BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pembahasan terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dalam tesis ini, maka kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan sanksi pidana Peraturan Daerah selama ini mengacu pada jenis-jenis
pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP, yaitu pada pidana pokok yang digunakan berupa pidana kurungan atau pidana denda. Selain menggunakan
sanksi pidana yang diatur dalam KUHP, Peraturan Daerah juga menggunakan sanksi administrasi. Penggunaan sanksi pidana dalam perundang-undangan
administrasi sifatnya merupakan pemberian peringatan prevensi agar substansi yang telah diatur didalam perundang-undangan tersebut tidak dilanggar. Jenis-
jenis sanksi pidana yang digunakan dalam peraturan daerah ini erat kaitannya dengan bobot dan kualifikasi tindak pidana yang di atur dalam Peraturan Daerah.
Dengan mengacu pada pembagian kualifikasi delik dalam KUHP yang membagi kejahatan dan pelanggaran maka Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah secara umum mengkualifikasikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah sebagai pelanggaran.
2. Kewenangan pembentukan peraturan daerah ini merupakan suatu pemberian
kewenangan atribusian untuk mengatur daerahnya, pembentukan suatu peraturan daerah merupakan pelimpahan wewenang delegasi dari pemerintah
174
Universitas Sumatera Utara
pusat ke daerah. Peraturan daerah juga merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang
bersangkutan. Kebijakan untuk mencantumkan ancaman pidana dalam peraturan daerah, menunjukkan bahwa legislatif daerah berkeinginan untuk melakukan
kriminalisasi terhadap perbuatan-perbuatan tertentu dalam peraturan daerah. Pengaturan sanksi pidana pada peraturan Daerah di Kota Medan secara yuridis
normatif memang dapat dibenarkan, namun pencantuman sanksi pidana pada peraturan daerah dengan ancaman pidana kurungan lebih dari 6 enam bahkan
memberikan sanksi penjara hingga 2 tahun sangat kurang tepat, sebab apabila peraturan daerah bebas mencantumkan jenis sanksi pidana sesuai dengan
peraturan yang lebih tinggi diatasnya akan menyebabkan kerumitan dalam penerapan sanksinya, apakah dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
daerah atau Penyidik POLRI, penerapan hukum dengan menggunakan beracara biasa atau cepat, selanjutnya upaya hukum dapat banding ke Pengadilan Tinggi
atau langsung Kasasi ke Mahkamah Agung, dan apabila tindak pidana yang diatur didalam Peraturan Daerah juga diatur dalam Undang-undang dengan ancaman
hukuman pada undang-undang sama danatau lebih ringan hukumannya akan membuat pelaku kejahatan meminta agar mendapatkan ancaman hukuman yang
lebih ringan dan proses hukum yang paling sederhana. Peneliti tesis ini berpendapat Peraturan Daerah harus tetap memiliki batasan-batasan pengaturan
sanksi pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang No. 32 tahun
Universitas Sumatera Utara
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3. Peraturan daerah berisi aturan hukum pidana ditujukan untuk menciptakan
keteraturan dan ketertiban masyarakat di daerah. Pelaksanaan otonomi daerah yang semakin menguat, hukum pidana lokal menjadi bagian penting sebagai
sarana menegakkan aturan-aturan lokal. Kewenangan pemerintah daerah
menetapkan peraturan daerah yang memuat sanksi pidana juga tidak dapat dilepaskan dari struktur hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah. Secara teoritik penyelenggaraan pemerintahan senantiasa akan berhadap- hadapan antara dua pilihan sistem, yaitu kekuasaan yang terpusat concentrated
dan kekuasaan yang terpencar dispersed sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai negara yang sangat luas dengan keanekaragaman budaya,
para pendiri negara telah menyadari bahwa pemerintah daerah perlu diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan. Tidak diterapkannya
kekuasaan yang terpusat concentrated dapat dipahami melalui Pasal 18 UUD 1945 baik sesudah di amandemen maupun sebelum amandemen berserta dengan
penjelasannya. Akibat logis dari asas desentralisasi akan semakin banyak pula ketentuan pidana yang di tetapkan di daerah, karena kekuasaan mengatur yang
dimiliki oleh pemerintah daerah juga semakin besar. Hal ini akan membawa konsekuensi perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana di daerah juga
akan menjadi semakin banyak. Terlebih-lebih dengan kecenderungan sanksi
Universitas Sumatera Utara
pidana dimuat di dalam peraturan daerah sebagai sarana agar warga masyarakat lebih menaati kaidah hukum yang ditetapkan di daerah. Bila dilihat dari aspek
sejarah, sejak Indonesia merdeka, telah terbit 7 tujuh Undang-undang tentang pengelolaan pemerintahan daerah dan 6 diantaranya memberikan wewenang
kepada daerah untuk membentuk produk hukum daerah yang mengandung sanksi pidana, yaitu Undang-undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah; Undang-undang No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah;
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan peneliti bahwa pembentuk undang-undang
menganggap perlu instrumen hukum yang besifat memaksa dalam pengelolaan pemerintahan daerah yaitu sanksi pidana.
B. Saran