Parasitoid Anastatus sp. (Hymenoptera: Eupelmidae) pada telur Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae), sebagai inang alternatif di laboratorium

PARASITOID Anastatus sp. (HYMENOPTERA: EUPELMIDAE)
PADA TELUR Riptortus linearis (HEMIPTERA: ALYDIDAE),
SEBAGAI INANG ALTERNATIF DI LABORATORIUM

OSMOND VITO ELIAZAR

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK

OSMOND VITO ELIAZAR.
Parasitoid Anastatus sp. (Hymenoptera:
Eupelmidae) pada telur Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae), sebagai inang
alternatif di laboratorium. Dibimbing oleh NINA MARYANA.
Parasitoid telur Anastatus sp. merupakan salah satu musuh alami yang
memarasit telur Chrysocoris javanus pada pertanaman jarak pagar. Pemeliharaan
parasitoid Anastatus sp. di laboratorium mengalami kendala yaitu sulit

menyediakan telur inang asli sehingga perlu diupayakan pemeliharaan pada inang
alternatif. Penelitian ini membahas mengenai kesesuaian telur Riptortus linearis
untuk digunakan sebagai inang alternatif dalam pemeliharaan parasitoid
Anastatus sp. di laboratorium. Parasitoid Anastatus sp. dipaparkan pada 10 butir
telur R. linearis yang berumur 1, 2, dan 3 hari yang direkatkan pada kertas karton
di dalam tabung. Pemaparan dilakukan setiap hari hingga imago parasitoid betina
mati. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa parameter biologi, antara lain:
ukuran tubuh, stadia pradewasa, reproduksi, nisbah kelamin keturunan, serta lama
hidup dari imago betina parasitoid. Ukuran tubuh imago parasitoid yang berasal
dari telur R. linearis secara umum lebih kecil jika dibandingkan ukuran tubuh
parasitoid yang berasal dari telur C. javanus dan masa pradewasa parasitoid
Anastatus sp. betina yang dipelihara pada telur R. linearis berumur 3 hari lebih
singkat dibandingkan dengan masa pradewasa parasitoid pada telur berumur 1 dan
2 hari. Selain kedua hal tersebut tidak terdapat perbedaan nyata pada parameter
lainnya yang diamati antara parasitoid yang berasal dari ketiga umur telur
R. linearis yang diujikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur R. linearis
berumur 1, 2, dan 3 hari memiliki kesesuaian untuk digunakan sebagai inang
alternatif dalam pembiakkan massal parasitoid Anastatus sp. di laboratorium.
Telur R. linearis yang berumur 3 hari cenderung lebih baik untuk digunakan
sebagai inang alternatif.

Kata kunci: Parasitoid telur, inang alternatif, Anastatus sp., Riptortus linearis,
Chrysocoris javanus

PARASITOID Anastatus sp. (HYMENOPTERA: EUPELMIDAE)
PADA TELUR Riptortus linearis (HEMIPTERA: ALYDIDAE),
SEBAGAI INANG ALTERNATIF DI LABORATORIUM

OSMOND VITO ELIAZAR

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi


Nama
NIM

: Parasitoid Anastatus sp. (Hymenoptera: Eupelmidae)
pada telur Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae),
sebagai inang alternatif di laboratorium
: Osmond Vito Eliazar
: A34070063

Disetujui

Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si.
Dosen Pembimbing

Diketahui

Dr. Ir. Abjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman


Tanggal lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 21 April 1989 dari ayah
Hidayat Eliazar dan ibu Supriani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Kota
Bogor, Jawa Barat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima
sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjalani masa studi di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
kemahasiswaan yang diselenggarakan IPB baik organisasi maupun kepanitiaan.
Penulis memiliki pengalaman sebagai penyiar di radio komunitas Agri FM IPB
selama periode 2007-2008. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah
Vertebrata Hama pada tahun 2010.

PRAKATA


Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan kesempatan dan karunia kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi dengan judul “Parasitoid Anastatus sp. (Hymenoptera:
Eupelmidae) pada Telur Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae), Sebagai Inang
Alternatif di Laboratorium”. Skripsi ini menjadi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih banyak
kepada Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. selaku dosen pembimbing tugas akhir yang
telah memberi bimbingan ilmu serta perhatian penuh kepada penulis selama
proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih juga diucapkan kepada
Dr. Ir. Widodo, M.S. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji tamu
yang telah banyak membantu penulis selama menempuh masa studi di IPB.
Terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh rekan-rekan di
Laboratorium Biosistematika Serangga dan Museum Serangga: Ibu Iis, Mbak
Atiek, Van Basten Tambunan, Radhian Ardy Prabowo, Ahmad Khoerudin Latip,
Heni Emilia, Agustin Iriani, Lia Nurulalia, Yani Maharani, Sari Nurulita, dan
Laras Anjasari atas bantuan, ilmu, dukungan, serta pengalaman yang diberikan
selama proses penelitian, juga kepada Devi, Mia, Mey, dan Risa yang selalu
memberikan semangat kepada penulis selama proses penelitian. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa di Departemen

Proteksi Tanaman angkatan 43, 44, 45, dan 46.
Pada akhirnya ucapan terima kasih yang terbesar penulis ucapkan kepada
kedua orang tua yang selalu memberikan doa, motivasi, nasehat, serta dukungan
baik moral maupun materi demi keberhasilan anaknya. Penulis berharap hasil
dari penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi mereka
yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2012

Osmond Vito Eliazar

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................


ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

x

PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang .........................................................................................
Tujuan ......................................................................................................
Manfaat Penelitian....................................................................................

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
Jarak Pagar ...............................................................................................
Chrysocoris javanus .................................................................................
Parasitoid Anastatus sp. ............................................................................

Riptortus linearis ......................................................................................
Inang Alternatif Parasitoid ........................................................................

4
4
4
5
6
6

BAHAN DAN METODE .............................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................
Metode Penelitian .....................................................................................
Pengambilan Parasitoid Anastatus sp. ..................................................
Pemeliharaan R. linearis ......................................................................
Pemeliharaan Parasitoid Anastatus sp. pada Telur R. linearis ...............
Pengaruh Umur Telur R. linearis Terhadap Reproduksi Anastatus sp. ..
Analisis Data .......................................................................................

8

8
8
8
9
9
10
11

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
Ukuran Tubuh Anastatus sp. .....................................................................
Stadium Pradewasa ..................................................................................
Reproduksi ...............................................................................................
Nisbah Kelamin ........................................................................................
Lama Hidup Parasitoid Betina ..................................................................

12
12
13
15
17

18

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
Kesimpulan ..............................................................................................
Saran ........................................................................................................

20
20
20

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

21

LAMPIRAN .................................................................................................

25

DAFTAR TABEL


Halaman
1.
2.
3.
4.
5.

Ukuran tubuh imago Anastatus sp. pada telur C. javanus dan
R. linearis .........................................................................................

12

Stadium pradewasa parasitoid Anastatus sp. yang dipelihara pada
berbagai umur telur R. linearis ..........................................................

14

Reproduksi parasitoid Anastatus sp. pada beberapa umur telur
R. linearis .........................................................................................

16

Nisbah kelamin imago Anastatus sp. yang keluar dari telur
R. linearis .........................................................................................

18

Lama hidup imago betina Anastatus sp. yang berasal dari berbagai
umur telur R. linearis ........................................................................

19

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1.

Kurungan kayu berkasa tempat pemeliharaan R. linearis.......................

09

2.

Perbedaan ukuran tubuh imago parasitoid Anastatus sp. jantan dan
betina yang berasal dari telur R. linearis................................................

13

Reproduksi harian imago betina Anastatus sp. pada umur telur
R. linearis yang berbeda........................................................................

17

3.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1.
2.

Kondisi pertanaman jarak pagar di Kebun Percobaan Leuwikopo
milik IPB dan Kebun Induk Jarak Pagar milik Balittri ............................

26

Perbedaan warna telur C. javanus yang terparasit dan tidak
terparasit ................................................................................................

26

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman
industri penghasil minyak yang dapat diolah menjadi biofuel dan etanol sehingga
berpotensi untuk digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak
bumi.

Kandpal dan Madan (1995) serta Astuti (2009) menyebutkan potensi

produksi minyak jarak dari tanaman yang terpelihara dengan baik adalah sebesar
10-20 ton biji/hektar/tahun atau setara dengan 1600 kg minyak/hektar/tahun.
Karena potensi dan kebutuhan yang tinggi akan produksi minyak jarak serta
Instruksi Presiden no. 1 tahun 2006 mengenai penyediaan dan pemanfaatan
sumber energi alternatif, maka penanaman jarak pagar dilakukan secara intensif
di berbagai lahan perkebunan industri di Indonesia.

Hal tersebut kemudian

menjadi salah satu pemicu hadirnya berbagai permasalahan organisme
pengganggu tanaman (OPT) baru pada budidaya tanaman jarak pagar (Yulianti et
al. 2007; Karmawati & Rumini 2009a).
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam usaha budidaya pertanaman
jarak pagar di antaranya belum tersedia cukup literatur dan penelitian mengenai
teknik

budidaya

yang

baik,

tidak

terdapat

varietas

unggul

yang

memiliki ketahanan terhadap serangan hama dan patogen, serta belum adanya
penanganan yang tepat terhadap serangan hama dan patogen (Ariati et al. 2009;
Deptan 2011).

Dari beberapa hama yang menyerang pertanaman jarak pagar,

serangan Chrysocoris javanus (Hemiptera: Scutelleridae) dinilai paling merugikan
karena menyerang tanaman saat memasuki fase produktif.

C. javanus

menyerang dengan cara mengisap biji buah jarak dan menyebabkan kerusakan
pada kapsul buah.

Buah jarak yang terserang oleh hama C. javanus

akan mengering dan kandungan minyak jarak di dalamnya akan berkurang
sehingga tidak dapat dipanen dan menurunkan produksi minyak jarak (Atmadja
et al. 2009).
Karmawati dan Rumini (2009b) serta Qodir (2010) menjelaskan bahwa
terdapat beberapa musuh alami C. javanus pada perkebunan jarak pagar yang

2

berasal dari ordo Hymenoptera, antara lain parasitoid telur Anastatus sp.
(Eupelmidae), parasitoid dari famili Pteromalidae, dan famili Scelionidae.
Parasitoid dari genus Anastatus diketahui telah sering dimanfaatkan sebagai
musuh alami untuk menekan populasi hama-hama tanaman pertanian di berbagai
negara (Marchiori 2003; Trisawa et al. 2007; Narendran 2009).

Pembiakan

massal Anastatus sp. sebagai parasitoid C. javanus di laboratorium memiliki
kendala karena sulit menyediakan inang asli, yaitu telur C. javanus sehingga perlu
diupayakan inang alternatif agar pemeliharaan di laboratorium dapat mudah
dilakukan.
Telur kepik kedelai Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae) telah
diketahui dapat dimanfaatkan sebagai inang alternatif dalam pemeliharaan
beberapa spesies parasitoid, khususnya parasitoid yang berasal dari famili
Eupelmidae di laboratorium (Wahyono 2003; Karmawati & Rumini 2009a;
Trisawa et al. 2010).

Pemilihan telur R. linearis sebagai inang alternatif

disebabkan beberapa hal, antara lain mudah dipelihara di laboratorium,
fase pradewasa yang tidak terlalu lama, serta memiliki tingkat reproduksi
yang relatif tinggi.

Hal tersebut sesuai dengan teknik pemilihan inang

alternatif untuk pengendalian hayati yaitu kemudahan pembiakkan inang
di

laboratorium,

biaya

untuk

pembiakan

yang

relatif

murah,

serta

kesesuaian inang dengan parasitoid yang baik (van Driesche & Bellows 1996).
Menurut Prayogo dan Sudarsono (2005) serta Marwoto (2006), seekor
imago betina R. linearis dapat menghasilkan lebih dari 70 butir telur selama
hidupnya.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian serta pengaruh umur
telur R. linearis dalam pemanfaatannya sebagai inang alternatif dalam
pembiakkan massal parasitoid Anastatus sp. di laboratorium.

3

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan

teknik

pembiakan

menjadi informasi dasar

massal

parasitoid

Anastatus

untuk
sp.

di laboratorium untuk kepentingan pengendalian hama terpadu tanaman jarak
pagar di lapang.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Jarak Pagar
Jarak

pagar

(Jatropha

curcas

L.)

merupakan

tanaman

famili

Euphorbiaceae yang berasal dari daerah Amerika Tengah dengan penyebaran luas
pada daerah tropis dan subtropis (Openshaw 2000; Irwanto 2006). Kandungan
minyak yang tinggi pada biji jarak pagar berkisar antara 25-30%. Minyak ini
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel yang berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif selain minyak bumi (Shanker &
Dhyani 2006; Berchmans & Hirata 2007; Montes et al. 2011). Ditjenbun (2009)
mencatat di Indonesia pada tahun 2008 telah ada 6.746 hektar perkebunan jarak
pagar yang tersebar di berbagai propinsi di Indonesia dengan didukung oleh 609
hektar kebun benih induk jarak pagar.
Yulianti et al. (2007) menjelaskan penanaman secara besar-besaran dan
monokultur jarak pagar di Indonesia telah menimbulkan masalah serangan hama
dan penyakit yang sifatnya berbeda-beda di setiap daerah. Beberapa hama jarak
yang sering dijumpai di Indonesia antara lain: Chrysocoris javanus Wests.
(Hemiptera:

Scutelleridae),

Ferrisia

virgata

Cockerell.

(Hemiptera:

Pseudococcidae), Planococcus minor Maskell. (Hemiptera: Pseudococcidae),
Selenothrips rubrocinctus Giard. (Thysanoptera: Thripidae), serta tungau
Polyphagotarsonemus latus Banks.

Penyakit yang sering dijumpai pada

pertanaman jarak pagar antara lain penyakit layu bakteri, layu Fusarium serta
bercak daun bakteri (Chandra 2008; Yulianti & Hidayah 2009; Karmawati &
Rumini 2009a; Deptan 2011).

Chrysocoris javanus
Kepik lembing C. javanus termasuk serangga ordo Hemiptera, famili
Scutelleridae. Kepik ini memiliki ciri panjang sekitar 20 mm, tubuh berwarna
jingga kemerahan dengan garis-garis hitam, dan metamorfosis sederhana
(Kalshoven 1981; Atmadja et al. 2009; Deptan 2011).

Mariam (2006)

menyebutkan bahwa nimfa C. javanus memiliki gerakan yang lambat dan jarang

5

berpindah tempat. Siklus hidup kepik C. javanus pada pertanaman jarak pagar
berlangsung sekitar 60-80 hari.
Serangan C. javanus pada pertanaman jarak pagar terjadi saat tanaman
memasuki fase pembungaan. Hama ini menyerang dengan cara mengisap kapsul
buah (Rumini & Karmawati 2006; Atmadja et al. 2009). Serangan C. javanus
pada bunga menyebabkan tidak terbentuknya buah, sementara serangan pada
bagian buah menyebabkan buah jarak menggering dan rusak sehingga tidak dapat
dipanen (Deptan 2011).

Karmawati dan Rumini (2009a) mengungkapkan,

pengendalian yang sering dilakukan petani jarak pagar untuk menekan populasi
C. javanus di lapang adalah dengan menggunakan insektisida berbahan aktif
imidakhlorpid. Qodir (2010) melaporkan salah satu musuh alami dari C. javanus
pada pertanaman jarak pagar adalah parasitoid Anastatus sp.

Parasitoid Anastatus sp.
Genus Anastatus spp. merupakan parasitoid telur dari ordo Hymenoptera
famili Eupelmidae yang terdiri lebih dari 150 spesies yang habitatnya tersebar
di seluruh dunia.

Anastatus spp. memiliki cakupan inang yang cukup luas dan

sering dijumpai memarasit inang yang berasal dari ordo Hemiptera, Lepidoptera,
Orthoptera, Neuroptera, dan Blattodea (Gibson 1995).

Narendran (2009)

menjelaskan dalam beberapa kasus parasitoid Anastatus spp. dapat berperan
sebagai hiperparasitoid terhadap telur dari parasitoid lain seperti parasitoid famili
Braconidae, Scelionidae, serta Ichneumonidae. Di berbagai negara, parasitoid
Anastatus spp. telah dimanfaatkan sebagai musuh alami untuk menekan populasi
berbagai hama pertanian seperti A. motschulsky pada Acherontia styx
(Lepidoptera: Sphingidae) di India (Narendran 2009), Anastatus spp. pada
Leptoglossus zonatus (Hemiptera: Coreidae) di Brazil (Marchiori 2003), dan
A. dasyni pada Dasynus piperis (Hemiptera: Coreidae) di Indonesia (Soetopo &
Wikardi 1989; Trisawa et al. 2007).
Goulet dan Huber (1993) menjelaskan morfologi parasitoid Anastatus sp.
yaitu tubuh berwarna hitam metalik, antena menggada dengan 8 ruas flagelum,
memiliki taji yang cukup besar pada bagian tibia tungkai, serta memiliki 5 ruas
tarsomer.

Perbedaan imago parasitoid jantan dan betina Anastatus sp. dapat

6

dilihat dari ukuran tubuh serta corak sayapnya. Ukuran tubuh imago parasitoid
betina jauh lebih besar dari ukuran imago parasitoid jantan.

Tidak terdapat

perbedaan antara venasi sayap imago jantan dan betina namun pada sayap imago
betina terdapat corak kehitaman pada ujung sayap yang tidak dijumpai pada sayap
imago jantan (Qodir 2010).

Riptortus linearis
Kepik pengisap polong R. linearis merupakan serangga yang termasuk
ordo Hemiptera, famili Alydidae. Warna tubuh R. linearis coklat dengan ciri khas
berupa sepasang garis linear berwarna putih kuning cerah pada sisi-sisi tubuhnya
(Kalshoven 1981).

R. linearis merupakan hama penting yang menyerang

tanaman sayuran seperti kacang panjang dan kedelai. Di negara dengan iklim
tropis, serangan kepik R. linearis pada pertanaman kedelai dapat menurunkan
produksi kedelai dengan jumlah yang signifikan hingga mencapai 70-80%
(Tengkano 1985; Marwoto 2006). Serangan R. linearis mengakibatkan polong
kedelai menjadi hampa serta menimbulkan bercak-bercak kehitaman pada polong
(Irwanto 2006)
Prayogo dan Suharsono (2005) menjelaskan stadium pradewasa R. linearis
terdiri dari lima fase perkembangan nimfa yang berlangsung selama kurang lebih
19 hari. Nimfa R. linearis memiliki warna abu-abu menyerupai semut dan akan
berubah menjadi coklat saat menjadi imago (Kalshoven 1981). Seekor imago
betina R. linearis dapat menghasilkan lebih dari 70 butir telur selama hidupnya.
Telur R. linearis memiliki bentuk bulat namun agak cekung pada bagian
tengahnya. Telur memiliki diameter 1,2 mm dan berwarna biru keabu-abuan saat
baru diletakkan. Warna telur akan berubah menjadi coklat kehitaman pada saat
telur akan menetas (Marwoto 2006).

Inang Alternatif Parasitoid
Salah satu kriteria parasitoid yang ideal untuk dimanfaatkan sebagai agens
pengendali hayati adalah memiliki kemampuan bertahan hidup pada inang
alternatif. Inang alternatif memiliki peranan penting terhadap keberlangsungan
hidup serangga parasitoid saat tidak tersedia inang asli di alam serta

7

mempermudah proses pembiakkannya di laboratorium (Buchori et al. 2008;
Pfannenstiel et al. 2009). Beberapa contoh penggunaan inang alternatif untuk
keperluan pembiakan massal parasitoid di laboratorium antara lain pemanfaatan
telur Nezarra viridula (Hemiptera: Pentatomidae) dan R. linearis untuk
pemeliharaan Ooencyrtus malayensis (Hymenoptera: Encyrtidae) (Wahyono
2003) dan A. dasyni (Trisawa et al. 2010); telur Helicoverpa armigera
(Lepidoptera: Noctuidae), Pectinophora gossypiella (Lepidoptera: Gelechiidae),
dan Corcyra cephalonica (Lepidoptera: Pyralidae) untuk pemeliharaan parasitoid
Trichogrammatoidea sp. (Hymenoptera: Trichogrammatidae) (Sunarto et al.
2007). Kesesuaian telur inang alternatif terhadap perkembangan parasitoid diukur
berdasarkan beberapa parameter biologi seperti jumlah telur yang mampu
diletakkan parasitoid serta perbandingan jenis kelamin dari keturunan yang
dihasilkan (Sunarto et al. 2007; Trisawa et al. 2010).

8

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian

dilakukan

di

Laboratorium

Biosistematika

Serangga,

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kegiatan penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2011 hingga Agustus 2011.

Metode Penelitian

Pengambilan Parasitoid Anastatus sp.
Parasitoid Anastatus sp. diperoleh dari telur C. javanus terparasit pada
pertanaman jarak pagar.

Pengambilan telur C. javanus terparasit dilakukan

di Kebun Percobaan Leuwikopo milik Institut Pertanian Bogor (IPB), Kecamatan
Darmaga, Bogor serta Kebun Induk Jarak Pagar milik Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri), Kecamatan Pakuwon, Sukabumi
(Lampiran 1).
Kelompok telur C. javanus dapat dijumpai pada bagian bawah permukaan
daun jarak pagar atau pada bagian batang yang cukup terlindung dari sinar
matahari. Telur C. javanus yang terparasit dapat dibedakan dari telur yang tidak
terparasit dari warnanya. Telur yang terparasit memiliki warna hitam sementara
telur yang tidak terparasit memiliki warna kuning dan akan berubah menjadi
merah dalam beberapa hari (Lampiran 2).
Kelompok telur yang terparasit dibawa ke laboratorium kemudian
disimpan di dalam tabung pemeliharaan berdiameter 1,5 cm dan panjang 18 cm.
Tabung yang telah berisi telur terparasit ditutup dengan kapas dan ditunggu
hingga imago parasitoid keluar.

Imago parasitoid yang keluar kemudian

diidentifikasi terlebih dahulu sebelum dipelihara di laboratorium.

Parasitoid

Anastatus sp. yang keluar dimasukkan secara berpasangan ke dalam tabung
pemeliharaan yang ditutup dengan kapas yang telah diolesi sedikit larutan madu
10% sebagai pakan parasitoid.

9

Pemeliharaan R. linearis
Imago R. linearis diambil dari pertanaman kedelai di Kebun Percobaan
Cikabayan, milik IPB dan dipelihara di dalam kurungan kayu berkasa dengan
ukuran panjang 55 cm, lebar 55 cm, dan tinggi 50 cm di laboratorium (Gambar 1).
R. linearis diberi pakan kacang panjang yang digantungkan pada sisi atas
kurungan. Penggantian pakan dilakukan setiap 3 hari sekali agar pakan tetap
segar. Pada sisi atas kurungan juga digantungkan benang-benang wol berwarna
kuning yang berfungsi sebagai tempat peletakan telur bagi R. linearis. Telur yang
menempel pada benang wol dan dinding kurungan diambil setiap hari dan
disimpan di dalam tabung kecil yang ditutup kapas dan diberi label untuk
digunakan sebagai inang bagi parasitoid Anastatus sp.

Gambar 1 Kurungan kayu berkasa tempat pemeliharaan R. linearis
Pemeliharaan Parasitoid Anastatus sp. pada Telur R. linearis
Parasitoid Anastatus sp. yang keluar dari telur C. javanus dipisahkan
secara berpasangan pada tabung pemeliharaan dan ditutup dengan menggunakan
kapas yang telah diolesi sedikit larutan madu 10% sebagai pakan. Pemberian
larutan madu dilakukan setiap hari secara teratur untuk mempertahankan
kebugaran parasitoid. Ke dalam tabung dimasukkan telur R. linearis sebanyak 10
butir yang direkatkan dengan lem kertas pada kertas karton putih berukuran

10

panjang 2,5 cm dan lebar 0,5 cm yang diberi label untuk perbanyakan parasitoid.
Penggantian telur R. linearis dilakukan setiap hari hingga imago betina parasitoid
mati. Telur R. linearis yang telah dipaparkan pada parasitoid kemudian dipelihara
pada tabung pemeliharaan kecil berdiameter 1 cm dengan panjang 5 cm dan
ditunggu hingga imago parasitoid keluar. Imago parasitoid yang keluar kemudian
digunakan untuk pengujian pengaruh umur telur R. linearis. Untuk menghindari
penurunan kebugaran maka parasitoid Anastatus sp. yang digunakan untuk
pengujian hanya dilakukan sampai generasi ke-empat.

Pengaruh Umur Telur R. linearis Terhadap Reproduksi Anastatus sp.
Sepasang imago parasitoid Anastatus sp. dengan umur yang sama
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang ditutup kapas. Kapas penutup diberi
sedikit larutan madu 10% sebagai pakan parasitoid. Ke dalam tabung dimasukkan
10 butir telur R. linearis berumur masing-masing 1, 2, dan 3 hari yang direkatkan
pada kertas karton putih. Pemaparan telur R. linearis terhadap Anastatus sp.
dilakukan selama 1 x 24 jam dan dilakukan berulang setiap hari pada telur inang
yang baru hingga imago betina parasitoid mati. Pengamatan dilakukan terhadap
lama hidup imago serta pengukuran panjang dan lebar tubuh imago parasitoid
baik jantan maupun betina. Perlakuan pengujian terhadap umur telur R. linearis
sebagai inang alternatif dilakukan terhadap lima imago betina parasitoid sebagai
ulangan.
Telur R. linearis yang telah dipaparkan pada parasitoid kemudian
dipelihara di dalam tabung pemeliharaan kecil yang ditutup dengan kapas dan
diamati hingga imago parasitoid keluar. Imago parasitoid yang keluar kemudian
digunakan kembali sebagai serangga uji. Telur R. linearis yang tidak menetas
dibedah untuk dilihat adanya telur, larva, atau pupa dari parasitoid Anastatus sp.
yang mati. Pengamatan yang dilakukan meliputi jumlah telur R. linearis yang
terparasit, stadium pradewasa parasitoid, serta nisbah kelamin keturunan
Anastatus sp. yang keluar.

11

Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) yang diuji dengan analisis sidik ragam (ANOVA). Pengujian dilanjutkan
dengan uji selang berganda Duncan pada α = 0,05 dengan menggunakan bantuan
program Microsoft Excel 2007 dan Stastistical Analysis System (SAS) 9.1.3.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran Tubuh Anastatus sp.
Secara umum parasitoid Anastatus sp. yang berasal dari telur C. javanus
memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada parasitoid yang dipelihara pada
telur R. linearis (Tabel 1). Pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa
imago parasitoid betina memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan
dengan parasitoid jantan (Gambar 2). Hasil pengamatan menunjukkan secara
umum tidak terdapat perbedaan nyata antara ukuran tubuh Anastatus sp. yang
dipelihara pada umur telur R. linearis 1, 2, dan 3 hari. Namun demikian, imago
betina yang keluar dari telur R. linearis berumur 2 hari memiliki panjang tubuh
yang tidak berbeda nyata dengan parasitoid yang berasal dari telur C. javanus.
Imago parasitoid betina yang berasal dari telur R. linearis berumur 2 hari memiliki
panjang tubuh 2,23 ± 0,16 mm dengan lebar 0,63 ± 0,05 mm mendekati ukuran
tubuh imago parasitoid betina yang berasal dari telur C. javanus yang memiliki
ukuran panjang tubuh 2,31 ± 0,06 mm dengan lebar 0,68 ± 0,03 mm.

Tabel 1 Ukuran tubuh imago Anastatus sp. pada telur C. javanus dan R. linearis
Anastatus sp.

Telur inang

Panjang ± SD (mm)

Lebar ± SD (mm)

C. javanus

1,64 ± 0,08a

0,55 ± 0,05a

R. linearis 1 hari

1,57 ± 0,06b

0,51 ± 0,03b

R. linearis 2 hari

1,58 ± 0,07b

0,51 ± 0,28b

R. linearis 3 hari

1,56 ± 0,07b

0,51 ± 0,03b

C. javanus

2,31 ± 0,06a

0,68 ± 0,03a

R. linearis 1 hari

2,13 ± 0,09b

0,61 ± 0,03b

R. linearis 2 hari

2,23 ± 0,16a

0,63 ± 0,05b

R. linearis 3 hari

2,10 ± 0,07b

0,61 ± 0,03b

Imago jantan

Imago betina

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada taraf α = 0,05 berdasarkan uji selang berganda Duncan

13

1 mm

1 mm

a

b

Gambar 2 Perbedaan ukuran tubuh imago parasitoid Anastatus sp. jantan (a) dan
betina (b) yang berasal dari telur R. linearis
Perbedaan ukuran tubuh antara imago parasitoid Anastatus sp. yang
berasal dari telur C. javanus dan R. linearis merupakan pengaruh dari kandungan
nutrisi yang dikandung dalam telur inang parasitoid. Telur C. javanus memiliki
ukuran yang lebih besar daripada telur R. linearis sehingga telur C. javanus
menyediakan cadangan makanan yang lebih banyak untuk perkembangan
parasitoid Anastatus sp. dibandingkan telur R. linearis. Oleh karena itu imago
parasitoid yang keluar dari telur C, javanus memiliki ukuran yang lebih besar
daripada imago parasitoid yang keluar dari telur R. linearis.
(1994),

Menurut Godfray

perbedaan ukuran tubuh dari parasitoid akan memberikan pengaruh

terhadap kebugaran parasitoid saat dilepaskan di lapang.

Parasitoid yang

memiliki ukuran tubuh lebih besar cenderung akan memiliki kebugaran serta
kemampuan adaptasi yang lebih baik daripada parasitoid yang berukuran lebih
kecil yang berdampak pada rendahnya produksi telur.

Stadium Pradewasa
Perbedaan jenis dan umur telur inang akan memberikan perbedaan
kandungan nutrisi di dalamnya yang berpengaruh terhadap perkembangan
parasitoid. Pada saat telur inang sudah terlalu tua, embrio dari inang sudah mulai
berkembang sempurna menjadi nimfa dan sebagian nutrisi dalam telur sudah
dipakai untuk perkembangan embrio sehingga dapat menghambat perkembangan
dari parasitoid (Wahyono 2003).

Perkembangan pradewasa parasitoid

Anastatus sp. seluruhnya berlangsung di dalam telur inang. Stadium pradewasa
parasitoid yang meliputi stadium telur, larva, dan pupa dapat dihitung sejak imago

14

parasitoid meletakan telur pada inang hingga imago parasitoid keluar dari dalam
telur. Pengaruh umur telur R. linearis terhadap stadium pradewasa Anastatus sp.
disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2

Stadium pradewasa Anastatus sp. yang dipelihara pada berbagai umur
telur R. linearis
Stadium pradewasa ± SD (hari)

Parasitoid
1 hari*

2 hari

3 hari

Jantan

15,6 ± 0,74b

15,3 ± 0,49b

15,4 ± 0,94ab

Betina

16,0 ± 0,68a

16,2 ± 0,45a

15,5 ± 0,60b

Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
taraf α = 0,05 berdasarkan uji selang berganda Duncan
* Umur telur R. linearis

Imago betina Anastatus sp. yang keluar dari telur R. linearis berumur 3
hari memiliki stadium pradewasa yang lebih singkat dibanding dengan parasitoid
yang dipelihara pada telur R. linearis berumur 1 dan 2 hari. Perlakuan umur telur
R. linearis tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap lama perkembangan
pradewasa parasitoid jantan. Ketiga perlakuan umur telur R. linearis tidak
menunjukkan adanya penghambatan terhadap perkembangan parasitoid. Hal
tersebut membuktikan bahwa nutrisi yang terdapat di dalam telur lebih muda dan
telur lebih tua R. linearis tidak mempengaruhi perkembangan parasitoid.
Parasitoid Anastatus sp. masih dapat memanfaatkan kandungan nutrisi yang
terdapat di dalam telur R. linearis yang berumur 1 hingga 3 hari.
Secara umum, imago jantan parasitoid Anastatus sp. keluar 1 hari lebih
cepat dibandingkan dengan imago betina parasitoid. Hal ini diduga berkaitan
dengan strategi reproduksi parasitoid. Imago parasitoid jantan yang telah keluar
lebih dahulu dapat segera mempersiapkan diri untuk berkopulasi ketika imago
betina keluar. Trisawa et al. (2010) melaporkan bahwa A. dasyni yang keluar dari
telur R. linearis melakukan kopulasi hanya selama beberapa detik sesaat setelah
imago betina keluar dan berlangsung hanya satu kali saja. Imago betina yang
telah melakukan kopulasi atau telah meletakan telur cenderung akan menolak
kehadiran parasitoid jantan.

15

Kopulasi pada parasitoid Anastatus sp. memiliki peran penting dalam
menentukan jenis kelamin keturunannya. Apabila imago betina tidak berkopulasi
dengan imago jantan, telur yang diletakkan oleh imago betina akan menghasilkan
keturunan jantan saja. Bila imago parasitoid betina berkopulasi dengan jantan
maka dapat dihasilkan keturunan berjenis kelamin jantan dan juga betina.
Van Driesche dan Bellows (1996) menyatakan bahwa tipe reproduksi seperti ini
disebut dengan tipe reproduksi arenotoki.

Reproduksi
Tingkat reproduksi merupakan faktor penting dalam suatu pembiakkan
massal parasitoid di laboratorium.

Menurut Vinson dan Iwantsch (1980),

keberhasilan perkembangan parasitoid dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
kesesuaian nutrisi, sistem kekebalan, toksin, serta persaingan yang terjadi
di dalam telur inang. Semakin banyak jumlah keturunan yang dihasilkan akan
semakin menunjukkan adanya kesesuaian nutrisi yang terdapat pada telur inang
dengan nutrisi yang diperlukan untuk perkembangan parasitoid.

Tingkat

reproduksi akan sangat berpengaruh terhadap tingkat parasitisasi parasitoid saat
dilepaskan di lapang.

Kesesuaian umur telur inang juga merupakan faktor

penentu keberhasilan parasitisasi inang oleh parasitoid.

Pengaruh umur telur

R. linearis terhadap reproduksi Anastatus sp. disajikan pada Tabel 3.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ketiga umur telur R. linearis yang
digunakan tidak memberi pengaruh nyata terhadap jumlah individu keturunan
yang dihasilkan parasitoid Anastatus sp. Meskipun ketiga umur telur R. linearis
tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap reproduksi, imago Anastatus sp.
yang keluar dari inang telur berumur 3 hari menghasilkan keturunan cenderung
lebih banyak dibandingkan dengan imago dari inang telur berumur 1 dan 2 hari.
Parasitoid Anastatus sp. merupakan parasitoid soliter yang hanya
meletakkan satu keturunan pada satu inang, sehingga jumlah telur yang diletakkan
oleh imago betina parasitoid dapat dihitung berdasarkan jumlah keturunan yang
keluar dari telur inang. Pembedahan dilakukan terhadap telur R. linearis yang
tidak menetas untuk mengetahui adanya larva atau

pupa Anastatus sp.

16

Tabel 3 Reproduksi Parasitoid Anastatus sp. pada beberapa umur telur R. linearis
Jumlah keturunan Anastatus sp. (individu)

Imago betina
Anastatus sp. ke-

1 hari*

2 hari

3 hari

1

06

19

19

2

12

10

14

3

17

11

17

4

11

08

12

5

11

10

18

Rata-rata ± SD

11,4 ± 3,91a

11,6 ± 4,27a

16 ± 2,91a

Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
taraf α =0,05 berdasarkan uji selang berganda Duncan
* Umur telur R. linearis

yang mati. Hasil pembedahan menunjukkan tidak dijumpai adanya larva maupun
pupa parasitoid pada telur R. linearis yang tidak menetas.
Pola reproduksi yang dilakukan oleh imago betina Anastatus sp. pada
ketiga perlakuan umur telur R. linearis menunjukkan bahwa peletakkan telur
terjadi secara intensif pada minggu pertama (Gambar 3). Peletakan telur tertinggi
terjadi saat parasitoid betina berada pada rentang umur 3 sampai 8 hari. Masa
praoviposisi pada parasitoid Anastatus sp. berlangsung singkat karena setelah
imago parasitoid keluar dari telur R. linearis, parasitoid betina dapat segera
meletakkan telur pada inang. Masa pascaoviposisi berlangsung bervariasi setelah
parasitoid betina berumur lebih dari 8 hari.
Aung et al. (2010) menjelaskan tingginya jumlah telur yang diletakkan
parasitoid pada saat parasitoid berumur satu minggu setelah keluar dari telur inang
disebabkan kebugaran parasitoid muda yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan parasitoid yang berumur lebih tua. Hal tersebut akan memberikan
pengaruh terhadap efisiensi tingkat parasitisasi Anastatus sp. terhadap C. javanus
pada saat parasitoid dilepaskan di lapang. Parasitoid Anastatus sp. muda akan
lebih baik dalam menekan populasi C. javanus jika dibandingkan parasitoid yang
berumur lebih tua.

17

Jumlah telur yang diletakkan pada inang

4
1 Hari
2 Hari
3

3 Hari

2

1

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16 17

Umur imago betina Anastatus sp. (hari)

Gambar 3 Reproduksi harian imago betina Anastatus sp. pada umur telur
R. linearis yang berbeda
Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin keturunan Anastatus sp. yang dipelihara pada beberapa
umur telur R. linearis menunjukkan bahwa parasitoid betina berjumlah lebih
banyak dibandingkan dengan jantan (Tabel 4). Perbandingan terbesar terdapat
pada telur R. linearis berumur 1 hari yaitu sebesar 1,00 : 2,00. Menurut Joyce et
al. (2002), salah satu faktor yang mempengaruhi jenis kelamin keturunan
parasitoid adalah ukuran inang yang digunakan.

Parasitoid cenderung akan

meletakkan keturunan berjenis kelamin jantan pada inang yang berukuran kecil
dan keturunan berjenis kelamin betina pada inang yang berukuran lebih besar.
Inang yang berukuran kecil dinilai kurang sesuai untuk perkembangan imago
betina sehingga proporsi keturunan jantan akan lebih dominan pada inang yang
berukuran kecil. Hasil penelitian menjelaskan walaupun telur R. linearis memiliki
ukuran yang lebih kecil dibandingkan telur C. javanus sebagai inang asli
parasitoid, namun telur R. linearis masih dapat menghasilkan keturunan parasitoid
jantan dan juga betina. Hal ini menunjukkan bahwa nutrisi yang terkandung
di dalam telur R. linearis masih mencukupi untuk perkembangan parasitoid
betina.

18

Tabel 4 Nisbah kelamin imago Anastatus sp. yang keluar dari telur R. linearis
Umur telur R. Linearis
Nisbah kelamin
Jantan : betina

1 hari

2 hari

3 hari

1,00 : 2,00

1,00 : 1,63

1,00 : 1,75

Pada kegiatan pembiakkan

massal parasitoid untuk kepentingan

pengendalian hayati, jenis kelamin keturunan yang diharapkan lebih dominan
adalah betina. Hal ini disebabkan imago parasitoid yang melakukan kegiatan
parasitisasi adalah imago yang berjenis kelamin betina.

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa parasitoid Anastatus sp. yang dipelihara pada telur
R. linearis sebagian besar menghasilkan keturunan berjenis kelamin betina,
sehingga telur R. linearis sesuai sebagai inang alternatif untuk pemeliharaan di
laboratorium.

Lama Hidup Parasitoid Betina
Lama hidup imago betina Anastatus sp. merupakan salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi tingkat parasitisasi saat dilepas di lapang.
Imago parasitoid betina yang memiliki lama hidup lebih panjang mempunyai
kesempatan yang lebih banyak untuk meletakkan telur pada inang dibandingkan
dengan parasitoid dengan umur imago yang lebih singkat. Lama hidup imago
betina Anastatus sp. yang berasal dari ketiga perlakuan umur telur R. linearis
dapat dilihat pada Tabel 5.
Hasil pengamatan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara
lama hidup imago betina yang berasal dari telur R. linearis berumur 1, 2, dan 3
hari. Soetopo dan Wikardi (1989) serta Trisawa et al. (2007), menjelaskan bahwa
lama hidup parasitoid sangat dipengaruhi oleh kebugaran parasitoid serta
pemberian pakan yang sesuai selama masa oviposisi.

Pemberian pakan

berupa larutan madu 10% setiap hari dapat memperpanjang umur imago betina
Anastatus sp.

19

Tabel 5 Lama hidup imago betina Anastatus sp. yang berasal dari berbagai umur
telur R. linearis
Imago betina
Anastatus sp. ke-

Lama hidup imago betina Anastatus sp. (hari)
1 hari*

2 hari

3 hari

1

09

17

13

2

15

11

16

3

16

10

13

4

08

09

13

5

10

13

12

Rata-rata ± SD

11,6 ± 3,64a

14 ± 2,44a

13,4 ± 1,51a

Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
taraf α = 0,05 berdasarkan uji selang berganda Duncan
* Umur telur R. linearis

20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Telur R. linearis berumur 1, 2, dan 3 hari memiliki kesesuaian untuk
digunakan sebagai inang alternatif dalam pemeliharaan parasitoid Anastatus sp.
yang berasal dari telur C. javanus.

Dilihat dari beberapa parameter biologi

keturunan yang dihasilkannya, telur R. linearis berumur 3 hari cenderung
merupakan inang yang lebih baik untuk digunakan sebagai inang alternatif
pemeliharaan Anastatus sp. di laboratorium.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai inang alternatif lain yang
memiliki kesesuaian untuk pembiakkan massal Anastatus sp. Selain itu perlu
dilakukan penelitian tentang teknik pelepasan Anastatus sp. di lapang.

21

DAFTAR PUSTAKA

Ariati MR, Kusdiana D, Dewi P. 2009. Kebijakan pemerintah dalam mendukung
pengembangan jarak pagar sebagai sumber energi alternatif BBN.
Prosiding Lokakarya Nasional V: Inovasi Teknologi dan Cluster Pioneer
Menuju DME Berbasis Jarak Pagar. Malang, 4 November 2009. Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, hlm 1-3.
Astuti Y. 2009. Budidaya dan manfaat jarak pagar. http://research.mercubuana.
ac.id/proceeding/budidaya-dan-manfaat-jarak-pagar.pdf [14 September
2011].
Atmadja WR, Ma’Mun, Suriati S. 2009. Efektivitas minyak masoyi (Massoia
aromatic) terhadap Helopeltis antonii Sign. pada jambu mete dan
Chrysocoris javanus pada jarak pagar. Bul Littro 20(2): 141-147.
Aung KSD, Takagi M, Ueno T. 2010. Effect of female’s age on the progeny
production and sex ratio of Ooencyrtus nezarae, an egg parasitoid of the
bean bug Riptortus clavatus. J Fac Agr Kyushu Univ 55(1): 83-85.
Berchmans HJ, Hirata S. 2007. Biodiesel production from crude Jatropha curcas
L. seed oil with a high content of free fatty acids. Biores Technol 99:
1716-1721.
Buchori D, Sahari B, Nurindah. 2008. Conservation of agroecosystem through
utilization of parasitoid diversity: lesson for promoting sustainable
agriculture and ecosystem health. Hayati 15(4): 165-172.
Chandra D. 2008. Inventarisasi hama dan penyakit pada pertanaman jarak pagar
(Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor.
Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Buku perlindungan perkebunan. www.
ditjenbun.deptan.go.id. [25 Agustus 2011].
[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan.
2009.
Implementasi dan
permasalahan dalam pengembangan jarak pagar sebagai sumber energi
alternatif. Prosiding Lokakarya Nasional IV: Akselerasi Inovasi Teknologi
Jarak Pagar Menuju Kemandirian Energi. Malang. Surya Pena
Gemilang, hlm 27-35.
Gibson GAP. 1995. Parasitic wasp of the subfamily Eupelminae: classification
and revision of world genera (Hymenoptera: Chalcidoidea: Eupelmidae).
Mem Entomol Int 5: 421.
Godfray HCJ. 1994. Parasitoids: Behavioral and Evolutionary Ecology. New
Jersey: Princenton Univ Press.
Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: an Identification Guide to
Families. Ottawa: Agriculture Canada Publication.

22

Irwanto. 2006. Pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebagai
sumber bahan bakar alternatif. http://saveforest.webs.com/ jarak.pdf [22
September 2011].
Joyce AL, Millar JG, Paine TD, Hanks LM. 2002. The effect of host size on the
sex ratio of Sungaster lepidus, a parasitoid of Eucalyptus longhorned
borers (Phoracantha spp.). Biol Control 24: 207-213.
Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Van Der Laan PA,
Rothschild GHL, penerjemah; Jakarta: PT Ichtiar Baru. Terjemahan dari
De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesië.
Kandpal JB, Madan M. 1995. Jatropha curcas: a renewable source of energy for
meeting future energy need. Renew Energy 6(2): 159-160.
Karmawati E, Rumini W. 2009a. Dinamika populasi dan pengendalian hama
utama jarak pagar. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31(5):
12-14.
Karmawati R, Rumini W. 2009b. Hama serta musuh alami pada tanaman jarak
pagar IP-1P, IP-2P, dan IP-3P di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP)
Pakuwon. Prosiding Lokakarya Nasional V: Inovasi Teknologi dan
Cluster Pioneer Menuju DME Berbasis Jarak Pagar. Malang, 4
November 2009. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, hlm
166-177.
Marchiori CH. 2003. Occurrence of the parasitoid Anastatus sp. in eggs of
Leptoglossus zonatus under the maize in Brazil. Ciencia Rural 33(4):
767-768.
Mariam S. 2006. Potensi pengembangan tanaman jarak pagar untuk sumber
bahan baku biofuel. [Skripsi]. Bandung. Departemen Ilmu Tanah dan
Manajemen Sumberdaya Lahan.
Fakultas Pertanian.
Universitas
Padjajaran.
Marwoto. 2006. Status hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis dan cara
pengendaliannya. Bul Palawija No. 12: 69-74.
Montes LR, Azurdia C, Jongschaap REE, van Loo EN, Barillas E, Visser R, Mejia
L. 2011. Global evaluation of genetic variability in Jatropha curcas.
http://www.pri.wur.nl /NR /rdonlyres /90AF26A1-47D5-4F2F-9E96D413C2933685 /70112/PosterMontesHR.pdf [21 September 2011].
Narendran TC. 2009. A review of the species of Anastatus motschulsky
(Hymenoptera: Chalcidoidea: Eupelmidae) of the Indian subcontinent
J Threat Taxa 1(2): 72-96.
Openshaw K. 2000. A review of Jatropha curcas: an oil plant of unfulfilled
promise. Biomass and Bioenergy 19(1): 1-15.
Pfannenstiel RS, Unruh TR, Brunner JF. 2009. Overwintering hosts for the
exotic leafroller parasitoid, Colpoclypeus florus: implications for habitat
manipulation to augment biological control of leafrollers in pome fruits.
J Insect Sci 10(75): 1-13.

23

Prayogo Y, Suharsono. 2005. Optimalisasi pengendalian hama pengisap polong
kedelai (Riptortus linearis) dengan cendawan entomopatogen Verticillium
lecanii. J Litbang Pert 24(2): 123-130.
Qodir HA. 2010. Pengamatan parasitoid telur pada Chrysocoris javanus Westw.
(Hemiptera: Scutelleridae) di beberapa wilayah pertanaman jarak pagar
(Jatropha curcas Linn.) di Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor.
Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Rumini W, Karmawati E. 2006. Hama pada tanaman jarak pagar (Jatropha
Curcas L.). Prosiding Lokakarya II: Status Teknologi Tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.). Bogor, 29 November 2006. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perkebunan, hlm 300-303.
Shanker C, Dhyani SK. 2006. Insect pest of Jatropha curcas L. and the potential
for their management. Curr Sci 91: 162-163.
Soetopo D, Wikardi EA. 1989. Preliminary study on the egg-parasitoid of
pepper-bug (Dasynus pipperis China). Industrial Crops Res J 3(1): 22-25.
Sunarto DA, Nurindah, Sahid M. 2007. Kesesuaian telur Helicoverpa armigera,
Pectinophora gossypiella, dan Corcyra cephalonica sebagai inang
parasitoid Trichogrammatoidea sp. Prosiding Lokakarya Nasional Kapas
dan Rami. Surabaya, 15 Maret 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan, hlm 104-109.
Tengkano W. 1985. Tingkat kerusakan ekonomi pengisap polong Riptortus
linearis F. (Hemiptera: Alydidae) pada tanaman kedelai Orba. [Tesis].
Bogor. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Trisawa IM, Rauf A, Kartosuwondo U. 2007. Biologi parasitoid Anastatus
dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae) pada telur Dasynus piperis
(Hemiptera: Coreidae). Hayati 14(3): 81-86.
Trisawa IM, Rauf A, Kartosuwondo U, Maryana N, Nurmansyah A. 2010.
Kesesuaian telur kepik kedelai untuk pembiakan massal Anastatus dasyni
Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae), parasitoid telur kepik lada. J Littri
16(3): 119-125.
Van Driesche RG, Bellows JTS.
Chapman & Hall.

1996.

Biological Control.

New York.

Vinson SB, Iwantsch GF. 1980. Host suitability for insect parasitoids. Annu Rev
Entomol 25: 397-419.
Wahyono TE. 2003. Teknik perbanyakan Ooencytrus malayensis pada inang
alternatif di laboratorium. Bul Tek Pert 8(1): 25-27.
Yulianti T, Hidayah N. 2009. Pola sebaran penyakit layu bakteri (Ralstonia
solanacearum) pada tanaman jarak pagar. Prosiding Lokakarya Nasional
V: Inovasi Teknologi dan Cluster Pioneer Menuju DME Berbasis Jarak
Pagar. Malang, 4 November 2009. Balai Penelitian Tanaman Tembakau
dan Serat, hlm 172-176.

24

Yulianti T, Hidayah N, Suhara C. 2007. Penyakit tanaman jarak pagar (Jatropha
curcas L.). Prosiding Lokakarya II: Status Teknologi Tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.). Bogor, 29 November 2006. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perkebunan, hlm 91-96.

LAMPIRAN

26

Lampiran 1

Kondisi pertanaman jarak pagar di Kebun Percobaan Leuwikopo
milik IPB (a) dan Kebun Induk Jarak Pagar milik Balittri (b)

a

Lampiran 2

b

Perbedaan warna telur C. javanus yang terparasit (a) dan tidak
terparasit (b)
2mm

2mm

a

b

ABSTRAK

OSMOND VITO ELIAZAR.
Parasitoid Anastatus sp. (Hymenoptera:
Eupelmidae) pada telur Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae), sebagai inang
alternatif di laboratorium. Dibimbing oleh NINA MARYANA.
Parasitoid telur Anastatus sp. merupakan salah satu musuh alami yang
memarasit telur Chrysocoris javanus pada pertanaman jarak pagar. Pemeliharaan
parasitoid Anastatus sp. di laboratorium mengalami kendala yaitu sulit
menyediakan telur inang asli sehingga perlu diupayakan pemeliharaan pada inang
alternatif. Penelitian ini membahas mengenai kesesuaian telur Riptortus linearis
untuk digunakan sebagai inang alternatif dalam pemeliharaan parasitoid
Anastatus sp. di laboratorium. Parasitoid Anastatus sp. dipaparkan pada 10 butir
telur R. linearis yang berumur 1, 2, dan 3 hari yang direkatkan pada kertas karton
di dalam tabung. Pemaparan dilakukan setiap hari hingga imago parasitoid betina
mati. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa parameter biologi, antara lain:
ukuran tubuh, stadia pradewasa, reproduksi, nisbah kelamin keturunan, serta lama
hidup dari imago betina parasitoid. Ukuran tubuh imago parasitoid yang berasal
dari telur R. linearis secara umum lebih kecil jika dibandingkan ukuran tubuh
parasitoid yang berasal dari telur C. javanus dan masa pradewasa parasitoid
Anastatus sp. betina yang dipelihara pada telur R. linearis berumur 3 hari lebih
singkat dibandingkan dengan masa pradewas