Halaman Awal

PENDIDIKAN ILMU SOSEKBUD (SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA)
Suatu Kajian Fenomenologis terhadap TKI
sebagai Upaya Masyarakat Desa Mengatasi Kemiskinan dan Biaya Pendidikan
Cetakan I, November 2015
viii + 210 Hal., 17,5 X 25 cm
ISBN: 978-602-6871-16-9

Penulis:
Tjipto Subadi, Dr., M.Si.
Editor:
Erlina Farida Hidayati

Penerbit:

CV JASMINE
Gumpan‫ ﱡ‬A‫ﱡ‬un‫ ﱡ‬III, No. C.5, RT 12/III,
Gumpan‫ﱡ‬, Kartasura, Sukoharjo
Telp/Fax. (0271) 7894363, 7881989, HP. 08156713836
email: jasminesolooke@‫ﱡ‬mail.com

‫ ﺋ‬Hak Cipta Dilindun‫ﱡ‬i Undan‫ﱡ‬-undan‫ﱡ‬

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, termasuk fotokopi, microfilm, e-book, da cetak,
tanpa izin penerbit.
All right reserved

KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas se‫ﱡ‬ala rahmat,
nikmat dan karunia-Nya sehin‫ﱡﱡ‬a buku yan‫ ﱡ‬berjudul; PENDIDIKAN ILMU SOSEKBUD
(SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA) Suatu Kajian Fenomenologis terhadap TKI sebagai
Upaya Masyarakat Desa Mengatasi Kemiskinan dan Biaya Pendidikan, dapat selesai.
Derasnya arus in‫ﱠ‬ormasi dan pesatnya perkemban‫ﱡ‬an ilmu dan teknolo‫ﱡ‬i, setiap dosen
dituntut lebih produkti‫ ﱠ‬dalam berkarya dibidan‫ ﱡ‬pen‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬an akademik baik pendidikan
pen‫ﱡ‬ajaran, penelitian, dan pen‫ﱡ‬abdian kepada masyarakat. Karya akademik yan‫ ﱡ‬dihasilkan
dari setiap dosen oleh pemerintah diharapkan karya tersebut dipublikasikan baik dalam bentuk
laporan penelitian, laporan pen‫ﱡ‬abdian masyarakat, publikasi jurnal ilmiah maupun publikasi
buku re‫ﱠ‬erensi.
Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian Hibah pada skema Penelitian Strate‫ﱡ‬is
Nasional yan‫ ﱡ‬dibiayai oleh Kementerian Ristekdikti sesuai den‫ﱡ‬an Surat Perjanjian Pelaksanaan
Hibah Penelitian Nomor 007/K6/KM/SP2H/ PENELITIAN_BATCH 1/2015, Tan‫ﱡﱡ‬al 30 Maret
2015.
Buku ini, selain disusun dari hasil penelitian, ju‫ﱡ‬a dikemban‫ﱡ‬kan dari berba‫ﱡ‬ai sumber

baik dari buku re‫ﱠ‬erensi, artikel jurnal maupun dari akses internet, buku ini menjelaskan antara
lain; Konsep dasar pendidikan; Pendidikan Ilmu Sosial Ekonomi Budaya; Grand Teri TKI
(Tena‫ﱡ‬a Kerja Indonesia); Kajian Fenomenolo‫ﱡ‬i; Kajian Masyarakat; dan Ilmu Sosial
Berparadi‫ﱡ‬ma Ganda. Pada ba‫ﱡ‬ian akhir buku ini disajikan hasil penelitian.
Buku ini berman‫ﱠ‬aat khususnya mahasiswa yan‫ ﱡ‬menempuh Mata Kuliah Pendidikan
IPS, Pendidikan Ilmu Sosekbud, umumnya para pembaca yan‫ ﱡ‬in‫ﱡ‬in memahami konsep dasar
pendidikan ilmu sosial berdasarkan kajian ‫ﱠ‬enomenolo‫ﱡ‬i dan mobilitas oran‫ﱡ‬.
Buku ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berba‫ﱡ‬ai pihak, oleh karena itu
perkenankanlan penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yan‫ ﱡ‬penulis horhormati:
1. Kementerian Ristekdikti dan Koordinator Kopertis Wilayah VI Jawa Ten‫ﱡ‬ah atas bantuan
dana penelitian Hibah Stranas. Semo‫ﱡ‬a mendapat ridho dari Allah Swt. Amin.
2. Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, yan‫ ﱡ‬telah memberi ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan ke‫ﱡ‬iatan akademik pnelitian dan penulisan buku hasil
penelitian ini. Semo‫ﱡ‬a barokah. Amin.
3. LPPM Universitas Muhammadiyah Surakarta yan‫ ﱡ‬telah memberi ‫ﱠ‬asilitas dan
rekomendasi proposal penelitian sampai meperoleh dana penelitian, dan proses penelitian
sampai selesai. Semo‫ﱡ‬a menjadi amal jariah, amin.
4. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta yan‫ ﱡ‬telah memberikan doron‫ﱡ‬an
sekali‫ﱡ‬us Surat Tu‫ﱡ‬as riset dan penyusunan buku ini. Semo‫ﱡ‬a menjadi amal yan‫ﱡ‬
man‫ﱠ‬aat, amin.

Buku ini tidak luput dari kekuran‫ﱡ‬an, karena itu kritik yan‫ ﱡ‬si‫ﱠ‬atnya memban‫ﱡ‬uan san‫ﱡ‬at
penulis harapkan. Semo‫ﱡ‬a karya ini berman‫ﱠ‬aat mendapatkan ridho dari Allah SWT dan
berman‫ﱠ‬aat. Amin Ya Rabbal ’Alamin.
Surakarta, November 2015
Penyusun
Dr. Tjipto Subadi, M.Si

BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan menurut Wikipedia adalah pembelajaran pen‫ﱡ‬etahuan, keterampilan, dan
kebiasaan sekelompok oran‫ ﱡ‬yan‫ ﱡ‬diturunkan dari satu ‫ﱡ‬enerasi ke ‫ﱡ‬enerasi berikutnya melalui
pen‫ﱡ‬ajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan serin‫ ﱡ‬terjadi di bawah bimbin‫ﱡ‬an oran‫ ﱡ‬lain,
tetapi ju‫ﱡ‬a memun‫ﱡ‬kinkan secara otodidak. Pendidikan dilihat dari perspekti‫ ﱠ‬teoritik, serin‫ﱡ‬kali
diartikan dan dimaknai oleh seseoran‫ ﱡ‬secara bera‫ﱡ‬am, ber‫ﱡ‬antun‫ ﱡ‬pada sudut pandan‫ ﱡ‬masin‫ﱡ‬masin‫ ﱡ‬atau teori yan‫ ﱡ‬dianutnya. Terjadinya perbedaan pena‫ﱠ‬siran pendidikan dalam konteks
akademik merupakan sesuatu yan‫ ﱡ‬lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah
ber‫ﱠ‬ikir manusia dan berman‫ﱠ‬aat untuk pen‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬an teori itu sendiri. Tetapi untuk kepentin‫ﱡ‬an
kebijakan nasional, seyo‫ﱡ‬yanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah dipahami
oleh semua pihak yan‫ ﱡ‬terkait den‫ﱡ‬an pendidikan, sehin‫ﱡﱡ‬a setiap oran‫ ﱡ‬dapat
men‫ﱡ‬implementasi kan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.
Sebuah hak atas pendidikan telah diakui oleh beberapa ne‫ﱡ‬ara. Pada tin‫ﱡ‬kat ‫ﱡ‬lobal, Pasal

13 PBB 1966 Kovenan Internasional tentan‫ ﱡ‬Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya men‫ﱡ‬akui hak
setiap oran‫ ﱡ‬atas pendidikan. Meskipun pendidikan adalah wajib di seba‫ﱡ‬ian besar tempat
sampai usia tertentu, bentuk pendidikan den‫ﱡ‬an hadir di sekolah serin‫ ﱡ‬tidak dilakukan, dan
seba‫ﱡ‬ian kecil oran‫ ﱡ‬tua memilih untuk pendidikan home-schooling, e-learning atau yan‫ ﱡ‬serupa
untuk anak-anak mereka.
Pendidikan biasanya berawal saat seoran‫ ﱡ‬bayi itu dilahirkan dan berlan‫ﱡ‬sun‫ ﱡ‬seumur
hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yan‫ ﱡ‬dilakukan oleh banyak
oran‫ ﱡ‬den‫ﱡ‬an memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandun‫ﱡ‬an den‫ﱡ‬an harapan ia
bisa men‫ﱡ‬ajar bayi mereka sebelum kelahiran. Ba‫ﱡ‬i seba‫ﱡ‬ian oran‫ﱡ‬, pen‫ﱡ‬alaman kehidupan
sehari-hari lebih berarti dari pada pendidikan ‫ﱠ‬ormal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak
pernah membiarkan sekolah men‫ﱡﱡ‬an‫ﱡﱡ‬u pendidikan saya." An‫ﱡﱡ‬ota keluar‫ﱡ‬a mempunyai peran
pen‫ﱡ‬ajaran yan‫ ﱡ‬amat mendalam, serin‫ ﱡ‬kali lebih mendalam dari yan‫ ﱡ‬disadari mereka,
walaupun pen‫ﱡ‬ajaran an‫ﱡﱡ‬ota keluar‫ﱡ‬a berjalan secara tidak resmi. Menurut David Popenoe, ada
empat macam ‫ﱠ‬un‫ﱡ‬si pendidikan yakni seba‫ﱡ‬ai berikut: 1) Fun‫ﱡ‬si transmisi (pemindahan)
kebudayaan. 2) Fun‫ﱡ‬si memilih dan men‫ﱡ‬ajarkan peranan sosial. 3) Fun‫ﱡ‬si menjamin inte‫ﱡ‬rasi
sosial. 4) Fun‫ﱡ‬si sekolah men‫ﱡ‬ajarkan corak kepribadian. (baca: inovasi sosial).
Secara umum pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh
dipisahkan ba‫ﱡ‬ian-ba‫ﱡ‬ian itu a‫ﱡ‬ar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan,
kehidupan dan pen‫ﱡ‬hidupan anak-anak yan‫ ﱡ‬kita didik, selaras den‫ﱡ‬an dunianya (Ki Hajar

Dewantara, 1977:14)
Telah dikemukakan bahwa tin‫ﱡ‬kat pendidikan yan‫ ﱡ‬tin‫ﱡﱡ‬i san‫ﱡ‬at pentin‫ ﱡ‬ba‫ﱡ‬i ne‫ﱡ‬arane‫ﱡ‬ara untuk dapat mencapai tin‫ﱡ‬kat pertumbuhan ekonomi yan‫ ﱡ‬tin‫ﱡﱡ‬i. Analisis empiris
cenderun‫ ﱡ‬mendukun‫ ﱡ‬prediksi teoritis bahwa ne‫ﱡ‬ara-ne‫ﱡ‬ara miskin harus tumbuh lebih cepat

dari ne‫ﱡ‬ara-ne‫ﱡ‬ara kaya karena mereka dapat men‫ﱡ‬adopsi teknolo‫ﱡ‬i yan‫ ﱡ‬sudah dicoba dan diuji
oleh ne‫ﱡ‬ara-ne‫ﱡ‬ara kaya. Namun, trans‫ﱠ‬er teknolo‫ﱡ‬i memerlukan manajer berpen‫ﱡ‬etahuan dan
insinyur yan‫ ﱡ‬mampu men‫ﱡ‬operasikan mesin-mesin baru atau praktik produksi yan‫ ﱡ‬dipinjam
dari pemimpin dalam ran‫ﱡ‬ka untuk menutup kesenjan‫ﱡ‬an melalui peniruan. Oleh karena itu,
kemampuan suatu ne‫ﱡ‬ara untuk belajar dari pemimpin adalah ‫ﱠ‬un‫ﱡ‬si dari e‫ﱠ‬ek "human capital".
Studi terbaru dari ‫ﱠ‬aktor-‫ﱠ‬aktor penentu pertumbuhan ekonomi a‫ﱡ‬re‫ﱡ‬at telah menekankan
pentin‫ﱡ‬nya lemba‫ﱡ‬a ekonomi ‫ﱠ‬undamental dan peran keterampilan ko‫ﱡ‬niti‫ﱠ‬.
Pada tin‫ﱡ‬kat individu, ada banyak literatur, umumnya terkait den‫ﱡ‬an karya Jacob Mincer,
tentan‫ ﱡ‬ba‫ﱡ‬aimana laba berkaitan den‫ﱡ‬an pendidikan dan modal manusia lainnya. Karya ini telah
memotivasi sejumlah besar studi, tetapi ju‫ﱡ‬a kontroversial. Kontroversi utama berkisar
ba‫ﱡ‬aimana mena‫ﱠ‬sirkan dampak sekolah. Beberapa siswa yan‫ ﱡ‬telah menunjukkan potensi yan‫ﱡ‬
tin‫ﱡﱡ‬i untuk belajar, den‫ﱡ‬an men‫ﱡ‬uji den‫ﱡ‬an intelli‫ﱡ‬ence quotient yan‫ ﱡ‬tin‫ﱡﱡ‬i, mun‫ﱡ‬kin tidak
mencapai potensi penuh akademis mereka, karena kesulitan keuan‫ﱡ‬an.
Ekonom Samuel Bowles dan Herbert Gintis berpendapat pada tahun 1976 bahwa ada
kon‫ﱠ‬lik mendasar dalam pendidikan Amerika antara tujuan e‫ﱡ‬aliter partisipasi demokratis dan
ketidaksetaraan tersirat oleh pro‫ﱠ‬itabilitas terus dari produksi kapitalis di sisi lain.

Daftar Pustaka
Daron Acemo‫ﱡ‬lu, Simon Johnson, and James A. Robinson (2001). "The Colonial Ori‫ﱡ‬ins o‫ﱠ‬
Comparative Development: An Empirical Investi‫ﱡ‬ation". American Economic Review91
(5): 1369–1401. doi:10.2139/ssrn.244582. JSTOR 2677930.
David Card, "Causal e‫ﱠﱠ‬ect o‫ ﱠ‬education on earnin‫ﱡ‬s," in Handbook of labor economics, Orley
Ashen‫ﱠ‬elter and David Card (Eds). Amsterdam: North-Holland, 1999: pp. 1801–1863.
Dewey, John (1916/1944). Democracy and Education. The Free Press. hlm. 1–4. ISBN 0-68483631-9.
Ensiklopedia bebas dalam https://id.wikipedia.or‫ﱡ‬/wiki/ Pendidikan)
Eric A. Hanushek (2005). Economic outcomes and school quality. International Institute ‫ﱠ‬or
Educational Plannin‫ﱡ‬. ISBN 978-92-803-1279-9. Diakses 21 October 2011.
Eric A. Hanushek and Lud‫ﱡ‬er Woessmann (2008). "The role o‫ ﱠ‬co‫ﱡ‬nitive skills in economic
development". Journal of Economic Literature46 (3): 607–608. doi:10.1257/jel.46.3.607.
Jacob Mincer (1970). "The distribution o‫ ﱠ‬labor incomes: a survey with special re‫ﱠ‬erence to the
human capital approach". Journal of Economic Literature8 (1): 1–26. JSTOR 2720384.
James J. Heckman, Lance J. Lochner, and Petra E. Todd., "Earnin‫ﱡ‬s ‫ﱠ‬unctions, rates o‫ ﱠ‬return
and treatment e‫ﱠﱠ‬ects: The Mincer equation and beyond," in Handbook of the Economics of
Education, Eric A. Hanushek and Finis Welch (Eds). Amsterdam: North Holland, 2006: pp.
307–458.
Samuel Bowles; Herbert Gintis (18 October 2011). Schooling In Capitalist America:
Educational Reform and the Contradictions of Economic Life. Haymarket Books.

ISBN 978-1-60846-131-8. Diakses 21 October 2011.

BAB II
PENDIDIKAN ILMU SOSEKBUD
A. Konsep Dasar Pendidikan
Untuk memperoleh ‫ﱡ‬ambaran yan‫ ﱡ‬jelas men‫ﱡ‬enai pen‫ﱡ‬ertian pendidikan dalam
perspekti‫ ﱠ‬Islam akan dikemukakan pen‫ﱡ‬ertian pendidikan ditinjau dari se‫ﱡ‬i bahasa dan
istilah. Kata ‫ﺳ‬pendidikan‫ ﺴ‬dalam bahasa Arab berkaitanatau dekat den‫ﱡ‬an ti‫ﱡ‬a terma, yaitu
ta’lîm, tarbiyah atau ta‘dîb.
Memahami makna dari masin‫ﱡ‬-masin‫ ﱡ‬tema di atas, dapat dikemukakan bahwa; ta’lîm
lebih menonjolkan pada aspek pen‫ﱡ‬etahuan ko‫ﱡ‬niti‫ﱠ‬, tarbiyah lebih menekankan pada
pemeliharaan dan asuhan den‫ﱡ‬an kasih sayan‫ﱡ‬, sedan‫ ﱡ‬ta‘dîb mencakup pen‫ﱡ‬etahuan
ko‫ﱡ‬niti‫ﱠ‬, a‫ﱠ‬ekti‫ ﱠ‬dan psikomotorik. Den‫ﱡ‬an demikian secara konseptual ta‘dîb sudah
mencakup pen‫ﱡ‬etahuan (’ilm), pen‫ﱡ‬ajaran (ta’lîm) dan pen‫ﱡ‬asuhan yan‫ ﱡ‬baik (tarbiyah)
(Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, 1990). Oleh karena itu, ta‘dîb merupakan istilah yan‫ﱡ‬
tepat untuk menunjukkan pendidikan dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ayat alQur‘ân maupun Hadîts, di antaranya adalah Q.S. al-Baqarah/2: 31, al-‘Alaq/96: 4 - 5; alIsrâ‘/17: 24 dan al-Syua’râ‘/26: 18. (Santoso dkk. 2005).
1. Q.S Al Baqarah /2: 31

‫ء‬


‫ء‬

‫ﺔ‬

‫ﻷ‬

‫ء‬

‫ء‬
‫ﺘ ﺻ‬

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama-nama benda itu, jika kamu memang orang-orang yang benar!”
2. Q.S Al ‘alaq/96: 4-5

‫ﻹ‬

.


Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar-kan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
3. Q.S Al Isra’/17: 24

ً ‫ﺻﻐ‬

‫ﺣ‬

‫ﺣﺔ‬

‫ﺟ ﺡ‬

‫ﺧ‬

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil”
4. Q.S Al Syu’ara’/26: 18

‫ﺖ‬


ً

Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami,
waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari
umurmu”
Pendidikan dalam perspekti‫ ﱠ‬umum dikemukan oleh para ahli atau pakar pendidikan,
antara lain:
1. Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses
penanaman sesuatu ke dalam diri manusia.
2. Omar Muhammad al-Touny al-Syaebany, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
membimbin‫ﱡ‬, men‫ﱡ‬arahkan potensi hidup manusia yan‫ ﱡ‬berupa kemampuan-kemampuan
dasar dan kemampuan belajar, sehin‫ﱡﱡ‬a terjadilah perubahan di dalam kehidupan
pribadinya seba‫ﱡ‬ai makhluk individual dan sosial, serta hubun‫ﱡ‬annya den‫ﱡ‬an alam
sekitar ia hidup.
3. Ahmad D. Marimba, menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbin‫ﱡ‬an atau pimpinan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkemban‫ﱡ‬an jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yan‫ ﱡ‬utama.
4. Hasil rumusan Kon‫ﱡﱡ‬res se-Dunia ke 2 pada tahun 1980 tentan‫ ﱡ‬Pendidikan Islam
menetapkan bahwa pendidikan adalah usaha men‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬kan seluruh aspek kehidupan

manusia, baik spiritual, intelektual, imajinasi (‫ﱠ‬antasi), jasmaniah, ilmiah, lin‫ﱡ‬uistik, baik
secara individual maupun kolekti‫ﱠ‬, serta mendoron‫ ﱡ‬aspek-aspek itu ke arah kebaikan dan
ke arah pencapaian kesempurnaan hidup. (M. Ari‫ﱠ‬in, 1987).
5. Lan‫ﱡ‬eveld, menjelaskan pendidikan adalah setiap usaha, pen‫ﱡ‬aruh, perlindun‫ﱡ‬an dan
bantuan yan‫ ﱡ‬diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih
tepat membantu anak a‫ﱡ‬ar cukup cakap melaksanakan tu‫ﱡ‬as hidupnya sendiri. Pen‫ﱡ‬aruh
itu datan‫ﱡ‬nya dari oran‫ ﱡ‬dewasa (atau yan‫ ﱡ‬diciptakan oleh oran‫ ﱡ‬dewasa seperti sekolah,
buku, putaran hidup sehari-hari, dan seba‫ﱡ‬ainya) dan ditujukan kepada oran‫ ﱡ‬yan‫ ﱡ‬belum
dewasa.
6. John Dewey, menjelaskan pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
‫ﱠ‬undamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
7. J.J. Rousseau, men‫ﱡ‬artikan pendidikan adalah memberi kita perbekalan yan‫ ﱡ‬ada pada
masa kanak-kanak sampai remaja yan‫ ﱡ‬nantinya akan dibutuhkan pada saat kita dewasa
nanti.
8. Carter V.Good, mende‫ﱠ‬inisikan pendidikan adalah suatuseni, praktik, atau pro‫ﱠ‬esi
pen‫ﱡ‬ajar. Atau Ilmu yan‫ ﱡ‬sistematis atau pen‫ﱡ‬ajaran yan‫ ﱡ‬berhubun‫ﱡ‬an den‫ﱡ‬an prinsip
dan metode-metode men‫ﱡ‬ajar, pen‫ﱡ‬awasan dan bimbin‫ﱡ‬an murid; dalam arti luas
di‫ﱡ‬antikan den‫ﱡ‬an istilah pendidikan.
9. Ki Hajar Dewantara, berpendapat bahwa pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun se‫ﱡ‬ala kekuatan
kodrat yan‫ ﱡ‬ada pada anak-anak itu, a‫ﱡ‬ar mereka seba‫ﱡ‬ai manusia dan seba‫ﱡ‬ai an‫ﱡﱡ‬ota

masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebaha‫ﱡ‬iaan setin‫ﱡﱡ‬i-tin‫ﱡﱡ‬inya.
(Sumber: dikutup dari Wikipedia.com)
Sedan‫ﱡ‬kan pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentan‫ ﱡ‬Sisdiknas,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran a‫ﱡ‬ar peserta didik secara akti‫ ﱠ‬men‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬kan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual kea‫ﱡ‬amaan, pen‫ﱡ‬endalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yan‫ ﱡ‬diperlukan dirinya, masyarakat,
ban‫ﱡ‬sa dan Ne‫ﱡ‬ara.
Berdasarkan definisi pendidikan Sisdiknas tersebut, ditemukan 3 (ti‫ﱡ‬a) pokok
pikiran utama yan‫ ﱡ‬terkandun‫ ﱡ‬di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2)
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran a‫ﱡ‬ar peserta didik akti‫ﱠ‬
men‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬kan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual kea‫ﱡ‬amaan,
pen‫ﱡ‬endalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yan‫ﱡ‬
diperlukan dirinya, masyarakat, ban‫ﱡ‬sa dan ne‫ﱡ‬ara.
Di bawah ini akan dipaparkan secara sin‫ﱡ‬kat keti‫ﱡ‬a pokok pikiran tersebut.
1) Sadar dan Terencana.
Pendidikan seba‫ﱡ‬ai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan
adalah sebuah proses yan‫ ﱡ‬disen‫ﱡ‬aja dan dipikirkan secara matan‫( ﱡ‬proses kerja
intelektual). Oleh karena itu, di setiap level manapun, ke‫ﱡ‬iatan pendidikan harus
disadari dan direncanakan, baik dalam tataran nasional (makroskopik),
re‫ﱡ‬ional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah
(mikroskopik) mau-pun operasional (proses pembelajaran oleh ‫ﱡ‬uru).
Berkenaan den‫ﱡ‬an pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada
dasarnya setiap ke‫ﱡ‬iatan pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu
seba‫ﱡ‬aimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Menurut
Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yan‫ ﱡ‬memuat identitas mata
pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian
kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,
ke‫ﱡ‬iatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
2) Mewujudkan Suasana Belajar dan Proses Pembelajaran
Pada pokok pikiran yan‫ ﱡ‬kedua ini saya melihat adanya pengerucutan istilah
pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas mun‫ﱡ‬kin seolah-olah
pendidikan lebih dimaknai dalam settin‫ ﱡ‬pendidikan ‫ﱠ‬ormal semata (persekolahan).
Terlepas dari benar-tidaknya pen‫ﱡ‬erucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini,
saya menan‫ﱡ‬kap pesan bahwa pendidikan yan‫ ﱡ‬dikehendaki adalah pendidikan yan‫ﱡ‬
bercorak pen‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬an (developmental) dan humanis, yaitu berusaha
men‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬kan se‫ﱡ‬enap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yan‫ ﱡ‬ber‫ﱡ‬aya
behavioristik. Selain itu, saya ju‫ﱡ‬a melihat ada dua ke‫ﱡ‬iatan (operasi) utama dalam

pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, (b) mewujudkan proses
pembelajaran.
Mewujudkan suasana belajar.Berbicara tentan‫ ﱡ‬mewujud-kan suasana
pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan lin‫ﱡ‬kun‫ﱡ‬an belajar,
diantaranya mencakup: (a) lin‫ﱡ‬kun‫ﱡ‬an ‫ﱠ‬isik, seperti: ban‫ﱡ‬unan sekolah, ruan‫ ﱡ‬kelas,
ruan‫ ﱡ‬perpustakaan, ruan‫ ﱡ‬kepala sekolah, ruan‫ﱡ ﱡ‬uru, ruan‫ ﱡ‬BK, taman sekolah dan
lin‫ﱡ‬kun‫ﱡ‬an ‫ﱠ‬isik lainnya; dan (b) lin‫ﱡ‬kun‫ﱡ‬an sosio-psikolo‫ﱡ‬is (iklim dan budaya
belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas,
toleransi, kenyamanan, kebaha‫ﱡ‬iaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya, yan‫ﱡ‬
memun‫ﱡ‬kinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.Baik lin‫ﱡ‬kun‫ﱡ‬an
‫ﱠ‬isik maupun lin‫ﱡ‬kun‫ﱡ‬an sosio-psikolo‫ﱡ‬is, kedua-nya didesan a‫ﱡ‬ar peserta didik dapat
secara akti‫ ﱠ‬men‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬kan se‫ﱡ‬enap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yan‫ﱡ‬
dilakukan ‫ﱡ‬uru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan ‫ﱡ‬uru dalam men‫ﱡ‬elola kelas
(classroom management) menjadi amat pentin‫ﱡ‬. Dan di sini pula, tampak bahwa
peran ‫ﱡ‬uru lebih diutamakan seba‫ﱡ‬ai ‫ﱠ‬asilitator belajar siswa.
Mewujudkan proses
pembelajaran.
Upaya
mewujud-kan
suasana
pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi dan pra kondisi a‫ﱡ‬ar
siswa belajar, sedan‫ﱡ‬kan proses pembelajar-an lebih men‫ﱡ‬utamakan pada upaya
ba‫ﱡ‬aimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam
konteks pembelajaran yan‫ ﱡ‬dilakukan ‫ﱡ‬uru, maka ‫ﱡ‬uru dituntut untuk dapat
men‫ﱡ‬elola pembelajaran (learning management), yan‫ ﱡ‬mencakup perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun
2007 tentan‫ ﱡ‬Standar Proses). Di sini, ‫ﱡ‬uru lebih berperan seba‫ﱡ‬ai a‫ﱡ‬en pembelajaran
(Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka
men‫ﱡﱡ‬unakan istilah manajer pembelajaran, dimana ‫ﱡ‬uru bertindak seba‫ﱡ‬ai seoran‫ﱡ‬
planner, organizer dan evaluator pembelajaran).
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajar an, proses pembelajaran
pun seyo‫ﱡ‬yanya didesain a‫ﱡ‬ar peserta didik dapat secara akti‫ ﱠ‬men‫ﱡ‬emban‫ ﱡ‬kan
se‫ﱡ‬enap potensi yan‫ ﱡ‬dimilikinya, den‫ﱡ‬an men‫ﱡ‬edepankan pembelajar an yan‫ﱡ‬
berpusat pada siswa (student-centered) dalam bin‫ﱡ‬kai model dan strate‫ﱡ‬i
pembelajaran akti‫( ﱠ‬active learning), ditopan‫ ﱡ‬oleh peran guru sebagai fasilitator.
3) Kekuatan Spiritual Keagamaan, Pengendalian Diri
Pokok pikiran yan‫ ﱡ‬keti‫ﱡ‬a ini, selain merupakan ba‫ﱡ‬ian dari de‫ﱠ‬inisi pendidikan
sekali‫ﱡ‬us men‫ﱡﱡ‬ambarkan pula tujuan pen-didikan nasional kita, yan‫ ﱡ‬menurut
hemat saya sudah demikian len‫ﱡ‬kap. Di sana tertera tujuan yan‫ ﱡ‬berdimensi keTuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yan‫ ﱡ‬dikehendaki bukan-lah
pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan
sosialistik, tetapi pendidikan yan‫ ﱡ‬mencari keseimban‫ﱡ‬an diantara keti‫ﱡ‬a dimensi
tersebut.

Jika belakan‫ﱡ‬an ini ‫ﱡ‬encar disosialisasikan pendidikan karakter, den‫ﱡ‬an melihat
pokok pikiran keti‫ﱡ‬a dari de‫ﱠ‬inisipen-didikan ini maka sesun‫ﱡﱡ‬uhnya pendidikan
karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi pendidikan karakter sesun‫ﱡﱡ‬uh-nya
bukanlah sesuatu yan‫ ﱡ‬baru.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan
pendidikan di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan
melalui tujuan pembelajaran yan‫ ﱡ‬dilaksanakan oleh ‫ﱡ‬uru dalam proses
pembelajaran. Ketercapaian tujuan-tujuan pada tataran operasional memiliki arti yan‫ﱡ‬
stra-te‫ﱡ‬is ba‫ﱡ‬i pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian di atas, kita melihat bahwa dalam de‫ﱠ‬inisi pendidikan
yan‫ ﱡ‬tertuan‫ ﱡ‬dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya tidak hanya sekedar
men‫ﱡﱡ‬ambarkan apa pendidikan itu, tetapi memiliki makna dan implikasi yan‫ ﱡ‬luas
tentan‫ ﱡ‬siapa sesun‫ﱡ‬uhnya pendidik itu, siapa peserta didik (siswa) itu, ba‫ﱡ‬aimana
seharusnya mendidik, dan apa yan‫ ﱡ‬in‫ﱡ‬in dicapai oleh pendidikan.
B. Konsep Dasar Pendidikan Ilmu Sosial
Pen‫ﱡ‬ertian ilmu sosial menurut para ahli, diantaranya seba‫ﱡ‬ai berikut ini:
1. Menurut, Achmad Sanusi, ilmu sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pen‫ﱡ‬etahuan sosial
yan‫ ﱡ‬bertara‫ ﱠ‬akademis & biasanya dipelajari pada tin‫ﱡ‬kat per‫ﱡ‬uruan tin‫ﱡﱡ‬i, makin lanjut
makin ilmiah.
2. Menurut, Peter Herman, ilmu sosial adalah sesuatu yan‫ ﱡ‬dipahami seba‫ﱡ‬ai suatu
perbedaan namuntetap merupakan seba‫ﱡ‬ai satu kesatuan
3. Dan menurut, Gross, ilmu sosial merupakan disiplin intelektual yan‫ ﱡ‬mempelajari
manusia seba‫ﱡ‬ai makluk sosial secara ilmiah, memusat-kan pada manusia seba‫ﱡ‬ai
an‫ﱡﱡ‬ota masyarakat & pada kelompok atau masyarakat yan‫ ﱡ‬ia bentuk
4. Dalam catatan Wikipedia ilmu social adalah ilmu sosial (bahasa In‫ﱡﱡ‬ris: social science)
atau ilmu pen‫ﱡ‬etahuan sosial (In‫ﱡﱡ‬ris: social studies) adalah sekelompok disiplin
akademis yan‫ ﱡ‬mempelajari aspek-aspek yan‫ ﱡ‬berhubun‫ﱡ‬an den‫ﱡ‬an manusia dan
lin‫ﱡ‬kun‫ﱡ‬an sosialnya. Ilmu ini berbeda den‫ﱡ‬an seni dan humaniora karena menekankan
pen‫ﱡﱡ‬unaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitati‫ﱠ‬,
dan kualitati‫ﱠ‬. Istilah ini ju‫ﱡ‬a termasuk men‫ﱡﱡ‬ambarkan penelitian den‫ﱡ‬an cakupan yan‫ﱡ‬
luas dalam berba‫ﱡ‬ai lapan‫ﱡ‬an meliputi perilaku, dan interaksi manusia pada masa kini,
dan masa lalu. Berbeda den‫ﱡ‬an ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada
satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yan‫ ﱡ‬luas terhadap
masyarakat.
5. Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjekti‫ﱠ‬, inter-subjekti‫ﱠ‬,
dan objekti‫ ﱠ‬atau struktural, sebelumnya dian‫ﱡﱡ‬ap kuran‫ ﱡ‬ilmiah bila dibandin‫ ﱡ‬den‫ﱡ‬an
ilmu alam. Namun sekaran‫ﱡ‬, beberapa ba‫ﱡ‬ian dari ilmu sosial telah banyak men‫ﱡﱡ‬unakan
metoda kuantitati‫ﱠ‬. Demikian pula, pendekatan interdisiplin, dan lintas-disiplin dalam
penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta ‫ﱠ‬aktor sosial, dan lin‫ﱡ‬kun‫ﱡ‬an yan‫ﱡ‬

mempen‫ﱡ‬aruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek
dalam metodolo‫ﱡ‬i ilmu social. Vessuri, Hebe. (2000)
6. metoda kuantitati‫ﱠ‬, dan kualitati‫ ﱠ‬telah makin banyak diinte‫ﱡ‬rasikan dalam studi tentan‫ﱡ‬
tindakan manusia serta implikasi, dan konsekuensinya.
7. Karena si‫ﱠ‬atnya yan‫ ﱡ‬berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS
dijadikan seba‫ﱡ‬ai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menen‫ﱡ‬ah
tin‫ﱡ‬kat pertama (SMP/SLTP). Sedan‫ﱡ‬kan untuk tin‫ﱡ‬kat di atasnya, mulai dari sekolah
menen‫ﱡ‬ah tin‫ﱡ‬kat atas (SMA) dan per‫ﱡ‬uruan tin‫ﱡﱡ‬i, ilmu sosial dipelajari berdasarkan
caban‫ﱡ‬-caban‫ ﱡ‬dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau ‫ﱠ‬akultas yan‫ ﱡ‬mem‫ﱠ‬okuskan
diri dalam mempelajari hal tersebut.
Dalam bidan‫ ﱡ‬pen‫ﱡ‬etahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi: Ilmu
Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pen‫ﱡ‬etahuan Sosial (IPS).
1. Ilmu Sosial (Sicial Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentan‫ ﱡ‬Ilmu Sosial (Saidihardjo, 1996) adalah
seba‫ﱡ‬ai berikut: ‫ﺳ‬Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pen‫ﱡ‬etahuan sosial yan‫ﱡ‬
bertara‫ ﱠ‬akademis dan biasanya dipelajari pada tin‫ﱡ‬kat per‫ﱡ‬uruan tin‫ﱡﱡ‬i, makin lanjut
makin ilmiah‫ﺴ‬.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri, 1981), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual
yan‫ ﱡ‬mempelajari manusia seba‫ﱡ‬ai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada
manusia seba‫ﱡ‬ai an‫ﱡﱡ‬ota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yan‫ ﱡ‬ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah caban‫ ﱡ‬ilmu
pen‫ﱡ‬etahuan yan‫ ﱡ‬mempelajari tin‫ﱡ‬kah laku manusia baik secara peroran‫ﱡ‬an maupun
tin‫ﱡ‬kah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yan‫ ﱡ‬mempelajari
tin‫ﱡ‬kah laku manusia dan mempelajari manusia seba‫ﱡ‬ai an‫ﱡﱡ‬ota masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies).
Berbeda den‫ﱡ‬an Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidan‫ ﱡ‬keilmuan
atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidan‫ ﱡ‬pen‫ﱡ‬kajian tentan‫ﱡ‬
‫ﱡ‬ejala dan masalah social. Tentan‫ ﱡ‬Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi
penjelasan seba‫ﱡ‬ai berikut: Sudi Sosial tidak selalu bertara‫ ﱠ‬akademis-universitas, bahkan
merupakan bahan-bahan pelajaran ba‫ﱡ‬i siswa sejak pendidikan dasar dan dapat ber‫ﱠ‬un‫ﱡ‬si
seba‫ﱡ‬ai pen‫ﱡ‬antar ba‫ﱡ‬i lanjutan ke disiplin-disiplin ilmu sosial.
3. Ilmu Pen‫ﱡ‬etahuan Sosial (IPS)
Pada dasarnya Mulyono (1980) memberi batasan IPS (Ilmu Pen‫ﱡ‬etahuan Sosial)
adalah merupakan suatu pendekatan inter-dsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari
pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan inte‫ﱡ‬rasi dari berba‫ﱡ‬ai caban‫ ﱡ‬Ilmu-ilmu
Sosial, seperti sosiolo‫ﱡ‬i, antropolo‫ﱡ‬i budaya, psikolo‫ﱡ‬i sosial, sejarah, ‫ﱡ‬eo‫ﱡ‬ra‫ﱠ‬i, ekonomi,
ilmu politik, dan seba‫ﱡ‬ainya. Hal ini lebih dite‫ﱡ‬askan la‫ﱡ‬i oleh Saidiharjo (1996: 4)
bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran
seperti: ‫ﱡ‬eo‫ﱡ‬ra‫ﱠ‬i, ekonomi, sejarah, sosiolo‫ﱡ‬i, antropolo‫ﱡ‬i, politik.
Tekanan yan‫ ﱡ‬dipelajari IPS berkenaan den‫ﱡ‬an ‫ﱡ‬ejala dan masalah kehidupan
masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan
kemasyarakatan. Dari keran‫ﱡ‬ka dan masalah sosial, ditelaah, dianalisis ‫ﱠ‬aktor-‫ﱠ‬aktornya,
sehin‫ﱡﱡ‬a dapat dirumuskan jalan pemecahannya.

Berdasarkan keran‫ﱡ‬ka tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah bidan‫ﱡ‬
studi yan‫ ﱡ‬mempelajari, menelaah, men‫ﱡ‬analisis ‫ﱡ‬ejala dan masalah sosial di masyarakat
den‫ﱡ‬an meninjau dari berba‫ﱡ‬ai aspek kehidupan.
Latar belakan‫ ﱡ‬dimasukkannya bidan‫ ﱡ‬studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia karena pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau,
termasuk dalam bidan‫ ﱡ‬pendidikan, seba‫ﱡ‬ai akibat pemberontakan G30S/PKI, yan‫ﱡ‬
akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenan‫ﱡ‬
pemerintah melancarkan Rencana Pemban‫ﱡ‬unan Lima Tahun (Repelita). Pada masa
Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidan‫ ﱡ‬pendidikan menemukan lima
masalah nasional dalam bidan‫ ﱡ‬pendidikan. Kelima masalah tersebut yaitu: a) Kuantitas,
berkenaan den‫ﱡ‬an perluasan dan pemerataan kesempatan belajar. b) Kualitas,
menyan‫ﱡ‬kut penin‫ﱡ‬katan mutu lulusan. c) Relevansi, berkaitan den‫ﱡ‬an kesesuaian sistem
pendidikan den‫ﱡ‬an kebutuhan pemban‫ﱡ‬unan. d) E‫ﱠ‬ekti‫ﱠ‬itas sistem pendidikan, e‫ﱠ‬isiensi
pen‫ﱡﱡ‬unaan sumber daya dan dana. e) Pembinaan ‫ﱡ‬enerasi muda dalam ran‫ﱡ‬ka
menyiapkan tena‫ﱡ‬a produkti‫ ﱠ‬ba‫ﱡ‬i kepentin‫ﱡ‬an pemban‫ﱡ‬unan nasional
4. Landasan Pendidikan Ilmu Sosial
Pendidikan merupakan ba‫ﱡ‬ian pentin‫ ﱡ‬dari kehidupan yan‫ ﱡ‬sekali‫ﱡ‬us membedakan
manusia den‫ﱡ‬an makhluk hidup lainnya. Hewan ju‫ﱡ‬a ‫ﺳ‬belajar‫ ﺴ‬tetapi lebih ditentukan
oleh instinknya, sedan‫ﱡ‬-kan manusia belajar berarti merupakan ran‫ﱡ‬kaian ke‫ﱡ‬iatan
menuju pendewasaan ‫ﱡ‬una menuju kehidupan yan‫ ﱡ‬lebih berarti. Anak-anak menerima
pendidikan dari oran‫ ﱡ‬tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluar‫ﱡ‬a
mereka akan mendidik anak-anaknya, be‫ﱡ‬itu ju‫ﱡ‬a di sekolah dan per‫ﱡ‬uruan tin‫ﱡﱡ‬i, para
siswa dan maha-siswa diajar oleh ‫ﱡ‬uru dan dosen.
Pandan‫ﱡ‬an klasik tentan‫ ﱡ‬pendidikan, pada umumnya dikatakan seba‫ﱡ‬ai pranata
yan‫ ﱡ‬dapat menjalankan ti‫ﱡ‬a ‫ﱠ‬un‫ﱡ‬i sekali‫ﱡ‬us. Pertama, mempersiapkan ‫ﱡ‬enerasi muda
untuk untuk meme‫ﱡ‬an‫ ﱡ‬peranan-peranan tertentu pada masa mendatan‫ﱡ‬. Kedua,
mentrans‫ﱠ‬er pen‫ﱡ‬etahu-an, sesuai den‫ﱡ‬an peranan yan‫ ﱡ‬diharapkan. Keti‫ﱡ‬a, men-trans‫ﱠ‬er
nilai-nilai dalam ran‫ﱡ‬ka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat seba‫ﱡ‬ai prasyarat
ba‫ﱡ‬i kelan‫ﱡ‬sun‫ﱡ‬an hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan keti‫ﱡ‬a di atas
memberikan pen‫ﱡ‬erian bahwa pandidik-an bukan hanya transfer of knowledge tetapi ju‫ﱡ‬a
transfer of value. Den‫ﱡ‬an demikian pendidikan dapat menjadi helper ba‫ﱡ‬i umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yan‫ ﱡ‬dikemban‫ﱡ‬kan dalam
berkaitannya den‫ﱡ‬an dunia pendidikan. Pada makalah ini berusaha memuat tentan‫ﱡ‬:
landasan hukum, landasan ‫ﱠ‬ilsa‫ﱠ‬at, landasan sejarah,landasan sosial budaya, landasan
psikolo‫ﱡ‬i, dan landasan ekonomi .
a. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandan‫ ﱡ‬seba‫ﱡ‬ai aturan baku yan‫ ﱡ‬patut
ditaati. Aturan baku yan‫ ﱡ‬sudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilan‫ﱡﱡ‬ar akan
mendapatkan sanksi sesuai den‫ﱡ‬an aturan yan‫ ﱡ‬berlaku pula. Landasan hukum dapat
diartikan peraturan baku seba‫ﱡ‬ai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan
ke‫ﱡ‬iatan-ke‫ﱡ‬iatan tertentu, dalam hal ini ke‫ﱡ‬iatan pendidikan.
Pendidikan menurut Undang-Undang. Undan‫ﱡ‬-Undan‫ ﱡ‬Dasar 1945 adalah
merupakan hokum tertin‫ﱡﱡ‬i di Indonesia. Pasal- pasal yan‫ ﱡ‬bertalian den‫ﱡ‬an
pendidikan dalam UUD 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yan‫ ﱡ‬satu

menceritakan tentan‫ ﱡ‬pendidikan dan yan‫ ﱡ‬satu menceritakan tentan‫ ﱡ‬kebudayaan.
Pasal 31 Ayat 1 berbunyi: Tiap-tiap war‫ﱡ‬a Ne‫ﱡ‬ara berhak mendapatkan pen‫ﱡ‬ajaran.
Dan ayat 2 pasal ini berbunyi: Pemerintah men‫ﱡ‬usaha-kan dan menyelen‫ﱡﱡ‬arakan
satu sistem pen‫ﱡ‬ajar. Pasal 32 pada Undan‫ ﱡ‬Undan‫ ﱡ‬Dasar berbunyi: Pemerintah
memajukan kebu-dayaan nasional Indonesia, yan‫ ﱡ‬diatur den‫ﱡ‬an Undan‫ ﱡ‬Undan‫ﱡ‬.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
PendidikanNasional. Tidak semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yan‫ ﱡ‬dibahas
adalah pasal-pasal pentin‫ ﱡ‬terutama yan‫ ﱡ‬membutuhkan penjelasan lebih mendalam
serta seba‫ﱡ‬ai acuan untuk men‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬kan pendidikan. Pertama adalah Pasal 1 Ayat
2 dan Ayat 5. Ayat 2 berbunyi seba‫ﱡ‬ai berikut: Pendidikan nasional adalah
pendidikan yan‫ ﱡ‬berdasarkan Pancasila dan Undan‫ﱡ‬-Undan‫ ﱡ‬Dasar Ne‫ﱡ‬ara Republik
Indonesia Tahun 1945 yan‫ ﱡ‬berakar pada nilai-nilai a‫ﱡ‬ama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tan‫ﱡﱡ‬ap terhadap tuntutan perubahan zaman. Selanjutnya Pasal 1 Ayat
5 berbunyi: Tena‫ﱡ‬a Pendidik adalah an‫ﱡﱡ‬ota masyarakat yan‫ ﱡ‬men‫ﱡ‬abdikan diri dan
dian‫ﱡ‬kat untuk menunjan‫ ﱡ‬penyelen‫ﱡﱡ‬araan pendidikan. Menurut ayat ini yan‫ﱡ‬
berhak menjadi tena‫ﱡ‬a kepen-didikan adalah setiap an‫ﱡﱡ‬ota masyarakat yan‫ﱡ‬
men‫ﱡ‬abdikan dirinya dalam penyelen‫ﱡﱡ‬araan pendidikan. Sedan‫ ﱡ‬yan‫ ﱡ‬dimaksud
den‫ﱡ‬an Pendidik tertera dalam pasal 27 ayat 6, yan‫ ﱡ‬men‫ﱡ‬atakan bahwa Pendidik
adalah tena‫ﱡ‬a kependidikan yan‫ ﱡ‬berkuali‫ﱠ‬ikasi seba‫ﱡ‬ai ‫ﱡ‬uru, dosen, konselor,
pamon‫ ﱡ‬belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, ‫ﱠ‬asilitator, dan sebutan lain yan‫ﱡ‬
sesuai den‫ﱡ‬an kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelen‫ﱡﱡ‬arakan
pendidikan.
b. Landasan Filsafat
Filsa‫ﱠ‬at pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenun‫ﱡ‬an secara mendalam
sampai keakar – akarnya men‫ﱡ‬enai pendidikanA‫ﱡ‬ar uraian tentan‫ﱠ ﱡ‬ilsa‫ﱠ‬at pendidikan
ini menjadi lebih len‫ﱡ‬kap, berikut akan dipaparkan tentan‫ ﱡ‬beberapa aliran ‫ﱠ‬ilsa‫ﱠ‬at
pendidikan yan‫ ﱡ‬dominan di dunia ini. Aliran itu ialah: a) Esensialis b) Perenialis c)
Pro‫ﱡ‬resivis d) Rekonstruksionis e) Eksistensialis.
Filsa‫ﱠ‬at pendidikan Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yan‫ ﱡ‬telah terbukti
berabad - abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yan‫ ﱡ‬esensial, yan‫ ﱡ‬lain adalah
suatu kebenaran secara kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada
pembentuk-an intelektual dan lo‫ﱡ‬ika.
Filsa‫ﱠ‬at pendidikan Perenialis tidak jauh berbeda den‫ﱡ‬an ‫ﱠ‬ilsa‫ﱠ‬at pendidikan
Esensialis. Kalau kebenaran yan‫ ﱡ‬esensial pada esensialis ada pada kebudayaan
klasik den‫ﱡ‬an Great Book nya, maka kebenaran Perenialis ada pada wahyu Tuhan.
Tokoh ‫ﱠ‬ilsa‫ﱠ‬at ini ialah A‫ﱡ‬ustinus dan Thomas Aquino.
Demikianlah Filsa‫ﱠ‬at Pro‫ﱡ‬resivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas,
kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut ‫ﱠ‬ilsa‫ﱠ‬at ini, tidak ada
tujuan yan‫ ﱡ‬pasti. Tujuan dan kebenaran itu bersi‫ﱠ‬at relative. Apa yan‫ ﱡ‬sekaran‫ﱡ‬
dipandan‫ ﱡ‬benar karena dituju dalam kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap

benar. Ukuran kebenaran ialah yan‫ ﱡ‬ber‫ﱡ‬una ba‫ﱡ‬i kehidupan manusia hari ini. Tokoh
‫ﱠ‬ilsa‫ﱠ‬at pendidikan Pro‫ﱡ‬resivis ini adalah John Dewey.
Filsa‫ﱠ‬at pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi dari Pro‫ﱡ‬resivisme,
yan‫ ﱡ‬men‫ﱡ‬in‫ﱡ‬inkan kondisi manusia pada umum-nya harus diperbaiki (Callahan,
1983). Mereka bercita-cita men‫ﱡ‬konstruksi kembali kehidupan manusia secara total.
Filsa‫ﱠ‬at pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenya-taan atau
kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya
manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada
manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa oran‫ ﱡ‬itu ditentukan oleh
keputusan dan komitmennya sendiri.
c. Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau den‫ﱡ‬an se‫ﱡ‬ala macam kejadian atau
ke‫ﱡ‬iatan yan‫ ﱡ‬dapat didasari oleh konsep – konsep tertentu.
Sejarah pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum
Ne‫ﱡ‬ara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia ju‫ﱡ‬a cukup
panjan‫ﱡ‬. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan den‫ﱡ‬an
zaman pen‫ﱡ‬aruh a‫ﱡ‬ama Hindu dan Budha, zaman pen‫ﱡ‬aruh a‫ﱡ‬ama Islam, pendidikan
pada zaman kemerdekaan. Pada waktu ban‫ﱡ‬sa Indonesia berjuan‫ ﱡ‬merintis
kemerdekaan ada ti‫ﱡ‬a tokoh pendidikan sekali‫ﱡ‬us pejuan‫ ﱡ‬kemerdekaan, yan‫ﱡ‬
berjuan‫ ﱡ‬melalui pendidikan. Merka membina anak-anak dan para pemuda melalui
lemba‫ﱡ‬anya masin‫ﱡ‬-masin‫ ﱡ‬untuk men‫ﱡ‬embalikan har‫ﱡ‬a diri dan martabatnya yan‫ﱡ‬
hilan‫ ﱡ‬akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh pendidik itu adalah Mohamad Sa‫ﱠ‬ei,
Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990).
Mohamad Sya‫ﱠ‬ei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School
di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal den‫ﱡ‬an nama Sekolah
Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud ulama Sya‫ﱠ‬ei adalah
mendidik anak-anak a‫ﱡ‬ar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri den‫ﱡ‬an jiwa yan‫ﱡ‬
merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yan‫ ﱡ‬akan dibahas adalah Ki Hajar
Dewantara yan‫ ﱡ‬mendirikan Taman Siswa di Yo‫ﱡ‬yakarta. Si‫ﱠ‬at, system, dan metode
pendidikannya dirin‫ﱡ‬kas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca
Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlamban‫ﱡ‬.Asas Taman Siswa dirumuskan
pada Tahun 1922, yan‫ ﱡ‬seba‫ﱡ‬ian besar merupakan asas perjuan‫ﱡ‬-an untuk menentan‫ﱡ‬
penjajah Belanda pada waktu itu.
Tokoh keti‫ﱡ‬a adalah KH. Ahmad Dahlan yan‫ ﱡ‬mendiri-kan or‫ﱡ‬anisasi A‫ﱡ‬ama
Islam pada tahun 1912 di Yo‫ﱡ‬yakarta, yan‫ ﱡ‬kemudian berkemban‫ ﱡ‬menjadi
pendidikan A‫ﱡ‬ama Islam. Pendidikan Muhammadiyah ini seba‫ﱡ‬ian besar
memusatkan diri pada pen‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬an a‫ﱡ‬ama Islam, den‫ﱡ‬an beberapa cirri seperti
berikut (TIM MKDK, 1990). Asas pendidikannya adalah Islam den‫ﱡ‬an tujuan
mewujudkan oran‫ﱡ‬-oran‫ ﱡ‬muslim yan‫ ﱡ‬berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri
sendiri, dan ber‫ﱡ‬una ba‫ﱡ‬i masyarakat serta Ne‫ﱡ‬ara. Ada lima butir yan‫ ﱡ‬dijadikan

dasar pendidikan yaitu: Perubahan cara ber‫ﱠ‬ikir, Kemasyarakatan, Aktivitas,
Kreativitas, Optimisme
d. Landasan Sosial Budaya
Sosial men‫ﱡ‬acu kepada hubun‫ﱡ‬an antar individu, antar masyarakat, dan individu
secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Sama halnya
den‫ﱡ‬an sosial, aspek budaya inipun san‫ﱡ‬at berperan dalam proses pendidikan. Malah
dapat dikatakan tidak ada pendidikan yan‫ ﱡ‬tidak dimasuki unsur budaya. Materi yan‫ﱡ‬
dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, be‫ﱡ‬itu pula
ke‫ﱡ‬iatan-ke‫ﱡ‬iatan mereka dan bentuk-bentuk yan‫ ﱡ‬dikerjakan ju‫ﱡ‬a budaya.
Kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi ti‫ﱡ‬a macam, yaitu: 1) Kebudayaan
umum, misalnya kebudayaan Indonesia. 2) Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan
Jawa, Bali, Sunda, Nusa Ten‫ﱡﱡ‬ara Timur dan seba‫ﱡ‬ainya 3) Kebudayaan popular,
suatu kebudayaan yan‫ ﱡ‬masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua
macam kebudayaan terdahulu.
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yan‫ ﱡ‬kompleks yan‫ ﱡ‬mencakup
pen‫ﱡ‬etahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat dan kemampuan-kemampuan
serta kebiasa-an-kebiasaan yan‫ ﱡ‬diperoleh oran‫ ﱡ‬seba‫ﱡ‬ai an‫ﱡﱡ‬ota masyarakat (Imran
Manan, 1989). Hassan (1983) men‫ﱡ‬atakan kebudayaan berisi (1) norma-norma, (2)
folkways yan‫ ﱡ‬mencakup kebiasaan, adat, dan tradisi, dan (3) mores. Sementara itu
Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan seba‫ﱡ‬ai berikut: 1)
Ga‫ﱡ‬asan 2) Ideolo‫ﱡ‬i 3) Norma 4) Teknolo‫ﱡ‬i 5). Benda. A‫ﱡ‬ar menjadi len‫ﱡ‬kap, perlu
ditambah beberapa komponen la‫ﱡ‬i yaitu: Kesenian, Ilmu, Kepandaian.
e. Landasan Psikologi
Psikolo‫ﱡ‬i atau ilmu jiwa adalah ilmu yan‫ ﱡ‬mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu
sendiri adalah roh dalam keadaan men‫ﱡ‬endalikan jasmani, yan‫ ﱡ‬dapat dipen‫ﱡ‬aruhi
oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali
kehidupan manusia, yan‫ ﱡ‬berada dan melekat dalam manusia itu sendiri.
1) Psikologi perkembangan, ada ti‫ﱡ‬a pendekatan teori tentan‫ ﱡ‬perkemban‫ﱡ‬an.
Pendekatan yan‫ ﱡ‬dimaksud adalah:
a) Pendekatan pentahapan. Perkemban‫ﱡ‬an individu berjalan melalui tahapantahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yan‫ﱡ‬
lain.
b) Pendekatan di‫ﱠ‬erensial. Pendekatan ini memandan‫ ﱡ‬individu-individu itu
memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu
oran‫ﱡ‬-oran‫ ﱡ‬membuat kelompok-kelompok
c) Pendekatan ipsati‫ﱠ‬. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap
individu, dapat saja disebut seba‫ﱡ‬ai pendekatan individual. Melihat
perkemban‫ﱡ‬an sese-oran‫ ﱡ‬secara individual. (Nana Syaodih, 1988)
Sementara itu Stanley Hall pen‫ﱡ‬anut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi
memba‫ﱡ‬i masa perkemban‫ﱡ‬an anak seba‫ﱡ‬ai berikut

a) Masa kanak-kanak ialah umur 0-4 tahun seba‫ﱡ‬ai masa kehidupan binatan‫ﱡ‬.
b) Masa anak ialah umur 4-8 tahun merupakan masa seba‫ﱡ‬ai manusia pemburu
c) Masa muda ialah umur 8-12 tahun seba‫ﱡ‬ai manusia belum berbudaya
d) Masa adolesen ialah umur 12-dewasa merupakan manusi berbudaya
2) Psikologi Belajar, Belajar adalah perubahan perilaku yan‫ ﱡ‬relative permanent
seba‫ﱡ‬ai hasil pen‫ﱡ‬alaman (bukan hasil perkemban‫ﱡ‬an, pen‫ﱡ‬aruh obat, atau
kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pen‫ﱡ‬etahuan lain serta mampu
men‫ﱡ‬komunikasikan kepada oran‫ ﱡ‬lain.
Ada sejumlah prinsip belajar menurut Ga‫ﱡ‬ne (1979) seba‫ﱡ‬ai berikut:
a) Konti‫ﱡ‬uitas, memberikan situasi atau materi yan‫ ﱡ‬mirip den‫ﱡ‬an harapan
pendidik tentan‫ ﱡ‬respon anak yan‫ ﱡ‬diharapkan, beberapa kali secara berturutturut.
b) Pen‫ﱡ‬ulan‫ﱡ‬an, situasi dan respon anak diulan‫ﱡ‬-ulan‫ ﱡ‬atau dipraktekkan a‫ﱡ‬ar
belajar lebih sempurna&lebih lama diin‫ﱡ‬at.
c) Pen‫ﱡ‬uatan, respon yan‫ ﱡ‬benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan
dan men‫ﱡ‬uatkan respon itu.
d) Motivasi positi‫ ﱠ‬dan percaya diri dalam belajar.
e) Tersedia materi pelajaran yan‫ ﱡ‬len‫ﱡ‬kap untuk memancin‫ ﱡ‬aktivitas anak-anak
‫ )ﱠ‬Ada upaya memban‫ﱡ‬kitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti
apersepsi dalam men‫ﱡ‬ajar
‫ )ﱡ‬Ada strate‫ﱡ‬i yan‫ ﱡ‬tepat untuk men‫ﱡ‬akti‫ﱠ‬kan anak dalam belajar
h) Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipen‫ﱡ‬aruhi oleh ‫ﱠ‬actor-‫ﱠ‬aktor dalam
pen‫ﱡ‬ajaran. (Nana Syaodih, 1988)
‫ﱠ‬. Landasan Ekonomi
Pada zaman pasca modern atau ‫ﱡ‬lobalisasi sekaran‫ ﱡ‬ini, yan‫ ﱡ‬seba‫ﱡ‬ian besar
manusianya cenderun‫ ﱡ‬men‫ﱡ‬utamakan kesejahtera-an materi disbandin‫ﱡ‬
kesejahteraan rohani, membuat ekonomi mendapat perhatian yan‫ ﱡ‬san‫ﱡ‬at besar.
Tidak banyak oran‫ ﱡ‬mementin‫ﱡ‬kan penin‫ﱡ‬katan spiritual. Seba‫ﱡ‬ian besar dari mereka
in‫ﱡ‬in hidup enak dalam arti jasmaniah. Seperti diketahui dana pendidikan di
Indonesia san‫ﱡ‬at terbatas. Oleh sebab itu ada kewajiban suatu lemba‫ﱡ‬a pendidikan
untuk memperbanyak sumber-sumber dana yan‫ ﱡ‬mun‫ﱡ‬kin bias di‫ﱡ‬ali adalah seba‫ﱡ‬ai
berikut:
1) Dari pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pemban‫ﱡ‬unan, penelitian-penelitian
bersain‫ﱡ‬, pertandin‫ﱡ‬an karya ilmiah anak-anak, dan perlombaan-perlombaan
lainnya.
2) Dari kerjasama den‫ﱡ‬an instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia
usaha. Kerjasama ini bias dalam bentuk proyek penelitian, pen‫ﱡ‬abdian kepada
masyarakat dan proyek pen‫ﱡ‬emban‫ﱡ‬an bersama.

3) Membentuk pajak pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yan‫ ﱡ‬sudah mapan,
satu daerah kecil, dan seba‫ﱡ‬ainya. Pro‫ﱡ‬ram ini dirancan‫ ﱡ‬bersama antara lemba‫ﱡ‬a
pendidikan den‫ﱡ‬an pemerintah setempat dan masyarakat. Den‫ﱡ‬an cara ini bukan
oran‫ ﱡ‬tua siswa saja yan‫ ﱡ‬akan membayar dana pendidikan, melainkan semua
masyarakat.
4) Usaha-usaha lain, misalnya; Men‫ﱡ‬adakan seni pentas kelilin‫ ﱡ‬atau dipentaskan di
masyarakat, Menjual hasil karya nyata anak-anak, Membuat bazaar, Mendirikan
ka‫ﱠ‬etariae, Mendiri-kan toko keperluan personalia pendidikan dan anak-anak,
Mencari donator tetap, Men‫ﱡ‬umpulkan sumban‫ﱡ‬an, Men‫ﱡ‬akti‫ﱠ‬-kan BP 3 khusus
dalam menin‫ﱡ‬katkan dana pendidikan. Seperti diketahui setiap lemba‫ﱡ‬a
pendidikan men‫ﱡ‬elola sejumlah dana pendidikan yan‫ ﱡ‬bersumber dari pemerintah
(untuk lemba‫ﱡ‬a pendidikan ne‫ﱡ‬eri), masyarakat, dan usaha lemba‫ﱡ‬a itu sendiri.
Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan ti‫ﱡ‬a kelompok yaitu :
a) Dana rutin, ialah dana yan‫ ﱡ‬dipakai membiayai ke‫ﱡ‬iatan rutin, seperti ‫ﱡ‬aji,
pendidikan, penelitian, pen‫ﱡ‬abdian masyarakat, perkantoran, biaya
pemeliharaan, dan seba‫ﱡ‬ainya.
b) Dana pemban‫ﱡ‬unan, ialah dana yan‫ ﱡ‬dipakai membiayai pemban‫ﱡ‬unanpemban‫ﱡ‬unan dalam berba‫ﱡ‬ai bidan‫ﱡ‬. Yan‫ ﱡ‬dimaksudkan den‫ﱡ‬an
pemban‫ﱡ‬unan disini adalah mem-ban‫ﱡ‬un yan‫ ﱡ‬belum ada, seperti prasarana
dan sarana, alat-alat belajar, media, pe