ayam percobaan.
Pembuatan tepung
ria decunbens
-
dimulai
daun alang-alang dan runput Brachiadengan penangkasan awal kedua jenis
hijauan
tersebut untuk nenyeragamkan
peroleh
umur
panen yang sama
dari
pertumbuhan dan nemmasing -masing jenis.
Alang-alang dipanen pada unur 28 hari sedangkan rumput Brachiaria decumbens pada umur 35
hari
setelah
Hasil panen kenudian dicincang kecil-kecil
sampai lima sentimeter dan
langsung
pemangkasan.
berwkuran enpat
dikeringkan di
sinar matahari untuk menghindarkan kerusakan karena
fermentasi.
bawah
proses
Setelah pengukuran dengan "hay moisture"
nunjukkan kadar air delapan sampai 1 0 persen,
hijauan kering ini digiling menjadi tepung,
yang digunakan berdianieter tiga nilimeter,
me-
kedua
Lubang
jenis
ayakan
Selanjutnya ke-
dua jenis tepung hijauan dan tepung jagung yang akan
ini dibuat pellet.
Hijauan mempergunakan tepung kanji
diuji
se-
I
bagai bahan pencampur.
Diameter pellet
.berukurari satu sen-
timeter, dibuat dengan mempergunakan alat pembuat pellet mini milik Laboratoriu~n pada Jurusan
Ilrnu Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pada
saat percobaan dimulai,
ke-30 ekor ayaltl yang te-
lah dimasu1:kan ke dalam sangkar individual
secukupnya
dan
dipuasakan
Setelah dipuasakan
dimasukkan
terlebih
oesophagus
sebaayak 25 gram setiap ekor.
sangkarnya dan
penanpung
dicatat
kan nilai
Urinary
secara
Ayam kemudian dikembalikan ke
plastik
dipasang
cermat.
Waktu
(UE,)
di bawah
sejak
tiap
penyuapan
Selanjutnya untuk nenentu-
"Fecal Metabolic Energy"
Energy"
pe
Ledakan jumlah penduduk merupakan beban paling
yang
dihadapi dunia dewasa ini disamping
yang menyangkut perdamaian antar bangsa.
tujuhpuluhan,
sebagai
akibat
dari
berat
masalah-masalah
Dalam awal tahun
pertambahan penduduk
serta kenaikan tingkat kemakmuran, permintaan pangan telah
melampaui kapasitas produksi dunia.
Agaknya
sulit
diba-
yangkan apa yang akan terjadi pada akhir abad 20 pada saat
penduduk
dunia
telah mencapai
kurang
lebih 6.5 milyard
orang (Brown dan Eckholn, 1977),
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang merupakan salah satu sumber kenaikan penduduk dunia yang cukup
potensial.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 di-
perkirakan akan mencapai 250
1977).
juta
jiwa (Djojohadikusumo,
Masalah krisis energi dan protein dalam menu
pen-
duduk Indonesia telah sering dikemukakan oleh para ahli dalam berbagai kesempatan.
Usaha intensifikasi pertanianyang
dilakukan selama ini belum sepenuhnya menjamin
kannya masalah tersebut.
terpecah-
Sebagai contoh, rataan kecepatan
pertambahan produksi padi dari
hasil
intensifikasi sejak
tahun 1972 hanya dua persen sedangkan kecepatan
produksi yang diperlukan untuk memenuhi
kenaikan
kebutuhan
sekitar lima persen per tahun (Satari, 1977).
pokok
Ekstensifi-
kasi pertanian serta penganekaragaman menu sering
dikemu-
kakan sebagai alternatif lain yang perlu mendapat perhati-
an dalam rangka nentecahkan masalah pangan tersebut.
Dalam
kaitan ini jagung merupakan salah satu komoditi yang
mem-
peroleh prioritas.
Setiap penggunaan yang tidak langsung,
walaupun akan memperoleh imbalan berupa
bahan
ngan nilai bioloyi yang lebih tinggi, sedikit
pangan debanyak akan
merupakan saingan bagi konsumsi manusia dan ide penganekaragaman menu.
Di pihak lain terdapat banyak
buhan pengganggu
tumbuh-tum-
yang kehadirannya justru dirasakan meng-
hanbat upaya peningkatan produksi pertanian. Padang alangalang merupakan contoh
yang sangat
menonjol
dewasa ini.
Berbagai pihak sedang giat berusaha untuk memanfaatkannya,
Dalam kaitan ini upaya penggunaan alang-alang untuk ransum
ayam mempunyai
daya tarik
khusus karena
beberapa tujuan
mungkin dapat dicapai yakni membantu penganekaragaman menu
dengan
jalan mengurangi persaingan dalam penggunaan bahan
pangan,
menanggulangi
krisis
pengendalian alang-alang.
mempunyai peluang
nakan
yang
Di Indonesia pemikiran tersebut
yang cukup besar mengingat usaha peter-
ayam khususnya broiler
pesat akhir-akhir ini.
alang-alang
beberapa
dahulu,
untuk
protein hewan dan membantu
telah mencapai perkembangan
Namun demikian
ransum broiler tidaklah
masalah yang
justru
pemanfaatan
terlepas dari
harus dipelajari
terlebih
Dalam hubungan ini perlu diperhatikan bahwa
ponen dinding
kom-
sel merupakan faktor penting yang membatasi
tingkat penggunaan hijauan dalam ransum ayam.
Serat kasar
adalah penyusun uta'ma dinding sel tumbuhan yang didef inisi
kan sebagai fraksi zat organik yang tidak larut dalam
0.3 N
dan
Na OH 1.5 N.
Dibandingkan
dengan
H2S04
jenis ternak
sangat
yang lain kemampuan ayam dalam mencerna serat kasar
terbatas.
-
Hingga saat ini tingkat kandungan serat kasarma-
sih digunakan sebagai salah satu patokan dalam menyusun ransum ayam disamping energit protein dan zat-zat
in.
makanan la-
Di pihak lain kandungan serat kasar tersebut mulai di-
ragukan ketepatannya sebagai patokan penyusun ransum
meng-
ingat serat kasar sendiri sebenarnya tersusun dari beberapa
senyawa yang sering berlainan pengaruhnya
pencernaan.
terhadap
proses
Dari senyawa penyusun serat kasar, hanya selu-
losa, lignin dan silika yang tidak dapat dicerna oleh
ung-
gas, sedangkan hemiselulosa masih
oleh
dapat
dihidrolisa
kondisi asam di dala~nproventrikulus dan ampela (Wahju, 1985).
detergent
asam
yang tersusun dari selulosat lignin dan silika dapat
dija-
dikan patokan yang lebih tepat untuk menyusun ransum
broi-
Dengan demikian diharapkan komponen serat
ler.
Bertolak pada pemikiran tersebut di atas, melalui rangkaian penelitian
metabolis
ini dicoba
tepung daun
untuk menentukan nilai energi
alang-alang serta mempelajari to-
leransi dua strain broiler terhadap variasi kandungan beberapa
senyawa sukar
penggunaan
dicerna sebagai
tepung daun
alang-alang
akibat
lima
dalam
ransum
tingkat
dengan
4
penekanan
terhadap kandungan serat kasar, serat detergent
asam, lignin dan silika,
Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan
informasi yang bermanfaat dalam rangka penyempurnaan patokan penyusunan ransum broiler yang menyangkut toleransinya
terhadap
asam,
tingkat
kandungan serat kasar,
lignin dan silika
pung daun
serat detergent
dalan ransum yang mengandung te-
alang-alang dalam tingkat tertentu untuk daerah
tropis khususnya Indonesia.
Melalui
ungkapkan
penelitian ini diharapkan
pula
dapat
ter-
nilai biologis dan kegunaan alang-alang sebagai
salah satu
bahan penyusun
penelitian ini
diharapkan
ransum ayam.
membuahkan
Dengan demikian
hasil ke arah mem-
bantu pemecahan masalah pengendalian alang-alang dan secara tidak langsung
menbantu
program penganekaragaman menu
masyarakat dengan jalan mengurangi
persaingan
penggunaan
bahan-bahan pangan,
Perbedaan
dalam
respons
penelitian ini
mengenai
kemungkinan
yang tahan
antar dua strain yang akan diukur
diharapkan
dapat
memberi petunjuk
pengembangan strain- strain
terhadap perlakuan tersebut,
khusus
namun penggunaan
makanannya masih efisien.
Hipothesis yang akan diuji
adalah :
ntelalui
penelitian
ini
Kandungan serat kasar, serat detergent asam, lignin dan
silika dalam ransum yang menggunakan tepung daun alang-alang
sebagai salah satu komponennya, masih dapat ditoleransi oleh
ayam broiler pada tingkat tertentu.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Hijauan dalan Ransum Ayam
Menurut Winter dan Funk (1960) hijauan di dalam
sum
ayam dapat dipandang
protein,
sebagai salah satu bahan sumber
mineral dan karbohidrat,
Dalam bentuk segar me-
rupakan sumber vitamin, kecuali vitamin D.
jauan segar,
ran-
muda dan berkualitas tinggi
jumlah makanan yang diberikan,
Penberian hidapat menghemat
Dikemukakan pula bahwa hi-
jauan segar mengandung xanthophyll yang dapat mempengaruhi
warna kuning telur dan
kuning.
bagian-bagian tubuh yang berpigmen
Hijauan dapat diberikan dalam bentuk segar ntaupun
dalam bentuk tepung,
kan tepung
Holder dan Burdick (1980) mengguna-
"white clover"
(Trifolium repens 1 ,
clover" (Trifolium incarnatum)
(Trifolium vesiculosum)
kanan anak ayam
"arrow
dalam serangkaian
broiler,
pung hijauan ketiga jenis
kan
dan
Diperoleh
"crimsor~
leaf
clover"
penelitian ma-
hasil
bahwa
te-
"clover" tersebut dapat diguna-
sampai dengan tingkat 7.5 persen. Dalam pengantar pe-
nelitian tersebut dikenukakan bahwa rumput Bermuda merupakan suatu jenis hijauan yang lazim
digunakan
juga
dalam
ransum ayam,
Dari penelitian Dawan Sugandi et al. (1976) dilaporkan bahwa "income over feed cost" yang tertinggi diperoleh
dari kelompok
ayam petelur yang memperoleh
ransum dengan
I
tepung rumput lapang (native grass) pada tingkat lima persen.
Ditinjau dari bobot badan pada umur 21 minggu
peng-
gunaan 25 persen jagung dan lima persen rumput lapang
ti-
dak berbeda nyata dengan ransum yang menggunakan 30 persen
jagung tanpa tepung rumput.
--
Menurut LaBonde et al.
kan pengaruh yang
nyata
(1977) jenis hijauan memberi-
terhadap
pertumbuhan anak
broiler selama empat minggu pertama.
nunjukkan bahwa
substitusi
tepung
ayam
Penelitian mereka merumput "Kentucky blue
grass" (Lolium parene) pada tingkat sembilan maupun 20persen ke dalam ransum yang menggunakan jagung dan bungkil kedele menghasilkan kecepatan pertumbuhan yang lebih
tinggi
(632 dan 523 g/minggu) dibandingkan dengan substitusi
te-
pung alfalfa (Medicago sativa) pada tingkat yang sama (585
dan 506 g/minggu).
Jonsson
dan
McNab (1983)
bahwa penggunaan tepung rumput dalam ransum
melaporkan
ayam
broiler
menurunkan nisbah pertambahan bobot badan : konsumsi ransum serta secara nyaia menyebabkan warna kulit menjadi lebih kuning.
Penurunan nisbah
pertambahan
konsumsi ransum tersebut disebabkan karena
menurunkan deposisi lemak tubuh,
bobot
badan :
tepung
rumput
pula
bahwa,
Dilaporkan
tingkat mortalitas dari ransum yang mer~ggunakantepung rumput tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan
ayam yang memperoleh ransum kontrol.
kelompok
Rataan tingkat
talitas selama penelitian adalah 3,44 persen.
mor-
Penelitian
*
yang lebih mendalam tentang evaluasi penggunaan tepung rumput dalam ransum ayam yang sedang tumbuh hasil persilangan
strain New Hampshire dan
Columbian
telah
Willis dan Baker (1980)di Universitas
Serikat.
dilakukan oleh
Illinois,
Amerika
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna-
an tepung rumput pada tingkat lima persen tidak menurunkan
pertambahan bobot badan
namun
sedikit
nlengurangi nisbah
pertambahan bobot badan : konsumsi ransum. Sama halnya dengan yang dilaporkan
tepung rumput
lit.
Jonsson dan McNab (1983) penggunaan
tersebut juga menambah pigmentasi pada
Selanjutnya dari evaluasi
kualitas
rumput yang digunakan diperoleh hasil
protein
bahwa
ku-
tepung
nilai
rasio
efisiensi protein dan rasio protein-net0 tepung rumput lebih tinggi dibandingkan dengan tepung alfalfa
bungkil kedele.
dan
tepung
Dari hasil evaluasi tersebut disimpulkan
bahwa tepung rumput merupakan sumber xanthophyll dan
pro-
tein yang cukup baik.
Alang-alang sebagai salah satu jenis hijauan yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak telah banyak dikemukakan oleh Soewardi (19761,
Dari seranqkaian penelitian pendahuluannya
pengaruh penggunaan
tepung daun alang-alang
mengenai
dalam ransum
ayam jantan tipe medium Babcock, Siti Sundari (1983)
dapatkan bahwa penggunaan tepung daun alang-alang
ngaruh terhadap pertambahan
bobot badan, peroentase
men-
berpekar-
kas siap
dirnasak,' persentase ampela
lemak abdominal.
dan persentase bobot
Tingkat tepung daun alang-alang 0: 5: 10:
15: dan 20 persen menghasilkan pertambahan bobot badan berturut-turut : 687.44: 727.22: 724.22: 680.58 dan640.05 gram:
persentase karkas siap dimasak : 73.57; 71.57: 71.87: 71.46:
dan 71.10 persen,
persentase ampela
4.38: 4.73: 4.98 dan
4.99 persen sedangkan persentase bobot lemak abdominal berturut-turut adalah 1.45: 1.11: Li09
hadap persentase
hati dan
dan
0.94 persen. Ter-
jantung tidak menunjukkan
per-
bedaan yang nyata.
Selan4utnya diketahui pula bahwa persentase limpa yang
mendapat ransum dengan tinykat tepung daun alang -alang lin8a persen ternyata lebih tinggi
kontrol
.
dibandingkan dengan ranoum
Meskipun dalam junlah sedikit, bahan hijauan dapat dianggap sebagai
gambaran
sumber energi bagi
Jonsson dan
energi metabolis
McNab (1903)
tepung rumput
ternaK unggas.
Sebagai
melaporkan bahwa nilai
yang digunakan dalam pene-
litiannya adalah sebesar 1.4320 Kkal/g bahan kering.
Uraian Umum Tentang Alang-alang di Indonesia
Dalam kurun
waktu
sepuluh tahun trrakhir
alang telah banyak menarik
dirannya dianggap
ini alany-
perhatian berbagai pihak. Keha-
sebagai akibat dari penggunaan sumberda-
ya alam der~gancara yang tidak tepat di masa lampau dan telah menjadi nasalah Nasional
yang semakin terasa mempenga-
ruhi hajat hidup orang banyak.
Pertemuan Pengelola Padang Alang-alang
garakan oleh BlOTROP pada
bulan
September
yang diselang1980 telah rne-
rumuskan bahwa rehabilitasi padang alang-alaag ke arah pertanian pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan pemukiman dala~asuatu sisten yang produktif
nis,
melalui cara rneka-
kimia naupun biologis yang terpadu merupakan salah sa-
tu paket alternatif yang dapat
dilakukan untuk
memecahkan
masalah tersebut.
Padang alang-alang di Indonesia tercatat seluas 16 juta hektar dengan perkiraan
penambahan
lebih
dari 150000
hektar setiap tahun (Tjitrosoed~rdjoet al., 1980).
pat terutana di daerah-daerah berikllm
tas dan daya dukung lingkungan yang
Terda-
basah dengan kuali-
sudah
sangat nenurun.
Dalarn ukuran yarlg luas dapat ditemui di Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan
dan Tengga-
ra.
Uraian mengenai penggunaan alang-alang
ternak
sapi
(1976),
banyak
dikenukakan
dalam
untuk
tulisan
makanan
Soewardi
Dilaporkan bahwa sudah scjak lama alang-alang
gunakan sebagai makanan
ternak
di banyak
di-
negara termasuk
Asia Tenggara baik dalam bentuk hijauan asli maupun hijauan
budidaya.
Meokipun balun terdapat data tentang
alang-alang dalam ransum ayam, hasil
penelitian
penggunaan
Soewardi
(1976) tersebut teiah membuka cakrawala baru mengenai
ke-
mungkinan pengendalian alang-alang melalui pemanfaatan untuk makanan ternak sapi potong sekaligus menimbulkan
rah untuk meneliti kegunaannya bagi komoditi yang
Biologi
dan blady
lain.
Alang-alang
Alang-alang atau yang dikenal sebagai
pina
gai-
cogon di Fili-
grass di Australia mempunyai nama
Imperata cylindrica (L.) Beauv.).
neae atau rerumputan.
Termasuk famili
ilmiah
Grami-
Hingga sekarang dikenal lima varie-
tas alang-alang dengan daerah penyebaran seperti
tertera
pada Tabel 1.
Varietas yang banyak terdapat di Indonesia pada unumnya varietas major
dengan
ciri-ciri morfologi :
panjang
bulir (panicle) kurang dari 20 cm, panjang anak bulir (spikelet) empat sampai lima milimeter, daun rata dan mekar, di
sekeliling bukunya terdapat bulu-bulu halus,
Alang-alang berkembang biak
dengan
anakan-anakan baru dari rhizomanya.
jalan
membentuk
Lebih kurang 50
per-
sen bagian rhizorna ini berada pada lapisan tanah 20 cm yang
teratas (Soerjani, 1970).
Menurut Hofstra dan Stienstra (1972) yang dikutip oleh
--
Tjitrodoedirdjo et al. (1980) alang-alang termasuk tumbuhan C4 sehingga sangat efisien
surya dalam proses fotosintesa.
dala~l memanfaatkan
energi
Tabel 1.
-
Namd Varietas Alang-alang dan Daerah
Penyebarannya
Nama varietas
Wilayah penyebaran
1, Varietas major (Nees)
Daerah tropika dan subtropika Asia, Australia, dan
bagian Timur Afrika tropika.
2.
Varietas Africana
(Anders)
Afrika dan Madagaskar
3.
Varietas Europa
( Anders )
Daerah Laut Tengah,
Asia
Tengah, Algeria dan Sahara
Tengah
4.
Varietas condensata
(Stend)
Daerah Chili Tengah
5,
Varietas latifolia (Hook)
India
Sumber :
--
Tjitrosoedirdjo et al. (1980)
Rataan produksi hijauan alang-alang
segar pada umur
tiga minggu yang aktif digembalai domba dan tingkat komposisi botani 95.1 persen adalah 1 7 1 7 g/ma (Siregar danPrawiradiputra, 1980), atau kurang lebih 17.17 ton/ha.
Untuk memperolgh gambaran mengenai kelengkapan
dalam tubuh alang-alang pada Tabel 2
unsur
dicantumkan keinampu-
annya dalam menyerap unsur-unsur penting dari tanah. Sebagian besar lahan kering yang banyak ditumbuhi alang -alang
adalah dari jenis podsolik merah k u n i n g ~miskin unsur NIP,
dan bereksi masanl, pH 4.5
-
5.0 (Ardjasa dan Ismail, 1980).
Tab51 2 ,
Juml'ah Unsur Hara yang Diserap oleh
Alang-alang
Unsur
Jumlah yang diserap
Nitrogen
Phosphor
Kalium
Kalsium
Magnesium
Silikon
Besi
Mangan
Ternbaga
Seng
Sumber
Catatan
:
:
Soepardi, 1976
Kadar air alany-alang 90 persen,
Nilai ~ i z iTePuna Daun Alana-alana
Nilai gizi tepung daun alang-alang pada umumnya bervariasi menurut unur dan tempat tumbuh,
Soewardi (1976) ber-
kesimpulan bahwa nilai gizi alang-alang
muda
tidak lebih
rendah dibandingkan dengan rumput gajah (Penniseturn purpureurn)
-
yang selama ini dianggap
sebagai
rumput standard.
Pada penelitian
tersebut
nilai gizi terbaik daun
alang yang digunakan adalah :
alang-
air 67.1 persen, protein ka-
sac 7.9 persen, serat kasar 43.8 persen, lemak 2.0 persen/
abu 8.1 persen,
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
32.2
persen, kalsium 0.41 persen dan phosphor 0.26 persen.
Variasi nilai gizi alang-alang
berdasarkan fase tum-
buh tercantum pada Tabel 3 (Hunting Technical
Service Li-
mited and Huszar Brammah and Associates, 1977).
Dari Ta-
be1 3 tersebut nilai gizi yang terbaik diperlihatkan
alang-alang berumur muda
gar.
oleh
(empat minggu) dalan bentuk
Hubungan antara umur
se-
pemotongan alang-alang dan be-
berapa aspek nilai gizi juga dikenukakan oleh Gerpacio dan
Casstillo (1979) seperti tertera pada Tabel 4.
Soepardi (1980) melaporkan bahwa kandungan
dan mineral bagian helai daun, tangkai
alang-alang tidak sama.
dan
rhizoma
Hasil analisis laboratorium bagi-
an-bagian tubuh alang-alang
be1 5.
daun
nitrogen
tersebut
tercantum
pada Ta-
Secara umun dari Tabel 5 dapat dikatakan bahwa he-
lai daun merupakan bagian yang nilai gizinya paling baik.
Penelitian lain oleh
Rochjati
Joedodibroto
memperlihatkan bahwa bahan kering alang-alang yang
(1980),
diper-
oleh dari daerah Sukabumi mengandung abu 5.42 persen,
si-
lika 3.67 persen, lignin 21.42 persen, pentosan 28.58 persenr selulosa Cross
44.78 persen.
&
Bevan 63.34 persen, dan selulosa alfa
Kelarutan bahan keringnya
dalam
alkohol-
Tabel 3.
Nilai Gizi Alang-alang pada Berbagai Fase Tumbuh
Fase tumbuh
bahan
kering
%
%
protein
kasar
dari bahan kering
serat
kasar
~ b u
Lemak
BETN
Awal fase vegetatif
(segar)
-
6,6
34,6
7,9
3.3
47.6
Akhir fase vegetatif
(=gar
-
5.2
32.4
8.2
3.2
51 .O
Akhir fase berbunga
( segar
-.
3.5
39.4
6.7
1.6
48.8
36.4
11.8
32.1
7.1
1.9
47,l
-
3.8
39.7
7.8
0.7
48.0
Umur 4 minggu (segar)
Akhir fase vegetatif
(hay
Sumber : Hunting Technical Services Limited and Huszar Brammah and
Associates (1977).
.
I
bensen 3.75 p e r s e n , dalam a i r p a n a s 8.69
p e r s e n dan dalam
s a t u p e r s e n NaOH 3 8 . 6 0 p e r s e n ,
T a b e l 4.
Hubungan a n t a r a Umur Pernotongan d e n g a n
Kandungan Bahan X e r i n g (BK), Abu, E n e r g i Bruto ( E B ) dan Karoten Alang-alang
28
hari
56
hari
84
hari
Sumber :
Abu
BK
Umur pernotongan
(%)
(%)
EB
(Kkal/kg
1
Karoten
(mg/kg 1
Gerpacio dan C a s s t i l l o ( 1 9 7 9 ) ,
Tabel 5.
Susunan Kimia H e l a i Daun, T a n g k a i Daun
d a n Rhizoma A l a n g - a l a n g
Susunan k i m i a
Helai daun
Tangkai daun
Rhizoma
0.59
0.17
0.35
Phosphor ( % )
Kalium
(%)
0.39
0.33
0.17
0.51
0,56
0,17
($1
0,41
0,35
0,19
0.27
0.28
0.20
2,66
2 -66
1.90
0 $05
0.13
0.10
Nitrogen
Kalsium
($)
Magnesium ( % )
Silicon
(%)
Iron
( %1
Mangan
Zinc
(ppm)
(P P ~
91.70
97,80
105.90
4.20
9.00
33.40
Copper
(PP~)
5.50
6.30
19.70
Sumber :
Soepardi (1900).
Secara umum
rurninansia
baik
afang-slang
dalam
dapat diberikan kepada ternak
bentuk segar, hay, silase
pellet (Soewardi, 1976).
Untuk
ternak
maupun
ayam terbuka ke-
mungkinan diberikan dalam bentuk tepung alang-alang maupun
pellet.
Tingkat Serat Kaoar, Serat Detergent Asam, Lignin
dan Silika dalam Ransun dan Pcngaruhnya
Terhadap
..
Performans Broiler
Serat kasar merupakan
dinding sel tumbuhan,
salah
satu
~ i t i n j a udari
komponen penyusun
segi
dicerna oleh enzim hewan (Brown, 1960;
nutrisi, sukar
Van
Soest, 198.2).
Berdasarkan analisis proksimat, serat kasar ini dapat
definisikan sebaqai bahan organik yang tidak
larut
di-
dalam
1.25 persen H 2SO4 dan 1.25 persen NaOH. Telah banyak penelitian yang rnengungkapkan bahwa serat kasar hanya dapat
dimanfaatkan tubuh melalui proses fermentasi
tinal.
gastrointes-
Proses tersebut pada hewan monogastrik sangat ter-
batas sehingga bahan makanan yang mengandung
serat
kasar
tinggi pada umunnya sukar dinanfaatkan.
Dalan sistematika susunan zat nlakanan, karbohidrat d i pisahkan n~enjadi bahan ekstrak tanpa nitrogen
serat kasar.
BETN mengandung banyak gula
bersifat mudah dicerna, sedangkan
serat
akan lignin dan selulosa bersifat sukar
dan
kasar
(BETN)
pati
dan
yang
yang kaya
dicerna (SutarZi,
1980).
Dari hasil penelitiannya, Tasaki dan
juga melaporkan bahwa selulosa
anak ayam.
tidak
Kibe (1959)
dapat
dicerna oleh
Namun demikian pada bahan makanan yang berasal
dari hijauan keadaannya tidak selalu demikian.
Sebagian
selulosa dan bahkan sebagian besar lignin sering
dijumpai
dalam komponen BETN hijauan (Sutardi, 1980).
Untuk menga-
tasi banyak kelemahan yang ditemukan dalam analisis
simat tersebut, Van Soest (1982) merintis
analisis baru yang lebih relevan untuk
suatu
menilai
bahan-bahan makanan yang berasal dari hijauan.
proksistem
kualitas
Dalam sis-
tern analisis Van Soest bahan hijauan dibagi nenjadi
bebe-
rapa fraksi berdasarkan kelarutannya dalam detergent.
Se-
cara garis besar, bahan hijauan dibagi menjadi isi sel dan
dinding sel.
Isi sel terdiri dari fraksi-fraksi
protein,
karbohidrat, mineral dan lenak yang mudah larut dalam
pe-
larut detergent netral.
da-
Dinding sel yang tidak larut
lam pelarut detergent netral dibagi menjadi beberapa fraksi berdasarkan kelarutannya dalam pelarut detergent
Fraksi yang larut terdiri dari hemiselulosa
dinding sell sedangkan
dan
asam.
protein
yang tidak larut adalah lignoselu-
losa atau serat detergent asam (Acid Detergent Fiber =ADF).
Selain bahan organik, dinding sel
(Sio2),
juga
Secara sistematis pembagian zat
analisis Van Soest tertera pada Gambar 1.
mengandung silika
hijauan
menurut
f
Bahen hijauan
Bahah 'kering
Air
I
I
Is1 Sel
Dinding Sel
I
I
Hemiselulosa
N dinding sel
Serat Detergent Asam (SDA)
I
Lignin Detergent
Asam (ADL)
Gambar 1.
Sistematika Pembagian Zat Makanan
Hijauan Menurut Analisis Van Soest.
Pertumbuhan dan Mortalitas Broiler
Menurut
Titus
dan
pertama kehidupannya,
Fritz
(1971) sejak minggu-minggu
pertumbuhan ayam akan meningkat
setelah mencapai puncaknya lalu menurun sesuai dengan
tambahnya umur,
Pertumbuhan anak ayam
yang
sangat
dan
bercepat
terjadi sejak umur satu hari sampai dengan enam-tujuh minggu (Bundy dan ~ i g g i n s ,1960). Dalam hubungan mortalitas dan
serat kasar ransum, Lubis (1958) berpendapat bahwa kandungan serat kasar ransum yang tinggi dapat meningkatkan mortalitas ternak ayam.
nyatakan
bahwa
Secara lebih terukur Ewing (1963)
kandungan serat kasar dalam
ransum
melebih
dari 10 persen akan nengurangi pertumbuhan dan neningkatkan
mortalitas, khususnya sanpai umur 12
minggu pertama.
Kan-
I
dungan serat kasar yang dianggap tidak berakibat toksik untuk mencapai
tingkat produksi
antara empat sampai 10 persen,
broiler yang
Menurut
tinggi adalah
Insko
(1949), pertumbuhan maksimal dapat dihasilkan
dan
Culton
oleh
ransum
yang tersusun dari jelai, gandurn, alfalfa maupun dedak gandum asalkan kandungan serat kasarnya
tidak
melebihi
lima
persen,
Harnpir tujuh tahun yang lalu Bayer et dl. (1978) meneliti pengaruh ransum "Modified New England Conference"
dan
ransum "Modified New England College Conference" rnasing-masing untuk strater dan finisher ayam broiler sampai berunur
tujuh minggu.
Perlakuan pertarna (kontrol) adalah penberian
kedua ransurn tersebut tanpa penambahan selulosa
sedangkan
perlakuan kedua ditambahkan enam persen selulosa.
nelitian tersebut dilaporkan bahwa penambahan
enam
Dari pepersen
selulosa berakibat menurunkan secara nyata baik bobot badan
akhir maupun pertambahan bobot badan selana penelitian. Hasil penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dvorak dan Bray (1978). Dalan penelitian ini
digunakan anak ayam betina persilangan New Hampshire danColumbian Plymouth Rock.
Perlakuan yang diberilcan adalah pe-
nambahan selulosa ke dalam ransum basal dengan tingkat
10;
20; dan 30 persen untuk percobaan I dan 15; 30; dan 45 persen untuk percobaan 11, Dari hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa senakin tinggi penambahan selulosa akan ber-
I
akibat menurunkan kecepatan
pertumbuhan secara linier. Di-
samping itu pertambahan bobot badan cenderung lebih rendah.
Di pihak lain kandungan selulosa maupun lignin yang
terla-
lu rendah dapat memperlambat perturnbuhan dan berakibat
ruk
terhadap performans
yang lain.
Hal
dilaporkan oleh Davis dan Briggs (1947),
anak ayam
(1959) melaporkan
antara lain
bahwa pertumbuhan
akan lebih baik bila memperoleh
ngandung selulosa dibandingkan
et al.
-
ini
ransum yang me-
dengan yang tidak.
hasil
bu-
penelitian
Saito
yang senada.
Dalam penelitian ini ke dalam ransum basal starter dan grower yang masing -masing mengandung serat kasar 3.7 dan
persen ditambah bubuk selulosa yang mengandung serat
77.5 persen pada tingkat 0; 3.5; 9.5; 16.5 dan 26.5
4.5
kasar
persen
sehingga kedua macam ransum tersebut mengandung serat kasar
berturut-turut 3.7 dan 4.5 persen, 6.4 dan 7.2 persen# 11.1
dan 11.9 persen, 16.5 dan 17.3 persen serta
persen,
24.2
dan 25.0
Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa bo-
bot badan akhir yang rnemperoleh ransum perlakuan grup 2; 3 1
dan 5 berturut-turut 20; 27; 34;dan 30 persen lebih
bila dibandingkan dengan
bobot badan akhir ayam yang
tinggi
mem-
peroleh ransum kontrol (ransum grup 1).
Dari serangkaian penelitian tentang pengaruh serat ka-
--
s a r ~Ricke et al. (1982) melaporkan bahwa anak ayam
hasil persilangan New Hampshire dengan Columbian yang
betina
mem-
peroleh ransum dengan tingkat kandungan lignin empatdan de-
lapan persen sejak'umur
delapan sampai 22 hari memperlihat-
kan kecepatan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan yang
memperoleh ransum kontrol (no1 persen serat kasar).
Dari
penelitiannya yang lain yang mempergunakan anak ayam strain
Hubbard, dilaporkan pula bahwa substitusi jagung dalam ransum basal dengan lina dan 1 0 persen
lignin
pertambahan bobot badan anak ayam umur
rnemperlihatkan
satu sampai 14 hari
yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak ayam yang memperoleh ransum basal tanpa substitusi (kontrol),
sedangkan
pada anak ayam yang berumur delapam sampai 22 hari tidak menperlihatkan perbedaan yang nyata,
Menurut Siregar dan Sabrani (1970) aerat 1:asar
jurnlah tertentu
diperlukan untuk memperlancar
sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna.
lain
kandungan
serat
dalam
pengeluaran
Namun di pihak
yang melebihi batas makcimal
kasar
akan n~enurunkan nilai gizi ransun,
bahwa penurunannya nilai gizi ranoum
kasar tinggi disebabkan karena
Wahju (1970) menyatakan
yang mengandung serat
sebagian besar zat-zat
ma-
kanan dapat dicerna keluar bersama feces sebelum sempat diserap uous,
Pada gilirannya
proses tersebut dapat
menga-
kibatkan menurunnya pertumbuhan anak ayam,
Silika nerupakan senyawa penyusun serat detergent asan
(SDA = ADF)
bahan hi jauan.
--
Dalam hubungan ini Day et al. (1970)
melaporkan bahwa penambahan silikat sebanyak
satu dan
dua
persen dalam ransum ayam broiler dapat memperbaiki laju per-
tumbuhan, sedangkdn penambahan tiga persen tidak
mengaki-
batkan pengaruh pada pertumbuhannya.
Konsumsi dan Konversi Makanan serta Kebutuhan Air Minum
Ewing
(1963) menyatakan bahwa
konsumsi
harian
zat-
zat rnakanan lebih dipengaruhi oleh kapasitas volume daripada bobot ransum.
Dengan demikian selain kandungan
energi)
keambaan (bulky) ransun perlu diperhitungkan. Sifat pengisi
ini sangat dipengaruhi oleh
kasar
dalam
ransum seperti yang dinyatakan oleh hasil penelitian
Mraz
et al,
-
serat
(1956)
Menurut
ransum
kandungan
yang
Fisher
dan Weiss (1956))
mengandung
selulosa
konsumsi
diatur
tractus digestivus mengembangkan sampai
Disamping itu dipengaruhi
pula
serta nafsu makan (Hafez, 1976).
oleh
maksimal
oleh
kemampuan
derajat
tertentu.
palatabilitas ransum
Dalam hubungan
ini
ha-
sil penelitian Saito et al. (1959) menunjukkan bahwa pemberian selulosa sampai dengan tingkat 26.5 persen pada ransum
anak ayam tidak menghilangkan nafsu makan.
(19631, faktor palatabilitas pada
umumnya
Menurut
kurang
Ewing
berarti
bila digunakan ransum yang cukup nilai gizinya karena
ran-
sum yang demikian biasanya selalu disukai ayam,
Dvorak dan
Bray (1978) melakukan dua rangkaian
litian untuk mempelajari pengaruh penambahan selulosa
ransum
ayan.
penepada
Pada penelitian pertama ditambahkan selulo-
sa sebanyak 10; 2p;dan 3 0 persen ke dalam ransum basal, sedangkan penelitian kedua sebanyak 15; 30; dan45 persen. Hasil kedua penelitian
tersebut
menunjukkan
bahwa
semakin
tinggi tingkat pemberian selulosa akan nyata semakin meningkatkan konsumsi makanan secara linier.
Kenyataan
ini se-
suai dengan hasil penelitian Saito et al. (1959).
Menurut Bayer et al. (1978) penambahan selolusa s a m ~ a i
dongan tingkat enam persen ke dalam ransum basal akan menurunkan efisiensi r~~akanan. Duapuluh
tahun
sebelumnya Ri-
chardson et al. (1958) pada penelitiannya dengan ayam broiler juga telah menunjukkan hasil yang senada.
litian tersebut pemberian ransum yang
Dalam pene-
mengandung serat ka-
sar 3.6; 4.5; 5.4: 6.7 dan 7,7 persen menghasilkan konversi
makanan berturut-turut sebesar 2.58:
2.95.
Terlihat bahwa kandungan
2.65: 2.68: 2.81:
dan
serat kasar yang makin me-
ningkat akan menyebabkan efisiensi makanan yang semakin rendah.
Mereka melaporkan pula bahwa penambahan lemak ke da-
lam ransum sampai batas tertentu
akan menurunkan
konversi
makanan atau meningkatkan efisiensi penggunaan makanan. Hal
ini erat hubungannya dengan tingkat
penambahan energi ran-
sum seperti yang'dikemukakan oleh Lopez (1978) bahwa penambahan tingkat energi dalam ransum dapat memperbaiki konversi makanan.
Konversi makanan yang dianggap baik untuk ayam
broiler umur satu
minggu sampai dengan delapan minggu ber-
kisar antara 1.31 sampai 2.10 (Oluyeml dan Roberts, 1979).
Kandungan air!tubuh
anak ayam yang berumur satu minggu
kurang lebih 85 persen.
Semakin tumbuh dewasa kandungan air
tersebut secara bertahap akan berkurang dan
kenaikan
runan
air
kandungan protein
tubuh
(Anggorodi, 1985).
tersebut
diikuti
tubuh.
Sebagian
diganti
oleh
oleh
besar penu-
kenaikan
lemak
Dikatakan pula bahwa kehilangan 1 0 per-
sen air tubuh dapat meninbulkan gangguan bobot dan bila mencapai 20 persen dapat mengakibatkan kematian. Kebutuhan air
minum pada
kanan
umumnya dud kali lebih banyak dari
yang dikonsumsi (Wahju, 1978),
jumlah
ma-
Percobaan Abdelsamie
dan Yadiwilo (1981) menunjukkan bahwa pembatasan air
minum
pada ayam broiler umur 35 sampai dengan 65 hari
di
tropika berakibat menunrunkan konsumsi makanan,
Selain ne-
daerah
ngurangi konsumsi makanan, pembatasan air ninum juga mengakibatkan laju pencernaan yang lebih rendah (Hafez, 1976).
Menurut Wahju dan Sugandi (1979) suhu lingkungan yang tinqgi mengakibatkan konsumsi ransum relatif
sedikit
sehingga
zat-zat makanan di dalam ransum harus ditingkatkan.
Pada lingkungan yang
lalui
kulitnya.
menerima panas ne-
Rangsangan rasa panas yang diterima oleh
reseptor panas perifer
hypothalamus.
panas unggas
kulit diteruskan ke reseptor
Di susunan
syaraf
eusat
ini
panas
rangsangan
panas tersebut mempengaruhi pusat makanan dan pusat minuman
sehingga konsumsi makanan menjadi turun dan sebaliknya konsumsi air menjadi meningkat.
Persentase Bobot ~ d r k a sSiap Dimasak (Ready-to-cook carcass)
dan Beberapa Organ Isi Perut
Pada pemasaran daging ayam terdapat beberapa terminologi yang lazim digunakan.
"Dressed Carcass"
adalah
bagian
tubuh ayam yang telah dipotong tanpa darah dan bulu (Mountney,
1976).
Bundy dan Diggins (1960) mendefinisikan karkas kosong
sebagai bagian tubuh ayam tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan
seluruh isi rongga perut.
Terminologi lain yakni karkas si-
ap dimasak adalah bagian tubuh ayam tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan seluruh isi rongga perut kecuali hatit
ampela,
dan jantung (Bundy dan Diggins, 1960 serta Winter dan
1960).
Funk,
Menurut Jull (1951) serta Winter dan Funk (1960) bo-
bot karkas siap dimasak adalah sekitar 66
sampai 76
persen
dari bobot hidup.
Persentase bobot karkas siap dimasak dari ayam yang kecil relatif lebih rendah bila
besar.
Oleh karena itu
dibandingkan dengan ayam yang
"evisceration loss"
ayam
berbobot
kecil biasanya lebih besar (Winter dan Funk, 1960).
bobot badan faktor-faktor lain
Selain
yang mempengaruhi persentase
karkas adalah bangsa, umur dan jenis kelamin (Williamson dan
--
Payne, 1959) serta makanan (Kodra et al., 19621,
Menurut Moran dan Orr (1970) ayam muda mempunyai persentase karkas lebih tinggi dibandingkari dengan ayam tua,
Dike-
mukakan pula bahwa persentase karkas ayam jantan lebih tinggi
daripada ayam betina. Dalam hubungan ini Wahid et al. (1974)
melaporkan
bahwa persentase karkas ayam broiler jantan umur
1 2 minggu dan ayam broiler betina dengan umur yang sama berturut-turut adalah 65 dan 64 persen dari bobot hidup. Di piet al. (1962) menemukan bahwa
hak lain Kodra -
jenis
kelamin
tidak menpengaruhi persentase karkas.
Sehubungan dengan pengaruh makanan terhadap bobot badan
dan persentase karkas, Siregar (1981) melaporkan bahwa
pem-
batasan pemberian ransum komersial kepada ayam broiler
pada
tingkat 100 persen
(ad libitum);
90; 80;dan 70 persen
meng-
hasilkan bobot badan berturut-turut 2149; 1865; 1756;
dan
1 5 0 2 gram sedangkan persentase karkasnya berturut-turutadalah 79,5; 77.51 77.6; dan 77.9 persen.
Pemberian ransum pa-
da tingkat 100 persen nyata lebih tinggi dari tingkat pembatasan ransum yang lain,
Hasil penelitian Olonu dan Offiong (1978)
tentang
pe-
ngaruh tingkat protein dan energi metabolis terhadap persentase karkas menunjukkan bahwa ransum yang mengandung protein
17.1; 20,l; 23.1,dan 26.1
persen
dengan
energi
rnekabolis
2800 Kkal/kg dan 3 200 Kkal/kg tidak mempengaruhi persentase
karkas broiler umur sembilan minggu,
Tidak tampaknya penga-
ruh tersebut disebabkan oleh tidak adanya perbedaan
pertam-
bahan bobot badan pada periode finisher, Namun demikian Jull
(1951) menyatakan bila tingkat serat kasar dalam ransun terlalu berlebihan akan berakibat nenghambat pertumbuhan,
Dari hasil pebelitiannya, Siti Sundari (1983) memperoleh bahwa penggunaan tingkat serat kasar 4.86 (Ransum I),
5.53 (Ransum II), 6.30 (Ransum III),
9.52 (Ransum IV) dan
9.77 persen (Ransum V) dalam ransum ayam medium Babcock tidak menghasilkan perbedaan persentase karkas siap
antara Ransum I , 11, 111, dan IV
111, IV dan V,
serta antara
dimasak
Ransum 11,
Persentase karkas siap dimasak dari perla-
kuan Ransum I nyata lebih tinggi
dari Ransum V.
disebabkan karena bobot hidup ayam
Hal ini
yang memperoleh Ransum
V lebih rendah dari bobot hidup ayam yang
memperoleh Ran-
sum I.
Organ isi perut dapat dijadikan
tolok
pengaruh ransum adalah hati, jantung,
dan "caeca",
ukur terhadap
limpa, ampela, usus
Menurut Ibanes dan Gonzales (1901), bila ter-
jadi akumulasi cadangan glikogen dan lemak, maka bobot hati akan bertambah.
Bobot hati juga dipengaruhi oleh kan-
dungan selulosa di dalam ransum.
Matsumoto (1978) tidak
Namun demikian Akiba dan
melihat pengaruh yang berarti dari
peningkatan kandungan selulosa ransum
pan
persen
terhadap
bobot hati
sampai dengan dela-
per
1 0 0 g bobot badan.
Pada penelitian mereka pemberian selulosa pada tingkat 0.4
dan delapan persen di dalam ransum menghasilkan bobot hati
per
100 g
3.19 g.
bobot badan
Senada
berturut-turut
dengan hasil penelitian
dan Scott (1979) melaporkan
bahwa
3.08:
3.62: dan
tersebut, Weiss
pemberian
serat kasar
dalam ransum sampai dengan tingkat 16,00 persen ternyata tiorgan jantung ,
dak berpengaruh tekhadap persentase
Menurut
hasil penelitian Gray et al. (1982) bobot jantung ayam dipengaruhi baik oleh sex maupun umur.
ga melaporkan bahwa ayam jantan
--
Francis et al. (1960)
Leghorn yang berumur
0 ; dan 12 minggu merniliki bobot limpa
berturut-turut
157,4) 251.3 dan 224.4 mg
bobot badan.
per
100 g
-JU-
0, 4;
49.0;
Ukuran
limpa dapat bervariasi nenurut besarnya badan (Ganong, 1979).
Ayam yang
memiliki
bobot badan
besar
akan memperlihatkan
persentase limpa yang lebih besar dibandingkan
yang berbadan kecil
.
dengan
ayam
Ampela merupakan organ perlcernaan yang tersusun dari jaringan otot tebal, tidak menghasilkan enzim pencernaan nanun
rtiampu menggiling makanan menjadi pertikel yang lebih
(Ferguson, 1980).
lembut
Berlawanan dengan l i n p a ~persentase bobot
ampela terhadap bobot hidup semakin menurun dengark bertambahnya umur (Kamar et al. 1974).
Bobot arflpela dapat
bila kandungan serat kasar ransum meningkat
bertambah
(Deaton, 1977).
Selaput ampela merupakan bagian yang berfungsi melindungi otot
a~npeladari pengaruh BC1, pepsin dan gesekan dengan bahan rnakanan.
adaan
Bobot aelaput ampela ini sangat dipengaruhi oleh kefisik
(1955) bahwa
bahan
raakanan, seperti yang dilaporkan Heuser
penan~bahan grit
ternyata
meningkatkan
bobot
persen.
Sehubungan dengan
penelitian Abdelsamie c t
3.
pada
selaput
usus haluo
tingkat
ampela
dan
lima
persen
sebesar
caecum,
105
hasil
(1983) menunjukkan bahwa peng-
gunaan serat deterqent asam yang tinggi dalam ransum ternyata
meningkatkan panjang organ-organ
bobot badan.
(1983)
Pada percobaan
tersebut
per kilogram
pendahuluannya,
Siti Sundari
melaporkan bahwa penggunaan tepung daun alang
pada tingkat
lima sanipai dengan 20 perven
- alang
tidak menbcrikan
pengaruh yang nyata terhadap bobot jantung, panjang usus halus clitambah colon dan panjang "caeca".
yunaan tepung
daun alang-alang pada tingkat 20 persen mem-
perlihatkan bobot ampela
ngan
kontrol.
menghasilkan
kan
Di pihak lain peng-
yang labih tinggi dibandingkan de-
Penggunaan pada tingkat lima persen ternyata
rataan bobot hati yang lebih tinggi dibanding-
dengan ransum kontrol sedangkan
gunaan tepung daun alang-alang
bobot limpa pada peng-
pada tingkat
tersebut tidak
memberi pengaruh yang nyata.
Menurut
dustri
Soeharsono (1976)
perunggasan
karena
lemak merupakan
pelemakan
tidak
limbah in-
disukai
oleh
konoumen. Lemak abdominal adalah lemak yang terdapat di daerah perut
terniasuk lernak ampela
faktor yang
mempengaruhi jumlah
suhu kandang,
min
pada
dilaporkan bahwa
1965).
Beberapa
penimbunan lemak adalah
tingkat energi ransum,
(Deaton et al. 1972).
(1976)
(Evsary,
unlur clan
:
jenis kela-
Dari hasil penelitian Soeharsono
peningkatan nivbah
energi/protein
ransun) broiler dari 2 8 0 0 : 22 menjadi 3 6 0 0 : 22
akan
menaikkan persentase bobot lemak abdominal dari 1.47 menjadi
4 , 0 3 persen.
pat
Bartov
Havil penelitian tersebut senada dengan penda-
s.(1974)
yang
menyataka~~bahwa
luasnya
imbangan e n e ~ ~ i / ~ r b t eransum
in
akan meningkatkan penimbunan
lemak dan sebaliknya
imbangan
penimbunan
tersebut sempit.
sentase lemak
lemak
akan
menurun bila
Menurut Bale-Therik (1950) per-
abdominal juga dipengaruhi oleh imbangan li-
sin/energi rahsum,
0,375: 0.366 dan
Pada
tingkat
imbangan
lisin /eneryi
0.357 menghasilkan nilai persentase lemak
abdominal berturut-turut : 2.32: 2.08: dan 1 , 8 7 persen. Jenis kelamin betina menanpilkan persentase lemak
abdominal
lebih tinggi dari jenis kelamin jantan.
Strain
dan Pengaruhnya Terhadap Performans Ayam
Broiler
Dalani bidang peternakan ayam, dikenal beberapa definioi tentang strain.
perbedaan cara
sangkutan,
(1963)
Perbedaan yang
timbul disebabkan oleh
pendekatan di kalangan
Sebagai contoh,
menurut
para ahli yang berDickerson dan
Lewis
strain adalah sekumpulan suatu varietas unggao yang
di dalar~~nya
telah
dikenibangkari sifat -sifat khusus seperti
daya produksi yang tinggi
atau ketahanan terhadap gangguan
pcnyakit. Wahju dan Sugandi (1979) rnengenukakan bahwa strain adalah
suatu
hasil perkawinan
yang berlangsung paling
rut,
keluarga
(in-breeding)
sedikit lima generasi berturut-tu-
Definiai lain menurut Sabrani et al. (19801,
strain
7 -
adalah sekelompok ayam persilangan yang dihasilkan oleh ahli pe~nuliaan nielalui perkawinan tertutup sekurang
- kurang-
nya sampai
lima generasi
yang sudah diperbaiki.
dan memiliki sifat-sifat ekonorni
Tiap strain
biasanya memiliki na-
ma perdagangan tertentu seperti strain Tatum T-100,
strain
Hubbard: strain Kimbrown dan sebagainya.
Telah
banyak
para
setiap strain pada
peneliti
yang
umumnya menampilkan
--
yang berbeda.
melaporkan
Summers et al. (1972)
untuk nencapai produksi
bahwa
kemampuan produksi
mengemukakan
ayam yang efisien,
bahwa
perlu diperha-
tikan beberapa faktor antara lain strain, bahan makanan dan
susunan ransum.
Pendapat yang senada dilcemukakan pula oleh
Andrews dan Goodwin (1969) serta
perbedaan
strain
Lopes et al. (1976) bahwa
-7
t
rnengakibatkan perbedaan yang nyata
hadap bobot badan.
Hal yang
sama
ditunjukkan oleh hasil
"Random Sample Test" yang dilakukan oleh "Pig and
Research and Training Institute"
ter-
(1973)
Poultry
di Singapura yang
bertujuan men~pelajari perbedaan bobot badan sembilan strain
ayam broiler pada umur-umur tertentu, Suatu penelitian dari
tanah air
yang dilakukan oleh .Diwiyanto et al, (1979) me-
nunjukkan bahwa rataan bobot badan akhir minggu
kesembilan
dari strain Brownick, Kimbrown: dan Kimber yang
memperoleh
ransun pabrik berturut-turut adalah :
888.50 g.
Namun
demikian,
942,SO; 2927,08; dan
mengingat
demikian banyak
strain broiler yang telah diciptakan dewasa ini,
antara beberapa strain tertentu mungkin
maka
di-
tidak memperlihat-
kan perbedaaan performans yany nyata seperti
yang dilapor-
--
kan oleh Becker et,al, (1980),
Penelitian para ahli terse-
but menunjukkan bahwa lima strain komersial broiler yang dipelihara dalam kondisi sama selama 55 hari tidak
kan perbedaan nyata aalam rataan bobot badan,
menunjuk-
bobot
lelnak
total dan bobot lemak abdominal.
Selain terhadap bobot badan dan pertumbuhan,
hasil penelitian juga menunjukkan
terhadap
lain.
performans
karkas
Dalaln hubungan ini,
adanya
beberapa
pengaruh
strain
dan bagian-bagian badan
yang
--
Salleh et al. (1978) nelapor-
kan bahwa lin~astrain broiler yang dicobakan
dalan peneli-
tiannya ternyata menghasilkan perbedaan bobot karkas,
sentase karkas dan persentase irisan komersial
nyata.
Adanya pengaruh
dl.
-
(1978).
karkas yang
genetik strain ayam broiler
hadap bobot karkas ini juga dilaporkan oleh
ter-
Nordstrom
--
Dari penelitian Nordstrom et al,
per-
(1978)
diperoleh keterangan bahwa strain berpengaruh nyata
et
juga
terha-
dap penimbunan lemak abdominal. Namun di pihak lain Summers
dan Leeson (1979) melaporkan dari hasil penelitiannya bahwa
strain broiler yang digunakan dalam penelitian tersebut tidak menampakkan perbedaan lemak abdominal yang nyata,
danya pengaruh strain terhadap lemak
--
pula oleh Becker et al. (1980),
abdominal
Tia-
dilaporkan
Rataan bobot lemak abdomi-
nal dari kelima strain yang dicoba adalah 59.5; 58.0; 61.0;
52,5; dan 63.0
gt
sedangkan persentase
le~nak abdominal
terhadap bobot badan berturut-turut adalah : 3.1; 3.1; 3.2;
2.8; dan 3.1 ~ e r s g n . Terhadap bagian-bagian
karkas
--
lain Merkley et al. (19EO) juga tidak nendapatkan
yang
penga-
ruh strain yang nyata pada bobot ampela.
Tingkat mortalitas selana periode peifieliharaan sangat
nenentukan
keberhasilan usaha. Pada umumnya kematian pada
minggu-minggu
pertana sangat ditentukan oleh kondisi pada
saat penetasan dan
selaina periode penetasan sampai dcngan
awal periode brooding.
Menurut Zainul (1904)
persentase
nortalitas strain Tatum lebih tinggi bila dibandingkan dengan strain Indian River.
Selama
penelitiannya diperoleh
persentase mortalitas sebesar 2.22 persen pada strain yang
pertama sedangkan strain yang kedua tidak mengalami
-
al. (1975) di
Dari penelitian Arboleda et --
tian.
kema-
Filipina
dilaporkan bahwa Iceenam strain broiler yang dlteliti tidak
menunjukkan perbedaan tingkat kematian selana periode
meliharaan,
et al,
-
Denil~ianpula yang dilaporkan
pe-
oleh Diwiyanto
(1980), kerdatian dari enan strain ayam broiler yang
digunakan sangat kecil,
Dalan hubungannya dengan penggunaan ransum/ Lopez
al,
-
(1978) nenyatakan bahwa strain berpengaruh nyata
ter-
hadap konsunsi ransum sedangkan penelitian Jull (1951) menunjukkan bahwa strain juga menberikan pengaruh yang nyata
terhadap konversi makanan,
Berlawanan dengan hasil
litian para peneliti tersebut
di
aLasI
penc-
--
Arboleda et al.
(1975) tidak melihat adanya pengaruh strain yang cukup nya-
ta terhadap efisieksi makanan.
--
Menurut Aitken et al. (1969)
perbedaan strain selain disebabkan oleh
perbedaan
genetik
nungkin pula disebabkan oleh pengaruh pemberian ransurn pada
induk-induknya.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
yang meliputi tiga
utama.
merupakan
percobaan
suatu rangkaian kegiatan
pendahuluan dan
percobaan
Percobaan pendahuluan pertama dilakukan untuk nem-
peroleh gambaran umum fentang
pengaruh
pemberian tepung
daun alang-alang terhadap pertumbuhan, persentase
dan organ-organ isi perut ayam,
karkas
Percobaan ini tidak
di-
tulis secara terperinci pada diseftasi ini, Percbbaan kedUa
dan ketiga untuk nlengetahui energi metabolis
alang-alang.
Selain itu
percobaan
juga dinaksudkan untuk menyusun
pendahuluan tersebut
hypotesis
utama sebagai penelitian teralchir
tepung daun
yang
studi pemanfaatan tepung daun alang-alang
yang mnggunakan dua strain ayam broiler.
bagi percobaan
merupakan
suatu
ransum
dalam
Uraian mengenai
bahan dan fiietode penelitian untuk percobaan kedua, ketiga
dan percobaan utama adalah sebagai berikut :
Percobaan
Kedua
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan energi
me-
tabolis dan energi metabolis murni tepung daun alang-alang
(Imperata cylindrica (L.) Beauv.) dan tepung rumput
chiaria decumbens Stapf.
Sibbald (1976).
secara biologis dengan
Bra-
metode
Tempat dan Waktu ~Grcobaan
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Produksi
Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selana 18 hari.
Dimulai tanggal 24 Desember 1983 dan
berakhir pada tanggal 8 Januari 1904.
Bahan dan Peralatan
Bahan percobaan yang digunakan antara lain tepung daun alang-alang berasal dari Bogor yang dipotong pada
umur
28 hari dan tepung rumput Brachiaria decumbens umur 35 ha-
ri berasal dari UPT
Dit.Jen.
Penbibitan
Hijauan
Makanan
Ternak,
Peternakan yang berlokasi di Cisarua, Bogor. Ba-
han jagung sebagai kontrol dan tepung kanji sebagai
pericampur diperoleh dari pasar Bogor.
bahan
Ayam yang digunakan
dalain percobaan ini adalah ayam broiler strain "Cobb" berunur empat bulan sebanyak 30 ekor berasal dari hasil pemeliharaan di Fakultas Peternakan IPB.
Rataan bobot
badan
2738 g,jenis kelamin campuran jantan dan betina.
Ayan-ayam percobaan tersebut ditempatkan dalam
sang-
kar individual (single cage) dari kawat, berukuran panjang
45 cm, lebar 20 crn dan tinggi
tempat air minum dan lampu
40 cm.
penerang,
Dilengkapi
Untuk
dengan
memasukkan
pellet bahan makanan percobaan ke dalam oesophagus digunakan spuit plastik berdianeter 1.5 cm yang telah
ujungnya,
Sebagai penampung ekskreta digunakan
dipotong
lembaran-
lembaran plastik *ng
ditempatkan di
bawah
tiap sangkar.
Pada proses penentuan energi metabolis selanjutnya,
digu-
nakan pula sebuah oven, eksikator dan "Adiabatic Bomb
Ca-
lorimeter".
Metode Percobaan
Metode yang digunakan dalam penentuan energi
lis dan energi metabolis murni kedua macam
metabo-
tepung hijauan
tersebut adalah metode yang diterapkan oleh Sibbald (1976).
Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Acak Lengkap.
Tiga macam bahan yang akan
Rancangan
diuji
adalah :
tepung daun alang-alang, tepung rumput Brachiaria decumbens
dan jagung.
diberi-
Dalan percobaan ini setiap bahan uji
kan kepada seekor ayam broiler dengan enam
kali
ulangan.
Satu kelompok ayam terdiri dari enam ekor sebagai kontrol,
Tahapan Pekerjaan
Keseluruhan kegiatan percobaan ini meliputi
tahapan
pekerjaan sebagai berikut :
1.
Pemeliharaan ayan percobaan sejak umur delapan
minggu
sanpai dengan empat bulan.
2.
Pembuatan tepung daun alang-alang
Brachiaria decumbens dimulai sejak
penentuan umur
3,
.
dan
tepung
pemangkasan
rumput
untuk
Pembuatan pellet bahan uji jagung, tepung daun alangalang dan tepung Brachiaria decunbens,
4, Percobaan dan'pengumpulan data.
5,
Analisis data hasil percobaan.
Pelaksanaan
Persiapan penyediaan ayam percobaan diawali dengan pemeliharaan 30 ekor
delapan niinggu
tersebut ayam
rasah,
ayan broiler strain
"Cobb" sejak
sampai dengan empat bulan.
umur
Selama periode
dipeiihara di dalam satu kandang beralas se-
Setelah berunur
enpat bulan ayan tersebut dianbil
secara acak untuk digunakan sebagai ayam percobaan.
Pembuatan tepung
ria decunbens
-
dimulai
daun alang-alang dan runput Brachiadengan penangkasan awal kedua jenis
hijauan
tersebut untuk nenyeragamkan
peroleh
umur
panen yang sama
dari
pertumbuhan dan nemmasing -masing jenis.
Alang-alang dipanen pada unur 28 hari sedangkan rumput Brachiaria decumbens pada umur 35
hari
setelah
Hasil panen kenudian dicincang kecil-kecil
sampai lima sentimeter dan
langsung
pemangkasan.
berwkuran enpat
dikeringkan di
sinar matahari untuk menghindarkan kerusakan karena
fermentasi.
bawah
proses
Setelah pengukuran dengan "hay moisture"
nunjukkan kadar air delapan sampai 1 0 persen,
hijauan kering ini digiling menjadi tepung,
yang digunakan berdianieter tiga nilimeter,
me-
kedua
Lubang
jenis
ayakan
Selanjutnya ke-
dua jenis tepung hijauan dan tepung jagung yang akan
ini dibuat pellet.
Hijauan mempergunakan tepung kanji
diuji
se-
I
bagai bahan pencampur.
Diameter pellet
.berukurari satu sen-
timeter, dibuat dengan mempergunakan alat pembuat pellet mini milik Laboratoriu~n pada Jurusan
Ilrnu Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pada
saat percobaan dimulai,
ke-30 ekor ayaltl yang te-
lah dimasu1:kan ke dalam sangkar individual
secukupnya
dan
dipuasakan
Setelah dipuasakan
dimasukkan
terlebih
oesophagus
sebaayak 25 gram setiap ekor.
sangkarnya dan
penanpung
dicatat
kan nilai
Urinary
secara
Ayam kemudian dikembalikan ke
plastik
dipasang
cermat.
Waktu
(UE,)
di bawah
sejak
tiap
penyuapan
Selanjutnya untuk nenentu-
"Fecal Metabolic Energy"
Energy"
pe