Bahasa Indonesia 2 2 -1 Paket 2 Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
Pendahuluan
Perkuliahan dengan menggunakan bahan paket 2 ini akan difokuskan pada jenis dan bentuk karya sastra Indonesia. Untuk itu, kajian dalam paket ini meliputi puisi, drama dan cerita. Paket ini sebagai pengantar untuk paket-paket berikutnya, terutama Paket 3, 6, 8, dan 9. Dengan dikuasainya dasar-dasar dari paket ini diharapkan dapat menjadi modal bagi mahasiswa-mahasiswi untuk mempelajari paket selanjutnya.
Perkuliahan dimulai dengan tanya jawab tentang sejarah kelahiran sastra indonesia. Berikutnya mahasiswa-mahasiswi akan melakukan diskusi
kelompok untuk membangun konsep jenis dan bentuk karya sastra Indonesia. Setelah mencermati presentasi, dosen memberikan penguatan tentang
sejarah kelahiran sastra indonesia. Pada akhir perkuliahan dosen memberikan tugas mengerjakan lembar penilaian 2.4.
Untuk memperlancar pelaksanaan perkuliahan sebaiknya dosen menyiapkan komputer dan LCD. Uraian materi 1.2 sebaiknya dibaca sebelum dan ketika mahasiswa-mahasiswi melakukan diskusi kelompok. Tugas mencari contoh puisi, contoh drama, dan contoh cerita anak juga dapat lebih mengonkritkan pemahaman mahasiswa-mahasiswi tentang jenis dan bentuk karya sastra Indonesia.
Paket 2
JENIS DAN BENTUK
(2)
Kompetensi Dasar
Mahasiswa-mahasiswi mampu menguasai pengetahuan tentang sastra Indonesia.
Indikator
Pada akhir perkuliahan, mahasiswa-mahasiswi diharapkan dapat:
1. menjelaskan jenis dan bentuk sastra Indonesia baru, dan 2. menjelaskan jenis dan bentuk sastra Indonesia lama.
Waktu
2 x 50 menit
Materi Pokok
1. Pengertian jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru yang meliputi puisi baru, drama, dan prosa cerita (fiksi)
2. Pengertian jenis dan bentuk karya sastra Indonesia lama yang meliputi pembagian sastra Indonesia lama ditinjau dari sisi bentuk, isi dan pengaruh asing; serta ciri-ciri kesusastraaan Indonesia lama dan puisi lama
Kelengkapan Bahan Perkuliahan
1. Lembar Kegiatan LK 1.1 2. Lembar Uraian Materi 1.2 3. Lembar PowerPoint 1.3 4. Lembar Penilaian 1.4
5. Alat dan bahan: LCD dan komputer (disiapkan oleh dosen)
(3)
Kegiatan Awal
1. Dosen memberi pertanyaan sebagai bahan untuk mengungkap pemahaman
mahasiswa-mahasiswi tentang jenis, bentuk, dan contoh karya sastra Indonesia, misalnya: Apakah Anda pernah baca puisi? Puisi apa? Pernahkah membaca karya prosa? Apa judulnya? Pernahkah membaca naskah drama? Apa judulnya? 2. Dosen menyampaikan kompetensi
dasar yang akan dicapai dalam perkuliahan.
3. Dosen membagi kelas menjadi tujuh kelompok.
Kegiatan Inti
1. Mahasiswa-mahasiswi berdiskusi dalam kelompoknya dan bekerja sesuai dengan LK 1.
2. Setiap wakil kelompok
mempresentasikan hasil diskusi tentang jenis dan bentuk karya sastra Indonesia.
3. Dosen mereview hasil diskusi. 4. Mahasiswa-mahasiswi
menyimpulkan materi tentang jenis dan bentuk karya sastra Indonesia. 5. Dosen mengevaluasi pencapaian
kompetensi mahasiswa-mahasiswi secara individu.
Kegiatan Penutup
Dosen, mahasiswa-mahasiswi
melakukan refleksi melalui tanya jawab
Ceramah dan Tanya Jawab Ceramah Ceramah DIskusi Kelompok Presentasi Ceramah Kerja Individu Ceramah Presentasi Slide PowerPoint 2.3 PowerPoint 2.3 Lembar Kegiatan 2.1 PowerPoint 2.3 Lembar Penilaian 2.4 Slide PowerPoint 2.3 15’ 2’ 3’ 10’ 70’ 25’ 20’ 10’ 5’ 10’ 15’ 10’
Waktu
Langkah Perkuliahan
Metode
Bahan
1 2 3 4
(4)
1 2 3 4
tentang jenis dan bantuk karya sastra Indonesia.
Kegiatan Tindak Lanjut Dosen menugasi
mahasiswa-mahasiswi untuk membuat kesimpulan materi tentang jenis dan bentuk karya sastra Indonesia dan mengingatkan mereka materi perkuliahan minggu depan.
5’
dan Tanya Jawab
Ceramah/ Penjelasan
(5)
Pengantar
Pembahasan tentang jenis dan bentuk karya sastra Indonesia meliputi pembahasan pengertian jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama. Pembahasan materi ini selain untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan juga berguna untuk bekal mengajar bagi mahasiswa-mahasiswi (calon) guru.
Tujuan
Melakukan identifikasi jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama
Alat dan Bahan
1. Lembar Uraian Materi dan PowerPoint tentang jenis dan bantuk karya sastra
2. Buku sumber (lihat daftar pustaka)
Langkah Kegiatan
1. Diskusikan jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama.
2. Bedakan ciri-ciri jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama.
3. Tunjukkan contoh-contoh jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama.
4. Laporkan hasil kerja kelompok dalam bentuk resume. Laporan harus menjawab 3 pertanyaan di atas.
Lembar Kegiatan 2.1
JENIS DAN BENTUK
(6)
Uraian Materi 2.2
JENIS DAN BENTUK
KARYA SASTRA INDONESIA
A. Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
Pengertian Karya Sastra Indonesia
Karya sastra menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan juga Tuhan. Karya sastra bukan hasil kerja lamunan belaka, melainkan juga penghayatan sastrawan terhadap kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab sebagai sebuah karya seni (Nurgiyantoro, 1998: 3). Sebagai sebuah produk, karya sastra pada hakikatnya sama dengan produk-produk ciptaan manusia yang lain. Tidak seperti produk-produk biasa, ia memiliki ciri yang khas dan itu tidak dijumpai pada karya-manusia yang lain. Ia menyimpan titipan pesan pengarangnya yang disisipkan di antara untaian kata-kata yang indah. Pesan itu bisa jelas tersurat, sangat sederhana, atau terlalu filosofis/ sufistis sehingga susah untuk ditangkap tanpa melalui pemahaman,
penghayatan, dan apresiasi secara kritis.
Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia Baru
Membaca dan memaknai sastra membantu kita untuk menyadari kompleksitas misteri hidup, seperti cinta, benci, kelahiran, kematian, perkawinan, konflik sosial, dan sebagainya. Dengannya kecerdasan sosial dan emosional Anda semakin terasah, sehingga diharapkan semakin toleran terhadap berbagai perbedaan. Sastra bisa menjelajahi ruang dan waktu, mengantarkan pembacanya ke masa lalu dan juga ke masa depan. Sebelum lebih jauh menyelami dunia sastra, lebih dahulu Anda mengenal berbagai jenis (genre) karya sastra. Genre dapat dipahami sebagai suatu macam atau tipe kesastraan yang memiliki seperangkat karakteristik umum, atau kategori pengelompokan karya sastra yang biasanya berdasarkan gaya, bentuk, atau isi. Hal itu membawa konsekuensi bahwa dalam sebuah genre sastra terdapat sejumlah elemen yang memiliki kesamaan sifat, dan elemen-elemen itu menunjukkan perbedaan dengan elemen-elemen pada genre yang lain. Di dalam dunia sastra dikenal tiga jenis sastra, yakni puisi, drama dan cerita (fiksi). Sejarah sastra pun mengikuti pembagian ini.
(7)
Puisi Baru
Puisi adalah teks monolog dengan tipografi tertentu yang isinya tidak merupakan sebuah alur. Ciri puisi yang paling mencolok ialah penampilan tipo-grafinya (Luxemburg, 1984). Teks puisi, larik-lariknya tidak sampai ke tepi halaman. Di samping tipografi yang menonjol, bahasa puisi memiliki
kekhasan. Bahasanya banyak mengandung simbol dan kiasan. Ini sering dianggap sebagai ciri pemerlain dari puisi. Bahasa puisi ditandai dengan diksi yang cenderung konotatif, dan bahasa yang mengandung metafora,
metominia, sinekdoks, personifikasi, hiperbola, undersatement, ambiguitas, elipsis, serta mengandung citraan (imajery). Di samping itu, puisi juga memiliki irama dan rima (ulangan bunyi), yang tidak (begitu) dipentingkan dalam jenis sastra nonpuisi.
Macam-Macam Puisi Baru
Distikon, Distikon, Distikon, Distikon,
Distikon, adalah sanjak dua seuntai, biasanya bersajak sama. Contoh:
Berkali kita gagal Ulangi lagi dan cari akal Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh (Or. Mandank)
Terzina, Terzina, Terzina, Terzina,
Terzina, adalah sanjak dua seuntai. Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang Tersenyum bagai kencana Mengharum bagai cendana Dalam bah’gia cinta tiba melayang Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari Dari ; Madah Kelana (Sanusi Pane) Quatrain,
Quatrain, Quatrain, Quatrain,
Quatrain, adalah sanjak empat seuntai. Contoh:
Mendatang-datang jua Kenangan masa lampau Menghilang muncul jua Yang dulu sinau silau
(8)
Membayang rupa jua Adi kanda lama lalu Membuat hati jua Layu lipu rindu-sendu (A.M. Daeng Myala)
Quint, Quint, Quint, Quint,
Quint, adalah sanjak lima seuntai. Contoh:
Hanya Kepada Tuan Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan Kepada tuan
Yang pernah merasakan Satu-satu kegelisahan Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan (Or. Mandank)
Sextet, Sextet, Sextet, Sextet,
Sextet, adalah sanjak enam seuntai. Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam Angin berhenti dari bernafas Sukma jiwaku rasa tenggelam Dalam laut tidak terwatas Menangis hati diiris sedih (Ipih)
Septima, Septima, Septima, Septima,
Septima, adalah sanjak tujuh seuntai. Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku Duduk di pantai tanah yang permai Tempat gelombang pecah berderai Berbuih putih di pasir terderai
(9)
Tampaklah pulau di lautan hijau Gunung gemunung bagus rupanya Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya (Muhammad Yamin)
Stanza (Octav), Stanza (Octav), Stanza (Octav), Stanza (Octav),
Stanza (Octav), adalah sanjak delapan seuntai. Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan Serasa bermimpi, serasa berangan Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri Dan bentuk menjadi hilang Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang Dalam kehidupan teguh tenang (Sanusi Pane) Soneta SonetaSoneta Soneta Soneta Soneta Soneta Soneta Soneta
Soneta adalah bentuk kesusasteraan Italia yang lahir sejak kira-kira pertengahan abad ke-13 di kota Florance. Pada masa lahirnya, Soneta dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan curahan hati. Kini tidak terbatas pada curahan hati semata-mata, melainkan perasaan-perasaan yang lebih luas seperti pernyataan rindu pada tanah air, pergerakan kemajuan
kebudayaan, ilham sukma, juga perasaan keagamaan. Ciri – ciri Soneta :
• Terdiri atas 14 baris
• Terdiri atas 4 bait, yang terdiri atas 2 quatrain dan 2 terzina
• Dua quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan yang disebut octav.
• Dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang disebut isi yang disebut sextet.
• Bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam
• Sextet berisi curahan atau jawaban atau kesimpulan daripada apa yang dilukiskan dalam ocvtav, jadi sifatnya subjektif.
• Peralihan dari octav ke sextet disebut volta
• Penambahan baris pada soneta disebut koda.
• Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 – 14 suku kata
(10)
Contoh :
Gembala GembalaGembala Gembala Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a ) Melihat anak berelagu dendang ( b ) Seorang saja di tengah padang ( b ) Tiada berbaju buka kepala ( a ) Beginilah nasib anak gembala ( a ) Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b ) Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b ) Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a ) Terdengar olehku bunyi serunai ( a ) Melagukan alam nan molek permai ( a ) Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c ) Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
Dalam perkembangan selanjutnya perbedaan yang jelas antara bahasa karya sastra cerita(naratif) dan puisi memang tidak selalu tegas. Hal ini karena adanya puisi-puisi yang prosais, sebaliknya juga muncul puisi-puisi naratif. Jenis yang berbeda ini kemudian dikenal sebagai prosa lirik. Karya sastra yang menggunakan tipografi puisi, tetapi bahasa serta isinya narasi (prosa) (contoh prosa lirik, terlampir). Di samping itu, dalam perkembangan
selanjutnya tipografi puisi juga mengalami peragaman, sehingga dikenal puisi tipografi, seperti puisi-puisi Sutardji.
Dalam puisi tipografi, makna puisi juga disugesti oleh tipografinya. Djoko Pradopo (1990) misalnya, menafsirkan makna puisi Sihka Winka sebagai gambaran sebuah kehidupan perkawinan (rumah tangga) yang mengalami liku-liku, dan pada akhirnya berakhir tragis pada perpisahan. Sementara itu, makna puisi kedua mungkin dapat dikaitkan dengan makna Alif lam mim dalam Al-Qur’an.
Selanjutnya, berdasarkan tema (isinya) puisi juga dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berikut (Situmorang, 1983).
• Puisi lirik, yaitu puisi yang berisi cetusan isi hati penyair.
• Puisi naratif, yaitu puisi yang menceritakan atau menjelaskan sesuatu.
• Puisi dramatik, yaitu puisi yang mengandung percakapan atau dialog tokoh.
• Puisi okasional, yaitu puisi ditulis untuk memperingati suatu kejadian atau peristiwa yang penting.
• Balada, yaitu puisi yang berisi nyanyian dengan perulangan yang terus menerus.
(11)
• Casno (Canzone) yaitu puisi tentang keindahan dan cinta.
• Ode, yaitu puisi pujian terhadap seseorang atau suatu hal.
• Epik, yaitu puisi yang bersifat menceritakan atau menjelaskan sesuatu.
• Romance, yaitu puisi yang berisis percintaan yang romantis yang penuh dengan luapan perasaan.
• Fabel, yaitu puisi yang bercerita tentang binatang dan mengandung alegori yang bersifat pengajaran.
• Puisi Musikal, yaitu pembacaan puisi yang diiringi alat musik atau melagukan puisi atau membacakan puisi dengan instrumen alat musik.
Drama
Drama ialah semua teks yang bersifat dialog dan yang isinya membentangkan sebuah alur (Luxemburg, 1984). Drama itu berbeda dengan prosa cerita dan puisi karena dimaksudkan untuk dipentaskan. Pementasan itu
membe-rikan sebuah penafsiran kedua kepada drama. Sang sutradara dan para pemain menafsirkan teks, sedangkan para penonton menafsirkan versi yang telah ditafsirkan oleh para pemain. Pembaca yang membaca teks drama tanpa menyaksikan pementasannya mau tidak mau membayangkan jalur peristiwa di atas panggung. Pengarang drama pada prinsipnya
memperhitungkan kesempatan ataupun pembatasan khas, akibat pementasan. Oleh karena itu, teks drama berkiblat pada pementasan (Luxemburg, 1984).
Salah satu ciri teks drama adalah adanya unsur dialog, yang dalam teks naratif dan puisi tidak (begitu) menonjol. Dalam pementasan, unsur tersebut berupa percakapan antartokoh. Di sini tampak bagaimana cerita disampaikan melalui dialog antartokoh.
Dalam drama dialog merupakan bagian terpenting, dan sampai taraf tertentu ini juga berlaku bagi monolog. Teks yang memuat petunjuk pementasan adalah teks yang mirip dengan unsur fiksi. Hal itu terlihat pada adanya alur (rangkaian cerita), tokoh dan karakternya, latar, gaya bahasa, dan tema. (Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak pada bab berikutnya).
Berdasarkan isinya, drama dibedakan menjadi (1) tragedi, yang
menggambarkan kesedihan, dan (2) komedi yang menggambarkan sesuatu yang menyenangkan dengan ekspresi yang lucu. Kemudian di antara
keduanya juga timbul (3) tragikomedi, yang isinya juga bersifat gabungan antara peristiwa tragik dan komedik. Tragedi adalah drama yang timbul pada zaman Yunani kuna yang membahas peristiwa-peristiwa yang mengharukan,
(12)
berdasarkan konflik psikis, moral, ataupun sosial, dengan maksud agar penonton lalu mawas diri dan merasakan kelegaan batin (katarsis). Sementara itu, komedi adalah bentuk drama yang bermaksud untuk
menghibur para penonton. Di sini visi terhadap perorangan, hidup sehari-hari ditampilkan dengan humor. Tak ada permasalahan metafisik, alurnya ringan dan cepat diselesaikan dengan “happy ending” (Hartoko & Rahmanto, 1986). Berdasarkan akibat pragmatiknya, karya sastra dapat dibedakan sesuai dengan tujuannya. Di sini misalnya, ada teks-teks yang bertujuan untuk mengajarkan sesuatu (didak-tis), yang bersifat humor, mengharukan, dan memberikan informasi (Luxemburg, 1984).
Demikianlah berbagai macam jenis sastra sesuai dengan kriterianya masing-masing. Jenis-jenis sastra tersebut belum berarti final karena dalam
perkembangan sejarah sastra tidak menutup kemungkinan akan muncul jenis sastra yang baru.
Prosa Fiksi
Cerita (fiksi) adalah semua teks yang isinya merupakan kisah sejarah atau sebuah deretan peristiwa. Bersamaan dengan kisah dan deretan peristiwa itu hadirlah cerita (Luxemburg, 1984). Dalam konteks sastra modern, ciri tersebut terdapat dalam teks roman, novel, novelette, prosa lirik dan cerita pendek (cerpen). Sejarah sastra diawali oleh jenis sastra novel dan cerpen seperti tampak dalam terbitan Balai Pustaka atau pun sebelumnya. Dalam studi sastra pun minat terhadap jenis cerita cukup besar. Hal itu terbukti dengan lahirnya cabang teori sastra yang bernama naratologi atau teori fiksi.
Berdasarkan temanya fiksi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembagian ini adalah sebagai berikut.
1. Fiksi (novel) realistik isinya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat faktual dalam perilaku manusia.
2. Fiksi romantik yang menyajikan masalah perjuangan emosi pribadi dan desakan dari luar.
3. Fiksi naturalistik dan proletarian yang mengutamakan pelukisan akta yang keji dan kurang dapat diterima secara moral dan pelukisan tatanan
mate-rial yang kurang dapat diterima oleh akal sehat. 4. Fiksi gotik yang melukiskan cerita-cerita horor.
5. Fiksi sains yang menggambarkan tatanan-tatanan yang saintifik.
(13)
7. Fiksi satire yang menggambarkan pertentangan antara manusia atau institusi yang tampak secara lahiriah dengan kekuasaan yang ada di baliknya.
8. Fiksi psikologis, arus kesadaran, otobiografis, atau bildungs roman, yang menekankan kompleksitas atau perkembangan kehidupan batin individu, yang terdiri dari perasaan dan pikiran.
9. Fiksi eksistensialis yang menggambarkan kekuatan-kekuatan di balik fakta dunia yang tak terpahamkan, tak dapat diterima, bahkan yang tak pernah terjadi. Dalam fiksi ini tokoh-tokohnya dihadapkan pada sesuatu yang gelap dan dilontarkan ke dunia yang absurd.
Jenis dan Bentuk Sastra Indonesia Lama
Pembagian Sastra Indonesia Lama ditinjau dari sisi bentuk, isi, dan pengaruh asing adalah sebagai berikut.
a) Berdasarkan bentuknya, Sastra Indonesia Lama dibagi menjadi dua yaitu (1) Prosa Lama; dan (2) Puisi Lama.
b) Berdasarkan isinya, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, (1) Sastra Sejarah; (2) Sastra Undang-Undang; dan (3) Sastra Petunjuk bagi Raja atau Penguasa.
c) Berdasarkan pengaruh asing, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, (1) Sastra Indonesia Asli; (2) Sastra Indonesia Lama Pengaruh Hindu; dan (3) Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam.
Adapun ciri-ciri kesusastraan Indonesia Lama adalah:
(1) bersifat onomatope/anonim, yaitu nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra,
(2) merupakan milik bersama masyarakat,
(3) timbul karena adat dan kepercayaan masyarakat,
(4) bersifat istana-sentris, maksudnya ceritanya berkisar pada lingkungan istana,
(5) disebarkan secara lisan,
(6) banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang bentuknya tetap, (7) prosa lama cenderung bersifat imajinatif,
(8) bersifat didaktif, dan (9) bentuk serta isinya statis.
Dibandingkan dengan prosa baru terdapat perbedaan. Prosa baru bersifat realistis (melukiskan kenyataan sehari-hari), dinamis atau mengalami perubahan terus-menerus sesuai dengan perubahan masa dan tidak anonim.
(14)
Prosa Lama
Dalam tradisi sastra Melayu lama, prosa adalah seluruh hasil karya sastra lisan dan tulisan yang panjang, baik yang berbentuk cerita ataupun bukan cerita, dengan bahasa Melayu sebagai medium. Dari tradisi lisan, muncul tiga genre prosa yang sangat populer di kalangan masyarakat Melayu yaitu: cerita mitos, legenda dan dongeng. Sedangkan dari tradisi tulisan, muncul prosa genre cerita (narasi) dan bukan cerita. Prosa tulis yang berbentuk cerita di antaranya hikayat, epik, sastra panji, sastra sejarah dan sastra agama. Sementara itu, prosa tulis yang bukan cerita, di antaranya prosa tentang undang-undang, kitab dan ilmu tradisional. Dalam prosa, bahasa dipahami dalam pengertian denotatif, sesuai dengan makna leksikalnya. Oleh sebab itu, prosa seringkali dipertentangkan dengan puisi. Namun demikian, ada pula bentuk prosa yang terpengaruh oleh puisi, yang disebut dengan prosa liris atau prosa puitis.
Prosa lama biasanya dicirikan dengan kesukaan pengarang untuk
menggambarkan kehidupan masyarakat di saat prosa itu dikarang. Secara umum, ada beberapa ciri lain yang menonjol pada prosa lama tersebut antara lain: (1) deskripsi yang jelas dan panjang mengenai hal-hal fantastis yang berpusat pada kehidupan istana; (2) banyak unsur bahasa asing sebagai akibat dari pengaruh agama Hindu dan Islam; (3) tanggal dan nama pengarang tidak tertulis; dan (4) khusus prosa narasi yang mendapat pengaruh Islam, biasanya dimulai dengan kalimat, kata sahibul hikayat atau konon kabarnya.
Dongeng
Dongeng adalah prosa cerita yang isinya hanya hayalan/fantasi pengarang saja. Dongeng dibedakan menjadi tujuh jenis berikut.
• Fabel, yaitu dongeng tentang kehidupan binatang. Dongeng tentang kehidupan binatang ini dimaksudkan agar menjadi teladan bagi kehidupan manusia pada umumnya. Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto, fabel adalah cerita singkat, sering dalam bentuk sanjak, yang bersifat didaktis bertepatan dengan contoh yang kongkret. Binatang dan tumbuh-tumbuhan ditampilkan sebagai makhluk yang dapat berpikir, bereaksi, dan berbicara sebagai manusia, diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengandung ajaran moral. Contoh: Kancil Yang Cerdik, Bayan Budiman
• Farabel, yaitu dongeng tentang binatang atau benda-benda lain yang mengandung nilai pendidikan. Binatang atau benda tersebut merupakan perumpamaan atau lambang saja. Peristiwa ceritanya merupakan kiasan tentang pelajaran kesusilaan dan keagamaan.
(15)
• Legenda, yaitu dongeng yang dihubungkan dengan keajaiban alam, terjadinya suatu tempat, dan setengah mengandung unsur sejarah. Contoh: Asal-usul Kota Banyuwangi dan Sangkuriang.
• Mythe (mite), yaitu dongeng yang berhubungan dengan cerita jin, peri, roh halus, dewa, dan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
animisme. Atau dengan kata lain, mite adalah dongeng tentang dewa-dewa atau makhluk lain yang dianggap mempunyai sifat kedewaan dan sakral. Contoh: Cerita Gerhana, Nyi Loro Kidul, Hikayat Sang Boma, Illias Odyssee.
• Sage, yaitu dongeng yang mengandung unsur sejarah meskipun tidak seluruhnya berdasarkan sejarah. Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto, kata sage berasal dari kata Jerman “was gesagt wird” yang berarti apa yang diucapkan, cerita-cerita lisan yang intinya historis, terjadi di suatu tempat tertentu dan pada zaman tertentu. Ada yang menceritakan tentang roh-roh halus, mengenai ahli-ahli sihir, mengenai setan-setan atau
mengenai tokoh-tokoh historis. Selalu ada ketegangan antara dunia manusia dan dunia gaib. Manusia selalu kalah. Nada dasarnya tragis, lain daripada dongeng yang biasanya optimis. Contoh: Darmuawulan,
Terjadinya Kota Majapahit.
• Wira Carita (Cerita Kepahlawanan) atau Epos adalah cerita yang pelaku utamanya adalah seorang kesatria yang gagah berani, pandai berperang, dan selalu memperoleh kemenangan. Contoh: Ramayana Mahabarata.
• Dongeng Jenaka (dongeng yang menceritakan kebodohan atau perilaku seseorang yang penuh kejenakaan atau lelucon). Contoh: Pak Pandir, Pak Belalang, Si Lebai Malang, Abu Nawas,
Hikayat
Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita yang panjang yang sebagian isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya banyak terdapat hal-hal yang tidak masuk akal, penuh keajaiban. Dick Hartoko dan B. Rahmanto memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang ternama, para raja atau para orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian, keanehan tokoh utamanya, kadang mirip cerita sejarah atau berbentuk riwayat hidup. Hikayat yaitu prosa lama yang isinya mengenai kejadian-kejadian di lingkungan istana, tentang keluarga raja. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Hikayat Si Miskin, Hikayat Panca Tantra, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Dalang Indra Kusuma, Hikayat Amir Hamzah
(16)
Tambo
Tambo adalah cerita sejarah, yaitu cerita tentang kejadian atau asal-usul keturunan raja. Silsilah atau tambo, yaitu semacam sejarah, tetapi isinya sudah bercampur dengan khayalan sehingga banyak cerita yang tidak tercerna oleh pikiran sehat. Contoh: Sejarah Melayu, Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu-Bugis
Puisi Lama
Puisi lama merupakan pancaran kehidupan masyarakat lama yang memiliki ciri-ciri: (1) bersatu, tidak pecah belah, dan hidup lebih padu, dalam kesatuan itu ada yang mengikat yaitu adat istiadat yang telah turun-temurun, (2) setiap orang saling mengenali, dan (3) hidup tolong-menolong, bergotong–royong membangun rumah, mengerjakan sawah, mengadakan keramaian, suka duka selalu bersatu.
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan-aturan itu antara lain: (1) jumlah kata dalam 1 baris, (2) jumlah baris dalam 1 bait, (3) persajakan (rima), (4) banyak suku kata tiap baris, dan (5) irama. Puisi lama dibagi menjadi mantra, bidal, pantun, gurindam, syair, prosa liris, dan puisi Arab.
Mantra
Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau pawang, namun ada juga seorang awam yang mengucapkannya. Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan. Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu Aku membawa sadap gading Akan membasuh mukamu
Bidal
Bidal adalah pepatah atau peribahasa dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan berisi sindiran, peringatan, nasehat, dan sejenisnya. Yang termasuk dalam kategori bidal adalah sebagai berikut.
a. Ungkapan, yaitu kiasan tentang keadaan atau kelakuan yang dinyatakan dengan sepatah atau beberapa patah kata.
b. Peribahasa, yaitu kalimat lengkap yang mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang dengan mengambil perbandingan dengan alam sekitar.
(17)
c. Tamsil, yaitu seperti perumpamaan tetapi dikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
d. Ibarat, yaitu seperti perumpamaan dan tamsil tetapi diikuti bagian yang menjelaskan yang berisi perbandingan dengan alam.
e. Pepatah, yaitu kiasan tetap yang dinyatakan dalam kalimat selesai. f. Pemeo, yaitu ucapan yang terkenal dan diulang-ulang, berfungsi sebagai
semboyan atau pemacu semangat.
Pantun
Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu, yakni jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi. Uraian lebih lanjut mengenai ciri-ciri pantun dipaparkan berikut.
a. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
b. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata).
c. Separoh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang akan disampaikan). d. Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau
abcd-abcd atau aa-aa). e. Beralun dua.
Contoh:
Ada pepaya ada mentimun (a) Ada mangga ada salak (b) Daripada duduk melamun (a) Mari kita membaca sajak (b)
Kayu cendana di atas batu (a) Sudah diikat dibawa pulang (b) Adat dunia memang begitu (a)
Benda yang buruk memang terbuang (b)
Berdasarkan bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi pantun biasa, pantun kilat/karmina, pantun berkait, seloka, talibun, gurindam, syair, prosa liris, dan puisi Arab.
a. Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait. Pantun biasa sering juga disebut pantun saja. Contoh :
Kalau ada jarum patah
(18)
Kalau ada kataku yang salah Jangan dimasukan ke dalam hati
b. Pantun kilat/karmina, pantun yang terdiri dari dua baris. Baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a). Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung. Contoh:
Sudah gaharu cendana pula Sudah tahu masih bertanya pula Dahulu parang, sekarang besi (a) Dahulu sayang sekarang benci (a)
Ciri-ciri pantun kilat adalah (a) setiap bait terdiri dari 2 baris, (b) baris pertama merupakan sampiran, (c) baris kedua merupakan isi, (d) bersajak a – a, dan (e) setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata.
c. Pantun berkait, yiatu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait pertama dan bait berikutnya. Termasuk dalam pengertian ini adalah seloka.
• Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait. Seloka, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa).
d. Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepatah maupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris. Beberapa ciri seloka, di antaranya: (a) baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua, dan (b) baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga.
Contoh seloka empat baris:
Sudah bertemu kasih sayang Duduk terkurung malam siang Hingga setapak tiada renggang Tulang sendi habis berguncang
Contoh seloka lebih dari empat baris: Baik budi emak si Randang
(19)
Dagang lalu ditanakkan
Tiada berkayu rumah diruntuhkan Anak pulang kelaparan
Anak dipangku diletakkan Kera dihutan disusui
Contoh lain
Lurus jalan ke Payakumbuh, Kayu jati bertimbal jalan Di mana hati tak kan rusuh, Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan, Turun angin patahlah dahan Ibu mati bapak berjalan, Ke mana untung diserahkan
e. Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, separoh merupakan sampiran, dan separo lainnya merupakan isi. Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya. Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi. Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi. Jadi, apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c. Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh Talibun:
Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanakpun cari Induk semang cari dahulu
Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi: (a) pantun anak-anak
• pantun bersuka cita
• pantun berduka cita
Contoh:
Elok rupanya si kumbang jati Dibawa itik pulang petang Tidak terkata besar hati
(20)
Melihat ibu sudah datang
(b) Pantun muda
• pantun perkenalan
• pantun berkasih-kasihan
• pantun perceraian
• pantun beriba hati
• pantun dagang
Contoh :
Tanam melati di rama-rama Ubur-ubur sampingan dua Sehidup semati kita bersama Satu kubur kelak berdua
(c) Pantun tua
• pantun nasehat
• pantun adat
• pantun agama
Contoh:
Asam kandis asam gelugur Kedua asam riang-riang Menangis mayat di pintu kubur Teringat badan tidak sembahyang
(d) Pantun jenaka
Contoh:
Elok rupanya pohon belimbing Tumbuh dekat pohon mangga Elok rupanya berbini sumbing Biar marah tertawa juga
(e) Pantun teka-teki
Contoh:
Kalau puan, puan cemara Ambil gelas di dalam peti Kalau tuan bijak laksana Binatang apa tanduk di kaki
(21)
Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang terdiri dari dua baris satu bait, kedua lariknya merupakan kalimat majemuk yang selalu berhubungan menurut hubungan sebab-akibat. Baris pertama merupakan syaratnya sedangkan baris kedua merupakan jawabannya. Dengan ungkapan lain, gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan
jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. Gurindam berisi petuah atau nasehat. Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst. Gurindam muncul setelah timbul pengaruh kebudayaan Hindu. Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India).
Contoh:
Pabila banyak mencela orang Itulah tanda dirinya kurang Dengan ibu hendaknya hormat Supaya badan dapat selamat Kurang pikir kurang siasat (a) Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang (b) Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berhati lurus (c) Istri pun kelak menjadi kurus (c)
Di samping itu, dikenal pula Gurindam Dua Belas, kumpulan gurindam yang dikarang oleh Raja Ali Haji dari Kepulauan Riau. Gurindam Dua Belas berisi antara lain tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua kepada anak, budi pekerti dan hidup bermasyarakat. Disebut Gurindan Dua Belas karena terdiri atas dua belas pasal. Inilah pasal pertama.
Cahari olehmu akan sahabat, Yang boleh dijadikan obat. Cahari olehmu akan guru, Yang boleh tahukan tiap seteru. Cahari olehmu akan isteri, Yang boleh dimenyerahkan diri. Cahari olehmu akan kawan, Pilih segala orang yang setiawan. Cahari olehmu akan abdi,
(22)
Yang ada baik sedikit budi. Kurang fikir, kurang siasat, Tentu dirimu kelak tersesat. Fikir dahulu sebelum berkata, Supaya terelak silang sengketa. Orang malas jatuh sengsara, Orang rajin bayak saudara. Ilmu kepandaian boleh dikejar, Asal mau rajin belajar.
Menolong sesama wajib dan perlu, Tetapi tolonglah diri dahulu.
Syair
Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Kata syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul setelah terjadinya pengaruh kebudayaan Islam. Isinya adalah nasehat, dongeng, dan sebagian besar berisi cerita. Syair sering hanya mengutamakan isi. Ciri-ciri syair: (a) terdiri dari empat baris, (b) tiap baris terdiri dari 4-5 kata (8-12 suku kata), (c) persamaan bunyi atau sajak akhir sama dan sempurna, (d) tidak ada sampiran, keempatnya merupakan isi, (e) terdiri dari beberapa bait, tiap bait berhubungan, dan (f) biasanya berisi cerita atau berita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a) Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a) Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a) Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a) Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a) Tampan rupawan elok parasnya (a) Adil dan jujur penuh wibawa (a) Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
(23)
Prosa liris (kalimat berirama)
Prosa liris adalah prosa yang di dalamnya masih terdengar adanya irama. Ciri itu menjadi penanda khas prosa prosa liris, bila dibandingkan dengan jenis prosa yang lain. Contoh karya sastra yang berbentuk prosa liris adalah Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi A.G.
Puisi-puisi Arab
Di samping yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa bentuk lain yang perlu dikenal walaupun sebenarnya tidak murni berasal dari Sastra Melayu. Bentuk-bentuk tersebut adalah kaba, kakawin, kidung, parwa, dan cerita pelipur lara. Kaba adalah jenis prosa lirik dari sastra Minangkabau tradisional yang dapat didendangkan. Biasanya orang lebih tertarik pada cara penceritaan daripada isi ceritanya. Kaba termasuk sastra lisan yang dikisahkan turun temurun. Contohnya adalah cerita Sabai nan Aluih. Kakawin adalah sejenis puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan yang mempergunakan metrum dari India (Tambo). Kakawin berkembang pada masa Kediri dan Majapahit. Penyairnya disebut kawi. Contohnya Ramayana, Arjunawiwaha, dan Negarakertagama. Kidung adalah jenis puisi Jawa Pertengahan yang mempergunakan persajakan asli Jawa. Parwa adalah jenis prosa yang diadaptasi dari bagian-bagian epos dalam bahasa Sanskerta dan
menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa Sanskerta. Kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks parwa yang biasanya berbahasa Jawa Kuno. Cerita Pelipur Lara adalah sejenis sastra rakyat yang pada mulanya berbentuk sastra lisan. Cerita jenis ini bersifat perintang waktu dan menghibur belaka. Kebanyakan menceritakan tentang kegagahan dan kehebatan seorang ksatria tampan yang harus menempuh seribu satu masalah dalam usahanya merebut putri cantik jelita yang akan dipersunting (hampir sama dengan hikayat).
Tokoh Sastra Indonesia Lama yang sangat berjasa dalam penyebaran sastra Indonesia Lama adalah pawang. Ia adalah kepala adat (istilah sekarang
mungkin sama dengan “dukun” dalam kebudayaan Jawa). Jabatan ini berbeda dengan kepala suku. Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto, pawang
dikenal sebagai orang yang mempunyai keahlian yang erat hubungannya dengan hal-hal yang gaib. Ia termasuk orang yang keramat dan dapat berhubungan dengan para dewa atau hyang. Pawang terbagi atas pawang kutika (ahli bercocok tanam dan hal-hal yang berhubungan dengan rumah tangga), pawang osada (ahli dalam jampi-jampi), pawang malim (ahli dalam pertenungan), dan pawang pelipur lara (ahli bercerita).
(24)
Latihan
1. Tunjukkan contoh-contoh bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama!
2. Tunjukkan perbedaan jenis karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama, dengan menggunakan contoh!
3. Identifikasilah jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama!
Rangkuman
1. Karya sastra adalah hasil penghayatan sastrawan terhadap berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri, lingkungan, dan juga Tuhan.
2. Puisi adalah teks monolog dengan tipografik tertentu yang isinya tidak merupakan sebuah alur. Berdasarkan tema (isinya) puisi juga dapat dibedakan menjadi puisi lirik, puisi naratif, dan puisi dramatik. 3. Drama ialah semua teks yang bersifat dialog dan yang isinya
membentangkan sebuah alur. Berdasarkan isinya drama dibedakan menjadi tragedi, komedi dan tragikomedi.
4. Cerita (fiksi) adalah semua teks yang tidak bersifat dialog dan yang isinya merupakan kisah sejarah atau sebuah deretan peristiwa. Berdasarkan tematiknya fiksi dibagi menjadi fiksi (novel) realistik, fiksi romantik, fiksi naturalistik dan proletarian, fiksi gotik, dan lain-lain.
5. Sastra anak adalah sastra yang memberikan informasi dan pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan kepada anak.
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
A. Tes Tulis
1. Jelaskan dengan menggunakan contoh, jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama!
2. Karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama mempunyai sejumlah perbedaan. Jelaskan perbedaan itu dengan menggunakan matrik agar mudah dipahami!
3. Identifikasilah jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama!
B. Penilaian Kinerja (
Peformance
)
Mahasiswa-mahasiswi meniskusikan jenis dan bentuk karya sastra Indonesia. Kualitas diskusi dinilai dengan menggunakan matrik di bawah ini.
(30)
Daftar Pustaka
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Pradopo, Rachmad Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Jogjakarta: UGM
University Press
Rasyidi, Ajip. 1986. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Bina Cipta Sardjono, Partini. 1998. Pengantar Pengkajian Sastra. Bandung: Pustaka
Widya.
Semi, Atar. 1986. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya
Teuuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya
Wellek, Rene & Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Terj. Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.
(1)
Bahasa Indonesia 2
2 - 25 Paket 2 Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
(2)
2 - 26 Paket 2 Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
(3)
Bahasa Indonesia 2
2 - 27 Paket 2 Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
(4)
2 - 28 Paket 2 Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
(5)
Bahasa Indonesia 2
2 - 29 Paket 2 Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
A. Tes Tulis
1. Jelaskan dengan menggunakan contoh, jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama!
2. Karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama mempunyai sejumlah perbedaan. Jelaskan perbedaan itu dengan menggunakan matrik agar mudah dipahami!
3. Identifikasilah jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru dan karya sastra Indonesia lama!
B. Penilaian Kinerja (
Peformance
)
Mahasiswa-mahasiswi meniskusikan jenis dan bentuk karya sastra Indonesia. Kualitas diskusi dinilai dengan menggunakan matrik di bawah ini.
(6)
2 - 30 Paket 2 Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
Daftar Pustaka
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Pradopo, Rachmad Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Jogjakarta: UGM
University Press
Rasyidi, Ajip. 1986. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Bina Cipta Sardjono, Partini. 1998. Pengantar Pengkajian Sastra. Bandung: Pustaka
Widya.
Semi, Atar. 1986. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya
Teuuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya
Wellek, Rene & Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Terj. Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.