Evaluasi Saluran Drainase di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng dengan Menggunakan Model EPA SWMM 5.0

EVALUASI SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN
CINTA KASIH CENGKARENG DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL EPA SWMM 5.0

SRI SURYA NINGSIH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Saluran
Drainase di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng dengan Menggunakan Model
EPA SWMM 5.0 adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Sri Surya Ningsih
NIM F44090058

ABSTRAK
SRI SURYA NINGSIH. Evaluasi Saluran Drainase di Perumahan Cinta Kasih
Cengkareng dengan Menggunakan Model EPA SWMM 5.0. Dibimbing oleh
ASEP SAPEI dan SUTOYO.
Banjir yang terjadi pada musim hujan sudah menjadi peristiwa rutin di
beberapa kota di Indonesia khususnya untuk kawasan pemukiman. Kasus seperti
tersebut juga terjadi di Perumahan Cinta Kasih yang terletak di Jl. Kamal Raya
Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Pada saat hujan turun dengan
intensitas yang cukup besar, maka genangan air akan terlihat pada beberapa sisi
jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem drainase pada
perumahan tersebut dengan menggunakan pemodelan SWMM 5.0 dimana sistem
jaringan drainase dimasukkan ke dalam model yang terdiri dari subcatchment,
nodes junction, conduit, dan outfall nodes. Hasil penelitian menunjukkan running
simulation SWMM 5.0 cukup baik dimana continuity error untuk limpasan dan

penelusuran aliran masing-masing adalah sebesar -0.39 % dan 0.00 %. Dari total
hujan rencana sebesar 171 mm selama lama efektif hujan 3 jam, respon
subcatchment menunjukkan bahwa rata-rata 2 - 4 mm per subcatchment yang
terinffiltrasi dan sisanya menjadi limpasan. Pada hasil node flooding terlihat
adanya banjir pada node J11, J18, J26, J30, J34, dan J51 sementara pada node
lainnya tidak terjadi luapan. Sementara untuk saluran terjadinya luapan pada
beberapa saluran seperti C14, C18, C20, C24, C27, C30 , dan C53.
Kata kunci: SWMM 5.0, Drainase, Curah hujan rencana

ABSTRACT
SRI SURYA NINGSIH. Evaluation of Drainage System in Cinta Kasih Residence,
Cengkareng Using EPA SWMM 5.0 Model. Supervised by ASEP SAPEI and
SUTOYO.
Now in the rainy season, flood become a regular event in several cities in
Indonesia, especially for residential areas. The cases also happened in Cinta Kasih
residence which located at Jl. Kamal Raya Outer Ring Road East Cengkareng,
West Jakarta. When the rain occur with high intensity, the flood will have seen on
some side of street. This study aimed to evaluate the drainage system on the
residence using modeling SWMM 5.0 where the drainage system entered into the
network model consisting of a subcatchment, junction nodes, conduit, and outfall

nodes. The results of analysis showed that running simulation SWMM 5.0 is good,
where continuity error for surface runoff -0.39 % and flow rate 0.00%. From
rainfall design is 171 mm/day with effective time 3 hours, responce of
subcatchment showed 2 – 4 mm for infiltration and the residue became a runoff.
The result of node flooding showed there was a flood at node J11, J18, J26, J30,
J34, and J51. While for conduit occur an overflow at C14, C18, C20, C24, C27,
C30 , and C53.
Keywords: SWMM 5.0, Drainage, Rainfall design

EVALUASI SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN
CINTA KASIH CENGKARENG DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL EPA SWMM 5.0

SRI SURYA NINGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Evaluasi Saluran Drainase di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng
dengan Menggunakan Model EPA SWMM 5.0
Nama
: Sri Surya Ningsih
NIM
: F44090058

Disetujui oleh

Sutoyo, S.TP, M.Si
Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS

Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr. Yudi Chadirin, S. TP., M. Agr
Plh. Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juni 2013 dengan judul Evaluasi Saluran
Drainase di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng dengan Menggunakan Model
EPA SWMM 5.0.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyusunan karya ilmiah ini, yaitu kepada Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS dan
Sutoyo, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, Dr. Satyanto K.
Saptomo. S.TP., M.Si selaku dosen penguji ujian akhir, kedua orang tua penulis
dan rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2009.

Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga ide yang
disampaikan dalam karya ilmiah ini dapat tersampaikan dengan baik dan
memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2013
Sri Surya Ningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

iii

DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv


DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Drainase Perkotaan

2

Analisis Hidrologi

4

Model EPA SWMM

5


Kemampuan Model SWMM

6

METODELOGI

7

Waktu dan Tempat

7

Peralatan dan Bahan

8

Metode Penelitian

8


HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Gambaran Umum Lokasi Studi

15

Analisis Hidrologi Curah Hujan Rencana

16

Analisis dengan Pemodelan SWMM 5.0

18

SIMPULAN DAN SARAN

29


Simpulan

29

Saran

30

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

32

DAFTAR TABEL
1. Nilai depression storage
2. Harga infiltrasi maksimum berbagai kondisi tanah
3. Harga infiltrasi minimum berbagai jenis tanah
4. Curah hujan harian maksimum stasiun Cengkareng
5. Hasil perhitungan curah hujan rencana
6. Perbandingan uji kecocokan jenis distribusi
7. Nilai properti subcatchment
8. Hasil perhitungan limpasan
9. Perubahan lebar saluran
10. Perbandingan ketinggian aliran sebelum dan sesudah perbaikan

10
10
11
16
17
17
19
22
28
29

DAFTAR GAMBAR
1. Struktur drainase perkotaan
2. Siklus hidrologi
3. Peta lokasi penelitian
4. Diagram alir penelitian
5. Pembagian subcatchment pada wilayah studi
6. Jenis saluran dan arah aliran output dari SWMM 5.0
7. Simulasi airan curah hujan (mm) dan durasi (jam)
8. Hasil run status untuk simulasi yang berhasil
9. Besar limpasan terhadap waktu (subcatchment S23)
10. Simulasi model pada time of day 02.00
11. Profil aliran pada saluran J18 sampai dengan J21
12. Profil aliran pada saluran J14 sampai dengan OUT1
13. Profil aliran pada saluran J43 sampai dengan OUT1
14. Debit aliran pada saluran C18 sampai dengan C51 (Out1)
15. Debit aliran pada saluran C17 sampai dengan C51 (Out1)
16. Debit aliran pada saluran C36 sampai dengan C53 (Out1)

3
4
7
8
18
20
21
22
23
24
25
25
26
26
27
27

DAFTAR LAMPIRAN
1. Masterplan Perumahan Cinta Kasih Cengkareng
2. Data pengukuran saluran dan junction nodes
3. Hasil simulasi awal evaluasi saluran drainase
4. Hasil simulasi ulang dengan penambahan lebar saluran
5. Contoh perhitungan kapasitas saluran C18

32
33
36
41
45

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem drainase merupakan salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat
penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas sistem drainase
yang ada. Sistem drainase yang baik akan mampu membebaskan kota tersebut
dari genangan air yang mampu menurunkan kualitas kesehatan lingkungan.
Namun kenyataanya saat ini di beberapa kota di Indonesia, genangan atau banjir
semakin sering terjadi pada musim hujan. Peristiwa ini hampir setiap tahun
berulang, bahkan cenderung meningkat, baik frekuensi, luasan, kedalaman,
maupun durasinya.
Suripin (2004) menerangkan bahwa berbagai sebab menjadi pemicu
terjadinya banjir atau genangan, antara lain kapasitas sistem jaringan drainase
yang menurun, debit aliran air yang meningkat, atau kombinasi dari kedua-duanya.
Kapasitas saluran drainase berdasarkan kriteria desain sudah diperhitungkan untuk
dapat menampung debit air yang terjadi sehingga kawasan perumahan tidak
mengalami genangan atau banjir. Namun, tetap saja kejadian banjir kerapkali
terjadi akibat menurunnya kapasitas sistem yang disebabkan antara lain, banyak
terjadi endapan, terjadi kerusakan fisik sistem jaringan dan adanya bangunan liar
di atas sistem jaringan .
Faktor penyebab terjadinya banjir lainnya adalah meningkatnya debit. Grigg
dalam Suripin (2004) menyatakan bahwa peningkatan debit disebabkan oleh
beberapa hal antara lain curah hujan yang tinggi di luar kebiasaan, perubahan tata
guna lahan, dan kerusakan lingkungan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di suatu
kawasan. Pada saat terjadi peningkatan debit aliran tersebut maka kapasitas
sistem yang ada tidak mampu lagi menampung debit aliran, sehingga
mengakibatkan banjir di suatu kawasan tersebut.
Peristiwa genangan atau banjir juga sering terjadi di Perumahan Cinta
Kasih yang terletak di Jl. Kamal Raya Outer Ring Road Cengkareng Timur,
Jakarta Barat. Pada saat hujan turun dengan intensitas yang cukup besar, maka
genangan air akan terlihat pada beberapa sisi jalan. Kapasitas saluran drainase
yang terlalu kecil diprediksi sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya
genangan, selain juga memang telah terjadi banyak perubahan tutupan lahan pada
perumahan tersebut. Oleh karena itu, melihat kejadian banjir yang terjadi pada
Perumahan Cinta Kasih tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi keadaan saluran drainase pada perumahan tersebut apakah cukup
memadai atau tidak jika ditinjau dari curah hujan yang terjadi beberapa tahun
belakangan dengan menggunakan model EPA SWMM 5.0 yang mampu
menganalisis permasalahan kuantitas limpasan daerah perkotaan. Menurut Jang et
all. (2007), dengan menggunakan EPA SWMM, kondisi yang terjadi di lapangan
dapat dimodelkan dengan memasukkan parameter-parameter yang tercatat pada
kondisi di lapangan. Selain itu, dengan menggunakan model ini, sistem jaringan
drainase dapat disimulasikan ke dalam suatu sistem yang terintegrasi.

2
Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi saluran drainase di Perumahan
Cinta Kasih, Cengkareng. Ide penelitian muncul karena permasalahan pada saat
hujan turun dengan intensitas yang cukup besar, maka genangan air akan terlihat
pada beberapa sisi jalan di perumahan tersebut. Dibutuhkan perhatian khusus pada
permasalahan sejenis dengan menggunakan suatu aplikasi model software untuk
dapat mensimulasikan sistem ke dalam sebuah jaringan yang terintegrasi. Oleh
karena itu dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai
berikut:
1. Pemodelan jaringan drainase eksisting ke dalam model SWMM 5.0.
2. Identifikasi terjadinya runoff pada area subcatchment.
3. Identifikasi lokasi-lokasi terjadinya luapan atau banjir.
4. Rekomendasi teknis berdasarkan hasil simulasi model

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem drainase di Perumahan
Cinta Kasih, Cengkareng yang terdiri dari :
1. Mengidentifikasi kondisi eksisiting saluran drainase
2. Mengetahui dan mengidentifikasi besarnya limpasan yang terjadi
pada area tertentu
3. Mensimulasikan jaringan drainase secara terintegrasi dalam satu
kesatuan
Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan akan dapat :
1. Membantu menyelesaikan masalah pada kinerja sistem jaringan
drainase berdasarkan observasi lapang kondisi eksisting saluran
drainase
2. Sebagai rekomendasi data masukan bagi pemerintah setempat dan
pengelolan perumahan tersebut dalam melakukan pemeliharaan
drainase yang lebih baik.

TINJAUAN PUSTAKA
Drainase Perkotaan
Drainase berasal dari Bahasa Inggris “drainage” yang mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalirkan air. Dalam bidang teknik
sipil, drainase secara umum lebih difokuskan sebagai tindakan teknis untuk
mengurangi kelabihan air. Sementara menurut Haryono (1999), drainase
merupakan terminologi yang digunakan untuk menyatakan sistem-sistem yang
berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air, baik di atas maupun di

3
bawah permukaan tanah. Pengertian drainase tidak terbatas pada teknis
pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut
keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada didalam kawasan
diperkotaan.
Suripin (2004) mengatakan bahwa bagian infrastruktur (sistem drainase)
dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk
mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Dirunut dari hulunya, bangunan
sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interseptor drain), saluran
pengumpul (colector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk
(main drain) dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem
sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air
(aquaduct ), pelimpah, pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando dan stasiun
pompa. Pada sistem drainase yang lengkap, sebelum masuk ke badan air penerima
air diolah dahulu pada instalasi pengolah air limbah (IPAL), khususnya untuk
sistem tercampur. Hanya air yang telah memliki baku mutu tertentu yang
dimasukkan ke dalam badan air penerima, biasanya sungai, sehingga tidak
merusak lingkungan.
Selanjutnya menurut Haryono (1999), sistem drainase perkotaan dapat dibagi
menjadi 2 (dua) macam sistem dan ditambah dengan pengendalian banjir (food
control), sistem tersebut adalah:
1. Sistem Jaringan Drainase Utama (Major Urban Drainage System),
berfungsi mengumpulkan aliran air hujan dari minor drainase sistem untuk
diterusin kebadan air atau flood control (sungai yang melalui daerah
pemerintahan kota dan kabupaten, seperti: waduk, rawa-rawa, sungai dan
muara laut untuk kota-kota ditepi pantai)
2. Drainase Lokal (Minor Urban Drainage System), adalah jaringan drainase
yang melayani bagian- bagian khusus perkotaan seperti kawasan real
estate, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan perkampungan,
kawasan komplek-komplek, perumahan dan lain-lain.
3. Struktur saluran, secara hirarki drainase perkotaan mulai dari yang paling
hulu akan terdiri dari: saluran kwarter/saluran kolektor jaringan drainase
lokal, saluran tersier, saluran sekunder dan saluran primer (ilustrasi dapat
dilihat pada Gambar 1.

Keterangan :
1 : Saluran primer
2 : Saluran sekunder

3 : Saluran tersier
4 : Saluran kwarter

5 : Batasdaerah DTA

Gambar 1. Struktur Drainase Perkotaan. (Sumber: Haryono 1999)

4
Analisis Hidrologi
Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke
masa. Menurut Asdak (2002), daur hidrologi secara alamiah dapat ditunjukkan
seperti terlihat pada Gambar 2, yaitu menunjukkan gerakan air di permukaan bumi.
Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air yang tidak pernah
berhenti, dari permukaan laut ke atmosfer kemudian kembali ke permukaan tanah
dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai,
danau/waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau
makhluk hidup lainnya.

Gambar 2. Siklus hidrologi. (Sumber : Asdak 2002)
Pada umumnya sebagian besar hujan untuk sementara waktu pada saat
hujan akan tertahan pada tajuk-tajuk tanaman yang pada akhirnya akan
dikembalikan lagi ke atmosfer oleh penguapan melalui intersepsi selama dan
sesudah hujan berlangsung. Sebagian besar lagi akan mengalir melalui permukaan
dan bagian atas tanah menuju sungai, sementara lainnya akan menembus masuk
ke dalam tanah (infiltasi dan perkolasi) menjadi air tanah (ground water). Di
bawah pengaruh gravitasi, baik aliran permukaan maupun air tanah bergerak
menuju tempat yang lebih rendah yang pada akhirnya akan bermuara ke laut.
Namun selama pengaliran, sejumlah besar air permukaan dan bawah tanah
dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan dan transprasi sebelum sampai ke laut
(Linsley, et all, 1991).
Hujan merupakan faktor terpenting dalam analisis hidrologi. Intensitas
hujan yang tinggi pada suatu kawasan hunian yang kecil dapat mengakibatkan
genangan pada jalan-jalan, tempat parkir, dan tempat-tempat lainnya karena
fasilitas drainase tidak didesain untuk mengalirkan air akibat intensitas hujan yang
tinggi. Suripin (2004) mengatakan bahwa analisis dan desain hidrologi tidak
hanya memerlukan volume atau ketinggian hujan, tetapi juga distribusi hujan
terhadap tempat dan waktu. Distribusi hujan terhadap waktu disebut hyetograph.
Dalam analisis frekuensi, hujan rancangan merupakan kemungkinan tinggi
hujan yang terjadi dalam kala ulang tertentu. Analisis frekuensi sesungguhnya
merupakan prakiraan dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa
hidrologi dalam bentuk hujan rancangan yang berfungsi sebagai dasar perhitungan

5
perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi.
Analisis frekuensi yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan teori
probability distribution, antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal,
Distribusi Log Person Tipe III dan Distribusi Gumbel.

Model EPA SWMM
U.S. Environmental Protection Agency (disingkat EPA atau USEPA)
adalah sebuah lembaga pemerintah Federal Amerika Serikat yang bertugas
melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dengan merumuskan dan
menerapkan peraturan berdasarkan undang-undang yang disahkan. EPA
dicanangkan oleh Presiden Richard Nixon dan memulai operasinya sejak tanggal
2 Desember 1970, hingga sampai sekarang terus bertanggung jawab atas
kebijakan lingkungan Amerika Serikat. USEPA bertanggung jawab untuk
melindungi tanah, udara, dan sumber daya air. Di bawah mandat hukum
lingkungan hidup nasional, lembaga ini berusaha untuk merumuskan dan
melaksanakan tindakan yang mengarah pada keseimbangan kompatibel antara
aktivitas manusia dan kemampuan sistem alam untuk mendukung dan memelihara
kehidupan.
USEPA memiliki divisi khusus yang menangani permasalahan mengenai
air yaitu Water Supply and Water Resources Division. Di bawah divisi tersebut
program SWMM (Strorm Water Mangement Model) ini dikembangkan melalui
National Risk Management Laboratory dan berhasil dikeluarkan sejak tahun 1971
dan telah mengalami beberapa perkembangan besar sejak tahun-tahun berikutnya.
Perkembangan utama adalah: (1) versi 2 pada tahun 1975, (2) versi 3 pada tahun
1981 dan (3) versi 4 pada tahun 1988. Hingga saat ini mencapai versi yang paling
terbaru adalah SWMM 5.0.022 pada tahun 2008 yang dapat dijalankan di bawah
Windows XP, Windows Vista dan Windows 7. EPA Stormwater Management
Model merupakan sebuah program komputer yang dapat menilai dampak dari
limpasan tersebut dan mengevaluasi efektivitas strategi mitigasi.
Menurut Rossmann (2004), SWMM (Storm Water Management Model)
adalah model simulasi dinamis hubungan antara curah hujan dan limpasan
(rainfall-runoff). Model ini digunakan untuk mensimulasikan kejadian tunggal
atau yang berkelanjutan dalam waktu lama, baik berupa volume limpasan maupun
kualitas air, terutama pada suatu daerah perkotaan. Analisis limpasan dalam
SWMM merupakan kumpulan sub daerah tangkapan air yang menerima curah
hujan kemudian memprosesnya menjadi limpasan dan angkutan polutan. Analisis
limpasan dapat dilakukan pada berbagai macam media penyaluran seperti sistem
perpipaan, jaringan saluran terbuka, tampungan atau instalasi pengolahan, pompa
dan pengatur. SWMM menghasilkan volume dan kualitas limpasan yang
diteruskan dari masing-masing subcatchment, dengan kecepatan alirannya,
kedalaman aliran, dan kualitas air pada masing-masing pipa dan saluran selama
periode simulasi yang terdiri dari berbagai tahapan waktu.
SWMM menghitung berbagai proses hidrologis yang memperhatikan
limpasan dari daerah perkotaan, yaitu curah hujan dengan variasi waktu, evaporasi
dari permukaan air, akumulasi salju dan mencairnya, curah hujan yang
tertampung di daerah tampungan, infiltrasi dari curah hujan yang masuk ke

6
lapisan tanah tidak jenuh air, perkolasi dan infiltrasi ke dalam lapisan air tanah,
aliran bawah antara air tanah, dan sistem drainase.
Aplikasi model SWMM ini dapat digunakan untuk beberapa hal antara
lain perencanaan dan dimensi jaringan pembuang untuk pengendalian banjir,
perencanaan daerah penahan (penampung) sementara untuk pengendalian banjir
seperti retarding basin, pemetaan daerah genangan banjir dari jaringan pembuang
alamiah, perencanaan strategi pengaturan untuk meminimalkan pengaliran dari
gabungan sistem pembuangan, evaluasi pengaruh dari inflow dan infiltrasi pada
debit aliran dari sistem pembuangan, dan menggenerasi sumber sebaran angkutan
polutan.
Beberapa software sejenis dalam perhitungan limpasan dalam analisis
banjir antara lain adalah WEAP (Water Evaluation and Planning), Vflo, RainOff,
HydroCAD, QHM, dan HEC-HMS. Bila dibandingkan dengan beberapa software
tersebut, penggunaan SWMM pada penelitian ini dirasakan lebih cocok
dikarenakan penggambaran skema jaringan lebih dapat terwakili sesuai dengan
sistem drainase perkotaan yang ada. Sementara untuk software lainnya masingmasing memiliki fokus pengembangan tertentu sehingga peruntukan
penggunaannya juga perlu disesuaikan. Salah satu contoh software adalah seperti
yang diterangkan oleh Levite (2003) yaitu WEAP (Water Evaluation and
Planning) yang merupakan sistem pendukung keputusan berbasis Windows untuk
pengelolaan sumber daya air terpadu dan analisis kebijakan. WEAP yang
diciptakan pada tahun 1988 oleh Stockholm Environment Institute, Tufts
University di Boston, Massachusetts AS ini lebih mengacu kepada alat model
bangunan yang digunakan untuk membuat simulasi kebutuhan air, pasokan,
limpasan, evapotranspirasi, infiltrasi, kebutuhan irigasi tanaman, kebutuhan aliran,
sistem penyimpanan permukaan,dan operasi waduk.
Salah satu software sejenis lainnya adalah Vflo yang tersedia secara
komersial. Vflo yang dikembangkan oleh Vieux & Associates, Inc ini
menggunakan data curah hujan radar untuk input hidrologi untuk mensimulasikan
limpasan didistribusikan. Vflo mempekerjakan peta GIS untuk parameterisasi.
Model ini cocok untuk peramalan hidrologi terdistribusi pasca-analisis dan operasi
yang terus menerus. Output Vflo adalah dalam bentuk hidrograf pada dipilih grid
jaringan drainase, serta peta limpasan didistribusikan meliputi DAS. Model
aplikasinya mencakup operasi sipil dan pemeliharaan infrastruktur, prediksi
stormwater dan manajemen darurat, limpasan air permukaan kontinu dan jangka
pendek, estimasi resapan, pemantauan kelembaban tanah, perencanaan
penggunaan lahan, pemantauan kualitas air, dan manajemen sumber daya air.
Kemampuan Model SWMM5.0
Secara umum SWMM dapat digunakan untuk beberapa hal antara lain
perencanaan dimensi jaringan pembuang untuk pengendalian banjir, perencanaan
daerah penahan (penampung), pemetaan daerah genangan banjir dari jaringan
pembuang alamiah, perencanaan strategi pengaturan untuk meminimalkan
pengaliran dari gabungan sistem pembuangan, evaluasi pengaruh dari aliran
masuk dan infiltrasi pada debit aliran dari sistem pembuangan, dan evaluasi
terhadap kualitas polutan.

7
SWMM ini juga telah dimanfaatkan penggunaannya dalam analisis untuk
beberapa permasalahan. Untuk analisis permasahan kuantitas dan kualitas
limpasan, SWMM telah digunakan sebagai model dalam beberapa analisis yaitu
antara lain analisis banjir untuk areal rumah sakit (Mara 2012), analisis banjir
pada DAS Beringin Semarang (Murdiono 2008), analisis banjir di DAS Karst
(Blansett 2011), dan analisis limpasan di kota Carolliton Texas (Duncan 2003).
SWMM juga sering digunakan sebagai model kuantitas dan kualitas limpasan
pada beberapa kondisi lahan atau iklim seperti yang telah digunakan oleh
Cervantes (2004), Chung, et all (2010), dan Nandana (2011).
Dalam analisis lainnya, SWMM juga telah digunakan untuk beberapa
analisis maupun perencanaan seperti yang telah digunakan oleh Giron (2005)
dalam perencanaan drainase dengan pompa di Prentiss New Orleans Lousianna
dan Masi (2011) dalam pengembangan sistem denitrifikasi untuk mengestimasi
penurunan nitrogen di dalam kandungan air limpasan. Selain itu, SWMM juga
digunakan untuk kalibrasi model limpasan atau banjir seperti yang digunakan oleh
Acosta (2009).Tate (2010) telah melakukan evaluasi dan perbandingan beberapa
model stormwater yaitu PondPack, CivilStorm, dan SWMM dalam upaya
pengembangan desain. Dari hasil penelitian tersebut diketahui output hidrograf
dari ketiga model stormwater tersebut dapat diterima meskipun masih terdapatnya
nilai ketidakrelatifan.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Maret sampai bulan
Juni 2013. Pengambilan data dilaksanakan di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng
Timur Jakarta Barat, yang beralamat di Jalan Kamal Raya Outer Ring Road,
Cengkareng Timur, Jakarta Barat (Gambar 3). Sementara analisis data dilakukan
di kampus Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

8
Peralatan dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : seperangkat
komputer dengan perangkat lunak EPA SWMM 5.0, meteran 50 meter, autolevel,
target rod, dan kompas. Sementara bahan yang digunakan adalah Data curah hujan
harian wilayah Cengkareng tahun 2003 – 2012 yang didapatkan dari Balai Besar
Wilayah II BMKG Ciputat, peta tutupan lahan tahun 2011 dari perangkat Google
Earth, dan peta masterplan perumahan Cinta Kasih skala 1 : 500 tahun 2001 dari
pengelola perumahan.
Metode Penelitian
Tahapan penelitian terdiri dari 4 kegiatan, yaitu 1) tahap persiapan, 2)
pengumpulan data, 3) pengolahan data, 4) analisis data. Tahapan penelitian secara
lebih jelas seperti disajikan dalam bagan alir pada Gambar 4.

Tidak

Ya

Gambar 4. Diagram alir penelitian

9
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan proses identifikasi masalah, data dan
bahan yang diperlukan dalam penelitian ini. Persiapan juga dilakukan untuk
peralatan yang akan digunakan.
2. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan dengan cara pengukuran langsung di
lapangan. Sementara data sekunder didapatkan dari instansi terkait, studi
pustaka dan data-data hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan
penelitian ini.
3. Pengolahan Data
Pemodelan ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer yang digunakan adalah kondisi eksisting jaringan drainase yang
meliputi jenis saluran, panjang saluran, lebar saluran, kedalaman saluran,
elevasi saluran dan batas daerah tangkapan air untuk setiap subcatchment.
Sementara data sekunder meliputi data curah hujan harian, peta tutupan
lahan, dan peta lokasi studi
Dalam pemodelan dimasukkan nilai properti dari beberapa komponen
model. Beberapa komponen model yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain:
a. Rain Gauge
Rain Gauge menyediakan data hujan untuk satu atau lebih
subcatchment area di daerah studi. Data hujan dapat berupa time series
yang didefinisikan oleh pengguna sendiri. Pada objek Rain Gauge
parameter yang diinput adalah :
a) Rain format : Data hujan yang diinput berupa kumulatif
b) Rain interval : Interval waktu pengamatan pembacaan gage
c) Data source : Sumber data hujan dapat berupa time series
b. Subcatchment
Subcatchment adalah unit hidrologi lahan berupa elemen topografi
dan sistem drainase yang mengalirkan langsung aliran permukaan
menuju suatu titik aliran outlet. Pada objek subcatchment parameter
yang diinput adalah :
a) Raingauge
: nama Rain Gauge yang berkaitan dengan
subcatchment
b) Outlet
: nama node yang menerima run off subcatchment
c) Area
: luas subcatchment
d) Width
: panjang pengaliran
e) % slope
: presentase kemiringan subcatchment
f) % Imperv
: presentase area yang kedap air
g) N- Imperv
: nilai n manning untuk aliran permukaan di daerah
imprevious
h) N-Perv
: nilai n Manning untuk aliran permukaan di daerah
previous
i) % Zero imperv : presentase dari impervous area tanpa depression
storage

10
j) Infiltration

: pilihan untuk metode perhitungan infiltrasi dan
parameternya
Pada EPA SWMM tinggi genangan atau limpasan hujan pada
masing-masing subcatchment menggunakan konsep yang ditunjukkan
pada Persamaan (1) (Rossmann 2004).
DI = Dt + Rt ................................................................................... (1)
Keterangan :
DI = kedalaman air setelah terjadi hujan (mm)
Dt= kedalaman air pada sub DAS pada saat waktu t (mm)
Rt= intensitas hujan pada interval waktu t (mm/jam)
Pada subcatchment terdapat dua macam jenis area, yaitu
impervious (kedap air) dan previous (dapat dilalui air). Pada daerah
impervious terdiri dari dua daerah yaitu depression storage (Tabel 1)
dan non depression storage. Metode perhitungan infiltrasi pada
pervious area menggunakan metode Horton seperti pada Persamaan (2).
Fp = Fc + ( Fo – Fc) e-kt .................................................................. (2)
Keterangan :
Fp = angka infiltrasi dalam tanah (mm/jam)
Fo = harga infiltrasi maksimum (mm/jam) (Tabel 2)
Fc = harga infiltrasi minimum (mm/jam) (Tabel 3)
t = lama hujan (det)
k = koefisien penurunan head (l/det)
Tabel 1. Nilai Depression storage
Impervious surface
Lawns
Pasture
Forest litter

0.05 – 0.10 inch
0.1 – 0.2 inch
0.2 inch
0.3 inch

Sumber : Rosmann (2004)
Tabel 2. Harga infiltrasi maksimum dari berbagai kondisi tanah
No
1

Kondisi tanah
Kering dengan sedikit atau tidak
ada tumbuhan

2

Kering dengan banyak tumbuhan

3

Tanah lembab

Sumber : Rossmann (2004)

Jenis tanah
Sandy soils
Loam soils
Clay soils
Sandy soils
Loam soils
Clay soils
Sandy soils
Loam soils
Clay soils

Harga infiltrasi
5 mm/jam
3 mm/jam
1 mm/jam
10 mm/jam
6 mm/jam
2 mm/jam
1.25 mm/jam
1 mm/jam
0.33 mm/jam

11

Kel

A

B

C

D

Tabel 3. Harga Infiltrasi minimum dari berbagai jenis tanah
Pengertian
Infiltrasi minimum
Potensi limpasan yang rendah. Tanah
mempunyai tingkat infiltrasi yang tinggi
meskipun ketika tergenang dan kedalaman
> 0.45
geangan yang tinggi, pengeringan/ penyerapan
baik unsur pasir dan batuan
Tanah yang mempunyai tingkat infiltrasi
biasa/medium ketika tergenang dan mempunyai
tingkat
kedalaman
genangan
medium,
0.30 – 0.15
pengeringan dengan keadaan biasa didapat dari
moderately fine to moderately coarse
Tanah mempunyai tingkat infiltrasi rendah jika
lapisan tanah untuk pengaliran air dengan
0.15 – 0.05
tingkat tekstur bias ke tekstur baik. Contoh
lempung, pasir bernalau.
Potensi limpasan yang tinggi. Tanah
mempunyai tingkat infiltrasi rendah ketika
0.05 – 0.00
tergenang
Sumber : Rossmann (2004)
Debit outflow dari limpasan subcatchment dihitung dengan
persamaan Manning (3) dan (4) :
1

v = � 2/3 1/2 ....................................................................................(3)
= � �2 ......................................................................................... (4)

Keterangan :
v = kecepatan (m/det)
n = koefisien Manning
= kemiringan lahan
= lebar lahan/ panjang pengaliran (m)
= debit (m3/det)
� = Jari-jari hidrolis
c. Conduit
Conduit adalah pipa atau saluran yang menyalurkan air dari satu
node ke node yang lain. Pada objek conduit parameter yang diinput
adalah :
a) Inlet node
: nama node yang terletak pada inlet saluran
b) Outlet node : nama node yang terletak pada outlet saluran
c) Shape
: bentuk geometri penampang saluran
d) Max depth
: kedalaman maksimum melintang saluran
e) Length
: panjang saluran
f) Roughnes
: koefisien kekasaran manning
g) Inlet offset
: kedalaman saluran di atas node invert pada hulu
h) Outlet offset : kedalaman saluran di atas node invert pada hilir

12
Bentuk melintang dari saluran dapat dipilih dari beberapa macam
bentuk standar yang telah disediakan SWMM. Debit yang masuk ke dalam
saluran dihitung dengan menambahkan debit dari lahan (Qoi) dengan debit
dari hulu saluran (Qgi) seperti pada Persamaan (5).
Qin

= ΣQoi + Σqgi .................................................................. (5)

Conduit dengan sistem gravitasi menggunakan persamaan Manning seperti
pada Persamaan (6).
1/2 2/3

= 1.0

..................................................................... (6)

Keterangan:
Q = outflow subcatchment (m3/det)
V = kecepatan cross section (m/det)
Ax= luas cross section (m2)
S = kemiringan
n = koefisien kekasaran manning

R = jari-jari hidrolis =
= �, dengan 2dx dapat diabaikan
�+2 �
menjadi W
d. Junction Node
Junction adalah node-node sistem drainase yang berfungsi untuk
menggabungkan satu saluran dengan saluran yang lain. Secara fisik
dapat menunjukan pertemuan dua saluran atau sambungan pipa. Pada
objek junction node parameter yang dinput adalah :
a) Invert elevation
: elevasi invert dari junction
b) Max depth
: kedalaman junction maksimum
c) Initial depth
: kedalaman air di junction awal simulasi
d) Surcharge depth :kedalaman tambahan yang diijinkan
e. Outfall Node
Outfall node adalah titik pemberhentian dari sistem drainase yang
digunakan untuk menentukan batas hilir (downstream). Pada objek
outfall node parameter yang diinput adalah :
a) Invert elevation
: elevasi invert dari outfall
b) Tide gate
: ada atau tidak tide gate
c) Fixed stage
: elevasi muka air tipe outfall yang tetap
4. Analisis Data
a. Analisis Daerah Previous dan Impervious
Analisis daerah previous dan impervious ini diketahui dengan
melakukan analisis pada peta tutupan lahan perumahan dengan
bantuan perangkat Google Earth. Pada peta tersebut dapat dilihat
daerah yang dapat dilalui air untuk infiltrasi (previous) dan daerah
yang tidak melewatkan air (impervious). Dari peta tersebut
dihitung presentase area previous dan impervious untuk setiap
subcatchment sebagai nilai input data dalam properti subcatchment.

13
b. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besar nilai
curah hujan rencana yang akan dijadikan sebagai nilai input pada
time series untuk properti Rain Gauge. Pada analisis hidrologi ini
disediakan data berupa curah hujan harian maksimum. Analisis
hidrologi pertama dilakukan dengan menentukan seri data curah
hujan harian maksimum tahunan (maximum annual series) untuk
selanjutnya digunakan dalam frekuensi distribusi curah hujan
rancangan. Analisis frekuensi yang dilakukan dengan
menggunakan teori probability distribution, antara lain Distribusi
Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person Tipe III dan
Distribusi Gumbel. Untuk selanjutnya dalam penentuan jenis
distribusi yang digunakan dilakukan melalui perhitungan uji
kecocokan berdasarkan Uji Chi Kuadrat.
c. Analisis dengan Model SWMM 5.0
1. Pembagian Subcatchment
Langkah pertama dalam pemodelan SWMM 5.0 adalah
dilakukan pembagian subcatchment pada area studi. Pembagian
subcatchment ini didasarkan pada pertimbangan elevasi lahan dan
observasi langsung arah pergerakan limpasan pada saat terjadi
hujan.
2. Pembuatan Model Jaringan
Selanjutnya yang dilakukan dalam analisis model SWMM
5.0 adalah pembuatan model jaringan. Pembuatan model jaringan
ini didasarkan pada sistem jaringan drainase eksisting di lapangan.
Model jaringan ini terdiri dari subcatchment, node junction,
conduit, outfall node, dan raingauge. Setelah model jaringan
selanjutnya dimasukkan semua nilai parameter yang dibutuhkan
untuk seluruh properti tersebut.
3. Simulasi Respon Aliran pada Time Series
Simulasi respon aliran pada time series dilakukan untuk
melihat respon debit aliran terhadap waktu berdasarkan sebaran
curah hujan. Nilai yang dimasukkan berupa nilai sebaran curah
hujan terhadap waktu dengan total nilai sesuai dengan curah hujan
rancangan hasil dari analisis hidrologi.
4. Simulasi Model
Simulasi dilakukan setelah model jaringan drainase dibuat
dan semua nilai parameter properti berhasil dimasukkan. Setelah
itu maka dilakukan running simulasi. Simulasi baru dapat
dikatakan berhasil bila tidak terjadi kesalahan dalam proses dan
kualitas simulasi dikatakan baik jika continuity error < 10 %.
Dalam simulasi SWMM 5.0. menghitung debit banjir dengan cara
memodelkan suatu sistem drainase melalui proses-proses antara
lain aliran permukaan, infiltrasi, air tanah, pelelehan salju, dan
genangan di permukaan.
Dalam penelitian ini direncanakan perhitungan metode
aliran permukaan dan infiltrasi untuk mendapatkan hidrograf, maka
pemodelan hanya difokuskan pada aliran permukaan dan infiltrasi

14
saja. Permukaan subcatchment didefinisikan sebagai reservoir non
linier, air yang masuk melalui presiptasi dan subcatchment di
atasnya. Kemudian air akan mengalir dengan beberapa cara
diantaranya melalui infiltrasi, evaporasi, dan aliran permukaan.
Aliran permukaan per unit area (Q) terjadi apabila air tanah telah
mencapai maksimum dan tanah menjadi jenuh, untuk mendapatkan
nilai Q dihitung dengan persamaan Manning pada Persamaan (7).
2

1

− � 3
......................................................... (7)
=�
Keterangan :
: debit aliran yang terjadi (m3/det)
� : lebar subcatchment
: koefisien kekasaran Manning
: kedalaman air (m)
� : kedalaman air tanah (m)
: kemiringan subcatchment
Selanjutnya limpasan yang terjadi (Q) akan mengalir
melalui conduit atau saluran yang ada. SWMM menggunakan
persamaan Manning untuk mengetahui debit aliran seperti
Persamaan (8).
1

2

3
=
..................................................................... (8)
Keterangan :
: debit saluran (m3/det)
A : luas penampang saluran (m2)
R : jari-jari hidrolik (m)
S : kemiringan dasar saluran
n : koefisien kekasaran Manning

5. Output SWMM 5.0
Output dari simulasi yang berhasil adalah hasil perhitungan
antara lain runoff quantity continuity, flow routing continuity,
highest flow instability indexes, routing time step, subcatchment
runoff, node depth, node inflow, node surcharge, node flooding,
outfall loading, link flow, dan conduit surcharge yang disajikan
dalam laporan statistik simulasi rancangan.
6. Visualisasi Hasil
Visualisasi hasil yang ditampilkan berupa skema jaringan
hasil output dari simulasi, profil aliran pada beberapa saluran
utama dan diketahui tergenang, dan grafik aliran yang terjadi
pada saluran.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara administratif Perumahan Cinta Kasih termasuk ke dalam wilayah
Kelurahan Cengkareng Timur Kecamatan Cengkareng Kota Jakarta Barat
Provinsi DKI Jakarta. Perumahan yang terletak di Jalan Lingkar Luar Kamal Raya
(Outer Ring Road) Komplek Bumi Citra Idaman (BCI) ini berada di sebelah timur
wilayah Cengkareng. Perumahan ini hanya berjarak sekitar 14 km dari Bandara
Soekarno Hatta. Masterplan dari perumahan ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Perumahan ini berbentuk rumah susun yang dikelola olah pihak swasta.
Secara umum perumahan ini memiliki luas sekitar 6 ha yang terdiri dari beberapa
fasilitas penunjang seperti rumah, sekolah, rumah sakit, lapangan bola, lapangan
futsal, aula, taman bermain, mushola, serta beberapa kawasan pertokoan.
Perumahan ini dihuni oleh lebih dari 800 kepala keluarga secara keseluruhan. Bila
dilihat dari sistem pembangunan saluran drainase untuk kawasan ini sudah terlihat
cukup baik, dimana pengaturan saluran dan jaringannya ditempatkan pada hampir
semua daerah pelayanan. Selain itu, pada perumahan ini sistem drainase yang
diterapkan sudah terpisah antara saluran buangan air hujan atau limpasan dengan
air limbah rumah tangga.
Beberapa permasalahan yang kerap terjadi dalam area kawasan tersebut
adalah terlihatnya kondisi bebarapa saluran yang tidak baik dengan dipenuhi
sampah dan endapan lumpur. Hal tersebut sering menyebabkan genangan air pada
beberapa ruas jalan apabila terjadi hujan dengan intensitas lebat yang berdurasi 12 jam. Kapasitas saluran yang memang tidak mampu menampung air,
terhambatnya aliran air menuju outlet, hingga curah hujan yang terlalu deras
dipastikan menjadi penyebab utama terjadinya genangan pada sebagian wilayah
perumahan yang ketinggian elevasinya lebih rendah dibandingkan dengan
sekitarnya.
Berdasarkan dari observasi lapang diketahui bahwa sistem drainase pada
perumahan ini terdiri dari beberapa tipe saluran antara lain saluran pembawa,
saluran pengumpul, dan saluran pembuang. Saluran tersebut terdiri dari empat
jenis dimensi saluran yang berbeda dengan perbandingan lebar dan kedalaman
saluran yaitu 40 cm – 40 cm untuk saluran pembawa, 60 cm – 60 cm untuk
saluran pengumpul I, 70 cm – 80 cm untuk saluran pengumpul II dan 80 cm – 80
cm untuk saluran pembuang. Saluran pembawa berfungsi untuk melayani buangan
limpasan yang keluar langsung dari subcatchmet bangunan rumah, sementara
saluran pengumpul II berfungsi meneruskan aliran dari saluran pengumpul dan
saluran pengumpul I menjadi saluran pembuang lagsung bagi beberapa
subcatchment antara lain lapangan bola, lapangan futsal, dan aula. Setelah itu
aliran diteruskan hingga menuju saluran pembuangan yang berada di bagian
selatan dari perumahan ini.
Pada perumahan ini jumlah saluran pengumpul terdapat sebanyak 27 buah
salurang dengan rata-rata memiliki panjang sekitar 40- 61 meter tergantung dari
panjang area wilayah yang dilayani. Sementara untuk saluran pembawa berjumlah
sebanyak 23 buah dengan panjang saluran berkisar dar 5- 80 meter sesuai dengan
pengaturan jaringannya dan saluran pembuang berjumlah 6 buah dengan panjang

16
berkisar 30 – 50 meter. Sehingga untuk total jumlah saluran yang terdapat pada
perumahan ini adalah sebanyak 56 buah saluran. Seluruh saluran tersebut terbuat
dari beton dengan permukaan halus sehingga ditetapkan untuk saluran tersebut
memiliki nilai kekasaran Manning sebesar 0.011 sesuai dengan peruntukannya
dalam Rosmann (2004). Secara lengkap data hasil pengukuran untuk seluruh
saluran dapat dilihat pada Lampiran 2.

Analisis Hidrologi Curah Hujan Rencana
Analisis hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besar nilai curah hujan
rencana yang akan dijadikan sebagai nilai input pada time series untuk properti
Rain gauge. Pada analisis hidrologi ini disediakan data berupa curah hujan harian
maksimum. Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan harian untuk wilayah
Cengkareng dari tahun 2003-2012 yang didapatkan dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Curah hujan rencana dihitung berdasarkan
data curah hujan harian selama 10 tahun seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Curah hujan harian maksimum stasiun Cengkareng
Tahun
Curah Hujan Harian Maks
Terjadi Pada Tanggal
(mm/hari)
2003
67.9
26 Desember 2003
2004
114.5
17 Februari 2004
2005
158.1
16 Mei 2005
2006
62.4
6 Juni 2006
2007
158.6
4 Desember 2007
2008
322.7
2 Februari 2008
2009
108.4
11 Januari 2009
2010
106.2
1 Juni 2010
2011
56.1
22 Januari 2011
2012
101.8
4 April 2012
Rata-Rata
122.32
Sumber : Balai Besar Wilayah II BMKG,Ciputat

Curah hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi
dalam kala ulang tertentu sebagai hasil dari rangkaian analisis hidrologi yang
biasa disebut analisis frekuensi curah hujan (Harto, 1993).
1) Analisis Frekuensi dan Probabilitas
Suripin (2004) mengatakan bahwa sistem hidrologi terkadang dipengaruhi
oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan
kekeringan. Besaran peristiwa ekstrem tersebut berbanding terbalik dengan
frekuensi kejadiannya, dimana peristiwa yang luar biasa ekstrem kejadiannya
sangat langka. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan
besaran peristiwa-peristiwa ekstrem yang berkaitan dengan besaran peristiwaperistiwa ekstrem yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan

17
distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak
bergantung (independent) dan terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik.
Analisis frekuensi sesungguhnya merupakan prakiraan dalam arti
probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan
rancangan yang berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk
antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Dalam analisis frekuensi ini
digunakan seri data curah hujan harian maksimum tahunan (maximum annual
series). Analisis frekuensi yang dilakukan pada penelitian ini antara lain Distribusi
Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Person Tipe III, Distribusi Log Person
Tipe III dan Distribusi Gumbel. Hasil perhitungan curah hujan rencana untuk
berbagai jenis distribusi disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana
Analisa Frekuensi Curah Hujan Rencana (mm/hr)
Periode Ulang

Normal

Log
Pearson
Gumbel
Normal
III

Log Pearson
III

Tr2

125.67

109.95

115.66

101.78

102.64

Tr5
Tr10
Tr25

191.04
225.28
253.30

170.27
214.11
258.26

203.79
262.13
335.85

173.06
227.00
298.36

165.03
220.45
311.18

Tr50
Tr100

285.21
307.00

319.73
369.91

390.54
444.83

352.29
406.23

394.38
495.41

2) Uji Kecocokan
Suripin (2004) mengatakan bahwa diperlukan penguji parameter untuk
menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi
peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi
frekuensi tersebut. Hasil perhitungan dari uji kecocokan dapat dilihat pada Tabel
6.
Tabel 6. Perbandingan Uji Kecocokan Jenis Distribusi
Jenis Uji Kecocokan
No.
Jenis Distribusi
Rata-rata %
Deviasi
Chi Kuadrat
Error
80.04
1
Normal
21.94
39.33
42.90
2
Log Normal
11.34
36.34
73.09
3
Gumbel
21.78
32.23
94.53
4
Pearson III
26.78
39.41
104.58
5
Log Pearson III
26.02
42.14
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dikertahui bahwa jenis ditribusi
yang memiliki nilai error, deviasi, dan uji Chi Kuadrat terkecil adalah untuk jenis
distribusi Log Normal. Dengan hasil ini maka jenis distribusi yang digunakan
adalah Log Normal. Mengacu pada Tabel 5, maka curah hujan rencana yang

18
digunakan sebagai curah hujan dasar dalam simulasi dan perencanaan adalah
sebesar 170.27 mm/hari. Nilai tersebut didapatkan untuk periode ulang yang
diambil adalah sebesar 5 tahun sesuai dengan peruntukan drainase saluran untuk
daerah tangkapan air lebih kecil dari 10 ha sesuai KEMENPU (2011 ).
Analisis dengan pemodelan SWMM 5.0
Menurut Rosmann (2004), SWMM merupakan suatu pemodelan
matematika yang digunakan untuk mensimulasikan kuantitas dan kualitas runoff
suatu daerah akibat air hujan atau kombinasi dengan sistem air limbah. SWMM
menggabungkan perhitungan dinamis rainfall-runoff untuk satu kejadian atau
simulasi yang berkelanjutan (Huber dan Dickinson, 1998). Data hujan diperlukan
untuk melihat respon terhadap subcatchment, infiltrasi dengan menggunakan
model Horton’s atau Green and Ampt’s, waktu konsentrasi yang dihitung
berdasarkan teori Kinematic Wave, dan runoff yang diteruskan dengan
menggunakan prinsip algoritma non linier. Sementara untuk aliran permukaan
dihitung dengan mempertimbangkan tipe penggunaan lahan, topografi,
kelembaban tanah, kehilangan infiltrasi pada area previous, dan penahan di
permukaan (Chung.et all , 2010).
1) Pembagian Subcatchment
Perumahan ini hampir mencapai 65 % terdiri dari permukaan yang tidak
dapat melewatkan air ke dalam tanah (impervious) yakni berbentuk aspal beton
pada area-area jalan dan permukaan yang dapat melewatkan air (previous) yang
berada pada bagian halaman rumah dan jalan depan rumah. Kawasan perumahan
ini terdiri dari 26 subcatchment yang dibagi dengan melihat pertimbangan elevasi
dan aliran air pada saat terjadinya hujan. Secara lengkap pembagian subcatchment
tersebut ditunjukkan pada Gambar 5. Subcatchment tersebut dinamakan S1-S26.
Nilai properti subcatchment yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 7.

Gambar 5. Pembagian subcatchment pada wilayah studi

19

Nama
Blok A1-A5
Blok A7-A11
Blok A7-A11
Blok A13-A17
Blok A13-A17
Blok A6, A12
Lap. Bola
Kantor
Pengelola
Aula
Blok B4-B8
Blok B10-B14
Blok B10-B14
Blok B16-B20
Blok B16-B20
Blok B22-B26
Blok B22-B26
Blok B28-B32
Blok B28-B32
Blok B34-B38
Blok B34-B38
Blok B1-B33
Mushola
Rumah Sakit
Taman
Sekolah I
Sekolah II

Tabel 7. Nilai properti subcatchment
Subcatchment A (m2)
Saluran
%
pengeluaran Imperv
S1
1760.4
C1
80
S2
805.3
C4
60
S3
805.3
C6
60
S4
805.3
C8
60
S5
805.3
C14
60
S6
2632.0
C11
25
S7
2759.8
C15
5
S8
2912.4
C17
52
S9
S10
S11
S12
S13
S14
S15
S16
S17
S18
S19
S20
S21
S22
S23
S24
S25
S26

2600.6
1692.2
848.4
848.4
848.4
848.4
848.4
848.4
848.4
848.4
848.4
848.4
5640.0
2430.7
7371.8
5454.2
9550.8
4230.4

C13
C55
C54
C32
C31
C29
C28
C26
C25
C23
C22
C20
C48
C56
C40
C43
C36
C37

52
80
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
65
45
42
12
68
61

% Perv
20
40
40
40
40
75
95
48
48
20
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
35
55
58
88
32
39

2) Pembuatan Model Jaringan
Pemodelan jaringan drainase merupakan langkah utama dalam simulasi.
Sistem jaringan drainase yang ada di lapangan dimodelkan ke dalam SWMM 5.0
menjadi beberapa bagian. Secara umum dari hasil observasi lapang diketahui
beberapa properti yang dimasukkan ke dalam pemodelan adalah subcatchment
area, junction nodes, conduit, dan outfall nodes. Untuk kawasan perumahan ini
terdiri dari 26 subcatchment, 53 junction nodes, 56 conduit, dan 1 outfall nodes.
Hasil dari pemodelan jaringan output dari SWMM dapat dilihat pada Gambar 6.

20

21
3) Simulasi Respon aliran pada Time Series
Dalam pemodelan SWMM selanjutnya dilakukan pemodelan simulasi aliran.
Simulasi aliran ini dilakukan dengan menggunakan data curah hujan rencana yang
telah didapatkan dari hasil analisis hidrologi sebelumnya. Dari curah hujan harian
rencana sebesar 170.27 mm/hari maka dilakukan simulasi aliran sebagai respon
curah hujan terhadap durasi. Hasil yang telah didapatkan dari simulasi aliran
tersebut ditunjukan pada Gambar 7. Pada penelitian ini ditetapkan bahwa lama
waktu efektif hujan yang berlangsung selama satu hari hujan adalah sekitar 3 jam
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Darmadi (1993). Sementara
untuk sebaran curahan hujan dalam satu hari terhadap waktu didasarkan pada
Materi Bidang Drainase Perkotaan (KEMENPU 2011).

Gambar 7. Simulasi aliran curah hujan (mm) dan durasi (jam)
4) Simulasi Model
Simulasi selanjutnya dijalankan setelah pemodelan jaringan drainase dan
respon aliran dilakukan