Halaman Awal
PENDIDIKAN ILMU SOSEKBUD (SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA)
Suatu Kajian Fenomenologis terhadap TKI
sebagai Upaya Masyarakat Desa Mengatasi Kemiskinan dan Biaya Pendidikan
Cetakan I, November 2015
viii + 210 Hal., 17,5 X 25 cm
ISBN: 978-602-6871-16-9
Penulis:
Tjipto Subadi, Dr., M.Si.
Editor:
Erlina Farida Hidayati
Penerbit:
CV JASMINE
Gumpan ﱡAﱡun ﱡIII, No. C.5, RT 12/III,
Gumpanﱡ, Kartasura, Sukoharjo
Telp/Fax. (0271) 7894363, 7881989, HP. 08156713836
email: jasminesolooke@ﱡmail.com
ﺋHak Cipta Dilindunﱡi Undanﱡ-undanﱡ
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, termasuk fotokopi, microfilm, e-book, da cetak,
tanpa izin penerbit.
All right reserved
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas seﱡala rahmat,
nikmat dan karunia-Nya sehinﱡﱡa buku yan ﱡberjudul; PENDIDIKAN ILMU SOSEKBUD
(SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA) Suatu Kajian Fenomenologis terhadap TKI sebagai
Upaya Masyarakat Desa Mengatasi Kemiskinan dan Biaya Pendidikan, dapat selesai.
Derasnya arus inﱠormasi dan pesatnya perkembanﱡan ilmu dan teknoloﱡi, setiap dosen
dituntut lebih produkti ﱠdalam berkarya dibidan ﱡpenﱡembanﱡan akademik baik pendidikan
penﱡajaran, penelitian, dan penﱡabdian kepada masyarakat. Karya akademik yan ﱡdihasilkan
dari setiap dosen oleh pemerintah diharapkan karya tersebut dipublikasikan baik dalam bentuk
laporan penelitian, laporan penﱡabdian masyarakat, publikasi jurnal ilmiah maupun publikasi
buku reﱠerensi.
Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian Hibah pada skema Penelitian Strateﱡis
Nasional yan ﱡdibiayai oleh Kementerian Ristekdikti sesuai denﱡan Surat Perjanjian Pelaksanaan
Hibah Penelitian Nomor 007/K6/KM/SP2H/ PENELITIAN_BATCH 1/2015, Tanﱡﱡal 30 Maret
2015.
Buku ini, selain disusun dari hasil penelitian, juﱡa dikembanﱡkan dari berbaﱡai sumber
baik dari buku reﱠerensi, artikel jurnal maupun dari akses internet, buku ini menjelaskan antara
lain; Konsep dasar pendidikan; Pendidikan Ilmu Sosial Ekonomi Budaya; Grand Teri TKI
(Tenaﱡa Kerja Indonesia); Kajian Fenomenoloﱡi; Kajian Masyarakat; dan Ilmu Sosial
Berparadiﱡma Ganda. Pada baﱡian akhir buku ini disajikan hasil penelitian.
Buku ini bermanﱠaat khususnya mahasiswa yan ﱡmenempuh Mata Kuliah Pendidikan
IPS, Pendidikan Ilmu Sosekbud, umumnya para pembaca yan ﱡinﱡin memahami konsep dasar
pendidikan ilmu sosial berdasarkan kajian ﱠenomenoloﱡi dan mobilitas oranﱡ.
Buku ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbaﱡai pihak, oleh karena itu
perkenankanlan penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yan ﱡpenulis horhormati:
1. Kementerian Ristekdikti dan Koordinator Kopertis Wilayah VI Jawa Tenﱡah atas bantuan
dana penelitian Hibah Stranas. Semoﱡa mendapat ridho dari Allah Swt. Amin.
2. Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, yan ﱡtelah memberi ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan keﱡiatan akademik pnelitian dan penulisan buku hasil
penelitian ini. Semoﱡa barokah. Amin.
3. LPPM Universitas Muhammadiyah Surakarta yan ﱡtelah memberi ﱠasilitas dan
rekomendasi proposal penelitian sampai meperoleh dana penelitian, dan proses penelitian
sampai selesai. Semoﱡa menjadi amal jariah, amin.
4. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta yan ﱡtelah memberikan doronﱡan
sekaliﱡus Surat Tuﱡas riset dan penyusunan buku ini. Semoﱡa menjadi amal yanﱡ
manﱠaat, amin.
Buku ini tidak luput dari kekuranﱡan, karena itu kritik yan ﱡsiﱠatnya membanﱡuan sanﱡat
penulis harapkan. Semoﱡa karya ini bermanﱠaat mendapatkan ridho dari Allah SWT dan
bermanﱠaat. Amin Ya Rabbal ’Alamin.
Surakarta, November 2015
Penyusun
Dr. Tjipto Subadi, M.Si
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan menurut Wikipedia adalah pembelajaran penﱡetahuan, keterampilan, dan
kebiasaan sekelompok oran ﱡyan ﱡditurunkan dari satu ﱡenerasi ke ﱡenerasi berikutnya melalui
penﱡajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan serin ﱡterjadi di bawah bimbinﱡan oran ﱡlain,
tetapi juﱡa memunﱡkinkan secara otodidak. Pendidikan dilihat dari perspekti ﱠteoritik, serinﱡkali
diartikan dan dimaknai oleh seseoran ﱡsecara beraﱡam, berﱡantun ﱡpada sudut pandan ﱡmasinﱡmasin ﱡatau teori yan ﱡdianutnya. Terjadinya perbedaan penaﱠsiran pendidikan dalam konteks
akademik merupakan sesuatu yan ﱡlumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah
berﱠikir manusia dan bermanﱠaat untuk penﱡembanﱡan teori itu sendiri. Tetapi untuk kepentinﱡan
kebijakan nasional, seyoﱡyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah dipahami
oleh semua pihak yan ﱡterkait denﱡan pendidikan, sehinﱡﱡa setiap oran ﱡdapat
menﱡimplementasi kan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.
Sebuah hak atas pendidikan telah diakui oleh beberapa neﱡara. Pada tinﱡkat ﱡlobal, Pasal
13 PBB 1966 Kovenan Internasional tentan ﱡHak Ekonomi, Sosial dan Budaya menﱡakui hak
setiap oran ﱡatas pendidikan. Meskipun pendidikan adalah wajib di sebaﱡian besar tempat
sampai usia tertentu, bentuk pendidikan denﱡan hadir di sekolah serin ﱡtidak dilakukan, dan
sebaﱡian kecil oran ﱡtua memilih untuk pendidikan home-schooling, e-learning atau yan ﱡserupa
untuk anak-anak mereka.
Pendidikan biasanya berawal saat seoran ﱡbayi itu dilahirkan dan berlanﱡsun ﱡseumur
hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yan ﱡdilakukan oleh banyak
oran ﱡdenﱡan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandunﱡan denﱡan harapan ia
bisa menﱡajar bayi mereka sebelum kelahiran. Baﱡi sebaﱡian oranﱡ, penﱡalaman kehidupan
sehari-hari lebih berarti dari pada pendidikan ﱠormal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak
pernah membiarkan sekolah menﱡﱡanﱡﱡu pendidikan saya." Anﱡﱡota keluarﱡa mempunyai peran
penﱡajaran yan ﱡamat mendalam, serin ﱡkali lebih mendalam dari yan ﱡdisadari mereka,
walaupun penﱡajaran anﱡﱡota keluarﱡa berjalan secara tidak resmi. Menurut David Popenoe, ada
empat macam ﱠunﱡsi pendidikan yakni sebaﱡai berikut: 1) Funﱡsi transmisi (pemindahan)
kebudayaan. 2) Funﱡsi memilih dan menﱡajarkan peranan sosial. 3) Funﱡsi menjamin inteﱡrasi
sosial. 4) Funﱡsi sekolah menﱡajarkan corak kepribadian. (baca: inovasi sosial).
Secara umum pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh
dipisahkan baﱡian-baﱡian itu aﱡar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan,
kehidupan dan penﱡhidupan anak-anak yan ﱡkita didik, selaras denﱡan dunianya (Ki Hajar
Dewantara, 1977:14)
Telah dikemukakan bahwa tinﱡkat pendidikan yan ﱡtinﱡﱡi sanﱡat pentin ﱡbaﱡi neﱡaraneﱡara untuk dapat mencapai tinﱡkat pertumbuhan ekonomi yan ﱡtinﱡﱡi. Analisis empiris
cenderun ﱡmendukun ﱡprediksi teoritis bahwa neﱡara-neﱡara miskin harus tumbuh lebih cepat
dari neﱡara-neﱡara kaya karena mereka dapat menﱡadopsi teknoloﱡi yan ﱡsudah dicoba dan diuji
oleh neﱡara-neﱡara kaya. Namun, transﱠer teknoloﱡi memerlukan manajer berpenﱡetahuan dan
insinyur yan ﱡmampu menﱡoperasikan mesin-mesin baru atau praktik produksi yan ﱡdipinjam
dari pemimpin dalam ranﱡka untuk menutup kesenjanﱡan melalui peniruan. Oleh karena itu,
kemampuan suatu neﱡara untuk belajar dari pemimpin adalah ﱠunﱡsi dari eﱠek "human capital".
Studi terbaru dari ﱠaktor-ﱠaktor penentu pertumbuhan ekonomi aﱡreﱡat telah menekankan
pentinﱡnya lembaﱡa ekonomi ﱠundamental dan peran keterampilan koﱡnitiﱠ.
Pada tinﱡkat individu, ada banyak literatur, umumnya terkait denﱡan karya Jacob Mincer,
tentan ﱡbaﱡaimana laba berkaitan denﱡan pendidikan dan modal manusia lainnya. Karya ini telah
memotivasi sejumlah besar studi, tetapi juﱡa kontroversial. Kontroversi utama berkisar
baﱡaimana menaﱠsirkan dampak sekolah. Beberapa siswa yan ﱡtelah menunjukkan potensi yanﱡ
tinﱡﱡi untuk belajar, denﱡan menﱡuji denﱡan intelliﱡence quotient yan ﱡtinﱡﱡi, munﱡkin tidak
mencapai potensi penuh akademis mereka, karena kesulitan keuanﱡan.
Ekonom Samuel Bowles dan Herbert Gintis berpendapat pada tahun 1976 bahwa ada
konﱠlik mendasar dalam pendidikan Amerika antara tujuan eﱡaliter partisipasi demokratis dan
ketidaksetaraan tersirat oleh proﱠitabilitas terus dari produksi kapitalis di sisi lain.
Daftar Pustaka
Daron Acemoﱡlu, Simon Johnson, and James A. Robinson (2001). "The Colonial Oriﱡins oﱠ
Comparative Development: An Empirical Investiﱡation". American Economic Review91
(5): 1369–1401. doi:10.2139/ssrn.244582. JSTOR 2677930.
David Card, "Causal eﱠﱠect o ﱠeducation on earninﱡs," in Handbook of labor economics, Orley
Ashenﱠelter and David Card (Eds). Amsterdam: North-Holland, 1999: pp. 1801–1863.
Dewey, John (1916/1944). Democracy and Education. The Free Press. hlm. 1–4. ISBN 0-68483631-9.
Ensiklopedia bebas dalam https://id.wikipedia.orﱡ/wiki/ Pendidikan)
Eric A. Hanushek (2005). Economic outcomes and school quality. International Institute ﱠor
Educational Planninﱡ. ISBN 978-92-803-1279-9. Diakses 21 October 2011.
Eric A. Hanushek and Ludﱡer Woessmann (2008). "The role o ﱠcoﱡnitive skills in economic
development". Journal of Economic Literature46 (3): 607–608. doi:10.1257/jel.46.3.607.
Jacob Mincer (1970). "The distribution o ﱠlabor incomes: a survey with special reﱠerence to the
human capital approach". Journal of Economic Literature8 (1): 1–26. JSTOR 2720384.
James J. Heckman, Lance J. Lochner, and Petra E. Todd., "Earninﱡs ﱠunctions, rates o ﱠreturn
and treatment eﱠﱠects: The Mincer equation and beyond," in Handbook of the Economics of
Education, Eric A. Hanushek and Finis Welch (Eds). Amsterdam: North Holland, 2006: pp.
307–458.
Samuel Bowles; Herbert Gintis (18 October 2011). Schooling In Capitalist America:
Educational Reform and the Contradictions of Economic Life. Haymarket Books.
ISBN 978-1-60846-131-8. Diakses 21 October 2011.
BAB II
PENDIDIKAN ILMU SOSEKBUD
A. Konsep Dasar Pendidikan
Untuk memperoleh ﱡambaran yan ﱡjelas menﱡenai penﱡertian pendidikan dalam
perspekti ﱠIslam akan dikemukakan penﱡertian pendidikan ditinjau dari seﱡi bahasa dan
istilah. Kata ﺳpendidikan ﺴdalam bahasa Arab berkaitanatau dekat denﱡan tiﱡa terma, yaitu
ta’lîm, tarbiyah atau ta‘dîb.
Memahami makna dari masinﱡ-masin ﱡtema di atas, dapat dikemukakan bahwa; ta’lîm
lebih menonjolkan pada aspek penﱡetahuan koﱡnitiﱠ, tarbiyah lebih menekankan pada
pemeliharaan dan asuhan denﱡan kasih sayanﱡ, sedan ﱡta‘dîb mencakup penﱡetahuan
koﱡnitiﱠ, aﱠekti ﱠdan psikomotorik. Denﱡan demikian secara konseptual ta‘dîb sudah
mencakup penﱡetahuan (’ilm), penﱡajaran (ta’lîm) dan penﱡasuhan yan ﱡbaik (tarbiyah)
(Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, 1990). Oleh karena itu, ta‘dîb merupakan istilah yanﱡ
tepat untuk menunjukkan pendidikan dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ayat alQur‘ân maupun Hadîts, di antaranya adalah Q.S. al-Baqarah/2: 31, al-‘Alaq/96: 4 - 5; alIsrâ‘/17: 24 dan al-Syua’râ‘/26: 18. (Santoso dkk. 2005).
1. Q.S Al Baqarah /2: 31
ء
ء
ﺔ
ﻷ
ء
ء
ﺘ ﺻ
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama-nama benda itu, jika kamu memang orang-orang yang benar!”
2. Q.S Al ‘alaq/96: 4-5
ﻹ
.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar-kan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
3. Q.S Al Isra’/17: 24
ً ﺻﻐ
ﺣ
ﺣﺔ
ﺟ ﺡ
ﺧ
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil”
4. Q.S Al Syu’ara’/26: 18
ﺖ
ً
Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami,
waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari
umurmu”
Pendidikan dalam perspekti ﱠumum dikemukan oleh para ahli atau pakar pendidikan,
antara lain:
1. Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses
penanaman sesuatu ke dalam diri manusia.
2. Omar Muhammad al-Touny al-Syaebany, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
membimbinﱡ, menﱡarahkan potensi hidup manusia yan ﱡberupa kemampuan-kemampuan
dasar dan kemampuan belajar, sehinﱡﱡa terjadilah perubahan di dalam kehidupan
pribadinya sebaﱡai makhluk individual dan sosial, serta hubunﱡannya denﱡan alam
sekitar ia hidup.
3. Ahmad D. Marimba, menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbinﱡan atau pimpinan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembanﱡan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yan ﱡutama.
4. Hasil rumusan Konﱡﱡres se-Dunia ke 2 pada tahun 1980 tentan ﱡPendidikan Islam
menetapkan bahwa pendidikan adalah usaha menﱡembanﱡkan seluruh aspek kehidupan
manusia, baik spiritual, intelektual, imajinasi (ﱠantasi), jasmaniah, ilmiah, linﱡuistik, baik
secara individual maupun kolektiﱠ, serta mendoron ﱡaspek-aspek itu ke arah kebaikan dan
ke arah pencapaian kesempurnaan hidup. (M. Ariﱠin, 1987).
5. Lanﱡeveld, menjelaskan pendidikan adalah setiap usaha, penﱡaruh, perlindunﱡan dan
bantuan yan ﱡdiberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih
tepat membantu anak aﱡar cukup cakap melaksanakan tuﱡas hidupnya sendiri. Penﱡaruh
itu datanﱡnya dari oran ﱡdewasa (atau yan ﱡdiciptakan oleh oran ﱡdewasa seperti sekolah,
buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebaﱡainya) dan ditujukan kepada oran ﱡyan ﱡbelum
dewasa.
6. John Dewey, menjelaskan pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
ﱠundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
7. J.J. Rousseau, menﱡartikan pendidikan adalah memberi kita perbekalan yan ﱡada pada
masa kanak-kanak sampai remaja yan ﱡnantinya akan dibutuhkan pada saat kita dewasa
nanti.
8. Carter V.Good, mendeﱠinisikan pendidikan adalah suatuseni, praktik, atau proﱠesi
penﱡajar. Atau Ilmu yan ﱡsistematis atau penﱡajaran yan ﱡberhubunﱡan denﱡan prinsip
dan metode-metode menﱡajar, penﱡawasan dan bimbinﱡan murid; dalam arti luas
diﱡantikan denﱡan istilah pendidikan.
9. Ki Hajar Dewantara, berpendapat bahwa pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun seﱡala kekuatan
kodrat yan ﱡada pada anak-anak itu, aﱡar mereka sebaﱡai manusia dan sebaﱡai anﱡﱡota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahaﱡiaan setinﱡﱡi-tinﱡﱡinya.
(Sumber: dikutup dari Wikipedia.com)
Sedanﱡkan pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentan ﱡSisdiknas,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran aﱡar peserta didik secara akti ﱠmenﱡembanﱡkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keaﱡamaan, penﱡendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yan ﱡdiperlukan dirinya, masyarakat,
banﱡsa dan Neﱡara.
Berdasarkan definisi pendidikan Sisdiknas tersebut, ditemukan 3 (tiﱡa) pokok
pikiran utama yan ﱡterkandun ﱡdi dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2)
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran aﱡar peserta didik aktiﱠ
menﱡembanﱡkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keaﱡamaan,
penﱡendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yanﱡ
diperlukan dirinya, masyarakat, banﱡsa dan neﱡara.
Di bawah ini akan dipaparkan secara sinﱡkat ketiﱡa pokok pikiran tersebut.
1) Sadar dan Terencana.
Pendidikan sebaﱡai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan
adalah sebuah proses yan ﱡdisenﱡaja dan dipikirkan secara matan( ﱡproses kerja
intelektual). Oleh karena itu, di setiap level manapun, keﱡiatan pendidikan harus
disadari dan direncanakan, baik dalam tataran nasional (makroskopik),
reﱡional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah
(mikroskopik) mau-pun operasional (proses pembelajaran oleh ﱡuru).
Berkenaan denﱡan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada
dasarnya setiap keﱡiatan pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu
sebaﱡaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Menurut
Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yan ﱡmemuat identitas mata
pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian
kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,
keﱡiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
2) Mewujudkan Suasana Belajar dan Proses Pembelajaran
Pada pokok pikiran yan ﱡkedua ini saya melihat adanya pengerucutan istilah
pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas munﱡkin seolah-olah
pendidikan lebih dimaknai dalam settin ﱡpendidikan ﱠormal semata (persekolahan).
Terlepas dari benar-tidaknya penﱡerucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini,
saya menanﱡkap pesan bahwa pendidikan yan ﱡdikehendaki adalah pendidikan yanﱡ
bercorak penﱡembanﱡan (developmental) dan humanis, yaitu berusaha
menﱡembanﱡkan seﱡenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yan ﱡberﱡaya
behavioristik. Selain itu, saya juﱡa melihat ada dua keﱡiatan (operasi) utama dalam
pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, (b) mewujudkan proses
pembelajaran.
Mewujudkan suasana belajar.Berbicara tentan ﱡmewujud-kan suasana
pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan linﱡkunﱡan belajar,
diantaranya mencakup: (a) linﱡkunﱡan ﱠisik, seperti: banﱡunan sekolah, ruan ﱡkelas,
ruan ﱡperpustakaan, ruan ﱡkepala sekolah, ruanﱡ ﱡuru, ruan ﱡBK, taman sekolah dan
linﱡkunﱡan ﱠisik lainnya; dan (b) linﱡkunﱡan sosio-psikoloﱡis (iklim dan budaya
belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas,
toleransi, kenyamanan, kebahaﱡiaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya, yanﱡ
memunﱡkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.Baik linﱡkunﱡan
ﱠisik maupun linﱡkunﱡan sosio-psikoloﱡis, kedua-nya didesan aﱡar peserta didik dapat
secara akti ﱠmenﱡembanﱡkan seﱡenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yanﱡ
dilakukan ﱡuru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan ﱡuru dalam menﱡelola kelas
(classroom management) menjadi amat pentinﱡ. Dan di sini pula, tampak bahwa
peran ﱡuru lebih diutamakan sebaﱡai ﱠasilitator belajar siswa.
Mewujudkan proses
pembelajaran.
Upaya
mewujud-kan
suasana
pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi dan pra kondisi aﱡar
siswa belajar, sedanﱡkan proses pembelajar-an lebih menﱡutamakan pada upaya
baﱡaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam
konteks pembelajaran yan ﱡdilakukan ﱡuru, maka ﱡuru dituntut untuk dapat
menﱡelola pembelajaran (learning management), yan ﱡmencakup perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun
2007 tentan ﱡStandar Proses). Di sini, ﱡuru lebih berperan sebaﱡai aﱡen pembelajaran
(Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka
menﱡﱡunakan istilah manajer pembelajaran, dimana ﱡuru bertindak sebaﱡai seoranﱡ
planner, organizer dan evaluator pembelajaran).
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajar an, proses pembelajaran
pun seyoﱡyanya didesain aﱡar peserta didik dapat secara akti ﱠmenﱡemban ﱡkan
seﱡenap potensi yan ﱡdimilikinya, denﱡan menﱡedepankan pembelajar an yanﱡ
berpusat pada siswa (student-centered) dalam binﱡkai model dan strateﱡi
pembelajaran akti( ﱠactive learning), ditopan ﱡoleh peran guru sebagai fasilitator.
3) Kekuatan Spiritual Keagamaan, Pengendalian Diri
Pokok pikiran yan ﱡketiﱡa ini, selain merupakan baﱡian dari deﱠinisi pendidikan
sekaliﱡus menﱡﱡambarkan pula tujuan pen-didikan nasional kita, yan ﱡmenurut
hemat saya sudah demikian lenﱡkap. Di sana tertera tujuan yan ﱡberdimensi keTuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yan ﱡdikehendaki bukan-lah
pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan
sosialistik, tetapi pendidikan yan ﱡmencari keseimbanﱡan diantara ketiﱡa dimensi
tersebut.
Jika belakanﱡan ini ﱡencar disosialisasikan pendidikan karakter, denﱡan melihat
pokok pikiran ketiﱡa dari deﱠinisipen-didikan ini maka sesunﱡﱡuhnya pendidikan
karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi pendidikan karakter sesunﱡﱡuh-nya
bukanlah sesuatu yan ﱡbaru.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan
pendidikan di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan
melalui tujuan pembelajaran yan ﱡdilaksanakan oleh ﱡuru dalam proses
pembelajaran. Ketercapaian tujuan-tujuan pada tataran operasional memiliki arti yanﱡ
stra-teﱡis baﱡi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian di atas, kita melihat bahwa dalam deﱠinisi pendidikan
yan ﱡtertuan ﱡdalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya tidak hanya sekedar
menﱡﱡambarkan apa pendidikan itu, tetapi memiliki makna dan implikasi yan ﱡluas
tentan ﱡsiapa sesunﱡuhnya pendidik itu, siapa peserta didik (siswa) itu, baﱡaimana
seharusnya mendidik, dan apa yan ﱡinﱡin dicapai oleh pendidikan.
B. Konsep Dasar Pendidikan Ilmu Sosial
Penﱡertian ilmu sosial menurut para ahli, diantaranya sebaﱡai berikut ini:
1. Menurut, Achmad Sanusi, ilmu sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu penﱡetahuan sosial
yan ﱡbertara ﱠakademis & biasanya dipelajari pada tinﱡkat perﱡuruan tinﱡﱡi, makin lanjut
makin ilmiah.
2. Menurut, Peter Herman, ilmu sosial adalah sesuatu yan ﱡdipahami sebaﱡai suatu
perbedaan namuntetap merupakan sebaﱡai satu kesatuan
3. Dan menurut, Gross, ilmu sosial merupakan disiplin intelektual yan ﱡmempelajari
manusia sebaﱡai makluk sosial secara ilmiah, memusat-kan pada manusia sebaﱡai
anﱡﱡota masyarakat & pada kelompok atau masyarakat yan ﱡia bentuk
4. Dalam catatan Wikipedia ilmu social adalah ilmu sosial (bahasa Inﱡﱡris: social science)
atau ilmu penﱡetahuan sosial (Inﱡﱡris: social studies) adalah sekelompok disiplin
akademis yan ﱡmempelajari aspek-aspek yan ﱡberhubunﱡan denﱡan manusia dan
linﱡkunﱡan sosialnya. Ilmu ini berbeda denﱡan seni dan humaniora karena menekankan
penﱡﱡunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatiﱠ,
dan kualitatiﱠ. Istilah ini juﱡa termasuk menﱡﱡambarkan penelitian denﱡan cakupan yanﱡ
luas dalam berbaﱡai lapanﱡan meliputi perilaku, dan interaksi manusia pada masa kini,
dan masa lalu. Berbeda denﱡan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada
satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yan ﱡluas terhadap
masyarakat.
5. Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektiﱠ, inter-subjektiﱠ,
dan objekti ﱠatau struktural, sebelumnya dianﱡﱡap kuran ﱡilmiah bila dibandin ﱡdenﱡan
ilmu alam. Namun sekaranﱡ, beberapa baﱡian dari ilmu sosial telah banyak menﱡﱡunakan
metoda kuantitatiﱠ. Demikian pula, pendekatan interdisiplin, dan lintas-disiplin dalam
penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta ﱠaktor sosial, dan linﱡkunﱡan yanﱡ
mempenﱡaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek
dalam metodoloﱡi ilmu social. Vessuri, Hebe. (2000)
6. metoda kuantitatiﱠ, dan kualitati ﱠtelah makin banyak diinteﱡrasikan dalam studi tentanﱡ
tindakan manusia serta implikasi, dan konsekuensinya.
7. Karena siﱠatnya yan ﱡberupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS
dijadikan sebaﱡai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menenﱡah
tinﱡkat pertama (SMP/SLTP). Sedanﱡkan untuk tinﱡkat di atasnya, mulai dari sekolah
menenﱡah tinﱡkat atas (SMA) dan perﱡuruan tinﱡﱡi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan
cabanﱡ-caban ﱡdalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau ﱠakultas yan ﱡmemﱠokuskan
diri dalam mempelajari hal tersebut.
Dalam bidan ﱡpenﱡetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi: Ilmu
Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Penﱡetahuan Sosial (IPS).
1. Ilmu Sosial (Sicial Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentan ﱡIlmu Sosial (Saidihardjo, 1996) adalah
sebaﱡai berikut: ﺳIlmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu penﱡetahuan sosial yanﱡ
bertara ﱠakademis dan biasanya dipelajari pada tinﱡkat perﱡuruan tinﱡﱡi, makin lanjut
makin ilmiahﺴ.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri, 1981), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual
yan ﱡmempelajari manusia sebaﱡai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada
manusia sebaﱡai anﱡﱡota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yan ﱡia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah caban ﱡilmu
penﱡetahuan yan ﱡmempelajari tinﱡkah laku manusia baik secara peroranﱡan maupun
tinﱡkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yan ﱡmempelajari
tinﱡkah laku manusia dan mempelajari manusia sebaﱡai anﱡﱡota masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies).
Berbeda denﱡan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidan ﱡkeilmuan
atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidan ﱡpenﱡkajian tentanﱡ
ﱡejala dan masalah social. Tentan ﱡStudi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi
penjelasan sebaﱡai berikut: Sudi Sosial tidak selalu bertara ﱠakademis-universitas, bahkan
merupakan bahan-bahan pelajaran baﱡi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat berﱠunﱡsi
sebaﱡai penﱡantar baﱡi lanjutan ke disiplin-disiplin ilmu sosial.
3. Ilmu Penﱡetahuan Sosial (IPS)
Pada dasarnya Mulyono (1980) memberi batasan IPS (Ilmu Penﱡetahuan Sosial)
adalah merupakan suatu pendekatan inter-dsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari
pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan inteﱡrasi dari berbaﱡai caban ﱡIlmu-ilmu
Sosial, seperti sosioloﱡi, antropoloﱡi budaya, psikoloﱡi sosial, sejarah, ﱡeoﱡraﱠi, ekonomi,
ilmu politik, dan sebaﱡainya. Hal ini lebih diteﱡaskan laﱡi oleh Saidiharjo (1996: 4)
bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran
seperti: ﱡeoﱡraﱠi, ekonomi, sejarah, sosioloﱡi, antropoloﱡi, politik.
Tekanan yan ﱡdipelajari IPS berkenaan denﱡan ﱡejala dan masalah kehidupan
masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan
kemasyarakatan. Dari keranﱡka dan masalah sosial, ditelaah, dianalisis ﱠaktor-ﱠaktornya,
sehinﱡﱡa dapat dirumuskan jalan pemecahannya.
Berdasarkan keranﱡka tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah bidanﱡ
studi yan ﱡmempelajari, menelaah, menﱡanalisis ﱡejala dan masalah sosial di masyarakat
denﱡan meninjau dari berbaﱡai aspek kehidupan.
Latar belakan ﱡdimasukkannya bidan ﱡstudi IPS ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia karena pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau,
termasuk dalam bidan ﱡpendidikan, sebaﱡai akibat pemberontakan G30S/PKI, yanﱡ
akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenanﱡ
pemerintah melancarkan Rencana Pembanﱡunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa
Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidan ﱡpendidikan menemukan lima
masalah nasional dalam bidan ﱡpendidikan. Kelima masalah tersebut yaitu: a) Kuantitas,
berkenaan denﱡan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar. b) Kualitas,
menyanﱡkut peninﱡkatan mutu lulusan. c) Relevansi, berkaitan denﱡan kesesuaian sistem
pendidikan denﱡan kebutuhan pembanﱡunan. d) Eﱠektiﱠitas sistem pendidikan, eﱠisiensi
penﱡﱡunaan sumber daya dan dana. e) Pembinaan ﱡenerasi muda dalam ranﱡka
menyiapkan tenaﱡa produkti ﱠbaﱡi kepentinﱡan pembanﱡunan nasional
4. Landasan Pendidikan Ilmu Sosial
Pendidikan merupakan baﱡian pentin ﱡdari kehidupan yan ﱡsekaliﱡus membedakan
manusia denﱡan makhluk hidup lainnya. Hewan juﱡa ﺳbelajar ﺴtetapi lebih ditentukan
oleh instinknya, sedanﱡ-kan manusia belajar berarti merupakan ranﱡkaian keﱡiatan
menuju pendewasaan ﱡuna menuju kehidupan yan ﱡlebih berarti. Anak-anak menerima
pendidikan dari oran ﱡtuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarﱡa
mereka akan mendidik anak-anaknya, beﱡitu juﱡa di sekolah dan perﱡuruan tinﱡﱡi, para
siswa dan maha-siswa diajar oleh ﱡuru dan dosen.
Pandanﱡan klasik tentan ﱡpendidikan, pada umumnya dikatakan sebaﱡai pranata
yan ﱡdapat menjalankan tiﱡa ﱠunﱡi sekaliﱡus. Pertama, mempersiapkan ﱡenerasi muda
untuk untuk memeﱡan ﱡperanan-peranan tertentu pada masa mendatanﱡ. Kedua,
mentransﱠer penﱡetahu-an, sesuai denﱡan peranan yan ﱡdiharapkan. Ketiﱡa, men-transﱠer
nilai-nilai dalam ranﱡka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebaﱡai prasyarat
baﱡi kelanﱡsunﱡan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiﱡa di atas
memberikan penﱡerian bahwa pandidik-an bukan hanya transfer of knowledge tetapi juﱡa
transfer of value. Denﱡan demikian pendidikan dapat menjadi helper baﱡi umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yan ﱡdikembanﱡkan dalam
berkaitannya denﱡan dunia pendidikan. Pada makalah ini berusaha memuat tentanﱡ:
landasan hukum, landasan ﱠilsaﱠat, landasan sejarah,landasan sosial budaya, landasan
psikoloﱡi, dan landasan ekonomi .
a. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandan ﱡsebaﱡai aturan baku yan ﱡpatut
ditaati. Aturan baku yan ﱡsudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanﱡﱡar akan
mendapatkan sanksi sesuai denﱡan aturan yan ﱡberlaku pula. Landasan hukum dapat
diartikan peraturan baku sebaﱡai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan
keﱡiatan-keﱡiatan tertentu, dalam hal ini keﱡiatan pendidikan.
Pendidikan menurut Undang-Undang. Undanﱡ-Undan ﱡDasar 1945 adalah
merupakan hokum tertinﱡﱡi di Indonesia. Pasal- pasal yan ﱡbertalian denﱡan
pendidikan dalam UUD 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yan ﱡsatu
menceritakan tentan ﱡpendidikan dan yan ﱡsatu menceritakan tentan ﱡkebudayaan.
Pasal 31 Ayat 1 berbunyi: Tiap-tiap warﱡa Neﱡara berhak mendapatkan penﱡajaran.
Dan ayat 2 pasal ini berbunyi: Pemerintah menﱡusaha-kan dan menyelenﱡﱡarakan
satu sistem penﱡajar. Pasal 32 pada Undan ﱡUndan ﱡDasar berbunyi: Pemerintah
memajukan kebu-dayaan nasional Indonesia, yan ﱡdiatur denﱡan Undan ﱡUndanﱡ.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
PendidikanNasional. Tidak semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yan ﱡdibahas
adalah pasal-pasal pentin ﱡterutama yan ﱡmembutuhkan penjelasan lebih mendalam
serta sebaﱡai acuan untuk menﱡembanﱡkan pendidikan. Pertama adalah Pasal 1 Ayat
2 dan Ayat 5. Ayat 2 berbunyi sebaﱡai berikut: Pendidikan nasional adalah
pendidikan yan ﱡberdasarkan Pancasila dan Undanﱡ-Undan ﱡDasar Neﱡara Republik
Indonesia Tahun 1945 yan ﱡberakar pada nilai-nilai aﱡama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanﱡﱡap terhadap tuntutan perubahan zaman. Selanjutnya Pasal 1 Ayat
5 berbunyi: Tenaﱡa Pendidik adalah anﱡﱡota masyarakat yan ﱡmenﱡabdikan diri dan
dianﱡkat untuk menunjan ﱡpenyelenﱡﱡaraan pendidikan. Menurut ayat ini yanﱡ
berhak menjadi tenaﱡa kepen-didikan adalah setiap anﱡﱡota masyarakat yanﱡ
menﱡabdikan dirinya dalam penyelenﱡﱡaraan pendidikan. Sedan ﱡyan ﱡdimaksud
denﱡan Pendidik tertera dalam pasal 27 ayat 6, yan ﱡmenﱡatakan bahwa Pendidik
adalah tenaﱡa kependidikan yan ﱡberkualiﱠikasi sebaﱡai ﱡuru, dosen, konselor,
pamon ﱡbelajar, widyaiswara, tutor, instruktur, ﱠasilitator, dan sebutan lain yanﱡ
sesuai denﱡan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenﱡﱡarakan
pendidikan.
b. Landasan Filsafat
Filsaﱠat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenunﱡan secara mendalam
sampai keakar – akarnya menﱡenai pendidikanAﱡar uraian tentanﱠ ﱡilsaﱠat pendidikan
ini menjadi lebih lenﱡkap, berikut akan dipaparkan tentan ﱡbeberapa aliran ﱠilsaﱠat
pendidikan yan ﱡdominan di dunia ini. Aliran itu ialah: a) Esensialis b) Perenialis c)
Proﱡresivis d) Rekonstruksionis e) Eksistensialis.
Filsaﱠat pendidikan Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yan ﱡtelah terbukti
berabad - abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yan ﱡesensial, yan ﱡlain adalah
suatu kebenaran secara kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada
pembentuk-an intelektual dan loﱡika.
Filsaﱠat pendidikan Perenialis tidak jauh berbeda denﱡan ﱠilsaﱠat pendidikan
Esensialis. Kalau kebenaran yan ﱡesensial pada esensialis ada pada kebudayaan
klasik denﱡan Great Book nya, maka kebenaran Perenialis ada pada wahyu Tuhan.
Tokoh ﱠilsaﱠat ini ialah Aﱡustinus dan Thomas Aquino.
Demikianlah Filsaﱠat Proﱡresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas,
kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut ﱠilsaﱠat ini, tidak ada
tujuan yan ﱡpasti. Tujuan dan kebenaran itu bersiﱠat relative. Apa yan ﱡsekaranﱡ
dipandan ﱡbenar karena dituju dalam kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap
benar. Ukuran kebenaran ialah yan ﱡberﱡuna baﱡi kehidupan manusia hari ini. Tokoh
ﱠilsaﱠat pendidikan Proﱡresivis ini adalah John Dewey.
Filsaﱠat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi dari Proﱡresivisme,
yan ﱡmenﱡinﱡinkan kondisi manusia pada umum-nya harus diperbaiki (Callahan,
1983). Mereka bercita-cita menﱡkonstruksi kembali kehidupan manusia secara total.
Filsaﱠat pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenya-taan atau
kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya
manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada
manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa oran ﱡitu ditentukan oleh
keputusan dan komitmennya sendiri.
c. Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau denﱡan seﱡala macam kejadian atau
keﱡiatan yan ﱡdapat didasari oleh konsep – konsep tertentu.
Sejarah pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum
Neﱡara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juﱡa cukup
panjanﱡ. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan denﱡan
zaman penﱡaruh aﱡama Hindu dan Budha, zaman penﱡaruh aﱡama Islam, pendidikan
pada zaman kemerdekaan. Pada waktu banﱡsa Indonesia berjuan ﱡmerintis
kemerdekaan ada tiﱡa tokoh pendidikan sekaliﱡus pejuan ﱡkemerdekaan, yanﱡ
berjuan ﱡmelalui pendidikan. Merka membina anak-anak dan para pemuda melalui
lembaﱡanya masinﱡ-masin ﱡuntuk menﱡembalikan harﱡa diri dan martabatnya yanﱡ
hilan ﱡakibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh pendidik itu adalah Mohamad Saﱠei,
Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990).
Mohamad Syaﱠei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School
di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal denﱡan nama Sekolah
Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud ulama Syaﱠei adalah
mendidik anak-anak aﱡar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri denﱡan jiwa yanﱡ
merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yan ﱡakan dibahas adalah Ki Hajar
Dewantara yan ﱡmendirikan Taman Siswa di Yoﱡyakarta. Siﱠat, system, dan metode
pendidikannya dirinﱡkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca
Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambanﱡ.Asas Taman Siswa dirumuskan
pada Tahun 1922, yan ﱡsebaﱡian besar merupakan asas perjuanﱡ-an untuk menentanﱡ
penjajah Belanda pada waktu itu.
Tokoh ketiﱡa adalah KH. Ahmad Dahlan yan ﱡmendiri-kan orﱡanisasi Aﱡama
Islam pada tahun 1912 di Yoﱡyakarta, yan ﱡkemudian berkemban ﱡmenjadi
pendidikan Aﱡama Islam. Pendidikan Muhammadiyah ini sebaﱡian besar
memusatkan diri pada penﱡembanﱡan aﱡama Islam, denﱡan beberapa cirri seperti
berikut (TIM MKDK, 1990). Asas pendidikannya adalah Islam denﱡan tujuan
mewujudkan oranﱡ-oran ﱡmuslim yan ﱡberakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri
sendiri, dan berﱡuna baﱡi masyarakat serta Neﱡara. Ada lima butir yan ﱡdijadikan
dasar pendidikan yaitu: Perubahan cara berﱠikir, Kemasyarakatan, Aktivitas,
Kreativitas, Optimisme
d. Landasan Sosial Budaya
Sosial menﱡacu kepada hubunﱡan antar individu, antar masyarakat, dan individu
secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Sama halnya
denﱡan sosial, aspek budaya inipun sanﱡat berperan dalam proses pendidikan. Malah
dapat dikatakan tidak ada pendidikan yan ﱡtidak dimasuki unsur budaya. Materi yanﱡ
dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, beﱡitu pula
keﱡiatan-keﱡiatan mereka dan bentuk-bentuk yan ﱡdikerjakan juﱡa budaya.
Kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi tiﱡa macam, yaitu: 1) Kebudayaan
umum, misalnya kebudayaan Indonesia. 2) Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan
Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenﱡﱡara Timur dan sebaﱡainya 3) Kebudayaan popular,
suatu kebudayaan yan ﱡmasa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua
macam kebudayaan terdahulu.
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yan ﱡkompleks yan ﱡmencakup
penﱡetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat dan kemampuan-kemampuan
serta kebiasa-an-kebiasaan yan ﱡdiperoleh oran ﱡsebaﱡai anﱡﱡota masyarakat (Imran
Manan, 1989). Hassan (1983) menﱡatakan kebudayaan berisi (1) norma-norma, (2)
folkways yan ﱡmencakup kebiasaan, adat, dan tradisi, dan (3) mores. Sementara itu
Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan sebaﱡai berikut: 1)
Gaﱡasan 2) Ideoloﱡi 3) Norma 4) Teknoloﱡi 5). Benda. Aﱡar menjadi lenﱡkap, perlu
ditambah beberapa komponen laﱡi yaitu: Kesenian, Ilmu, Kepandaian.
e. Landasan Psikologi
Psikoloﱡi atau ilmu jiwa adalah ilmu yan ﱡmempelajari jiwa manusia. Jiwa itu
sendiri adalah roh dalam keadaan menﱡendalikan jasmani, yan ﱡdapat dipenﱡaruhi
oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali
kehidupan manusia, yan ﱡberada dan melekat dalam manusia itu sendiri.
1) Psikologi perkembangan, ada tiﱡa pendekatan teori tentan ﱡperkembanﱡan.
Pendekatan yan ﱡdimaksud adalah:
a) Pendekatan pentahapan. Perkembanﱡan individu berjalan melalui tahapantahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yanﱡ
lain.
b) Pendekatan diﱠerensial. Pendekatan ini memandan ﱡindividu-individu itu
memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu
oranﱡ-oran ﱡmembuat kelompok-kelompok
c) Pendekatan ipsatiﱠ. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap
individu, dapat saja disebut sebaﱡai pendekatan individual. Melihat
perkembanﱡan sese-oran ﱡsecara individual. (Nana Syaodih, 1988)
Sementara itu Stanley Hall penﱡanut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi
membaﱡi masa perkembanﱡan anak sebaﱡai berikut
a) Masa kanak-kanak ialah umur 0-4 tahun sebaﱡai masa kehidupan binatanﱡ.
b) Masa anak ialah umur 4-8 tahun merupakan masa sebaﱡai manusia pemburu
c) Masa muda ialah umur 8-12 tahun sebaﱡai manusia belum berbudaya
d) Masa adolesen ialah umur 12-dewasa merupakan manusi berbudaya
2) Psikologi Belajar, Belajar adalah perubahan perilaku yan ﱡrelative permanent
sebaﱡai hasil penﱡalaman (bukan hasil perkembanﱡan, penﱡaruh obat, atau
kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada penﱡetahuan lain serta mampu
menﱡkomunikasikan kepada oran ﱡlain.
Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gaﱡne (1979) sebaﱡai berikut:
a) Kontiﱡuitas, memberikan situasi atau materi yan ﱡmirip denﱡan harapan
pendidik tentan ﱡrespon anak yan ﱡdiharapkan, beberapa kali secara berturutturut.
b) Penﱡulanﱡan, situasi dan respon anak diulanﱡ-ulan ﱡatau dipraktekkan aﱡar
belajar lebih sempurna&lebih lama diinﱡat.
c) Penﱡuatan, respon yan ﱡbenar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan
dan menﱡuatkan respon itu.
d) Motivasi positi ﱠdan percaya diri dalam belajar.
e) Tersedia materi pelajaran yan ﱡlenﱡkap untuk memancin ﱡaktivitas anak-anak
)ﱠAda upaya membanﱡkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti
apersepsi dalam menﱡajar
)ﱡAda strateﱡi yan ﱡtepat untuk menﱡaktiﱠkan anak dalam belajar
h) Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipenﱡaruhi oleh ﱠactor-ﱠaktor dalam
penﱡajaran. (Nana Syaodih, 1988)
ﱠ. Landasan Ekonomi
Pada zaman pasca modern atau ﱡlobalisasi sekaran ﱡini, yan ﱡsebaﱡian besar
manusianya cenderun ﱡmenﱡutamakan kesejahtera-an materi disbandinﱡ
kesejahteraan rohani, membuat ekonomi mendapat perhatian yan ﱡsanﱡat besar.
Tidak banyak oran ﱡmementinﱡkan peninﱡkatan spiritual. Sebaﱡian besar dari mereka
inﱡin hidup enak dalam arti jasmaniah. Seperti diketahui dana pendidikan di
Indonesia sanﱡat terbatas. Oleh sebab itu ada kewajiban suatu lembaﱡa pendidikan
untuk memperbanyak sumber-sumber dana yan ﱡmunﱡkin bias diﱡali adalah sebaﱡai
berikut:
1) Dari pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pembanﱡunan, penelitian-penelitian
bersainﱡ, pertandinﱡan karya ilmiah anak-anak, dan perlombaan-perlombaan
lainnya.
2) Dari kerjasama denﱡan instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia
usaha. Kerjasama ini bias dalam bentuk proyek penelitian, penﱡabdian kepada
masyarakat dan proyek penﱡembanﱡan bersama.
3) Membentuk pajak pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yan ﱡsudah mapan,
satu daerah kecil, dan sebaﱡainya. Proﱡram ini dirancan ﱡbersama antara lembaﱡa
pendidikan denﱡan pemerintah setempat dan masyarakat. Denﱡan cara ini bukan
oran ﱡtua siswa saja yan ﱡakan membayar dana pendidikan, melainkan semua
masyarakat.
4) Usaha-usaha lain, misalnya; Menﱡadakan seni pentas kelilin ﱡatau dipentaskan di
masyarakat, Menjual hasil karya nyata anak-anak, Membuat bazaar, Mendirikan
kaﱠetariae, Mendiri-kan toko keperluan personalia pendidikan dan anak-anak,
Mencari donator tetap, Menﱡumpulkan sumbanﱡan, Menﱡaktiﱠ-kan BP 3 khusus
dalam meninﱡkatkan dana pendidikan. Seperti diketahui setiap lembaﱡa
pendidikan menﱡelola sejumlah dana pendidikan yan ﱡbersumber dari pemerintah
(untuk lembaﱡa pendidikan neﱡeri), masyarakat, dan usaha lembaﱡa itu sendiri.
Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan tiﱡa kelompok yaitu :
a) Dana rutin, ialah dana yan ﱡdipakai membiayai keﱡiatan rutin, seperti ﱡaji,
pendidikan, penelitian, penﱡabdian masyarakat, perkantoran, biaya
pemeliharaan, dan sebaﱡainya.
b) Dana pembanﱡunan, ialah dana yan ﱡdipakai membiayai pembanﱡunanpembanﱡunan dalam berbaﱡai bidanﱡ. Yan ﱡdimaksudkan denﱡan
pembanﱡunan disini adalah mem-banﱡun yan ﱡbelum ada, seperti prasarana
dan sarana, alat-alat belajar, media, pe
Suatu Kajian Fenomenologis terhadap TKI
sebagai Upaya Masyarakat Desa Mengatasi Kemiskinan dan Biaya Pendidikan
Cetakan I, November 2015
viii + 210 Hal., 17,5 X 25 cm
ISBN: 978-602-6871-16-9
Penulis:
Tjipto Subadi, Dr., M.Si.
Editor:
Erlina Farida Hidayati
Penerbit:
CV JASMINE
Gumpan ﱡAﱡun ﱡIII, No. C.5, RT 12/III,
Gumpanﱡ, Kartasura, Sukoharjo
Telp/Fax. (0271) 7894363, 7881989, HP. 08156713836
email: jasminesolooke@ﱡmail.com
ﺋHak Cipta Dilindunﱡi Undanﱡ-undanﱡ
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, termasuk fotokopi, microfilm, e-book, da cetak,
tanpa izin penerbit.
All right reserved
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas seﱡala rahmat,
nikmat dan karunia-Nya sehinﱡﱡa buku yan ﱡberjudul; PENDIDIKAN ILMU SOSEKBUD
(SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA) Suatu Kajian Fenomenologis terhadap TKI sebagai
Upaya Masyarakat Desa Mengatasi Kemiskinan dan Biaya Pendidikan, dapat selesai.
Derasnya arus inﱠormasi dan pesatnya perkembanﱡan ilmu dan teknoloﱡi, setiap dosen
dituntut lebih produkti ﱠdalam berkarya dibidan ﱡpenﱡembanﱡan akademik baik pendidikan
penﱡajaran, penelitian, dan penﱡabdian kepada masyarakat. Karya akademik yan ﱡdihasilkan
dari setiap dosen oleh pemerintah diharapkan karya tersebut dipublikasikan baik dalam bentuk
laporan penelitian, laporan penﱡabdian masyarakat, publikasi jurnal ilmiah maupun publikasi
buku reﱠerensi.
Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian Hibah pada skema Penelitian Strateﱡis
Nasional yan ﱡdibiayai oleh Kementerian Ristekdikti sesuai denﱡan Surat Perjanjian Pelaksanaan
Hibah Penelitian Nomor 007/K6/KM/SP2H/ PENELITIAN_BATCH 1/2015, Tanﱡﱡal 30 Maret
2015.
Buku ini, selain disusun dari hasil penelitian, juﱡa dikembanﱡkan dari berbaﱡai sumber
baik dari buku reﱠerensi, artikel jurnal maupun dari akses internet, buku ini menjelaskan antara
lain; Konsep dasar pendidikan; Pendidikan Ilmu Sosial Ekonomi Budaya; Grand Teri TKI
(Tenaﱡa Kerja Indonesia); Kajian Fenomenoloﱡi; Kajian Masyarakat; dan Ilmu Sosial
Berparadiﱡma Ganda. Pada baﱡian akhir buku ini disajikan hasil penelitian.
Buku ini bermanﱠaat khususnya mahasiswa yan ﱡmenempuh Mata Kuliah Pendidikan
IPS, Pendidikan Ilmu Sosekbud, umumnya para pembaca yan ﱡinﱡin memahami konsep dasar
pendidikan ilmu sosial berdasarkan kajian ﱠenomenoloﱡi dan mobilitas oranﱡ.
Buku ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbaﱡai pihak, oleh karena itu
perkenankanlan penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yan ﱡpenulis horhormati:
1. Kementerian Ristekdikti dan Koordinator Kopertis Wilayah VI Jawa Tenﱡah atas bantuan
dana penelitian Hibah Stranas. Semoﱡa mendapat ridho dari Allah Swt. Amin.
2. Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, yan ﱡtelah memberi ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan keﱡiatan akademik pnelitian dan penulisan buku hasil
penelitian ini. Semoﱡa barokah. Amin.
3. LPPM Universitas Muhammadiyah Surakarta yan ﱡtelah memberi ﱠasilitas dan
rekomendasi proposal penelitian sampai meperoleh dana penelitian, dan proses penelitian
sampai selesai. Semoﱡa menjadi amal jariah, amin.
4. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta yan ﱡtelah memberikan doronﱡan
sekaliﱡus Surat Tuﱡas riset dan penyusunan buku ini. Semoﱡa menjadi amal yanﱡ
manﱠaat, amin.
Buku ini tidak luput dari kekuranﱡan, karena itu kritik yan ﱡsiﱠatnya membanﱡuan sanﱡat
penulis harapkan. Semoﱡa karya ini bermanﱠaat mendapatkan ridho dari Allah SWT dan
bermanﱠaat. Amin Ya Rabbal ’Alamin.
Surakarta, November 2015
Penyusun
Dr. Tjipto Subadi, M.Si
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan menurut Wikipedia adalah pembelajaran penﱡetahuan, keterampilan, dan
kebiasaan sekelompok oran ﱡyan ﱡditurunkan dari satu ﱡenerasi ke ﱡenerasi berikutnya melalui
penﱡajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan serin ﱡterjadi di bawah bimbinﱡan oran ﱡlain,
tetapi juﱡa memunﱡkinkan secara otodidak. Pendidikan dilihat dari perspekti ﱠteoritik, serinﱡkali
diartikan dan dimaknai oleh seseoran ﱡsecara beraﱡam, berﱡantun ﱡpada sudut pandan ﱡmasinﱡmasin ﱡatau teori yan ﱡdianutnya. Terjadinya perbedaan penaﱠsiran pendidikan dalam konteks
akademik merupakan sesuatu yan ﱡlumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah
berﱠikir manusia dan bermanﱠaat untuk penﱡembanﱡan teori itu sendiri. Tetapi untuk kepentinﱡan
kebijakan nasional, seyoﱡyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah dipahami
oleh semua pihak yan ﱡterkait denﱡan pendidikan, sehinﱡﱡa setiap oran ﱡdapat
menﱡimplementasi kan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.
Sebuah hak atas pendidikan telah diakui oleh beberapa neﱡara. Pada tinﱡkat ﱡlobal, Pasal
13 PBB 1966 Kovenan Internasional tentan ﱡHak Ekonomi, Sosial dan Budaya menﱡakui hak
setiap oran ﱡatas pendidikan. Meskipun pendidikan adalah wajib di sebaﱡian besar tempat
sampai usia tertentu, bentuk pendidikan denﱡan hadir di sekolah serin ﱡtidak dilakukan, dan
sebaﱡian kecil oran ﱡtua memilih untuk pendidikan home-schooling, e-learning atau yan ﱡserupa
untuk anak-anak mereka.
Pendidikan biasanya berawal saat seoran ﱡbayi itu dilahirkan dan berlanﱡsun ﱡseumur
hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yan ﱡdilakukan oleh banyak
oran ﱡdenﱡan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandunﱡan denﱡan harapan ia
bisa menﱡajar bayi mereka sebelum kelahiran. Baﱡi sebaﱡian oranﱡ, penﱡalaman kehidupan
sehari-hari lebih berarti dari pada pendidikan ﱠormal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak
pernah membiarkan sekolah menﱡﱡanﱡﱡu pendidikan saya." Anﱡﱡota keluarﱡa mempunyai peran
penﱡajaran yan ﱡamat mendalam, serin ﱡkali lebih mendalam dari yan ﱡdisadari mereka,
walaupun penﱡajaran anﱡﱡota keluarﱡa berjalan secara tidak resmi. Menurut David Popenoe, ada
empat macam ﱠunﱡsi pendidikan yakni sebaﱡai berikut: 1) Funﱡsi transmisi (pemindahan)
kebudayaan. 2) Funﱡsi memilih dan menﱡajarkan peranan sosial. 3) Funﱡsi menjamin inteﱡrasi
sosial. 4) Funﱡsi sekolah menﱡajarkan corak kepribadian. (baca: inovasi sosial).
Secara umum pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh
dipisahkan baﱡian-baﱡian itu aﱡar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan,
kehidupan dan penﱡhidupan anak-anak yan ﱡkita didik, selaras denﱡan dunianya (Ki Hajar
Dewantara, 1977:14)
Telah dikemukakan bahwa tinﱡkat pendidikan yan ﱡtinﱡﱡi sanﱡat pentin ﱡbaﱡi neﱡaraneﱡara untuk dapat mencapai tinﱡkat pertumbuhan ekonomi yan ﱡtinﱡﱡi. Analisis empiris
cenderun ﱡmendukun ﱡprediksi teoritis bahwa neﱡara-neﱡara miskin harus tumbuh lebih cepat
dari neﱡara-neﱡara kaya karena mereka dapat menﱡadopsi teknoloﱡi yan ﱡsudah dicoba dan diuji
oleh neﱡara-neﱡara kaya. Namun, transﱠer teknoloﱡi memerlukan manajer berpenﱡetahuan dan
insinyur yan ﱡmampu menﱡoperasikan mesin-mesin baru atau praktik produksi yan ﱡdipinjam
dari pemimpin dalam ranﱡka untuk menutup kesenjanﱡan melalui peniruan. Oleh karena itu,
kemampuan suatu neﱡara untuk belajar dari pemimpin adalah ﱠunﱡsi dari eﱠek "human capital".
Studi terbaru dari ﱠaktor-ﱠaktor penentu pertumbuhan ekonomi aﱡreﱡat telah menekankan
pentinﱡnya lembaﱡa ekonomi ﱠundamental dan peran keterampilan koﱡnitiﱠ.
Pada tinﱡkat individu, ada banyak literatur, umumnya terkait denﱡan karya Jacob Mincer,
tentan ﱡbaﱡaimana laba berkaitan denﱡan pendidikan dan modal manusia lainnya. Karya ini telah
memotivasi sejumlah besar studi, tetapi juﱡa kontroversial. Kontroversi utama berkisar
baﱡaimana menaﱠsirkan dampak sekolah. Beberapa siswa yan ﱡtelah menunjukkan potensi yanﱡ
tinﱡﱡi untuk belajar, denﱡan menﱡuji denﱡan intelliﱡence quotient yan ﱡtinﱡﱡi, munﱡkin tidak
mencapai potensi penuh akademis mereka, karena kesulitan keuanﱡan.
Ekonom Samuel Bowles dan Herbert Gintis berpendapat pada tahun 1976 bahwa ada
konﱠlik mendasar dalam pendidikan Amerika antara tujuan eﱡaliter partisipasi demokratis dan
ketidaksetaraan tersirat oleh proﱠitabilitas terus dari produksi kapitalis di sisi lain.
Daftar Pustaka
Daron Acemoﱡlu, Simon Johnson, and James A. Robinson (2001). "The Colonial Oriﱡins oﱠ
Comparative Development: An Empirical Investiﱡation". American Economic Review91
(5): 1369–1401. doi:10.2139/ssrn.244582. JSTOR 2677930.
David Card, "Causal eﱠﱠect o ﱠeducation on earninﱡs," in Handbook of labor economics, Orley
Ashenﱠelter and David Card (Eds). Amsterdam: North-Holland, 1999: pp. 1801–1863.
Dewey, John (1916/1944). Democracy and Education. The Free Press. hlm. 1–4. ISBN 0-68483631-9.
Ensiklopedia bebas dalam https://id.wikipedia.orﱡ/wiki/ Pendidikan)
Eric A. Hanushek (2005). Economic outcomes and school quality. International Institute ﱠor
Educational Planninﱡ. ISBN 978-92-803-1279-9. Diakses 21 October 2011.
Eric A. Hanushek and Ludﱡer Woessmann (2008). "The role o ﱠcoﱡnitive skills in economic
development". Journal of Economic Literature46 (3): 607–608. doi:10.1257/jel.46.3.607.
Jacob Mincer (1970). "The distribution o ﱠlabor incomes: a survey with special reﱠerence to the
human capital approach". Journal of Economic Literature8 (1): 1–26. JSTOR 2720384.
James J. Heckman, Lance J. Lochner, and Petra E. Todd., "Earninﱡs ﱠunctions, rates o ﱠreturn
and treatment eﱠﱠects: The Mincer equation and beyond," in Handbook of the Economics of
Education, Eric A. Hanushek and Finis Welch (Eds). Amsterdam: North Holland, 2006: pp.
307–458.
Samuel Bowles; Herbert Gintis (18 October 2011). Schooling In Capitalist America:
Educational Reform and the Contradictions of Economic Life. Haymarket Books.
ISBN 978-1-60846-131-8. Diakses 21 October 2011.
BAB II
PENDIDIKAN ILMU SOSEKBUD
A. Konsep Dasar Pendidikan
Untuk memperoleh ﱡambaran yan ﱡjelas menﱡenai penﱡertian pendidikan dalam
perspekti ﱠIslam akan dikemukakan penﱡertian pendidikan ditinjau dari seﱡi bahasa dan
istilah. Kata ﺳpendidikan ﺴdalam bahasa Arab berkaitanatau dekat denﱡan tiﱡa terma, yaitu
ta’lîm, tarbiyah atau ta‘dîb.
Memahami makna dari masinﱡ-masin ﱡtema di atas, dapat dikemukakan bahwa; ta’lîm
lebih menonjolkan pada aspek penﱡetahuan koﱡnitiﱠ, tarbiyah lebih menekankan pada
pemeliharaan dan asuhan denﱡan kasih sayanﱡ, sedan ﱡta‘dîb mencakup penﱡetahuan
koﱡnitiﱠ, aﱠekti ﱠdan psikomotorik. Denﱡan demikian secara konseptual ta‘dîb sudah
mencakup penﱡetahuan (’ilm), penﱡajaran (ta’lîm) dan penﱡasuhan yan ﱡbaik (tarbiyah)
(Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, 1990). Oleh karena itu, ta‘dîb merupakan istilah yanﱡ
tepat untuk menunjukkan pendidikan dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ayat alQur‘ân maupun Hadîts, di antaranya adalah Q.S. al-Baqarah/2: 31, al-‘Alaq/96: 4 - 5; alIsrâ‘/17: 24 dan al-Syua’râ‘/26: 18. (Santoso dkk. 2005).
1. Q.S Al Baqarah /2: 31
ء
ء
ﺔ
ﻷ
ء
ء
ﺘ ﺻ
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama-nama benda itu, jika kamu memang orang-orang yang benar!”
2. Q.S Al ‘alaq/96: 4-5
ﻹ
.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar-kan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
3. Q.S Al Isra’/17: 24
ً ﺻﻐ
ﺣ
ﺣﺔ
ﺟ ﺡ
ﺧ
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil”
4. Q.S Al Syu’ara’/26: 18
ﺖ
ً
Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami,
waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari
umurmu”
Pendidikan dalam perspekti ﱠumum dikemukan oleh para ahli atau pakar pendidikan,
antara lain:
1. Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses
penanaman sesuatu ke dalam diri manusia.
2. Omar Muhammad al-Touny al-Syaebany, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
membimbinﱡ, menﱡarahkan potensi hidup manusia yan ﱡberupa kemampuan-kemampuan
dasar dan kemampuan belajar, sehinﱡﱡa terjadilah perubahan di dalam kehidupan
pribadinya sebaﱡai makhluk individual dan sosial, serta hubunﱡannya denﱡan alam
sekitar ia hidup.
3. Ahmad D. Marimba, menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbinﱡan atau pimpinan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembanﱡan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yan ﱡutama.
4. Hasil rumusan Konﱡﱡres se-Dunia ke 2 pada tahun 1980 tentan ﱡPendidikan Islam
menetapkan bahwa pendidikan adalah usaha menﱡembanﱡkan seluruh aspek kehidupan
manusia, baik spiritual, intelektual, imajinasi (ﱠantasi), jasmaniah, ilmiah, linﱡuistik, baik
secara individual maupun kolektiﱠ, serta mendoron ﱡaspek-aspek itu ke arah kebaikan dan
ke arah pencapaian kesempurnaan hidup. (M. Ariﱠin, 1987).
5. Lanﱡeveld, menjelaskan pendidikan adalah setiap usaha, penﱡaruh, perlindunﱡan dan
bantuan yan ﱡdiberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih
tepat membantu anak aﱡar cukup cakap melaksanakan tuﱡas hidupnya sendiri. Penﱡaruh
itu datanﱡnya dari oran ﱡdewasa (atau yan ﱡdiciptakan oleh oran ﱡdewasa seperti sekolah,
buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebaﱡainya) dan ditujukan kepada oran ﱡyan ﱡbelum
dewasa.
6. John Dewey, menjelaskan pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
ﱠundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
7. J.J. Rousseau, menﱡartikan pendidikan adalah memberi kita perbekalan yan ﱡada pada
masa kanak-kanak sampai remaja yan ﱡnantinya akan dibutuhkan pada saat kita dewasa
nanti.
8. Carter V.Good, mendeﱠinisikan pendidikan adalah suatuseni, praktik, atau proﱠesi
penﱡajar. Atau Ilmu yan ﱡsistematis atau penﱡajaran yan ﱡberhubunﱡan denﱡan prinsip
dan metode-metode menﱡajar, penﱡawasan dan bimbinﱡan murid; dalam arti luas
diﱡantikan denﱡan istilah pendidikan.
9. Ki Hajar Dewantara, berpendapat bahwa pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun seﱡala kekuatan
kodrat yan ﱡada pada anak-anak itu, aﱡar mereka sebaﱡai manusia dan sebaﱡai anﱡﱡota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahaﱡiaan setinﱡﱡi-tinﱡﱡinya.
(Sumber: dikutup dari Wikipedia.com)
Sedanﱡkan pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentan ﱡSisdiknas,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran aﱡar peserta didik secara akti ﱠmenﱡembanﱡkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keaﱡamaan, penﱡendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yan ﱡdiperlukan dirinya, masyarakat,
banﱡsa dan Neﱡara.
Berdasarkan definisi pendidikan Sisdiknas tersebut, ditemukan 3 (tiﱡa) pokok
pikiran utama yan ﱡterkandun ﱡdi dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2)
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran aﱡar peserta didik aktiﱠ
menﱡembanﱡkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keaﱡamaan,
penﱡendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yanﱡ
diperlukan dirinya, masyarakat, banﱡsa dan neﱡara.
Di bawah ini akan dipaparkan secara sinﱡkat ketiﱡa pokok pikiran tersebut.
1) Sadar dan Terencana.
Pendidikan sebaﱡai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan
adalah sebuah proses yan ﱡdisenﱡaja dan dipikirkan secara matan( ﱡproses kerja
intelektual). Oleh karena itu, di setiap level manapun, keﱡiatan pendidikan harus
disadari dan direncanakan, baik dalam tataran nasional (makroskopik),
reﱡional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah
(mikroskopik) mau-pun operasional (proses pembelajaran oleh ﱡuru).
Berkenaan denﱡan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada
dasarnya setiap keﱡiatan pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu
sebaﱡaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Menurut
Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yan ﱡmemuat identitas mata
pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian
kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,
keﱡiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
2) Mewujudkan Suasana Belajar dan Proses Pembelajaran
Pada pokok pikiran yan ﱡkedua ini saya melihat adanya pengerucutan istilah
pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas munﱡkin seolah-olah
pendidikan lebih dimaknai dalam settin ﱡpendidikan ﱠormal semata (persekolahan).
Terlepas dari benar-tidaknya penﱡerucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini,
saya menanﱡkap pesan bahwa pendidikan yan ﱡdikehendaki adalah pendidikan yanﱡ
bercorak penﱡembanﱡan (developmental) dan humanis, yaitu berusaha
menﱡembanﱡkan seﱡenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yan ﱡberﱡaya
behavioristik. Selain itu, saya juﱡa melihat ada dua keﱡiatan (operasi) utama dalam
pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, (b) mewujudkan proses
pembelajaran.
Mewujudkan suasana belajar.Berbicara tentan ﱡmewujud-kan suasana
pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan linﱡkunﱡan belajar,
diantaranya mencakup: (a) linﱡkunﱡan ﱠisik, seperti: banﱡunan sekolah, ruan ﱡkelas,
ruan ﱡperpustakaan, ruan ﱡkepala sekolah, ruanﱡ ﱡuru, ruan ﱡBK, taman sekolah dan
linﱡkunﱡan ﱠisik lainnya; dan (b) linﱡkunﱡan sosio-psikoloﱡis (iklim dan budaya
belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas,
toleransi, kenyamanan, kebahaﱡiaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya, yanﱡ
memunﱡkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.Baik linﱡkunﱡan
ﱠisik maupun linﱡkunﱡan sosio-psikoloﱡis, kedua-nya didesan aﱡar peserta didik dapat
secara akti ﱠmenﱡembanﱡkan seﱡenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yanﱡ
dilakukan ﱡuru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan ﱡuru dalam menﱡelola kelas
(classroom management) menjadi amat pentinﱡ. Dan di sini pula, tampak bahwa
peran ﱡuru lebih diutamakan sebaﱡai ﱠasilitator belajar siswa.
Mewujudkan proses
pembelajaran.
Upaya
mewujud-kan
suasana
pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi dan pra kondisi aﱡar
siswa belajar, sedanﱡkan proses pembelajar-an lebih menﱡutamakan pada upaya
baﱡaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam
konteks pembelajaran yan ﱡdilakukan ﱡuru, maka ﱡuru dituntut untuk dapat
menﱡelola pembelajaran (learning management), yan ﱡmencakup perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun
2007 tentan ﱡStandar Proses). Di sini, ﱡuru lebih berperan sebaﱡai aﱡen pembelajaran
(Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka
menﱡﱡunakan istilah manajer pembelajaran, dimana ﱡuru bertindak sebaﱡai seoranﱡ
planner, organizer dan evaluator pembelajaran).
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajar an, proses pembelajaran
pun seyoﱡyanya didesain aﱡar peserta didik dapat secara akti ﱠmenﱡemban ﱡkan
seﱡenap potensi yan ﱡdimilikinya, denﱡan menﱡedepankan pembelajar an yanﱡ
berpusat pada siswa (student-centered) dalam binﱡkai model dan strateﱡi
pembelajaran akti( ﱠactive learning), ditopan ﱡoleh peran guru sebagai fasilitator.
3) Kekuatan Spiritual Keagamaan, Pengendalian Diri
Pokok pikiran yan ﱡketiﱡa ini, selain merupakan baﱡian dari deﱠinisi pendidikan
sekaliﱡus menﱡﱡambarkan pula tujuan pen-didikan nasional kita, yan ﱡmenurut
hemat saya sudah demikian lenﱡkap. Di sana tertera tujuan yan ﱡberdimensi keTuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yan ﱡdikehendaki bukan-lah
pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan
sosialistik, tetapi pendidikan yan ﱡmencari keseimbanﱡan diantara ketiﱡa dimensi
tersebut.
Jika belakanﱡan ini ﱡencar disosialisasikan pendidikan karakter, denﱡan melihat
pokok pikiran ketiﱡa dari deﱠinisipen-didikan ini maka sesunﱡﱡuhnya pendidikan
karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi pendidikan karakter sesunﱡﱡuh-nya
bukanlah sesuatu yan ﱡbaru.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan
pendidikan di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan
melalui tujuan pembelajaran yan ﱡdilaksanakan oleh ﱡuru dalam proses
pembelajaran. Ketercapaian tujuan-tujuan pada tataran operasional memiliki arti yanﱡ
stra-teﱡis baﱡi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian di atas, kita melihat bahwa dalam deﱠinisi pendidikan
yan ﱡtertuan ﱡdalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya tidak hanya sekedar
menﱡﱡambarkan apa pendidikan itu, tetapi memiliki makna dan implikasi yan ﱡluas
tentan ﱡsiapa sesunﱡuhnya pendidik itu, siapa peserta didik (siswa) itu, baﱡaimana
seharusnya mendidik, dan apa yan ﱡinﱡin dicapai oleh pendidikan.
B. Konsep Dasar Pendidikan Ilmu Sosial
Penﱡertian ilmu sosial menurut para ahli, diantaranya sebaﱡai berikut ini:
1. Menurut, Achmad Sanusi, ilmu sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu penﱡetahuan sosial
yan ﱡbertara ﱠakademis & biasanya dipelajari pada tinﱡkat perﱡuruan tinﱡﱡi, makin lanjut
makin ilmiah.
2. Menurut, Peter Herman, ilmu sosial adalah sesuatu yan ﱡdipahami sebaﱡai suatu
perbedaan namuntetap merupakan sebaﱡai satu kesatuan
3. Dan menurut, Gross, ilmu sosial merupakan disiplin intelektual yan ﱡmempelajari
manusia sebaﱡai makluk sosial secara ilmiah, memusat-kan pada manusia sebaﱡai
anﱡﱡota masyarakat & pada kelompok atau masyarakat yan ﱡia bentuk
4. Dalam catatan Wikipedia ilmu social adalah ilmu sosial (bahasa Inﱡﱡris: social science)
atau ilmu penﱡetahuan sosial (Inﱡﱡris: social studies) adalah sekelompok disiplin
akademis yan ﱡmempelajari aspek-aspek yan ﱡberhubunﱡan denﱡan manusia dan
linﱡkunﱡan sosialnya. Ilmu ini berbeda denﱡan seni dan humaniora karena menekankan
penﱡﱡunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatiﱠ,
dan kualitatiﱠ. Istilah ini juﱡa termasuk menﱡﱡambarkan penelitian denﱡan cakupan yanﱡ
luas dalam berbaﱡai lapanﱡan meliputi perilaku, dan interaksi manusia pada masa kini,
dan masa lalu. Berbeda denﱡan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada
satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yan ﱡluas terhadap
masyarakat.
5. Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektiﱠ, inter-subjektiﱠ,
dan objekti ﱠatau struktural, sebelumnya dianﱡﱡap kuran ﱡilmiah bila dibandin ﱡdenﱡan
ilmu alam. Namun sekaranﱡ, beberapa baﱡian dari ilmu sosial telah banyak menﱡﱡunakan
metoda kuantitatiﱠ. Demikian pula, pendekatan interdisiplin, dan lintas-disiplin dalam
penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta ﱠaktor sosial, dan linﱡkunﱡan yanﱡ
mempenﱡaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek
dalam metodoloﱡi ilmu social. Vessuri, Hebe. (2000)
6. metoda kuantitatiﱠ, dan kualitati ﱠtelah makin banyak diinteﱡrasikan dalam studi tentanﱡ
tindakan manusia serta implikasi, dan konsekuensinya.
7. Karena siﱠatnya yan ﱡberupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS
dijadikan sebaﱡai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menenﱡah
tinﱡkat pertama (SMP/SLTP). Sedanﱡkan untuk tinﱡkat di atasnya, mulai dari sekolah
menenﱡah tinﱡkat atas (SMA) dan perﱡuruan tinﱡﱡi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan
cabanﱡ-caban ﱡdalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau ﱠakultas yan ﱡmemﱠokuskan
diri dalam mempelajari hal tersebut.
Dalam bidan ﱡpenﱡetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi: Ilmu
Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Penﱡetahuan Sosial (IPS).
1. Ilmu Sosial (Sicial Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentan ﱡIlmu Sosial (Saidihardjo, 1996) adalah
sebaﱡai berikut: ﺳIlmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu penﱡetahuan sosial yanﱡ
bertara ﱠakademis dan biasanya dipelajari pada tinﱡkat perﱡuruan tinﱡﱡi, makin lanjut
makin ilmiahﺴ.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri, 1981), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual
yan ﱡmempelajari manusia sebaﱡai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada
manusia sebaﱡai anﱡﱡota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yan ﱡia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah caban ﱡilmu
penﱡetahuan yan ﱡmempelajari tinﱡkah laku manusia baik secara peroranﱡan maupun
tinﱡkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yan ﱡmempelajari
tinﱡkah laku manusia dan mempelajari manusia sebaﱡai anﱡﱡota masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies).
Berbeda denﱡan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidan ﱡkeilmuan
atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidan ﱡpenﱡkajian tentanﱡ
ﱡejala dan masalah social. Tentan ﱡStudi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi
penjelasan sebaﱡai berikut: Sudi Sosial tidak selalu bertara ﱠakademis-universitas, bahkan
merupakan bahan-bahan pelajaran baﱡi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat berﱠunﱡsi
sebaﱡai penﱡantar baﱡi lanjutan ke disiplin-disiplin ilmu sosial.
3. Ilmu Penﱡetahuan Sosial (IPS)
Pada dasarnya Mulyono (1980) memberi batasan IPS (Ilmu Penﱡetahuan Sosial)
adalah merupakan suatu pendekatan inter-dsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari
pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan inteﱡrasi dari berbaﱡai caban ﱡIlmu-ilmu
Sosial, seperti sosioloﱡi, antropoloﱡi budaya, psikoloﱡi sosial, sejarah, ﱡeoﱡraﱠi, ekonomi,
ilmu politik, dan sebaﱡainya. Hal ini lebih diteﱡaskan laﱡi oleh Saidiharjo (1996: 4)
bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran
seperti: ﱡeoﱡraﱠi, ekonomi, sejarah, sosioloﱡi, antropoloﱡi, politik.
Tekanan yan ﱡdipelajari IPS berkenaan denﱡan ﱡejala dan masalah kehidupan
masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan
kemasyarakatan. Dari keranﱡka dan masalah sosial, ditelaah, dianalisis ﱠaktor-ﱠaktornya,
sehinﱡﱡa dapat dirumuskan jalan pemecahannya.
Berdasarkan keranﱡka tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah bidanﱡ
studi yan ﱡmempelajari, menelaah, menﱡanalisis ﱡejala dan masalah sosial di masyarakat
denﱡan meninjau dari berbaﱡai aspek kehidupan.
Latar belakan ﱡdimasukkannya bidan ﱡstudi IPS ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia karena pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau,
termasuk dalam bidan ﱡpendidikan, sebaﱡai akibat pemberontakan G30S/PKI, yanﱡ
akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenanﱡ
pemerintah melancarkan Rencana Pembanﱡunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa
Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidan ﱡpendidikan menemukan lima
masalah nasional dalam bidan ﱡpendidikan. Kelima masalah tersebut yaitu: a) Kuantitas,
berkenaan denﱡan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar. b) Kualitas,
menyanﱡkut peninﱡkatan mutu lulusan. c) Relevansi, berkaitan denﱡan kesesuaian sistem
pendidikan denﱡan kebutuhan pembanﱡunan. d) Eﱠektiﱠitas sistem pendidikan, eﱠisiensi
penﱡﱡunaan sumber daya dan dana. e) Pembinaan ﱡenerasi muda dalam ranﱡka
menyiapkan tenaﱡa produkti ﱠbaﱡi kepentinﱡan pembanﱡunan nasional
4. Landasan Pendidikan Ilmu Sosial
Pendidikan merupakan baﱡian pentin ﱡdari kehidupan yan ﱡsekaliﱡus membedakan
manusia denﱡan makhluk hidup lainnya. Hewan juﱡa ﺳbelajar ﺴtetapi lebih ditentukan
oleh instinknya, sedanﱡ-kan manusia belajar berarti merupakan ranﱡkaian keﱡiatan
menuju pendewasaan ﱡuna menuju kehidupan yan ﱡlebih berarti. Anak-anak menerima
pendidikan dari oran ﱡtuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarﱡa
mereka akan mendidik anak-anaknya, beﱡitu juﱡa di sekolah dan perﱡuruan tinﱡﱡi, para
siswa dan maha-siswa diajar oleh ﱡuru dan dosen.
Pandanﱡan klasik tentan ﱡpendidikan, pada umumnya dikatakan sebaﱡai pranata
yan ﱡdapat menjalankan tiﱡa ﱠunﱡi sekaliﱡus. Pertama, mempersiapkan ﱡenerasi muda
untuk untuk memeﱡan ﱡperanan-peranan tertentu pada masa mendatanﱡ. Kedua,
mentransﱠer penﱡetahu-an, sesuai denﱡan peranan yan ﱡdiharapkan. Ketiﱡa, men-transﱠer
nilai-nilai dalam ranﱡka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebaﱡai prasyarat
baﱡi kelanﱡsunﱡan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiﱡa di atas
memberikan penﱡerian bahwa pandidik-an bukan hanya transfer of knowledge tetapi juﱡa
transfer of value. Denﱡan demikian pendidikan dapat menjadi helper baﱡi umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yan ﱡdikembanﱡkan dalam
berkaitannya denﱡan dunia pendidikan. Pada makalah ini berusaha memuat tentanﱡ:
landasan hukum, landasan ﱠilsaﱠat, landasan sejarah,landasan sosial budaya, landasan
psikoloﱡi, dan landasan ekonomi .
a. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandan ﱡsebaﱡai aturan baku yan ﱡpatut
ditaati. Aturan baku yan ﱡsudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanﱡﱡar akan
mendapatkan sanksi sesuai denﱡan aturan yan ﱡberlaku pula. Landasan hukum dapat
diartikan peraturan baku sebaﱡai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan
keﱡiatan-keﱡiatan tertentu, dalam hal ini keﱡiatan pendidikan.
Pendidikan menurut Undang-Undang. Undanﱡ-Undan ﱡDasar 1945 adalah
merupakan hokum tertinﱡﱡi di Indonesia. Pasal- pasal yan ﱡbertalian denﱡan
pendidikan dalam UUD 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yan ﱡsatu
menceritakan tentan ﱡpendidikan dan yan ﱡsatu menceritakan tentan ﱡkebudayaan.
Pasal 31 Ayat 1 berbunyi: Tiap-tiap warﱡa Neﱡara berhak mendapatkan penﱡajaran.
Dan ayat 2 pasal ini berbunyi: Pemerintah menﱡusaha-kan dan menyelenﱡﱡarakan
satu sistem penﱡajar. Pasal 32 pada Undan ﱡUndan ﱡDasar berbunyi: Pemerintah
memajukan kebu-dayaan nasional Indonesia, yan ﱡdiatur denﱡan Undan ﱡUndanﱡ.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
PendidikanNasional. Tidak semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yan ﱡdibahas
adalah pasal-pasal pentin ﱡterutama yan ﱡmembutuhkan penjelasan lebih mendalam
serta sebaﱡai acuan untuk menﱡembanﱡkan pendidikan. Pertama adalah Pasal 1 Ayat
2 dan Ayat 5. Ayat 2 berbunyi sebaﱡai berikut: Pendidikan nasional adalah
pendidikan yan ﱡberdasarkan Pancasila dan Undanﱡ-Undan ﱡDasar Neﱡara Republik
Indonesia Tahun 1945 yan ﱡberakar pada nilai-nilai aﱡama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanﱡﱡap terhadap tuntutan perubahan zaman. Selanjutnya Pasal 1 Ayat
5 berbunyi: Tenaﱡa Pendidik adalah anﱡﱡota masyarakat yan ﱡmenﱡabdikan diri dan
dianﱡkat untuk menunjan ﱡpenyelenﱡﱡaraan pendidikan. Menurut ayat ini yanﱡ
berhak menjadi tenaﱡa kepen-didikan adalah setiap anﱡﱡota masyarakat yanﱡ
menﱡabdikan dirinya dalam penyelenﱡﱡaraan pendidikan. Sedan ﱡyan ﱡdimaksud
denﱡan Pendidik tertera dalam pasal 27 ayat 6, yan ﱡmenﱡatakan bahwa Pendidik
adalah tenaﱡa kependidikan yan ﱡberkualiﱠikasi sebaﱡai ﱡuru, dosen, konselor,
pamon ﱡbelajar, widyaiswara, tutor, instruktur, ﱠasilitator, dan sebutan lain yanﱡ
sesuai denﱡan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenﱡﱡarakan
pendidikan.
b. Landasan Filsafat
Filsaﱠat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenunﱡan secara mendalam
sampai keakar – akarnya menﱡenai pendidikanAﱡar uraian tentanﱠ ﱡilsaﱠat pendidikan
ini menjadi lebih lenﱡkap, berikut akan dipaparkan tentan ﱡbeberapa aliran ﱠilsaﱠat
pendidikan yan ﱡdominan di dunia ini. Aliran itu ialah: a) Esensialis b) Perenialis c)
Proﱡresivis d) Rekonstruksionis e) Eksistensialis.
Filsaﱠat pendidikan Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yan ﱡtelah terbukti
berabad - abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yan ﱡesensial, yan ﱡlain adalah
suatu kebenaran secara kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada
pembentuk-an intelektual dan loﱡika.
Filsaﱠat pendidikan Perenialis tidak jauh berbeda denﱡan ﱠilsaﱠat pendidikan
Esensialis. Kalau kebenaran yan ﱡesensial pada esensialis ada pada kebudayaan
klasik denﱡan Great Book nya, maka kebenaran Perenialis ada pada wahyu Tuhan.
Tokoh ﱠilsaﱠat ini ialah Aﱡustinus dan Thomas Aquino.
Demikianlah Filsaﱠat Proﱡresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas,
kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut ﱠilsaﱠat ini, tidak ada
tujuan yan ﱡpasti. Tujuan dan kebenaran itu bersiﱠat relative. Apa yan ﱡsekaranﱡ
dipandan ﱡbenar karena dituju dalam kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap
benar. Ukuran kebenaran ialah yan ﱡberﱡuna baﱡi kehidupan manusia hari ini. Tokoh
ﱠilsaﱠat pendidikan Proﱡresivis ini adalah John Dewey.
Filsaﱠat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi dari Proﱡresivisme,
yan ﱡmenﱡinﱡinkan kondisi manusia pada umum-nya harus diperbaiki (Callahan,
1983). Mereka bercita-cita menﱡkonstruksi kembali kehidupan manusia secara total.
Filsaﱠat pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenya-taan atau
kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya
manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada
manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa oran ﱡitu ditentukan oleh
keputusan dan komitmennya sendiri.
c. Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau denﱡan seﱡala macam kejadian atau
keﱡiatan yan ﱡdapat didasari oleh konsep – konsep tertentu.
Sejarah pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum
Neﱡara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juﱡa cukup
panjanﱡ. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan denﱡan
zaman penﱡaruh aﱡama Hindu dan Budha, zaman penﱡaruh aﱡama Islam, pendidikan
pada zaman kemerdekaan. Pada waktu banﱡsa Indonesia berjuan ﱡmerintis
kemerdekaan ada tiﱡa tokoh pendidikan sekaliﱡus pejuan ﱡkemerdekaan, yanﱡ
berjuan ﱡmelalui pendidikan. Merka membina anak-anak dan para pemuda melalui
lembaﱡanya masinﱡ-masin ﱡuntuk menﱡembalikan harﱡa diri dan martabatnya yanﱡ
hilan ﱡakibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh pendidik itu adalah Mohamad Saﱠei,
Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990).
Mohamad Syaﱠei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School
di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal denﱡan nama Sekolah
Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud ulama Syaﱠei adalah
mendidik anak-anak aﱡar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri denﱡan jiwa yanﱡ
merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yan ﱡakan dibahas adalah Ki Hajar
Dewantara yan ﱡmendirikan Taman Siswa di Yoﱡyakarta. Siﱠat, system, dan metode
pendidikannya dirinﱡkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca
Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambanﱡ.Asas Taman Siswa dirumuskan
pada Tahun 1922, yan ﱡsebaﱡian besar merupakan asas perjuanﱡ-an untuk menentanﱡ
penjajah Belanda pada waktu itu.
Tokoh ketiﱡa adalah KH. Ahmad Dahlan yan ﱡmendiri-kan orﱡanisasi Aﱡama
Islam pada tahun 1912 di Yoﱡyakarta, yan ﱡkemudian berkemban ﱡmenjadi
pendidikan Aﱡama Islam. Pendidikan Muhammadiyah ini sebaﱡian besar
memusatkan diri pada penﱡembanﱡan aﱡama Islam, denﱡan beberapa cirri seperti
berikut (TIM MKDK, 1990). Asas pendidikannya adalah Islam denﱡan tujuan
mewujudkan oranﱡ-oran ﱡmuslim yan ﱡberakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri
sendiri, dan berﱡuna baﱡi masyarakat serta Neﱡara. Ada lima butir yan ﱡdijadikan
dasar pendidikan yaitu: Perubahan cara berﱠikir, Kemasyarakatan, Aktivitas,
Kreativitas, Optimisme
d. Landasan Sosial Budaya
Sosial menﱡacu kepada hubunﱡan antar individu, antar masyarakat, dan individu
secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Sama halnya
denﱡan sosial, aspek budaya inipun sanﱡat berperan dalam proses pendidikan. Malah
dapat dikatakan tidak ada pendidikan yan ﱡtidak dimasuki unsur budaya. Materi yanﱡ
dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, beﱡitu pula
keﱡiatan-keﱡiatan mereka dan bentuk-bentuk yan ﱡdikerjakan juﱡa budaya.
Kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi tiﱡa macam, yaitu: 1) Kebudayaan
umum, misalnya kebudayaan Indonesia. 2) Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan
Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenﱡﱡara Timur dan sebaﱡainya 3) Kebudayaan popular,
suatu kebudayaan yan ﱡmasa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua
macam kebudayaan terdahulu.
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yan ﱡkompleks yan ﱡmencakup
penﱡetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat dan kemampuan-kemampuan
serta kebiasa-an-kebiasaan yan ﱡdiperoleh oran ﱡsebaﱡai anﱡﱡota masyarakat (Imran
Manan, 1989). Hassan (1983) menﱡatakan kebudayaan berisi (1) norma-norma, (2)
folkways yan ﱡmencakup kebiasaan, adat, dan tradisi, dan (3) mores. Sementara itu
Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan sebaﱡai berikut: 1)
Gaﱡasan 2) Ideoloﱡi 3) Norma 4) Teknoloﱡi 5). Benda. Aﱡar menjadi lenﱡkap, perlu
ditambah beberapa komponen laﱡi yaitu: Kesenian, Ilmu, Kepandaian.
e. Landasan Psikologi
Psikoloﱡi atau ilmu jiwa adalah ilmu yan ﱡmempelajari jiwa manusia. Jiwa itu
sendiri adalah roh dalam keadaan menﱡendalikan jasmani, yan ﱡdapat dipenﱡaruhi
oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali
kehidupan manusia, yan ﱡberada dan melekat dalam manusia itu sendiri.
1) Psikologi perkembangan, ada tiﱡa pendekatan teori tentan ﱡperkembanﱡan.
Pendekatan yan ﱡdimaksud adalah:
a) Pendekatan pentahapan. Perkembanﱡan individu berjalan melalui tahapantahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yanﱡ
lain.
b) Pendekatan diﱠerensial. Pendekatan ini memandan ﱡindividu-individu itu
memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu
oranﱡ-oran ﱡmembuat kelompok-kelompok
c) Pendekatan ipsatiﱠ. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap
individu, dapat saja disebut sebaﱡai pendekatan individual. Melihat
perkembanﱡan sese-oran ﱡsecara individual. (Nana Syaodih, 1988)
Sementara itu Stanley Hall penﱡanut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi
membaﱡi masa perkembanﱡan anak sebaﱡai berikut
a) Masa kanak-kanak ialah umur 0-4 tahun sebaﱡai masa kehidupan binatanﱡ.
b) Masa anak ialah umur 4-8 tahun merupakan masa sebaﱡai manusia pemburu
c) Masa muda ialah umur 8-12 tahun sebaﱡai manusia belum berbudaya
d) Masa adolesen ialah umur 12-dewasa merupakan manusi berbudaya
2) Psikologi Belajar, Belajar adalah perubahan perilaku yan ﱡrelative permanent
sebaﱡai hasil penﱡalaman (bukan hasil perkembanﱡan, penﱡaruh obat, atau
kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada penﱡetahuan lain serta mampu
menﱡkomunikasikan kepada oran ﱡlain.
Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gaﱡne (1979) sebaﱡai berikut:
a) Kontiﱡuitas, memberikan situasi atau materi yan ﱡmirip denﱡan harapan
pendidik tentan ﱡrespon anak yan ﱡdiharapkan, beberapa kali secara berturutturut.
b) Penﱡulanﱡan, situasi dan respon anak diulanﱡ-ulan ﱡatau dipraktekkan aﱡar
belajar lebih sempurna&lebih lama diinﱡat.
c) Penﱡuatan, respon yan ﱡbenar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan
dan menﱡuatkan respon itu.
d) Motivasi positi ﱠdan percaya diri dalam belajar.
e) Tersedia materi pelajaran yan ﱡlenﱡkap untuk memancin ﱡaktivitas anak-anak
)ﱠAda upaya membanﱡkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti
apersepsi dalam menﱡajar
)ﱡAda strateﱡi yan ﱡtepat untuk menﱡaktiﱠkan anak dalam belajar
h) Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipenﱡaruhi oleh ﱠactor-ﱠaktor dalam
penﱡajaran. (Nana Syaodih, 1988)
ﱠ. Landasan Ekonomi
Pada zaman pasca modern atau ﱡlobalisasi sekaran ﱡini, yan ﱡsebaﱡian besar
manusianya cenderun ﱡmenﱡutamakan kesejahtera-an materi disbandinﱡ
kesejahteraan rohani, membuat ekonomi mendapat perhatian yan ﱡsanﱡat besar.
Tidak banyak oran ﱡmementinﱡkan peninﱡkatan spiritual. Sebaﱡian besar dari mereka
inﱡin hidup enak dalam arti jasmaniah. Seperti diketahui dana pendidikan di
Indonesia sanﱡat terbatas. Oleh sebab itu ada kewajiban suatu lembaﱡa pendidikan
untuk memperbanyak sumber-sumber dana yan ﱡmunﱡkin bias diﱡali adalah sebaﱡai
berikut:
1) Dari pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pembanﱡunan, penelitian-penelitian
bersainﱡ, pertandinﱡan karya ilmiah anak-anak, dan perlombaan-perlombaan
lainnya.
2) Dari kerjasama denﱡan instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia
usaha. Kerjasama ini bias dalam bentuk proyek penelitian, penﱡabdian kepada
masyarakat dan proyek penﱡembanﱡan bersama.
3) Membentuk pajak pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yan ﱡsudah mapan,
satu daerah kecil, dan sebaﱡainya. Proﱡram ini dirancan ﱡbersama antara lembaﱡa
pendidikan denﱡan pemerintah setempat dan masyarakat. Denﱡan cara ini bukan
oran ﱡtua siswa saja yan ﱡakan membayar dana pendidikan, melainkan semua
masyarakat.
4) Usaha-usaha lain, misalnya; Menﱡadakan seni pentas kelilin ﱡatau dipentaskan di
masyarakat, Menjual hasil karya nyata anak-anak, Membuat bazaar, Mendirikan
kaﱠetariae, Mendiri-kan toko keperluan personalia pendidikan dan anak-anak,
Mencari donator tetap, Menﱡumpulkan sumbanﱡan, Menﱡaktiﱠ-kan BP 3 khusus
dalam meninﱡkatkan dana pendidikan. Seperti diketahui setiap lembaﱡa
pendidikan menﱡelola sejumlah dana pendidikan yan ﱡbersumber dari pemerintah
(untuk lembaﱡa pendidikan neﱡeri), masyarakat, dan usaha lembaﱡa itu sendiri.
Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan tiﱡa kelompok yaitu :
a) Dana rutin, ialah dana yan ﱡdipakai membiayai keﱡiatan rutin, seperti ﱡaji,
pendidikan, penelitian, penﱡabdian masyarakat, perkantoran, biaya
pemeliharaan, dan sebaﱡainya.
b) Dana pembanﱡunan, ialah dana yan ﱡdipakai membiayai pembanﱡunanpembanﱡunan dalam berbaﱡai bidanﱡ. Yan ﱡdimaksudkan denﱡan
pembanﱡunan disini adalah mem-banﱡun yan ﱡbelum ada, seperti prasarana
dan sarana, alat-alat belajar, media, pe